“Maksudku, biarkan mereka menyelesaikannya sendiri. Kita awasi saja dari sini. Bagaimana pun juga Dean sudah tumbuh dewasa. Kita sebagai yang di atasnya hanya bisa memberi masukan, perihal apapun hasil perasaan Dean kita serahkan padanya.” Penjelasan Clarita menyadarkan Byan. “Kita pantau dari sini saja, ya?” tanya Clarita menatap Byan lembut dan teduh.
Akhirnya Byan pun mengalah, ia mengangguk dan kembali menutup pintu mobil. Pria itu menatap tajam mobil Bara yang terparkir di depan halte kampus. Dari kejauhan Byan dan Clarita melihat interaksi Dean dengan pria itu. Mereka berbincang dengan raut wajah serius, Dean tampak berdiri dengan tegap. Ia tak pernah melihat adiknya mampu berdiri di depan orang terlebih pria dengan begitu tegap dan tegas.
Tak lama, Dean berjalan menjauhi pria itu ia berjalan menuju mobil Byan dan mengetuk pintu mobil kakanya. “Kenapa?” tanya Byan. Dean enggan menjawab wanita muda itu hanya diam dan termenung.
“Menyadarkan sahabat gue supaya gak bertindak bodoh!” ucap Bara yang masuk tanpa permisi. Atma menatapnya tak terima, ia menatap sahabatnya itu dengan raut wajah kesal. “Sekarang kalau dipikir logika, emang lu gak penasaran siapa Clarita? Kenapa Danila dan Pak Brahma menatap Clarita seolah mereka penah kenal?”Atma terdiam, ia sebenarnya juga merasakan hal itu, tetapi ia tak bisa memberikan bukti apapun. “Kalau lu peka, nama belakang Clarita dan Danila itu hampir sama. Iya ‘kan?”Atma tampak berpikir sejenak. “Lagi pula, lu tuh aneh. Demennya sama siapa yang ditidurin siapa. Kalau gue jadi Clarita jelas gue pilih Byan yang track recordnya gak pernah ada masalah dan hubungan ranjang dengan wanita-wanita di luar sana, gak kayak lu, Jay. Mr Celap-Celup.”Atma hendak mengamuk namun, ia tak bisa menyangkal ucapan sahabat sekaligus asistennya itu. “Dia yang d
Byan hanya tersenyum, ia seakan menyembunyikan sebuah rahasia pada Clarita tanpa banyak kata, Byan segera meraih Yandra ke dalam dekapannya dan mengajak Clarita turun ke bawah, karena ia sudah menerima kabar dari Mang Asep bahwa mobil Davin dan keluarganya sebentar lagi akan tiba di depan gerbang. Dengan terpaksa Clarita mengikuti langkah kaki Byan, ia menggendong Yara dengan hati-hati.Setibanya di anak tangga terakhir, Clarita melihat sepasang suami istri tengah duduk dengan manis ditemani seorang pria yang memakai kemeja hitam dengan lengan yang digulung. Clarita dan Byan berjalan berdampingan dengan menggendong baby twin. Mereka bak suami istri yang tampak begitu bahagia dengan dua buah hati yang menggemaskan.Davin dan Anjani berdiri menyambut kedatangan Clarita dan Byan, tak lupa wanita muda yang duduk di samping Anjani. “Selamat datang Pak Davin Bu Anjani,” sapa Byan dengan menjabat tangan Davin dan Anjani.
Brahma terdiam, ia merutuki dirinya sendiri yang nyaris kelepasan menyebut nama Clarita. “Seperti remaja pada umumnya, At. Memang kamu mengira siapa?” elak Brahma setelah ia terdiam beberapa saat.Atma pun terdiam, di dalam pikirannya melayang kejadian di mana Clarita bertemu temannya dan menceritakan kejadian malam itu. “Siapa Clarita? Kalian tahu nama itu ‘kan?” tanya Atma memojokkan Brahma dan Danila yang kini saling bertukar pandang.“Clarita, ah dia sebenarnya hanya anak dari kakakku dan kami merawat sejak kecil, maka dari itu kami begitu kecewa kala ia hamil di luar nikah.”“Bukankah kejadian malam itu juga karena ulah kalian?” tanya Atma memojokkan dua orang di depannya.Di lain tempat, Clarita baru saja sadar. Ia mengerjapkan pandangan matanya, menyamakan sinar yang masuk ke indra penglihatannya. Manik matanya menatap tubuh Anjani yang dud
"Lu mau cari sampe ke ujung dunia pun gak akan ketemu. Lu tahu dia itu siapa? Dan segimana dia itu menyembunyikan identitasnya. Bahkan kita saja baru tahu ‘kan kalau Dean ternyata adiknya? Terus sekarang lu mau cari tahu rumahnya? Di mimpi saja gue gak yakin berhasil.” Bara menyuarakan pendapatanya membuat Atma mengurungkan niatnya.“Terus gue harus apa?”“Nikahin Danila! Jangan sampe lu semakin dicap sebagai pria gak bertanggung jawab. Lu gak ada niatan buat nyingkirin Danila kayak lu nyingkirin mereka ‘kan?” tanya Bara dengan nada sarkas.Di tempat lain, Clarita baru saja membuka toko kuenya. Sebelumnya ia telah memastikan jika keadaan adik iparnya itu baik-baik saja. Ia memberikan intruksi pada karyawannya juga menyerahkan buku pesanan, setelah itu ia kembali ke rumah utama, dari kejauhan ia mendengar suara gaduh yang berasal dari ruang tamu. Dengan sigap Clarita melangkahkan
