Tikta mendapat banyak sekali kiriman bunga selamat di kantornya, berita mengenai kelahiran putra pertamanya sudah tersebar seantero negeri. Dia mendengar dari Nina juga kalau butiknya dipenuhi bunga ucapan selamat atas kelahiran putera mereka.Begitu masuk ke dalam kantor seluruh karyawan juga menyelamatinya, bertanya kenapa bayinya lahir lebih cepat dan Tikta tidak segan untuk menjawabnya.“Sebenarnya gak jauh-jauh banget, bedanya dua minggu sebelum masuk sembilan bulan. Untungnya bayi kami sudah besar dan tidak ada kendala, jadi bisa dilahirkan secara sehat.” Katanya menjelaskan pada para ibu di kantor yang mengerubunginya bagaikan lalat ingin tahu cerita mengenai kelahiran bayi Ragnala.Tikta terlihat begitu segar dan menyegarkan hari ini, seperti tidak ada yang terjadi kemarin dia melupakan semua hal buruk dan hanya mengingat kelahiran bayi Ragnala.“Suaranya kencang sekali!” Katanya pada Wisnu yang sudah mendengarkan cerita ini lebih dari lima kali sejak dia menjemput atasannya i
Nina menatap buah hatinya.Anak yang tidak pernah dia pikirkan akan hadir di hidupnya. Tidak ada seorangpun di ruang kamar rawat sekarang, hanya ada dia dan bayinya. Ibu mertuanya berpamitan pulang karena harus menjemput ayahnya, sedangkan Tikta masih belum kembali dari kantor.Dia menatap Ragnala.Kali ini, bayi itu tidak tertidur. Dia juga sedang menatap balik Nina, sedangkan mulutnya tengah menyedot puting susu Nina dengan kuat. Nina menyentuh pipi bulat itu, kenyal.Kini dia menyentuh lagi hidung mancung bayi itu, menyusuri tiap lekuk wajahnya dan Nina tersenyum.“Kamu kok tiba-tiba buka mata di gendong sama Catur?” Gumamnya, tersenyum dengan lebar. Bayinya hanya mengedip beberapa kali.Nina menatap lagi Ragnala, wajah yang tidak asing. Bahkan dia sudah mengenalnya begitu lama.“Kamu kenal ya siapa ayah biologismu?” Ujarnya lembut. Bayinya mengedip lagi, menatap Nina dengan tatapan seperti sedang mendengarkan dengan penuh perhatian.“Iya, itu ayah kamu. Ayah biologismu, yang penge
Julie melirik ke arah Catur yang tengah menyetir mobil, pria itu memandang lurus ke depan tanpa berkata apapun semenjak mereka berpamitan dengan Nina serta ibu mertuanya.Nina meminta Catur menggendong Ragnala. Entah ini perasaan Julie saja tetapi ada yang aneh dengan permintaan Nina, seolah-olah dia ingin memberikan perasaan bersalah pada Catur. Mungkin benar, mungkin tidak.Julie tidak mampu menebaknya.Kumara di jemput oleh kekasihnya, yang sampai hari ini entah Nina maupun Julie tidak pernah tahu wajahnya. Keduanya berpacaran sudah dua tahun, dan selama itu pulang kedua orang ini tidak berkesempatan bertemu dengan kekasih wanita itu.“Lo kenapa diem aja?” Julie akhirnya membuka suara, keheningan di dalam mobil membuatnya tiba-tiba terasa sesak.“Gue sedang mikir.”“Mikirin apa?”Catur menghela napas, matanya masih lurus ke depan menatap jalanan. Lampu merah berada beberapa meter lagi di depannya, jadi dia menginjak rem untuk menghentikan mobilnya.“Gue pengen ambil Ragnala.”Julie
