“Kamu beliin Anggi cincin?” tanya Rachel to the point, saat Alan baru saja keluar dari kamar mandi sambil menggotong tubuh Noah.“Enggak,” jawab Alan santai.“Kok dia chat kamu, katanya cincinnya nggak muat.”“Oh, cincin ibunya kali. Kemarin dia juga beliin ibunya cincin.”“Oh, kirain kamu yang beliin.”“Aku nggak sedermawan itu, sampai beliin orang lain cincin,” ujar Alan. Membuat Rachel langsung tersenyum mendengarnya.“Tapi waktu itu kamu beli perlengkapan rumah buat aku. Kulkas seharga puluhan juta, vacuum cleaner, sama AC yang harganya setara sama gajiku selama dua bulan,” sahut Rachel.“Kalau sama kamu mah beda, Chel. Jangankan kulkas sama AC, rumah pun aku beliin sekarang juga kalau kamu mau.”Rachel tertawa kecil. Sepertinya Alan memang benar- benar bucin kepadanya. Padahal sebelum dekat seperti ini, pria itu benar- benar pelit dengannya. Rachel sampai sering menggurutu karena saking kesalnya. “Jangan berlebihan, ah. Nggak baik,” tegurnya.“Cepat mandi, sana! Udah mau jam tuj
Sudah hampir setengah jam, mereka berada di perjalanan udara. Saat ini, Alan melirik tengah Rachel yang duduk di seberangnya dengan Noah dan juga Reza. Sejak pulang dari pantai tadi, wanita itu mendiaminya. Alan sadar, wanita itu pasti tersinggung dengan ucapannya. Tapi ia belum bisa menjelaskan semuanya, karena ia masih menunggu waktu yang tepat. Sejujurnya Alan sedikit menyesal telah membatalkan tiketnya dan memilih untuk berangkat bareng Rachel. Karena ia baru tahu jika Reza juga ikut pergi ke Jakarta, dan mereka berdua sudah sepakat untuk duduk berdekatan karena ada hal yang ingin mereka bicarakan. Alan tidak bisa protes, karena Rachel sendiri juga mau tidak duduk berdampingan dengannya. Jadi ia harus menerimanya dengan lapang dada, walaupun selalu kesal dan cemburu setiap kali melirik mereka berdua yang sedang asik berbincang- bincang. “Ehm.” Alan berdehem dengan cukup keras saat melihat tangan Reza yang memegang pucuk kepala Rachel. Sementara itu, ketika Reza akan menoleh ke s
Sudah hampir setengah jam Alan berbincang- bincang dengan Mama Sania, tapi wanita itu belum juga mengungkapkan alasannya menyuruh Alan datang ke sini. Mereka sibuk membicarakan urusan pekerjaan dan hal- hal lain yang tidak berkaitan dengan mereka. “Oh iya, Tante mau ngomongin apa?” tanya Alan. Memutus pembicaraan Mama Sania yang menurutnya sangat tidak penting untuk dilanjutkan. Wanita itu terlihat sedang menghela napasnya. Kemudian ia meletakkan cangkirnya di meja dan mengubah duduknya menjadi lebih tegap. “Kamu masih ingat sama Wulan, sepupu Sania?” tanya wanita itu. Sedangkan Alan hanya mengangguk saja. “Jadi gini, Tante juga baru tau kalau Sania pernah ninggal wasiat ke dia. Katanya, Sania bilang, kalau misalnya cuma Wulan yang boleh gantiin posisi dia di hati kamu. Tante tau, mungkin ini agak berat buat kamu. Tapi yang namanya wasiat itu harus dijalankan, Lan. Kamu sayang sama Sania, kan? Karena Sania nggak bakal bisa dampingin kamu, jadi biarin posisi kosong itu diisi sama
“Mau langsung pulang, Chel?” tanya Alsha.“Iya, mau jemput Noah dulu,” jawab Rachel.Saat ini Rachel dan teman- temannya sudah berada di luar studio. Hendak menuju parkiran untuk mengambil kendaraannya. Sedangkan Reza sudah balik terlebih dahulu dengan menaiki transportasi umum.“Lo bawa motor, Chel?” tanya Tiffany.“Iya,” jawab Rachel.“Nebeng, dong. Gue kebelet pup nih. Kalau naik mobilnya Zizi, takut kena macet,” ujar Tiffany. Membuat Rachel hampir ingin tertawa saat melihat ekspresinya.“Yaudah, ayo. Ke Apart Alsha, kan?”“Iya. Nggak papa kan, nganterin gue dulu?”“Nggak papa. Dari pada berak dijalan,” celetuk Rachel, membuat teman- temannya langsung tertawa.“Sialan lo,” kesal Tiffany.Selesai mengambil motornya, Rachel langsung menghampiri Tiffany yang menunggunya di depan. Tiffany yang memang sudah kebelet buang air besar pun lantas menaiki motor tersebut. Namun ketika Rachel akan menjalankan motornya,tiba- tiba Juna datang menghalangi jalan mereka. Dengan napas yang ngos- ngos
