Sebagian kertas itu lepas dari jepitannya dan berhamburan.
Camelia memandang Danar dengan pandangan yang berkecamuk, kecewa, marah, sakit hati. Baru kali ini dia mendapatkan perlakuan yang begitu kasar dari pria itu.Dalam diam Camelia berjongkok, mengambil dokumen itu di lantai. Sebelum berdiri dia membaca dengan cepat dokumen itu. Hasil audit benar-benar mengarah padanya tanpa terkecuali.“Apa maksudnya ini?” ucap Camelia lirih, tetapi Danar masih bisa mendengarnya.“Jangan berpura-pura bodoh. Aku tahu kamu mencoba menghancurkan perusahaan ini!”Ucapan Danar adalah pukulan telak. Camelia menggeleng keras, mencoba menjelaskan, tetapi Danar terus memotong. Kata-katanya tajam, menyerang langsung ke inti.“Jika kamu pikir bisa mempermainkan aku seperti ini, kamu salah besar. Aku akan memastikan kamu tidak akan bisa melangkah lagi di dunia bisnis.”Camelia membeku. Jantungnya terasa seperti tidak lagi berdetak, dia memaksaCamelia tidak akan diam saja, dia sengaja meminta Levi untuk mengutus orang dan mengawasi Amanda. Camelia berpura-pura menjadi orang lain dan mengajak Amanda bekerjasama. Dengan kata lain, wanita itu menjebak Amanda agar mengakui perbuatannya.Amanda sedang menunggu kedatangan seseorang di sebuah restoran. Hingga akhirnya Camelia datang.“Sedang menunggu seseorang, Nyonya Amanda?” tanya Camelia untuk sekedar basa-basi.“Bukan urusanmu,” balas Amanda dengan sengit.“Benarkah? Tapi sayangnya ini menjadi urusanku karena semua menyangkut kehidupanku,” balas Camelia lalu duduk di depan Amanda.Amanda mengernyit, menolak untuk paham kemana arah pembicaraan Camelia.“Apa maksudmu?” tanya Amanda.“Tidak perlu berpura-pura lagi. Aku tahu semuanya.”Camelia mengambil lalu meletakkan tablet di atas meja. Layar itu menampilkan serangkaian dokumen dan bukti rekaman, tentang kejahatan yang Amanda lakukan padanya.
Amanda terperanjat saat mendengar suara Ryo yang sudah berada di dekatnya. Kehadiran pria itu bahkan tidak disadari olehnya yang sibuk dalam pikirannya.Wanita itu tampak gelagapan, terlihat sekali tidak bisa mengendalikan situasi.“Apa yang baru-baru ini kamu lakukan, Amanda?”Amanda berdehem, lalu mengambil gula dan teh, memasukkannya ke dalam cangkir, sedikit mengalihkan perhatian.“Apa maksudmu, Ryo?” tanya Amanda untuk mengurai rasa gugup. “Kamu akan bersikap seperti ini saat melakukan kesalahan, aku harap kamu tidak melakukan sesuatu yang melebihi batas,” ujar Ryo. Matanya menatap Amanda dengan tajam. Namun, dia segera meninggalkan wanita yang masih diam membisu itu menuju kamarnya.Cahaya redup dari lampu meja menerangi sudut kamar, menciptakan bayangan di dinding yang tak bisa mengalihkan pikiran Danar. Dia berdiri di samping jendela, mata menatap keluar yang gelap, tangan menggenggam ponsel, namun tidak ada pe
“Maaf Bu Camelia, sebelum kita tidak pernah bertegur sapa secara pribadi maupun soal pekerjaan. Ada apa sebenarnya sampai Anda mengajak saya bertemu?” tanya Ryo penuh penasaran.Siapa yang tidak tahu Camelia Agatha namanya sempat menjadi headline hampir semua surat kabar dan media elektronik. Wanita dengan karir cemerlang.“Apa benar Anda tidak tahu tujuan saya mengajak Anda bertemu? Atau hanya pura-pura tidak tahu?” tanya Camelia.Ekspresi Ryo tidak bisa berbohong. Pria itu terlihat tidak tahu apa-apa tentang tujuan Camelia menemuinya. Belum lagi urusan perusahaan yang berhasil membuatnya kelimpungan.“Saya benar-benar tidak tahu maksud Anda,” jawab Ryo.Camelia hanya tersenyum. Beberapa saat kemudian ponsel Ryo berdering, nomor asing dengan kode daerah, menandakan jika nomor itu adalah nomor kantor.Ryo meminta izin pada Camelia untuk mengangkat telepon tersebut. Betapa terkejutnya pria itu setelah orang di seberang sana memper
