Setelah memarkirkan mobilnya di garasi, Alan lantas masuk ke dalam rumah dengan membawa beberapa kantong belanjaan. Di dalam, ia disambut oleh mamanya yang baru saja keluar dari kamar sambil memainkan ponselnya.“Baterai kamu habis?” tanya mamanya.“Enggak, kok,” jawab Alan.“Terus? Kuotanya habis?” tanyanya lagi. Namun Alan hanya menggelengkan kepalanya.“Kok tumben, Rachel telepon Mama? Biasanya kan, dia telepon kalau kamu nggak bisa dihubungin aja.”“Lah, emang nggak Mama tanyain, kenapa dia telepon?”“Nggak keangkat. Mama juga baru lihat hp. Nih, tiga panggilan tak terjawab dari dia.” Anna menunjukkan ponselnya pada Alan, dan di situ memang tertulis jika ada tiga panggilan tak terjawab dari Rachel.Buru- buru Alan langsung membuka ponselnya. Namun ia tidak menemukan pesan masuk atau riwayat panggilan dari Rachel.“Dia nggak telepon Alan, kok.” Alan juga menunjukkan ponselnya pada sang Mama. Dan benar saja, tidak ada pesan ataupun riwayat panggilan dari Rachel.“Oh iya, ya. Coba de
“Kamu beliin Anggi cincin?” tanya Rachel to the point, saat Alan baru saja keluar dari kamar mandi sambil menggotong tubuh Noah.“Enggak,” jawab Alan santai.“Kok dia chat kamu, katanya cincinnya nggak muat.”“Oh, cincin ibunya kali. Kemarin dia juga beliin ibunya cincin.”“Oh, kirain kamu yang beliin.”“Aku nggak sedermawan itu, sampai beliin orang lain cincin,” ujar Alan. Membuat Rachel langsung tersenyum mendengarnya.“Tapi waktu itu kamu beli perlengkapan rumah buat aku. Kulkas seharga puluhan juta, vacuum cleaner, sama AC yang harganya setara sama gajiku selama dua bulan,” sahut Rachel.“Kalau sama kamu mah beda, Chel. Jangankan kulkas sama AC, rumah pun aku beliin sekarang juga kalau kamu mau.”Rachel tertawa kecil. Sepertinya Alan memang benar- benar bucin kepadanya. Padahal sebelum dekat seperti ini, pria itu benar- benar pelit dengannya. Rachel sampai sering menggurutu karena saking kesalnya. “Jangan berlebihan, ah. Nggak baik,” tegurnya.“Cepat mandi, sana! Udah mau jam tuj
Sudah hampir setengah jam, mereka berada di perjalanan udara. Saat ini, Alan melirik tengah Rachel yang duduk di seberangnya dengan Noah dan juga Reza. Sejak pulang dari pantai tadi, wanita itu mendiaminya. Alan sadar, wanita itu pasti tersinggung dengan ucapannya. Tapi ia belum bisa menjelaskan semuanya, karena ia masih menunggu waktu yang tepat. Sejujurnya Alan sedikit menyesal telah membatalkan tiketnya dan memilih untuk berangkat bareng Rachel. Karena ia baru tahu jika Reza juga ikut pergi ke Jakarta, dan mereka berdua sudah sepakat untuk duduk berdekatan karena ada hal yang ingin mereka bicarakan. Alan tidak bisa protes, karena Rachel sendiri juga mau tidak duduk berdampingan dengannya. Jadi ia harus menerimanya dengan lapang dada, walaupun selalu kesal dan cemburu setiap kali melirik mereka berdua yang sedang asik berbincang- bincang. “Ehm.” Alan berdehem dengan cukup keras saat melihat tangan Reza yang memegang pucuk kepala Rachel. Sementara itu, ketika Reza akan menoleh ke s
Sudah hampir setengah jam Alan berbincang- bincang dengan Mama Sania, tapi wanita itu belum juga mengungkapkan alasannya menyuruh Alan datang ke sini. Mereka sibuk membicarakan urusan pekerjaan dan hal- hal lain yang tidak berkaitan dengan mereka. “Oh iya, Tante mau ngomongin apa?” tanya Alan. Memutus pembicaraan Mama Sania yang menurutnya sangat tidak penting untuk dilanjutkan. Wanita itu terlihat sedang menghela napasnya. Kemudian ia meletakkan cangkirnya di meja dan mengubah duduknya menjadi lebih tegap. “Kamu masih ingat sama Wulan, sepupu Sania?” tanya wanita itu. Sedangkan Alan hanya mengangguk saja. “Jadi gini, Tante juga baru tau kalau Sania pernah ninggal wasiat ke dia. Katanya, Sania bilang, kalau misalnya cuma Wulan yang boleh gantiin posisi dia di hati kamu. Tante tau, mungkin ini agak berat buat kamu. Tapi yang namanya wasiat itu harus dijalankan, Lan. Kamu sayang sama Sania, kan? Karena Sania nggak bakal bisa dampingin kamu, jadi biarin posisi kosong itu diisi sama
“Mau langsung pulang, Chel?” tanya Alsha.“Iya, mau jemput Noah dulu,” jawab Rachel.Saat ini Rachel dan teman- temannya sudah berada di luar studio. Hendak menuju parkiran untuk mengambil kendaraannya. Sedangkan Reza sudah balik terlebih dahulu dengan menaiki transportasi umum.“Lo bawa motor, Chel?” tanya Tiffany.“Iya,” jawab Rachel.“Nebeng, dong. Gue kebelet pup nih. Kalau naik mobilnya Zizi, takut kena macet,” ujar Tiffany. Membuat Rachel hampir ingin tertawa saat melihat ekspresinya.“Yaudah, ayo. Ke Apart Alsha, kan?”“Iya. Nggak papa kan, nganterin gue dulu?”“Nggak papa. Dari pada berak dijalan,” celetuk Rachel, membuat teman- temannya langsung tertawa.“Sialan lo,” kesal Tiffany.Selesai mengambil motornya, Rachel langsung menghampiri Tiffany yang menunggunya di depan. Tiffany yang memang sudah kebelet buang air besar pun lantas menaiki motor tersebut. Namun ketika Rachel akan menjalankan motornya,tiba- tiba Juna datang menghalangi jalan mereka. Dengan napas yang ngos- ngos
Alan membaringkan tubuh lelahnya di sofa. Ia baru tiba dua jam yang lalu, dan ia baru saja bisa beristirahat setelah mengurus proses pengobatan Anggi di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura ini. Karena jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, Alan memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya di sofa panjang yang berada di dalam kamar inap Anggi.Tidak ada yang menemani Anggi di sini, selain dirinya sendiri. Ayah gadis itu masih berlayar, dan baru bisa pulang lima hari lagi. Sedangkan Ibu gadis itu juga sedang sakit- sakitan. Jika ibunya ikut menemani di sini, maka akan berpengaruh pada kesehatannya juga. Jadi Alan lah yang berperan penting di sini, karena hanya dia satu- satunya tetangga yang dekat dengan keluarga Anggi.Alasan Anggi jatuh sakit dan berakhir dilarikan ke Rumah Sakit ini adalah karena ia mengidap penyakit Autoimun. Biasanya ketika penyakitnya kambuh, ia hanya akan dirawat di Rumah Sakit terdekat selama beberapa hari. Tapi karena kondisinya saat ini sangat parah, jadi orang tu
Rachel POV Hari ini sebenarnya ada acara study tour di Sekolah Noah. Aku sebagai ibunya seharusnya turut hadir untuk menemani anakku. Akan tetapi, Ibu tiba- tiba memintaku untuk mengantarnya pergi ke rumah saudaranya yang di Bekasi. Jadi mau tidak mau, Junalah yang aku suruh untuk menemani Noah. Untungnya Noah juga tidak protes. Dia malah senang jika ditemani ayahnya, karena bisa pamer ke teman- temannya jika ayahnya adalah seorang Pilot. Sebangga itu, anakku pada ayahnya. Padahal dulunya sempat tidak diakui dan sempat ingin dilenyapkan juga. Hahaha ya sudahlah, lupakan saja.“Pakai tas dino aja ya,” ucapku seraya berjalan menghampiri Noah yang sedang dipakaikan baju oleh Juna. Dengan membawa tas kecil yang bergambar Dinosaurus.“Nggak mau. Pakai tas Marvel aja,” balas Noah.“Tas Marvel udah rusak resletingnya, Sayang. Ini aja, ya. Nanti Bunda beliin yang baru lagi,” bujukku.“Yah ... yaudah, deh. Nggak papa.”“Minta uang saku berapa?” tanyaku.“Nggak usah, deh. Uang Ayah Juna udah b