Alan membaringkan tubuh lelahnya di sofa. Ia baru tiba dua jam yang lalu, dan ia baru saja bisa beristirahat setelah mengurus proses pengobatan Anggi di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura ini. Karena jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, Alan memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya di sofa panjang yang berada di dalam kamar inap Anggi.Tidak ada yang menemani Anggi di sini, selain dirinya sendiri. Ayah gadis itu masih berlayar, dan baru bisa pulang lima hari lagi. Sedangkan Ibu gadis itu juga sedang sakit- sakitan. Jika ibunya ikut menemani di sini, maka akan berpengaruh pada kesehatannya juga. Jadi Alan lah yang berperan penting di sini, karena hanya dia satu- satunya tetangga yang dekat dengan keluarga Anggi.Alasan Anggi jatuh sakit dan berakhir dilarikan ke Rumah Sakit ini adalah karena ia mengidap penyakit Autoimun. Biasanya ketika penyakitnya kambuh, ia hanya akan dirawat di Rumah Sakit terdekat selama beberapa hari. Tapi karena kondisinya saat ini sangat parah, jadi orang tu
Rachel POV Hari ini sebenarnya ada acara study tour di Sekolah Noah. Aku sebagai ibunya seharusnya turut hadir untuk menemani anakku. Akan tetapi, Ibu tiba- tiba memintaku untuk mengantarnya pergi ke rumah saudaranya yang di Bekasi. Jadi mau tidak mau, Junalah yang aku suruh untuk menemani Noah. Untungnya Noah juga tidak protes. Dia malah senang jika ditemani ayahnya, karena bisa pamer ke teman- temannya jika ayahnya adalah seorang Pilot. Sebangga itu, anakku pada ayahnya. Padahal dulunya sempat tidak diakui dan sempat ingin dilenyapkan juga. Hahaha ya sudahlah, lupakan saja.“Pakai tas dino aja ya,” ucapku seraya berjalan menghampiri Noah yang sedang dipakaikan baju oleh Juna. Dengan membawa tas kecil yang bergambar Dinosaurus.“Nggak mau. Pakai tas Marvel aja,” balas Noah.“Tas Marvel udah rusak resletingnya, Sayang. Ini aja, ya. Nanti Bunda beliin yang baru lagi,” bujukku.“Yah ... yaudah, deh. Nggak papa.”“Minta uang saku berapa?” tanyaku.“Nggak usah, deh. Uang Ayah Juna udah b
Tepukan tangan Rachel di pundak wanita yang bernama Anna itu pun berhasil membuat wanita itu langsung tersentak kaget. Apalagi saat wanita itu melihat wajah Rachel, terlihat semakin bertambah keterkejutannya.“Loh, Rachel? Kok bisa ada di sini?” tanyanya.Rachel tersenyum sendu. Mungkin inilah yang dinamakan ‘Sudah jatuh, tertimpa tangga pula’. Setelah mendapat pesan yang kurang mengenakkan dari Alan, Rachel juga mendapat kejutan kebohongan yang dilakukan oleh pria itu kepadanya. Jika mamanya saat ini sedang berdiri di depannya dalam keadaan sehat walafiat, lalu ke mana perginya pria itu? Kenapa harus berbohong dengan alasan mengantar mamanya berobat ke Luar negeri? Tidakkah pria itu tahu, jika hal yang paling dibenci oleh Rachel adalah ketika dibohongi? Sungguh, Rachel benar- benar bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Kenapa Alan berbohong? Kenapa mamanya Alan kaget melihat keberadaannya? Apakah mereka berdua bersekongkol? Itulah pertanyaan yang sedang berkecamuk di kepal
Singapore09.30Sedari tadi, Alan terus mondar- mandir gelisah. Ia benar- benar bingung saat ini. Ingin pulang sekarang juga, tapi tidak ada yang menemani Anggi di sini. Sedangkan ia juga sudah berusaha menelepon Rachel sampai berkali- kali, tapi selalu ditolak. Bahkan nomornya sekarang sudah diblokir oleh wanita itu.“Anggi ... Abang ada urusan mendadak di rumah. Nggak papa, Abang pulang sekarang? Besok sore Ayah kamu udah sampai sini, kok.” Alan berkata dengan sangat lembut pada gadis itu. Berharap gadis itu mengizinkannya untuk pulang saat ini juga.Namun responnya sesuai dengan dugaan. Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan wajah yang cemberut. “Kalau Abang pulang sekarang, nanti Anggi di sini sama siapa?” tanyanya.“Nanti ada Suster yang nemenin kamu.”“Nggak mau. Suster nggak bisa jaga Anggi 24 jam. Nanti kalau tiba- tiba Anggi kenapa- napa, gimana?”Alan menghela napasnya kasar. Posisinya benar- benar sulit saat ini. Ada masalah yang harus ia selesaikan sekarang, tapi di sisi