Danar memandangi layar laptopnya, grafik keuangan Adiwangsa Grup terpampang dengan stabilitas yang perlahan kembali. Efek dari ulah Amanda memang sempat menggoyahkan beberapa cabang bisnis, tapi semua mulai terkendali. Sekalipun dia tidak ingin mengakuinya, Amanda harus menanggung hukuman atas perbuatannya. Wanita itu telah menempatkan perusahaan dan keluarganya dalam posisi sulit yang tidak bisa ditoleransi.Danar mengangkat interkom yang berada di dekatnya memberi perintah pada asisten pribadinya untuk datang ke ruangan. Pria itu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, matanya tajam menatap layar tablet yang ada di tangan. Beberapa laporan mengenai aktivitas terakhir Amanda muncul di sana, membuat rahangnya mengencang.Beberapa saat kemudian, pria tampan dengan setelan jas mahal masuk ke dalam ruangan Danar.“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”"Reno, tentang Ryo," kata Danar tanpa memalingkan pandangan dari layar datar yang dipegangnya, "ap
“Pak, pengacara Nyonya Amanda kembali menghubungi,” ujar Reno di sela-sela dia melaporkan pekerjaannya.“Untuk apa lagi mereka terus menghubungi? Bukankah semuanya sudah jelas,” balas Danar dengan malas.Reno terlihat sedikit ragu-ragu sebelum akhirnya mengutarakan pendapatnya.“Menurut saya, Anda setidaknya mengunjungi Nyonya Amanda.”Wajah Danar masih datar, tetapi dalam tempurung kepalanya dia memikirkan hal yang sama.Langkah kaki terdengar berat saat Danar melewati lorong sempit yang berbau lembab. Pikirannya berputar, penuh dengan ketidakpastian. Dia tahu alasan mengapa akhirnya memutuskan untuk datang ke sini, namun rasa enggan tidak bisa ditepis. Reno telah berkali-kali menyampaikan pesan dari pengacara Amanda, setiap kali menyisipkan nada memohon seolah-olah hidup Amanda bergantung sepenuhnya pada satu keputusan dari Danar.Saat tiba di ruangan pertemuan, Amanda sudah menunggu di balik kaca tebal yang memisahkan ked
“Kenapa hanya menunggu di sini? Harusnya kamu masuk dan memastikan keadaannya,” ucap Camelia. Danar. Pria itu sudah menunggu di parkiran bersama Reno. Sebelum menjawab, pria itu hanya tersenyum lembut. Meskipun ucapan Camelia terdengar seperti sebuah sindiran. “Aku baru saja datang, dan hanya ingin bertemu denganmu.” Camelia menarik sebelah sudut bibirnya dan mengangguk. “Mau makan siang bersama? Biar mobilmu Anne yang bawa,” tawar Danar. Terlihat Camelia menoleh pada asisten pribadinya, dan Anne pun mengangguk. “Baiklah,” jawab Camelia. Semua sudah selesai, mungkin ini saatnya mereka meluruskan semua yang sempat menjadi benang kusut. “Kamu bisa pergi bersama Anne, Reno,” titah Danar pada asistenya, dan pria itu hanya mengangguk. Setelah itu, Danar segera memacu kendaraannya keluar dari parkiran gedung pengadilan itu. Hanya keheningan yang menyelimuti ked