Pernikahan Julie dan Leo sudah dua tahun terakhir mengalami kegoyahan. Bermula dari Leo yang tiba-tiba menghindarinya, kemudian pria itu mendadak tidak pulang untuk waktu yang lama.Tentu saja Julie sudah mencari cara untuk menghubunginya, mencarinya, namun nihil. Julie yakin semua orang menutupi kelakuannya.Maka dari itu, dia meminta seseorang untuk menguntit kemana suaminya pergi dan semua itu dia dapatkan dalam enam bulan terakhir.Wanita bertubuh mungil di foto itu membuatnya penasaran.“SIAPA WANITA ITU?!” Pekik Julie, wajahnya memerah sekarang. Dia menahan dengan kuat tangis yang akan pecah.Leo tidak menjawab, dia masih ternganga melihat foto-foto yang diambil secara diam-diam itu berserakan di lantai. Ada banyak angle yang di ambil, dia menduga Julie menyewa dua sampai lima orang untuk menguntitnya.“Kamu menguntitku?” Tanyanya, menoleh ke arah Julie.“Itu yang penting?”“Kamu…..Menguntitku?”“AKU TANYA SIAPA WANITA ITU!!!!!”Leo masih menatap Julie yang meneriakinya, wanita
Nina sudah bisa pulang ke apartemen seminggu lalu, dia sedikit demi sedikit berusaha beradaptasi dengan kehadiran Ragnala. Asisten Rumah Tangga yang datang ke rumah untuk membereskan rumah sekarang di tambah dengan seorang chef yang akan memasak untuknya secara langsung setiap hari.Nina tidak dapat menolak, mertuanya sangat keras untuk hal ini.“Kamu harus banyak istirahat biar kuat setiap hari berikan ASI dan jagain Aga. Gak boleh capek-capek, biar aja yang kerja bantu kamu.” Kata mertuanya.Lain halnya dengan Tikta, dia menjadi begitu obsesi pada Ragnala.Ah, obsesi mungkin terkesan negatif tapi Nina tidak bisa mencari kata yang tepat untuk tingkah laku Tikta. Pria itu selalu, selalu, SELALU, menyempatkan diri untuk sekedar mampir pulang ke apartemen.Beberapa hari lalu dia menyempatkan diri pulang dan hanya berdiri di depan pintu karena dia habis merokok bersama para petinggi karena selesai rapat dia langsung makan siang bersama-sam
Erika membuka pintu mobil, membiarkan wanita paruh baya yang adalah atasannya itu masuk ke dalamnya. Dia mengikuti Remo masuk ke dalam mobil, duduk di sampingnya ketika pintu di tutup dan mobil mulai berjalan.Wanita paruh baya itu tengah berbahagia hati karena cucu pertamanya telah lahir, meskipun itu bukan anak kandung dari anak semata wayangnya.Namun, Remo juga tidak bisa menyembunyikan bagaimana khawatirnya dia dengan apa yang terjadi pada putra semata wayangnya itu. Kejadian mengenai Gata di restauran telah membuat tidurnya tidak nyaman.Dia merasa harus melakukan sesuatu.“Kenapa dia setuju mau bertemu?” Tanya Remo pelan pada Erika yang tengah menatap ponselnya, suara wanita itu pelan namun terdengar begitu tegas di telinga Erika.“Dia bilang dia punya penawaran lain untuk bersama tuan Tikta.”Remo mendengus, Gata masih saja mencari cara untuk bersama dengan anak laki-lakinya. Uang yang dia habiskan untuk menutup mulut media yang mampu mengendus hubungan keduanya kala itu tidak
Nina menikmati makan siangnya hari ini dengan tentram.Ibu mertuanya datang tiba-tiba di hari Senin siang ketika dia sedang menyusui Ragnala. Beliau datang bersama dengan asistennya, memakai pakaian rapi seperti biasa.Remo, ibu mertuanya, masih sering mengikuti banyak kegiatan dalam kesehariannya. Tidak jarang Remo pergi keluar negeri untuk beberapa acara atau pertemuan SSK Food. Dan hari ini seperti sebuah kejutan beliau datang mampir ke apartemen Nina.“Baru sebulan loh, tapi kayaknya berat Aga sudah naik banyak..” Remo berkata sambil keluar dari dalam kamar tidur, Ragnala berada dalam pelukannya. Dia duduk di sofa ruang televisi, dengan kacamata melorot menatap wajah Ragnala.“Normal bu kata dokter, dua minggu pertama beratnya turun terus sekarang naik perminggu sekitar dua ratus gram.” Nina mengelap bibirnya, dia baru saja selesai makan siang. Membuka laci di dapur, dia menyiapkan pumping untuk memerah air susunya.“Iya? Wah, terasa berat banget ini Nin.. Aduh, hidungnya hidungny