Tepukan tangan Rachel di pundak wanita yang bernama Anna itu pun berhasil membuat wanita itu langsung tersentak kaget. Apalagi saat wanita itu melihat wajah Rachel, terlihat semakin bertambah keterkejutannya.“Loh, Rachel? Kok bisa ada di sini?” tanyanya.Rachel tersenyum sendu. Mungkin inilah yang dinamakan ‘Sudah jatuh, tertimpa tangga pula’. Setelah mendapat pesan yang kurang mengenakkan dari Alan, Rachel juga mendapat kejutan kebohongan yang dilakukan oleh pria itu kepadanya. Jika mamanya saat ini sedang berdiri di depannya dalam keadaan sehat walafiat, lalu ke mana perginya pria itu? Kenapa harus berbohong dengan alasan mengantar mamanya berobat ke Luar negeri? Tidakkah pria itu tahu, jika hal yang paling dibenci oleh Rachel adalah ketika dibohongi? Sungguh, Rachel benar- benar bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Kenapa Alan berbohong? Kenapa mamanya Alan kaget melihat keberadaannya? Apakah mereka berdua bersekongkol? Itulah pertanyaan yang sedang berkecamuk di kepal
Sudah ada lima polisi yang melakukan pemeriksaan di taman belakang rumah Santi. Menurut Polisi, terjadinya ledakan tersebut dikarenakan ada sebuah bom kecil yang dilempar ke taman tersebut. Dan setelah di cek di CCTV, ternyata benar. Ada sebuah benda bulat kecil yang dilempar dari arah luar. Akan tetapi, orang yang melempar tersebut tidak terlihat di kamera CCTV. Jadi mereka semua belum tahu, siapa pelaku pelemparan bom tersebut.“Tante, masuk dulu yuk. Ada yang mau aku omongin. Itu biar diatur sama Pak Polisi.” Alan mengajak Cindy untuk masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Rachel dan Santi yang ikut berjalan di belakang mereka.Mereka duduk di ruang keluarga. Rachel berdampingan dengan Alan, dan Cindy berdampingan dengan Santi. Sementara itu, Noah asik bermain sendiri.Sebelum berbicara, Alan menghela napasnya terlebih dahulu. “Dalang dari pelaku yang memukul Rachel udah tertangkap,” ucapnya.“SIAPA?” tanya mereka berbarengan.Alan kembali menghela napasnya lagi. Melihat wajah Santi, i
Alan mengepalkan tangannya kuat dengan wajah yang memerah menahan amarah. Kemudian tanpa basa- basi, ia langsung keluar dari ruangan tersebut dan berjalan menuju tempat di mana mobil sewanya terparkir.Alan mengendarai mobilnya seperti orang kesurupan. Ia sudah tidak peduli lagi, jika dirinya akan ditangkap oleh Polisi ataupun dimarahi orang lain. Lagi pula jalanan juga sedang sepi, hanya ada beberapa kendaraan saja yang lewat.“Vid, lo ke Bali ya, sekarang. Gue pesenin tiket.” Alan berbicara dengan temannya lewat telepon sambil terus menyetir.“Ngapain?” tanya orang itu, yang tak lain adalah David. “Ada urusan penting. Gue butuh bantuan lo.”“Ck. Gue males. Lagi nggak mood ke mana- mana.” “Gue kasih uang saku sejuta.”“Kurang.” “Dua juta.”“Tambahin dikit.” Alan berdecak kesal. “Sialan lo! Lama- lama jadi ngelunjak.”“Yaudah, kalau nggak mau nambahin ya gue ogah ke sana.” “Dua juta setengah.”“Nanggung amat. Tiga juta kek.”Alan mendesis kesal. Karena malas bernegoisasi lama-