“Entahlah, aku tidak yakin, aku hanya merasa ada seseorang yang mengawasiku,” jujur Camelia, lalu berjalan menuju mobilnya, diikuti oleh Anne. “Sudah berapa lama kamu merasa diawasi?” tanya Danar seraya menyamakan langkah dengan Camelia. “Entahlah. Aku juga tidak yakin. Tidak perlu khawatir. Aku masih bisa menanganinya, kalau begitu aku pulang dulu,” balas Camelia lalu masuk ke dalam mobil tanpa memberi kesempatan pada Danar untuk menanggapi. Danar jelas tidak akan tinggal diam, dia pun menghubungi seseorang untuk mengawasi Camelia. Dia tidak ingin kejadian di Singapura terulang lagi. Apalagi sekarang belum diketahui kebenaran Rainer masih hidup atau tidak. Siapa tahu musuh-musuh suami Camelia itu masih mengincar Camelia. “Apa kita perlu ke rumah sakit, Camelia? Aku lihat kondisimu tidak baik-baik saja,” tanya Anne memecah keheningan di dalam mobil. “Tidak perlu, Anne. Kita langsung pulang saja,” jawab Cameli
Senyum Daisy mengembang begitu sosok Camelia melangkah masuk ke ruang utama. Tanpa banyak basa-basi, wanita paruh baya itu langsung menariknya dalam pelukan hangat. Aroma khas teh melati bercampur dengan wangi lembut kain yang dikenakan Daisy, menciptakan suasana nyaman yang sudah lama tidak dirasakan Camelia.“Kamu semakin kurus,” komentar Daisy begitu mereka saling melepaskan pelukan, matanya mengamati Camelia dengan sorot khawatir.Camelia hanya tersenyum tipis, mengabaikan komentar itu. Tubuhnya memang sedikit lebih ringan belakangan ini, tapi bukan itu yang penting sekarang. Dia mengikuti langkah Daisy ke ruang santai.“Akhirnya urusanmu dengan wanita bernama Amanda itu selesai juga,” ujar Daisy.Seluruh keluarga Wijaya memang tahu apa yang sempat dialami oleh Camelia tidak terkecuali Daisy. Bahkan Kakek Wijaya dan Yasa Wijaya–ayah mertua Camelia sempat menawarkan bantuan.“Iya, Bu. Akhirnya selesai. Aku lelah sekali,” balas Camelia.Keduanya berbincang tentang kesehatan Camelia,
Senyum Daisy mengembang begitu sosok Camelia melangkah masuk ke ruang utama. Tanpa banyak basa-basi, wanita paruh baya itu langsung menariknya dalam pelukan hangat. Aroma khas teh melati bercampur dengan wangi lembut kain yang dikenakan Daisy, menciptakan suasana nyaman yang sudah lama tidak dirasakan Camelia.“Kamu semakin kurus,” komentar Daisy begitu mereka saling melepaskan pelukan, matanya mengamati Camelia dengan sorot khawatir.Camelia hanya tersenyum tipis, mengabaikan komentar itu. Tubuhnya memang sedikit lebih ringan belakangan ini, tapi bukan itu yang penting sekarang. Dia mengikuti langkah Daisy ke ruang santai.“Akhirnya urusanmu dengan wanita bernama Amanda itu selesai juga,” ujar Daisy.Seluruh keluarga Wijaya memang tahu apa yang sempat dialami oleh Camelia tidak terkecuali Daisy. Bahkan Kakek Wijaya dan Yasa Wijaya–ayah mertua Camelia sempat menawarkan bantuan.“Iya, Bu. Akhirnya selesai. Aku lelah sekali,” balas Camelia.Keduanya berbincang tentang kesehatan Camelia,
“Entahlah, aku tidak yakin, aku hanya merasa ada seseorang yang mengawasiku,” jujur Camelia, lalu berjalan menuju mobilnya, diikuti oleh Anne. “Sudah berapa lama kamu merasa diawasi?” tanya Danar seraya menyamakan langkah dengan Camelia. “Entahlah. Aku juga tidak yakin. Tidak perlu khawatir. Aku masih bisa menanganinya, kalau begitu aku pulang dulu,” balas Camelia lalu masuk ke dalam mobil tanpa memberi kesempatan pada Danar untuk menanggapi. Danar jelas tidak akan tinggal diam, dia pun menghubungi seseorang untuk mengawasi Camelia. Dia tidak ingin kejadian di Singapura terulang lagi. Apalagi sekarang belum diketahui kebenaran Rainer masih hidup atau tidak. Siapa tahu musuh-musuh suami Camelia itu masih mengincar Camelia. “Apa kita perlu ke rumah sakit, Camelia? Aku lihat kondisimu tidak baik-baik saja,” tanya Anne memecah keheningan di dalam mobil. “Tidak perlu, Anne. Kita langsung pulang saja,” jawab Cameli
