William mendesah pelan, tidak dapat melakukan apapun. Malam tiba, ini adalah saat santai William jadi dirinya mengajak Kenzo bermain. “Papa.” Ajaran pertama yang disampaikannya karena sejak menginjak rumah ini balita itu hanya memanggil mama.“Hei.” Bagaswara menegur kecil, “kenapa mengajarkan Kenzo menyebut papa padamu?” Tatapan menyelidiknya.“Eu-itu karena Kenzo belum bisa menyebutkan papa. Selalu saja mama,” dusta William. Padahal hatinya mengatakan jika dirinya juga ingin mendapatkan panggilan yang seharusnya milik Erland.“Kalau kamu yang mengajarkannya, maka Kenzo akan mengenalmu sebagai papa. Itu tidak boleh terjadi, kamu adalah pamannya!” tegas Bagaswara karena dirinya tidak ingin putranya tenggelam dalam peran menggantikan Erland.“Maaf.” Seketika William tunduk dan patuh begitu saja seolah dirinya adalah William kecil yang akan selalu mendengarkan perintah sang ayah.“Hei ....” Di titik ini Bagaswara merasa jika dirinya terlalu keras mendidik William, “bukan maksud papa mel
Ketika baru saja hendak masuk ke dalam lift, panggilan dari baby sitter Kenzo diterima William. “Permisi sebentar.” Kalimat formalnya pada Amelia hingga pria ini menjauh beberapa langkah. “Ada apa?”“Den Kenzo demam, Tuan.”“Bukankah sekarang Kenzo masih di rumah sakit?”“Iya. Saya sengaja memberi tahukan kabar terbari Den Kenzo.” Kalimat wanita yang usianya sejajar dengan Amelia.“Sudah mengatakannya pada dokter, kan?” William mulai cemas.“Sudah, Den Kenzo juga sudah mendapatkan obat. Saya sedang menunggu panasnya turun.”“Saya akan kesana sekarang!”“Baik, Tuan. Mohon maaf karena ....” Belum selesai berbicara, William sudah memutus panggilan.“Memang seharusnya kamu melaporkan apapun yang terjadi pada Kenzo.” Alih-alih merasa terganggu, justru William merasa puas dengan pekerjaan wanita itu. Segera, dirinya kembali kepada Amelia. “Aku tidak bisa berlama-lama, masih ada sesuatu yang harus diurus.”“Iya, silakan.” Senyuman Amelia disertai anggukan. William berhasil menjaga kabar Kenz
Hari berganti, William membawa pulang Kenzo setelah demamnya turun dan dokter mengatakan Kenzo bisa dirawat di rumah. Bagaswara tidak di rumah, maka kepulangan Kenzo tidak mendapatkan sambutan dari kakeknya. “Pa, William tidak akan datang ke perusahaan.” Panggilan di udara segera dihubungkan supaya ayahnya tidak menunggu.“Iya, tidak apa, jaga saja Kenzo.” Lagi, Bagaswara memberikan izin begitu saja. Namun, dirinya tidak pernah menduga jika William mengundang Amelia ke kediamannya untuk memperlihatkan keadaan Kenzo.“Sayang ....” Amelia meraung setelah mendengar Kenzo terjatuh hingga demam dan dirawat di rumah sakit. Pelukannya sangat membatin, “sayang ..., maaf karena Mama jauh dari Kenzo jadi Mama baru saja tahu kalau Kenzo demam.” Dalam dunianya kini, Amelia hanya melihat Kenzo tanpa menganggap William sama sekali. Dirinya memberikan pelukan yang dapat menenangkan putranya.Cukup lama William membiarkan Amelia dan Kenzo menikmati waktu mereka, hingga akhirnya pria ini bersuara. “Ak
Setelah berbicara formal dengan semua anggota keluarga, William dan Nitara menyempatkan berbicara empat mata, kini waktu menunjukan pukul sepuluh malam, memang terlalu malam untuk mengunjungi kediaman seorang wanita hingga tetangga sedikit berbisik, tetapi tidak pernah berani mencemooh keluarga Nitara walau keadaan ekonimo mereka di bawah rata-rata karena keluarga ini terhormat, ditambah pertunangan anak gadis di keluarga itu bersama anak orang paling kaya hingga membuat tetangga silau dengan keluarga satu ini.“Apa kamu siap? Maaf, ini sangat mendadak,” desah William yang duduk di seberang Nitara.“Aku siap kapanpun, cuma ... sebenarnya besok papa harus pergi menjadi perwakilan daerah.”William terkesiap, “Jadi bagaimana dengan papa kamu?”“Tidak tahu, tadi papa tidak mengatakan apapun kan, jadi mungkin papa akan tetap pergi, paling mama yang akan mengumumkan hal ini pada semua anggota keluarga, sedangkan aku besok harus tetap bekerja karena aku tidak enak kalau meminta izin di hari