“Apa yang dia rencanakan? Kenapa ia menyebut kata bos? Apa dia penyusup?” tanya Clarita dengan kening berkerut.“Mba, kenapa?” tanya Dean yang muncul dari sisi kiri Clarita. Clarita tersentak, lantas ia mencoba menetralkan ekspresinya agar Dean tak curiga dan juga panik. “Mba kenapa?” ulang Dean karena Clarita tak kunjung menjawab pertanyaannya.“Oh enggak papa kok, tenang aja. Kamu sudah siap?” tanya Clarita seraya mengulas senyum.Dean mengangguk, ia pun mengajak Clarita turun bersama dengannya. Dean yang tampil dengan dress midi model sabrina dihiasi dengan high heels berukuran 5 cm itu menggandeng lengan Clarita erat. Tubuhnya masih lemas karena kejadian pagi tadi. Namun, ia ingin menghargai usaha sang Abang yang telah menyiapkan rentetan persiapan menuju pernikahan Byan dan Clarita.“Kamu sudah sehat?” tanya Clarita menyadari langkah ka
“Kamu yakin?” tanya Byan seraya menatap Clarita bingung.Clarita mengangguk penuh semangat, ia pun tersenyum dengan wajah ayunya. “Kalau kamu memang yakin dengan kemauan kamu, aku akan dengan senang hati mengabulkannya.”Clarita tersenyum bahagia kala mendengar jawaban Byan. Ia menatap Byan senang, ternyata pria itu tak hanya peduli pada dirinya tetapi orang-orang yang berada di sekitarnya pun pria itu perhatikan. Clarita pun mengamit lengan Byan dan memgucapkan terima kasih tanpa suara, hanya gerak bibir tipis yang Clarita sampaikan.Hari itu mereka kembali melanjutkan sesi foto baik pre wedding ataupun foto untuk produk yang Clarita jual. Tanpa terasa terik matahari telah bergeser ke sisi barat, awan cerah pun telah berganti warna menjadi jingga, udara angin sepoy sepoy membuat sebagian rambut Clarita berterbangan terkena hembu angin sore itu.Clarita dan Byan tengah duduk di tepi kolam renang, melihat Dean tengah berlatih renang bersama dengan Juna. Sejak siang tadi Davin dan Anjan
“Kamu gak papa, Dan?” tanya Clarita seraya menyentuh bahu Danila yang masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami. “Dan?” sapa Clarita sekali lagi karena Danila tak kunjung menjawab panggilannya.“Ah iya aku baik-baik saja,” sahut Danila gugup.“Kamu mau ke mana biar kita antar?” tanya Clarita lembut. Wanita itu bahkan menatap Danila teduh.“Em … aku gak tahu mau ke mana mba.” Danila menunduk dengan suara lirih.Clarita melemparkan kode mata pada Byan, pria itu lantas mengangguk dan tersenyum lembut seolah mengerti maksud dari tatapan Clarita. Clarita mengajak Danila masuk ke dalam mobil. Danila menatap Clarita bingung, pasalnya sikap Clarita berbeda jauh dengan sikap yang terakhir kali ia tunjukkan. Clarita yang mengerti kebingungan Danila pun hanya tersenyum dan mengangguk. Senyum yang sejak kecil menemani hari-hari Danila.Clarita mengajak Danila masuk ke dalam mobil dan tubuh wanita berusia 20 tahun itu duduk dengan tenang di kursi penumpang. Byan membuka bagasi mobil meraih
“Oh ini, aku minta tolong Bram untuk menjaga di apartemen Danila beberapa hari selama kita di Jogja. Ya bagaimana pun juga keselamatannya harus dijaga ‘kan?” ujar Byan menjelaskan maksud dan tujuannya.“Oh iya. Ma kasih ya By, kamu benar-benar menunjukkan aksi bukan bualan semata. Kamu tidak hanya menjaga aku dan baby twin tetapi kamu juga menjaga keluargaku yang lain. Terima kasih, By.” Clarita mengucapkan dengan nada bergetar. Byan tersenyum mendengar ucapan Clarita, ia pun menggenggam jemari Clarita dan mengecupnya.Tak lama Danila berjalan mendekati mereka. “Mba?” sapa Danila lirih.Sontak Clarita menoleh dan menatap Danila, ia pun mempersilakan wanita muda itu untuk duduk di sofa single di sampingnya. “Dan, kenalin ini Bram. Dia akan mengantar kamu ke unit apartemen sekaligus berjaga di sana. Kamu tidak perlu khawatir kalau ada orang jahat yang ke sana.”