“Kenapa hanya menunggu di sini? Harusnya kamu masuk dan memastikan keadaannya,” ucap Camelia. Danar. Pria itu sudah menunggu di parkiran bersama Reno. Sebelum menjawab, pria itu hanya tersenyum lembut. Meskipun ucapan Camelia terdengar seperti sebuah sindiran. “Aku baru saja datang, dan hanya ingin bertemu denganmu.” Camelia menarik sebelah sudut bibirnya dan mengangguk. “Mau makan siang bersama? Biar mobilmu Anne yang bawa,” tawar Danar. Terlihat Camelia menoleh pada asisten pribadinya, dan Anne pun mengangguk. “Baiklah,” jawab Camelia. Semua sudah selesai, mungkin ini saatnya mereka meluruskan semua yang sempat menjadi benang kusut. “Kamu bisa pergi bersama Anne, Reno,” titah Danar pada asistenya, dan pria itu hanya mengangguk. Setelah itu, Danar segera memacu kendaraannya keluar dari parkiran gedung pengadilan itu. Hanya keheningan yang menyelimuti ked
“Pak, pengacara Nyonya Amanda kembali menghubungi,” ujar Reno di sela-sela dia melaporkan pekerjaannya.“Untuk apa lagi mereka terus menghubungi? Bukankah semuanya sudah jelas,” balas Danar dengan malas.Reno terlihat sedikit ragu-ragu sebelum akhirnya mengutarakan pendapatnya.“Menurut saya, Anda setidaknya mengunjungi Nyonya Amanda.”Wajah Danar masih datar, tetapi dalam tempurung kepalanya dia memikirkan hal yang sama.Langkah kaki terdengar berat saat Danar melewati lorong sempit yang berbau lembab. Pikirannya berputar, penuh dengan ketidakpastian. Dia tahu alasan mengapa akhirnya memutuskan untuk datang ke sini, namun rasa enggan tidak bisa ditepis. Reno telah berkali-kali menyampaikan pesan dari pengacara Amanda, setiap kali menyisipkan nada memohon seolah-olah hidup Amanda bergantung sepenuhnya pada satu keputusan dari Danar.Saat tiba di ruangan pertemuan, Amanda sudah menunggu di balik kaca tebal yang memisahkan ked
Danar memandangi layar laptopnya, grafik keuangan Adiwangsa Grup terpampang dengan stabilitas yang perlahan kembali. Efek dari ulah Amanda memang sempat menggoyahkan beberapa cabang bisnis, tapi semua mulai terkendali. Sekalipun dia tidak ingin mengakuinya, Amanda harus menanggung hukuman atas perbuatannya. Wanita itu telah menempatkan perusahaan dan keluarganya dalam posisi sulit yang tidak bisa ditoleransi.Danar mengangkat interkom yang berada di dekatnya memberi perintah pada asisten pribadinya untuk datang ke ruangan. Pria itu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, matanya tajam menatap layar tablet yang ada di tangan. Beberapa laporan mengenai aktivitas terakhir Amanda muncul di sana, membuat rahangnya mengencang.Beberapa saat kemudian, pria tampan dengan setelan jas mahal masuk ke dalam ruangan Danar.“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”"Reno, tentang Ryo," kata Danar tanpa memalingkan pandangan dari layar datar yang dipegangnya, "ap
