William terkesiap mendengarnya, dari mana Nitara mengetahui nama seorang balita bernama Kenzo?“Sayang, kamu bicara apa?” Senyuman hambarnya bersama kekhawatiran.“Amei bilang Kenzo anak kalian, apa benar?” Air mata masih berlinang, tetapi Nitara tidak dapat melewatkan hal ini karena sebelum penyesalan datang setelah menikah, jadi lebih baik mengetahu hal pahit itu sekarang.William terpaku, senyumannya pudar, raut wajahnya berubah datar dipenuhi kebingungan. “Siapa yang mengatakannya? Hanya orang tidak waras yang mengatakan itu.” Maksudnya jika Amelia mengatakannya maka wanita itu sangat gila. Apa tujuannya, apakah karena dirinya akan menikahi Nitara, tapi bukankah walaupun dirinya selalu menjadi Erland di mata si wanita, tetapi selama ini Amelia tidak pernah memiliki rasa cemburu. Maka aneh rasanya jika tiba-tiba saja Amelia berusaha menghentikan pernikahan ini karena rasa cemburu.Nitara menggeleng sengit. “Katakan saja iya dan tidak!” Riuh di hatinya semakin menjadi, itu diwakilka
Langkah ini diambil William tanpa persetujuan Amelia karena dirinya tidak memiliki banyak waktu untuk membicarakannya, situasi saat ini sedang mendesaknya untuk tetap berada di sisi Nitara, bicara empat mata dengan dalam, bukan waktunya berbicara panjang lebar dengan Amelia. “Aku ... dan Amelia memang memiliki seorang putra bernama Kenzo.” Kalimat ini diucapkan walau ini adalah dusta terbesarnya. Segera, kedua mata berbinar Nitara yang bahkan belum mendapatkan cahaya kebahagiaannya kembali, justru kini kembali diselimuti oleh butiran bening.“Kenapa Wil, kenapa kamu melakukannya?” Air mata tidak dapat dibendung, itu benar-benar meluap dari tanggulnya bahkan lebih parah dari sebelumnya.“Aku minta maaf ..., kejadian itu di luar akal sehatku.” Pelukan William kembali meraup Nitara sangat sayang, tetapi segera wanita itu menghindar, merasa jika pria yang notabene sebagai tunangannya adalah pembohong besar.“Jangan katakan apapun lagi.” Suaranya sangat membatin ketika Nitara meraung menan
Waktu terus mengalir, William terlalu banyak membuang waktu jadi kini segera dirinya membawa Nitara untuk memilih gaun. “Sayang, kamu sudah yakin kan akan menikah denganku?” Sekali lagi William memastikan. Nitara tersenyum sangat manis dan wajahnya tampak sangat indah.“Aku yakin karena kamu sudah membuktikan sebesar apa keseriusan kamu padaku.” Keduanya saling bertukar senyuman bahagia karena memang sudah tidak memiliki masalah apapun lagi, tetapi segera raut wajah William redup karena mungkin dirinya akan kehilangan Amelia dan Kenzo.Pada sore hari Amelia mengunjungi kediaman Bagaswara tanpa disambut oleh tuan rumah karena memang tidak terdapat siapapun di sana selain para pekerja. Satpam meloloskan wanita ini begitu saja setelah mendapatkan perintah dari William, pun pengasuh Kenzo segera menemuinya. “Nona, tuan William memerintahkan saya membawa Kenzo ke hotel yang sudah dipesankan.”
“Ma ....” Kedua mata William membelalak, “Ma, apa Mama sudah bisa berjalan?” Rangkulannya sangat melindungi karena mungkin saja Miranda akan kehilangan keseimbangan kapan saja.Miranda tersenyum, kemudian berkata dengan suara seperti biasanya, butuh translate, kemampuan itu hanya dimiliki oleh keluarga serta pengurus Miranda. “Mama ingin menyaksikan pernikahanmu, Mama ingin terlibat dalam acara.” Itu kalimat Miranda setelah diartikan oleh William.Mendengarnya membuat William lesu, alih-alih bersemangat. “Mama tidak perlu memaksakan diri ....”“Mama bisa melakukannya, tenang saja.” Langkahnya sangat lemah, hingga William tidak berhenti memapah ibunya. Saat ini pengurus Miranda baru saja tiba.“Astaga Nyonya, kapan Anda bisa meninggalkan kamar?” Dirinya terpukau atas kemajuan Miranda, tetapi rasa kaget tidak dapat ditutupi.