Tikta menatap ponselnya, ini sudah kesekian kalinya dia menghubungi Gata namun pria itu tidak menjawab. Beberapa kali ponselnya tidak aktif.Sudah mau sebulan lebih sejak kejadian Gata nekat mengiris nadinya sendiri di Restauran, dan sejak saat itu belum ada pertemuan maupun kontak darinya.Tikta khawatir.Dia merasa takut Gata melakukan hal-hal bodoh seperti kemarin.Dia tidak ingin pria itu menghancurkan hidupnya sendiri hanya untuknya. Sepuluh tahun memang tidak sebentar, Tikta mengerti hal itu. Ada banyak yang terjadi ketika mereka bersama, terutama hal-hal manis.Isi hubungan mereka tidak melulu menyakitkan, Gata adalah supporter nomor satu Tikta untuk meraih mimpi yang tidak pernah dipikirkan Tikta sebelumnya.Namun, obsesi Gata akan dirinya mengusik Tikta. Dia hanya ingin hubungan seperti dulu yang mereka jalani, saling percaya.“Pak Tikta..” Suara Wisnu memecah ingatan akan kenangannya bersama Gata di dalam kepala, dia menoleh dan mendapati sekretarisnya berjalan menuju pada m
Aku mencintai keluargaku.Namun ketika tahu kalau papa kami bukanlah orangtua kandung abang, aku sedikit bingung untuk bereaksi apa. Ada kalanya abang bilang kalau dia dan papa tidak begitu mirip, saat itu aku pikir dia terlalu berpikiran negatif karena omongan orang lain mengenai betapa tidak miripnya mereka kerap kali terdengar.“Kamu sudah dengar sendiri, papa bukan orangtua kandungku.”“Tapi, papa tetaplah orangtua kita.”“Orangtuamu.” Katanya menatapku dengan penuh rasa sedih.Aku tahu betapa memiliki seorang ayah adalah harapan terbesar kami, patah hatinya kurasakan meskipun dia tidak bilang dengan terus terang. Tatapan mata penuh kesedihan itu sudah bisa menjadi jawaban bagaimana pada akhirnya dia harus mengiyakan ucapan orang-orang mengenai betapa beda dia dan papa.Dan, pada dasarnya, mereka memang berbeda.“Abang masih marah?” Tanya Ibu ketika melihatku turun dari lantai dua, matanya terlihat bengkak dan suaranya agak serak. Di depan ibu yang tengah duduk di kursi meja makan
“Ga..” Papa memelukku ketika ibu menyampaikan kabar duka tentang kepergian ayah padaku. Ibu sudah menangis dengan begitu histeris, Pavita memeluknya berusaha menenangkan.Papa kemudian membawa kami pulang ke Indonesia, dimana ayah akan dikebumikan. Tidak ada siapapun disana selain kami sebagai keluarganya, hanya ada rasa kesepian yang berat. Tangis yang keluar hanya muncul dari ibu dan juga sahabatnya, tante Julie. Selain itu aku hanya menatap tubuh ayah yang sudah kaku.Ketika pemakaman sudah berakhir, ibu dibawa kembali ke kamar hotel oleh Pavita. Sedangkan aku dan papa masih berdiam diri di depan makam ayah.“Ucapkan salam terakhirmu.” Kata papa sambil mengelus punggungku.“Kenapa dia meninggalkanku?”Papa menoleh, tahu benar kalau aku tidak tengah mencari jawaban atas pertanyaan yang baru saja kulontarkan. Aku tidak menginginkan jawaban.“Aku bahkan belum mengenalnya dengan baik.”Dan sejurus kemudian airmataku mulai meleleh, tangisku pecah.Ayah menghela napasnya, seperti tahu in