Rachel merintih kesakitan sambil memegangi punggungnya. Ia bahkan sampai tidak sanggup berdiri karena saking sakitnya. Ia tidak tahu, siapa orang jahat yang baru saja memukulnya, karena wajah kedua orang itu ditutupi oleh topeng berwarna hitam.“To- long ...” rintih Rachel dengan suara yang terputus- putus. Berharap ada orang yang melihatnya lalu menolongnya.Ia menoleh ke belakang dan melihat kedua orang itu mulai mengangkat tongkat yang dipegangnya lagi. Seolah bersiap untuk kembali menghajar Rachel. Melihat itu, Rachel sontak mengeluarkan semua energinya untuk berteriak.“AAAAA!” teriaknya kencang dengan mata yang terpejam erat.Bersamaan dengan itu, terdengar suara gebukan berkali- kali yang begitu kencang. Namun anehnya, ia tak merasakan sakit sama sekali. Karena penasaran, Rachel pun akhirnya membuka matanya dengan perlahan. Tongkat tersebut tidak mendarat di tubuhnya, melainkan tergeletak di bawah bersama sang pemiliknya. Entah apa yang sudah terjadi, sampai kedua penjahat itu
Aku tentu saja terkejut mendengar perkataan Nena. Ah tidak, bukan aku saja. Semua orang yang berada di dalam ruangan ini juga terkejut mendengarnya. Bahkan Airin saat ini sudah menatapku dengan tatapan yang sangat tajam.“Maksud Nena?” tanyaku. Aku ingin memastikan, apakah ia salah berbicara atau tidak.“Nena nggak mau harta benda Nena jatuh ke tangan orang yang salah. Cukup mereka bertiga aja yang membuat Nena hampir jatuh miskin,” ucapnya sambil melirik Mama, Papa dan juga Airin yang sedang menundukkan kepala.“Tapi─” Aku ingin memprotes, tapi Nena langsung memotong ucapanku.“Cuma kamu, satu- satunya orang yang Nena percaya. Nena tau, kamu bukan orang yang gila harta. Maka dari itu, Nena percayakan semuanya ke kamu. Tolong dijaga dengan baik, karena itu hasil dari kerja keras Kakek kamu dulu.”Aku menundukkan kepala. Diberi tanggung jawab sebesar ini tentu saja membuatku merasa sangat terbebani. Apalagi masih ada pewaris yang lebih layak mendapatkannya, yaitu Mama. Kalau Om Radit s
Tatapan tajam dan penuh kebencian saling dilempar oleh Airin dan Rachel layaknya singa yang bertemu dengan harimau. Raut wajah Rachel menyiratkan sebuah emosi yang begitu besar, begitu juga dengan Airin, wanita itu juga tampak sangat kesal dengan wanita di depannya yang berstatus sebagai adiknya ini.Sementara itu, sang Mama hanya menatap mereka pilu. Menyaksikan pertengkaran yang akan terjadi antara dua bersaudara yang lahir dalam rahim yang sama. Sedih? Tentu saja. Ia merasa gagal menjadi orang tua karena tidak bisa mendidik anak- anaknya dengan baik. Seharusnya mereka berdua bisa tumbuh menjadi saudara yang saling menyayangi satu sama lain. Namun apa daya, mereka berdua sudah terlanjur saling membenci satu sama lain.“Gue rasa, lo nggak perlu ikut campur urusan gue sama Mama,” ujar Airin.“Gue rasa, gue juga punya hak buat ikut campur urusan ini,” balas Rachel. Kemudian Rachel berdiri, menghadap Airin dengan tangan yang dilipat di depan dada, tak lupa dengan senyuman miring yang me
“Halo ...”Panggilan sudah tersambung, tapi Rachel hanya mendengar suara kebisingan. Ya, setelah membaca pesan yang dikirim oleh Alan, wanita itu langsung bergegas menghubunginya.Khawatir? Tentu saja. Siapa yang tidak khawatir ketika mendapat kabar seperti itu dari orang yang kita sayang. Rasanya Rachel ingin terbang ke Singapore sekarang juga.“Halo ...” Panggil Rachel sekali lagi. Namun belum ada sahutan dari Alan.“Alan, are you okay?” Nada bicara Rachel terdengar mulai panik, lantaran pria itu tak kunjung membalas ucapannya. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu.Hingga satu menit kemudian, panggilan masih tersambung tapi yang Rachel dengar hanyalah suara bising. Ia tidak mau mematikan sambungan teleponnya, ia akan menunggu sampai suara pria itu terdengar di telinganya.Beberapa menit kemudian ....“Chel?” Rachel yang sedang melamun refleks langsung menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara Alan yang memanggil namanya.“Kamu di mana? Gimana keadaan kamu sekarang? K