“Maaf Bu Camelia, sebelum kita tidak pernah bertegur sapa secara pribadi maupun soal pekerjaan. Ada apa sebenarnya sampai Anda mengajak saya bertemu?” tanya Ryo penuh penasaran.Siapa yang tidak tahu Camelia Agatha namanya sempat menjadi headline hampir semua surat kabar dan media elektronik. Wanita dengan karir cemerlang.“Apa benar Anda tidak tahu tujuan saya mengajak Anda bertemu? Atau hanya pura-pura tidak tahu?” tanya Camelia.Ekspresi Ryo tidak bisa berbohong. Pria itu terlihat tidak tahu apa-apa tentang tujuan Camelia menemuinya. Belum lagi urusan perusahaan yang berhasil membuatnya kelimpungan.“Saya benar-benar tidak tahu maksud Anda,” jawab Ryo.Camelia hanya tersenyum. Beberapa saat kemudian ponsel Ryo berdering, nomor asing dengan kode daerah, menandakan jika nomor itu adalah nomor kantor.Ryo meminta izin pada Camelia untuk mengangkat telepon tersebut. Betapa terkejutnya pria itu setelah orang di seberang sana memper
Amanda terperanjat saat mendengar suara Ryo yang sudah berada di dekatnya. Kehadiran pria itu bahkan tidak disadari olehnya yang sibuk dalam pikirannya.Wanita itu tampak gelagapan, terlihat sekali tidak bisa mengendalikan situasi.“Apa yang baru-baru ini kamu lakukan, Amanda?”Amanda berdehem, lalu mengambil gula dan teh, memasukkannya ke dalam cangkir, sedikit mengalihkan perhatian.“Apa maksudmu, Ryo?” tanya Amanda untuk mengurai rasa gugup. “Kamu akan bersikap seperti ini saat melakukan kesalahan, aku harap kamu tidak melakukan sesuatu yang melebihi batas,” ujar Ryo. Matanya menatap Amanda dengan tajam. Namun, dia segera meninggalkan wanita yang masih diam membisu itu menuju kamarnya.Cahaya redup dari lampu meja menerangi sudut kamar, menciptakan bayangan di dinding yang tak bisa mengalihkan pikiran Danar. Dia berdiri di samping jendela, mata menatap keluar yang gelap, tangan menggenggam ponsel, namun tidak ada pe
Camelia tidak akan diam saja, dia sengaja meminta Levi untuk mengutus orang dan mengawasi Amanda. Camelia berpura-pura menjadi orang lain dan mengajak Amanda bekerjasama. Dengan kata lain, wanita itu menjebak Amanda agar mengakui perbuatannya.Amanda sedang menunggu kedatangan seseorang di sebuah restoran. Hingga akhirnya Camelia datang.“Sedang menunggu seseorang, Nyonya Amanda?” tanya Camelia untuk sekedar basa-basi.“Bukan urusanmu,” balas Amanda dengan sengit.“Benarkah? Tapi sayangnya ini menjadi urusanku karena semua menyangkut kehidupanku,” balas Camelia lalu duduk di depan Amanda.Amanda mengernyit, menolak untuk paham kemana arah pembicaraan Camelia.“Apa maksudmu?” tanya Amanda.“Tidak perlu berpura-pura lagi. Aku tahu semuanya.”Camelia mengambil lalu meletakkan tablet di atas meja. Layar itu menampilkan serangkaian dokumen dan bukti rekaman, tentang kejahatan yang Amanda lakukan padanya.
Sebagian kertas itu lepas dari jepitannya dan berhamburan.Camelia memandang Danar dengan pandangan yang berkecamuk, kecewa, marah, sakit hati. Baru kali ini dia mendapatkan perlakuan yang begitu kasar dari pria itu.Dalam diam Camelia berjongkok, mengambil dokumen itu di lantai. Sebelum berdiri dia membaca dengan cepat dokumen itu. Hasil audit benar-benar mengarah padanya tanpa terkecuali.“Apa maksudnya ini?” ucap Camelia lirih, tetapi Danar masih bisa mendengarnya.“Jangan berpura-pura bodoh. Aku tahu kamu mencoba menghancurkan perusahaan ini!”Ucapan Danar adalah pukulan telak. Camelia menggeleng keras, mencoba menjelaskan, tetapi Danar terus memotong. Kata-katanya tajam, menyerang langsung ke inti.“Jika kamu pikir bisa mempermainkan aku seperti ini, kamu salah besar. Aku akan memastikan kamu tidak akan bisa melangkah lagi di dunia bisnis.”Camelia membeku. Jantungnya terasa seperti tidak lagi berdetak, dia memaksa