“Itu papa?” Tanyaku pada ibu yang kemudian mengangguk pelan sambil menggendong adikku, Pavita.Aku ingat benar momen itu, momen dimana orang yang selama ini aku pikir tidak pernah ada di hidup kami kemudian muncul dengan senyum lebar. Segala kecanggungannya begitu terasa di setiap ujung jari yang merangkul aku dan adikku dengan erat.Selama hanya ada kami bertiga, ibu selalu menghindari pertanyaanku mengenai sosok seorang ayah. Ada kalanya, keperluan sekolah membuatku bertanya apakah aku memiliki seorang ayah yang nantinya akan ibu jawab dengan isakan tangis atau hanya anggukan.Tidak ada penjelasan sampai ia kemudian mulai menyinggung bahwa beberapa orang memiliki ayah lebih dari satu orang. Aku yang masih terlalu kecil tidak begitu mengerti hingga akhirnya menyadari kalau yang ibu maksud beberapa anak memiliki dua orang ayah salah satunya adalah diriku.Pertemuan dengan papa begitu canggung, Pavita sampai tidak berani mendekat karena masih belum terbiasa dan merasa bahwa pria di dep
“Hi, aku ayah kamu. Catur Rangga.”Aku masih begitu mengingat bagaimana akhirnya kami bertemu. Catur Rangga adalah ayah biologisku. Orang yang terlihat biasa saja, tingginya mungkin sekitar seratus tujuh puluh senti sekian, kulitnya seputih susu persis denganku.Ketika aku melihat wajahnya, aku baru mengerti.Ah, itulah kenapa orang-orang bilang aku tidak mirip dengan Pavita karena pada dasarnya aku mirip dengan orang ini. Hampir sembilan puluh persen fitur wajahku benar-benar mirip dengannya.Dia menyondorkan tangannya dengan canggung ketika pada akhirnya aku menyambut uluran tangan itu dan menjabatnya, tangannya berkeringat dan dingin. Aku rasa bukan hanya aku yang merasa gugup.Aku duduk di depannya, kami memilih meja berkursi dua berhadapan di pojok sebuah coffee shop. Papa mengantarku dengan mobil dan tengah menungguku di ujung jalan, dia bilang tidak akan ikut dan hanya ingin membuatku menikmati waktu bersama ayah biologisku.Pria itu masih menunduk di depanku, aku bisa mengerti
Ketika aku mulai tumbuh remaja, ibu selalu bicara mengenai ayah. Bahwa di dunia ini ada beberapa anak yang memiliki dua ayah.“Ada yang punya ayah secara biologis, ada juga yang tidak.”“Maksudnya bagaimana bu?” Tanyaku kala itu ketika ibu tiba-tiba bicara mengenai hal yang baru saja dia ucapkan, kami tengah berada di dalam mobil.Sore sudah menjelang, langit berwarna jingga dan hanya ada kami berdua di parkiran daycare adikku.“Ya, ada yang kita panggil ayah namun bukan orang yang memberi kita kehidupan. Tapi dia adalah sosok yang menjelma sebagai ayah yang kita tahu sebagai anak. Ada juga seorang ayah yang memberikan kita kehidupan dan mungkin karena satu hal dia tidak menjadi sosok yang kita tahu.”Kalimat ibu begitu rumit, aku yang masih kecil tidak mengerti.Pembahasan itu berakhir begitu saja ketika adikku datang dan masuk ke dalam mobil dengan senyum lebar di wajahnya.Pembahasan ibu mengenai
Catur menatap pria di depannya, pria yang selama beberapa bulan terakhir menghantuinya. Pria itu menuntut banyak hal dari Catur termasuk memaksanya untuk ‘membawa’ kembali Nina.“Gue sudah bilang gue gak akan diem aja, lo ngerti maksud gue gak?” Gata melotot, wajahnya terlihat begitu merah karena emosi sudah mencapai puncaknya. Dia berjalan kesana kemari di depan Catur yang masih duduk dengan rokok di sela jarinya.Pria itu sudah berkali-kali datang menemui Catur, ketika dia datang ke warehouse dan Catur mencoba untuk menggertak serta mengancamnya pria itu malah semakin menjadi-jadi ketimbang takut akan hal itu.“Bisa berhenti obsesi sama Tikta gak sih lo?” Catur menghisap rokoknya disela perkataannya, berusaha untuk tetap tenang juga menghadapi pria di depannya yang semakin lama dia yakini sebagai seorang dengan gangguan jiwa.Gata menghentikan langkahnya, dengan penuh kedramatisan dia menoleh pada Catur. Pria itu suda