Singapore09.30Sedari tadi, Alan terus mondar- mandir gelisah. Ia benar- benar bingung saat ini. Ingin pulang sekarang juga, tapi tidak ada yang menemani Anggi di sini. Sedangkan ia juga sudah berusaha menelepon Rachel sampai berkali- kali, tapi selalu ditolak. Bahkan nomornya sekarang sudah diblokir oleh wanita itu.“Anggi ... Abang ada urusan mendadak di rumah. Nggak papa, Abang pulang sekarang? Besok sore Ayah kamu udah sampai sini, kok.” Alan berkata dengan sangat lembut pada gadis itu. Berharap gadis itu mengizinkannya untuk pulang saat ini juga.Namun responnya sesuai dengan dugaan. Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan wajah yang cemberut. “Kalau Abang pulang sekarang, nanti Anggi di sini sama siapa?” tanyanya.“Nanti ada Suster yang nemenin kamu.”“Nggak mau. Suster nggak bisa jaga Anggi 24 jam. Nanti kalau tiba- tiba Anggi kenapa- napa, gimana?”Alan menghela napasnya kasar. Posisinya benar- benar sulit saat ini. Ada masalah yang harus ia selesaikan sekarang, tapi di sisi
Tepukan tangan Rachel di pundak wanita yang bernama Anna itu pun berhasil membuat wanita itu langsung tersentak kaget. Apalagi saat wanita itu melihat wajah Rachel, terlihat semakin bertambah keterkejutannya.“Loh, Rachel? Kok bisa ada di sini?” tanyanya.Rachel tersenyum sendu. Mungkin inilah yang dinamakan ‘Sudah jatuh, tertimpa tangga pula’. Setelah mendapat pesan yang kurang mengenakkan dari Alan, Rachel juga mendapat kejutan kebohongan yang dilakukan oleh pria itu kepadanya. Jika mamanya saat ini sedang berdiri di depannya dalam keadaan sehat walafiat, lalu ke mana perginya pria itu? Kenapa harus berbohong dengan alasan mengantar mamanya berobat ke Luar negeri? Tidakkah pria itu tahu, jika hal yang paling dibenci oleh Rachel adalah ketika dibohongi? Sungguh, Rachel benar- benar bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Kenapa Alan berbohong? Kenapa mamanya Alan kaget melihat keberadaannya? Apakah mereka berdua bersekongkol? Itulah pertanyaan yang sedang berkecamuk di kepal
Rachel POV Hari ini sebenarnya ada acara study tour di Sekolah Noah. Aku sebagai ibunya seharusnya turut hadir untuk menemani anakku. Akan tetapi, Ibu tiba- tiba memintaku untuk mengantarnya pergi ke rumah saudaranya yang di Bekasi. Jadi mau tidak mau, Junalah yang aku suruh untuk menemani Noah. Untungnya Noah juga tidak protes. Dia malah senang jika ditemani ayahnya, karena bisa pamer ke teman- temannya jika ayahnya adalah seorang Pilot. Sebangga itu, anakku pada ayahnya. Padahal dulunya sempat tidak diakui dan sempat ingin dilenyapkan juga. Hahaha ya sudahlah, lupakan saja.“Pakai tas dino aja ya,” ucapku seraya berjalan menghampiri Noah yang sedang dipakaikan baju oleh Juna. Dengan membawa tas kecil yang bergambar Dinosaurus.“Nggak mau. Pakai tas Marvel aja,” balas Noah.“Tas Marvel udah rusak resletingnya, Sayang. Ini aja, ya. Nanti Bunda beliin yang baru lagi,” bujukku.“Yah ... yaudah, deh. Nggak papa.”“Minta uang saku berapa?” tanyaku.“Nggak usah, deh. Uang Ayah Juna udah b