Beberapa jam berlalu, kini keluarga Adhinatha sudah tiba di resepsi pernikahan William dan Nitara. Sosok Miranda baru saja dilihat oleh semua orang hingga wanita itu menjadi bahan perhatian. Dirinya sangat cantik, ditambah balutan make up mewah hingga membuatnya tampak seperti orang sehat walau tidak pernah meninggalkan duduknya.Ahinatha dan Sopia sama tercengangnya karena ini adalah pertama mereka melihat istri dari orang paling hebat dalam berbinis. “Senang bertemu dengan Nyonya, ini pertama kalinya untuk saya.” Sopia meraih lengan halus Miranda. Kulit wanita itu tampak putih pucat karena memang jarang sekali terkena sinar matahari.Namun, kalimat ramah Sopia hanya dibalas senyuman lembut tanpa berkata-kata karena Miranda tahu tidak akan ada seorang pun yang mengerti kalimat yang terlontar dari mulutnya selain keluarga dan perawatnya. Di detik ini Sopia masih menunggu jawaban hangat wanita ini, tetapi sejurus kemudian merasa d
Amelia mengerjap. “Papa mengenal Tio?”“Iya, Papa pernah bertemu di pertambangan, yang berada sebelum bukit.”“Hah. Mau apa Papa di sana?”“Hanya melihat-lihat. Papa dengar dari tuan Wijaya jika kamu adalah mantan pacar pria itu. Apa benar?” Tatapan Adhinatha mulai menyipit sangat sengit.Namun, sebelum Amelia menghabiskan keterkejutannya, Sopia menyela, “Jadi itu mantan pacar kamu yang membawa kamu celaka? Bagaimanapun juga silsilah dan prestasi pria itu, Mama tidak akan menyetujui hubungan kalian!”“Mama ..., sabar dong ....” Amelia mendapatkan serangan sekaligus padahal biasanya sang ayah akan menunda serangan dengan membiarkan istrinya yang memulai.Adhinatha meneruskan, “Sebenarnya pria itu tidak buruk. Dia juga memiliki bar atas namanya lalu membantu usaha pertambangan tuan Wi
Beberapa hari berlalu sejak hari pernikahan, William dipeluk kebahagiaan dan seakan ini adalah syurga yang dinantikannya selama ini. Nitara masih perawan, setiap malam pria ini menikmati tubuh istrinya dengan penuh nafsu, tetapi sikapnya sangat lembut hingga bukan hanya dirinya yang mendapatkan kepuasan, begitupun Nitara. Namun, semua kebahagiaan yang didapatkannya kini membuatnya lupa kepada Kenzo, seorang balita yang hingga sebelum hari pernikahan dianggap darah dagingnya sendiri.Kenzo masih tinggal di hotel bersama pengasuhnya, Bagaswara menanggung keperluan mereka, dirinya juga yang selau menyempatkan menemui Kenzo karena William sudah memiliki dunianya sendiri hingga Kenzo diabaikan begitu saja. Pria ini tidak keberatan sama sekali, justru fokusnya William pada kehidupan barunya sangat disyukuri.Setelah pernikahan, Amelia juga tidak pernah mengunjungi Kenzo. Dirinya demam hingga mendapatkan perawatan. Amanda adalah utusan Sopia yang ditugaskan menjaga Amelia selama dirinya berj
Benar saja, Nitara membahasnya setelah mereka kembali ke kediamannya di malam hari. “Sekarang Amei sudah tahu kalau William dan Erland adalah orang berbeda. Apa kalian sudah membicarakannya?” Tatapannya berbeda hingga membuat William cemas.“Sayang, jangan bahas itu ya. Lagipula kami belum bertemu lagi apalagi bicara.”“Kamu harus membicarakannya!” tegas Nitara, “kamu harus mengatakan yang sebenarnya tentang kejadian dua tahun lalu saat kamu bilang kamu adalah Erland.”“Sayang ..., apa pentingnya ....” William segera melumat bibir merah Nitara untuk menghentikan pembahasan sensitif ini, dirinya tidak ingin kehidupan rumah tangga mereka dibayangi oleh dua nama. Amelia dan Erland. Saat ini Nitara masih ingin bicara, mengupas semua, tetapi mana mungkin dirinya menolak ciuman suaminya.William selalu penuh nafsu, dirinya selalu mengusai tubuh Nitara dengan mudah. Bahkan kali ini si wanita hingga tidak dapat menyadari jika posisi mereka telah berubah, dari hanya duduk santai menjadi posisi