“Kamu yakin mau menunda?”Pria itu bertanya dengan wajah yang terlihat khawatir. Ferdi, dia suami Kumara.Keduanya bertemu di butik EKAWIRA. Ferdi adalah salah satu klien terbaik butik itu, dia seorang pengusaha yang cukup tersohor. Namun keduanya memutuskan untuk menyembunyikan hubungan mereka.Selain karena peraturan butik untuk tidak menjalin hubungan dengan klien, juga karena Ferdi sudah dikenal oleh publik karena usahanya.“Iya, aku masih punya tanggung jawab di butik..” Jawab Kumara, dia menunduk. Pernikahan mereka baru berjalan beberapa bulan ketika Nina memutuskan untuk pergi meninggalkan Indonesia dan melahirkan di Jepang.Tepatnya pagi ini, Kumara mendapat panggilan dari Julie untuk rapat.Wanita itu menjelaskan mengapa rapat itu diadakan, Nina juga hadir secara online.“Semalam gue sudah ngobrol sama Julie dan gue rasa sekarang gue harus bilang juga ke lo.” Katanya pada Kumara yang membeku, dia menoleh pada Julie.“Jadi, apartemen itu sebagai hadiah pernikahan gue.” Nina me
“Ma, boleh gak?” Ini sudah kesekian kalinya Kiran merengek pada Julie. Mata itu memancarkan belas kasihan yang ingin sekali Julie hindari.CHARAKA KIRAN YOGASWARA.Sudah delapan tahun berceraian itu berakhir, meninggalkan luka menganga yang begitu besar di dada Julie. Bahkan belum mengering meskipun orang bilang waktu akan menyembuhkan segalanya.Lukanya belum juga sembuh.Usia Kiran memasuki usia remaja sekarang, lima belas tahun. Dia tumbuh seperti ayahnya, bagaimana dia bersikap, menanggapi persoalan, namun tentu saja dia jauh lebih manis dari ayahnya.“Ya gak mungkin dong nak mama ngizinin kamu magang di butik EKAWIRA? Lagian kamu masih anak SMP ngapain nyoba kerja?”Kiran cemberut sekarang, mengaduk mie instan yang lagi-lagi hasil rengekannya karena sudah dua bulan tidak memakannya.“Kiran mau belajar kerja ma, nanti setelah lulus sekolah biar gak kaget!”Julie menggeleng, mengibas-ngibaskan tangannya tanda bahwa dia tidak menyutujui hal itu.“Pergi sekolah sejauh mungkin, nanti
Julie tidak pernah absen mendatangi Catur, dia tidak pernah sekalipun mengurangi jatah kesempatan untuk menjenguk pria itu. Semenjak pria itu menyerahkan diri hingga sampai akhirnya dia keluar penjara, Julie selalu ada untuknya.Tentu saja, sama dengan Nina kebenciannya pada Catur begitu besar. Kecewa dan benci jadi satu sehingga dia bahkan tidak tahu mengapa masih dengan sadar mengunjungi pria itu, menengok dan mengecek keadaannya.Julie sadar, mereka sudah terlalu lama bersama.Nina melakukannya juga, meskipun wanita itu membenci Catur namun perasaan peduli tidak bisa dihilangkan begitu saja.“Tidak ada sanak saudara sama sekali?” Tanya salah seorang polisi ketika pengadilan berakhir, penahanan Catur telah diputuskan. Dia akan dipenjara selama kurang lebih dua puluh tahun.Waktu yang cukup panjang untuk menebus semua kesalahannya.“Tidak ada pak, selama disini saya sebagai walinya.” Julie berhadapan dengan salah satu petugas yang membawa semua barang-barang pribadi Catur.Petugas it