Kacau. Itu yang dirasakan Amelia. “Bagaimana dengan Kenzo, apa William yakin bisa menjaga Kenzo tanpa harus Nitara tahu?” Amelia berdiam diri di toilet setelah membasuh wajahnya yang dipenuhi kecemasan. “Wil, Kenzo anak kita, aku tidak mau Nitara tahu itu. Alasan apa yang akan kamu berikan pada Nitara?” sendu merajang pada setiap bilik hatinya.Kriet ....Salah satu pintu kamar mandi terbuka. Nitara keluar. “Mei, apa tadi kamu bilang kamu dan William punya anak?”Amelia memandang pantulan wajah Nitara dalam permukaan datar cermin, tidak disangka karena ternyata terdapat seseorang di dalam toilet. Dirinya menoleh cepat bersama kedua mata membelalak dan wajah pucat. “Tara ....” Keduanya saling memandang tidak percaya. Nitara melanjutkan langkah hingga kedua wanita ini benar-benar berhadapan.“Mei, jawab aku?” Wajah Nitara memucat sangat cepat senada dengan wajah Amelia.“Ta-Tara ..., tolong jangan salah paham ....” Bibir Amelia bergetar.Nitara menggeleng halus. “Tidak Mei, aku yakin ti
William terkesiap mendengarnya, dari mana Nitara mengetahui nama seorang balita bernama Kenzo?“Sayang, kamu bicara apa?” Senyuman hambarnya bersama kekhawatiran.“Amei bilang Kenzo anak kalian, apa benar?” Air mata masih berlinang, tetapi Nitara tidak dapat melewatkan hal ini karena sebelum penyesalan datang setelah menikah, jadi lebih baik mengetahu hal pahit itu sekarang.William terpaku, senyumannya pudar, raut wajahnya berubah datar dipenuhi kebingungan. “Siapa yang mengatakannya? Hanya orang tidak waras yang mengatakan itu.” Maksudnya jika Amelia mengatakannya maka wanita itu sangat gila. Apa tujuannya, apakah karena dirinya akan menikahi Nitara, tapi bukankah walaupun dirinya selalu menjadi Erland di mata si wanita, tetapi selama ini Amelia tidak pernah memiliki rasa cemburu. Maka aneh rasanya jika tiba-tiba saja Amelia berusaha menghentikan pernikahan ini karena rasa cemburu.Nitara menggeleng sengit. “Katakan saja iya dan tidak!” Riuh di hatinya semakin menjadi, itu diwakilka
Langkah ini diambil William tanpa persetujuan Amelia karena dirinya tidak memiliki banyak waktu untuk membicarakannya, situasi saat ini sedang mendesaknya untuk tetap berada di sisi Nitara, bicara empat mata dengan dalam, bukan waktunya berbicara panjang lebar dengan Amelia. “Aku ... dan Amelia memang memiliki seorang putra bernama Kenzo.” Kalimat ini diucapkan walau ini adalah dusta terbesarnya. Segera, kedua mata berbinar Nitara yang bahkan belum mendapatkan cahaya kebahagiaannya kembali, justru kini kembali diselimuti oleh butiran bening.“Kenapa Wil, kenapa kamu melakukannya?” Air mata tidak dapat dibendung, itu benar-benar meluap dari tanggulnya bahkan lebih parah dari sebelumnya.“Aku minta maaf ..., kejadian itu di luar akal sehatku.” Pelukan William kembali meraup Nitara sangat sayang, tetapi segera wanita itu menghindar, merasa jika pria yang notabene sebagai tunangannya adalah pembohong besar.“Jangan katakan apapun lagi.” Suaranya sangat membatin ketika Nitara meraung menan
Waktu terus mengalir, William terlalu banyak membuang waktu jadi kini segera dirinya membawa Nitara untuk memilih gaun. “Sayang, kamu sudah yakin kan akan menikah denganku?” Sekali lagi William memastikan. Nitara tersenyum sangat manis dan wajahnya tampak sangat indah.“Aku yakin karena kamu sudah membuktikan sebesar apa keseriusan kamu padaku.” Keduanya saling bertukar senyuman bahagia karena memang sudah tidak memiliki masalah apapun lagi, tetapi segera raut wajah William redup karena mungkin dirinya akan kehilangan Amelia dan Kenzo.Pada sore hari Amelia mengunjungi kediaman Bagaswara tanpa disambut oleh tuan rumah karena memang tidak terdapat siapapun di sana selain para pekerja. Satpam meloloskan wanita ini begitu saja setelah mendapatkan perintah dari William, pun pengasuh Kenzo segera menemuinya. “Nona, tuan William memerintahkan saya membawa Kenzo ke hotel yang sudah dipesankan.”
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka