“Jadi?” tanya Clarita karena Bram tak kunjung melanjutkan ucapannya.
Bram menarik napasnya dalam-dalam lantar berkata dengan lantang dan yakin. “Aku ingin menikahi Danila, Mba.”
“Oh iya? Sungguh? Oh Bram, aku bahagia banget dengarnya. Kapan?”
“Setelah Brahma tertangkap, Mba.”
“Oke mba akan bantu keperluannya ya.” Bram pun mengangguk setuju, ia tersenyum penuh bahagia, begitu juga dengan Clarita.
Malam itu mereka menjadi malam yang panjang untuk keluarga Byan dan Davin. Mereka menghabiskan waktu dengan barberque-an dan juga berkarouke bersama. Suara merdu Clarita dan Danila membius semua orang yang ada di sana. Clarita memeluk adiknya bahagia, begitu juga dengan Danila, ia sangat bahagia bisa menemukan kembali kebahagiannya dengan jalan yang benar. Selama ini ia hanya tahu memuaskan pria di ranjang setelah pulang ia akan
Danila mengangguk pasti, ia sudah memikirkan semuanya matang-matang ia harus membuat Brahma merasakan penderitaannya selama ini. Mobil Bram pun berputar arah, ia dengan cepat melajukan mobilnya ke arah yang dikirimkan Brahma pada Danila. Danila tak lupa mengirimkan pesan kepada Clarita tentang pertemuannya dengan Brahma. Clarita yang baru saja menidurkan baby twin bergegas menghampiri Byan di ruang kerja suaminya. “Mas, Danila mengirimkan pesan. Semua terjadi lebih cepat dari apa yang kita duga.” Byan mengangguk, ia segera menghubungi Janu untuk bersiap, Davin dan Anjani telah menanti di lain kamar hotel bersama dengan beberapa polisi. Tak mau membuang waktu lebih lama, Byan dan Clarita segera menyusul ke hotel tempat Danila dan Brahma bertemu. Clarita melapisi pakaiannya dengan cardigan rajut sedangkan Byan pria itu meraih jaket denim miliknya dan segera melajukan mobil mewah miliknya. Mobil Byan berhenti tepat dengan kedatangan Brahma yang terparkir tak jauh dari pandang matanya.
“Danila, ini penting.” Atma mencoba menyakinkan Danila jika dirinya ingin berbicara empat mata. “Penting? Denganku? Memangnya pria terhormat seperti anda masih berminat berbicara dengan wanita murahan seperti saya?” sahut Danila kala mengingat kejadian terakhir di sofa kantor Atma juga di lobby apartemen tempo hari. “Aku minta maaf atas –“ “Simpan saja maafmu untuk wanita yang jauh lebih butuh dibanding aku. Kamu benar saat ini aku sudah mendapatkan yang baru, lebih tepatnya aku sudah menemukan pria yang bukan hanya ingin tubuhku!” Danila menggenggam erat jemari Bram seakan mengatakan pada Atma jika dirinya sudah memiliki Bram di hidupnya. “Kamu yakin? Dia bahkan tidak jauh lebih kaya dari aku!” Atma memandang rendah Bram. “Memang, tetapi dia pria yang memperlakukanku sebagai wanita bukan sebatas pemuas nafsu bejatmu!” Atma pun hendak melayangkan pukulan namun lengannya
"Mas? Ini bagaimana? Baby twin mas!” pekik Clarita seraya berlari menuju lantai dua. Byan menyusul Clarita wajahnya tak kalah panik, ia sungguh takut jika ternyata Brahma mengerahkan anak buahnya untuk menghancurkan keluarga yang ia punya.“Sayang, jangan panik. Kita cari pelan-pelan ya?” ujar Byan seraya menyentuh bahu Clarita mengusapnya lembut.Dengan sekali hentakan pintu kamar Clarita terbuka. “Taraaa‼!” pekik dari arah dalam kamar.Clarita terkejut hingga ia tak bisa berkata-kata lagi. Kamar pribadinya telah berubah bentuk, jika sebelumnya hanya berukuran 5x5 kini kamarnya semakin luas dengan interior yang elegan. Ia menutup mulut tak percaya dengan apa yang ia lihat. “Mas?” panggil Clarita seraya menatap Byan.“Iya sayang. Mas sengaja merubah kamar ini agar semakin luas. ‘Kan mulai malam ini kamu gak tidur sendirian lagi?” Clarita mem
“Jangan memancing amarahku, At! Pergilah!” pekik Hanna masih bersandar di balik pintu jemarinya mencengkram erat pegangan pintu. Ia memutar otak bagaimana caranya agar pria itu pergi dari rumahnya. Tiba-tiba terlintas ide jahil, ia pun tersenyum dan segera melancarkan aksinya.“Begini saja, tunggu aku di ujung jalan. Aku akan ke sana tetapi kamu harus menunggu di sana!” ujar Hanna mencoba melembutkan suaranya.Atma termenung sejenak ia memikirkan ucapan Hanna, tak ada sedikitpun rasa curiga dengan ucapan wanita itu. Setelah terdiam beberapa saat, Atma pun memilih untuk mengikuti ucapan Hanna. “Kupegang ucapanmu!” balas Atma, tak lama terdengar deru mobil yang menjauh dari jalanan di depan rumahnya.Hanna menghela napas lega, kala pria itu mau pergi dari rumahnya. Ia segera mengunci pintu pagar dan bergegas masuk kembali ke depan rumah. “Astagfirullah umi!”
“Minggir‼” bentak Hanna ia bahkan menghindari sentuhan Atma.Penolakan Hanna tentu memancing amarah pria yang pakaiannya telah berantakan itu, Atma sejak semalam tidak kembali ke apartemennya. Ia memilih menunggu di ujung jalan hingga pagi tiba ia bahkan rela melewatkan makan malam dan sarapannya hanya untuk menunggu kehadiran Hanna.“Aku tidak akan membiarkan kamu pergi lagi.” Atma mencengkram lengan Hanna erat hingga meninggalkan bekas merah di sana.“Lepas‼ Atau aku akan –““Akan apa?” potong Atma membungkam mulut Hanna.Hanna terdiam, ia memutar otak memikirkan cara agar terlepas dari pria itu tanpa menimbulkan kericuhan di depan rumahnya. “Atma aku mohon lepaskan aku. Aku ingin hidup tenang.”“Sejak kedatanganmu dan pengakuanmu hidupku semakin tak tenang, dan kamu ingin hidup t
“Mauku? Kamu menanyakan mauku? Bukankah sudah jelas?” balas Atma menatap Danila rendah, tatapan pria itu tertuju pada salah satu bagian tubuhnya. “Aku bukan lagi tunanganmu aku juga bukan lagi wanitamu. Jadi aku tidak harus melayani apapun permintaanmu!” Saat Atma hendak membuka suaranya menjawab ucapan Danila, seseorang datang dari depannya dan bertanya pada wanita muda itu. “Loh, Mba Danila ada perlu apa mba?” “Oh ini Hanna, saya mau ngecek stok. Mau tanya sama Mba Clarita cuman kan Mba lagi mengurus baby twin.” “Oh biar Mba Hanna bantu Mba mana yang mau dicek?” tanya Hanna yang belum menyadari kehadiran Atma didekatnya. “Eh gak usah Mba, ‘kan kita sama-sama pegawai baru di sini. Aku juga ‘kan masih belajar, jadi ada baiknya biar Dan aja yang cari. Maksudny biar Dan juga belajar menghapal menu di sini. Aku gak mau ngecewain kesempatan yang Mba Cla dan Mas Byan kasih. Aku juga mau supaya Bram semakin bangga sama aku,” ujar Danila malu-malu kala menyebut nama Bram. “Aku kagum sam
“Sayang, kenapa?” tanya Byan seraya memeluk Clarita dari belakang, ia merasa jika memang tubuh istrinya menegang padahal ia hanya memeluk saja, tak bermaksud lebih.“Aa –aa –aaku gak papa mas. Aku ke bawah sebentar ya mas, lupa toko belum dicek.” Clarita menjawab dengan gugup, ia pun buru-buru melepas dekapan suaminya dan hendak keluar kamar.“Sayang,” cegah Byan seraya menggenggam erat jemari wanita itu. “Kenapa? Kamu takut atau belum siap? Jangan dipaksa jika memang kamu belum siap, tujuanku menikahimu bukan hanya sekedar urusan ranjang. Jika sejak awal aku hanya ingin dipuaskan di ranjang kenapa harus menikah? Aku ‘kan bisa melakukannya kapan saja? Tetapi tujuanku menikah itu untuk menyanyangi, menjaga dan juga membagi kisah hidup bersama kamu, seluruh perjalanan cerita ini aku ingin kamu juga menjadi bagian di dalamnya. Tujuanku menikah bukan hanya untuk urusan itu, sayang.&rdqu
“Ini semua adalah dosa yang harus aku tanggung! Tetapi kenapa harus Bayu? Aku … aku tidak bisa hidup tanpanya.”Kening Atma semakin berkerut, ia semakin bingung dengan ucapan Hanna, wanita itu seolah membuat teka-teki untuknya. “Seharusnya malam itu aku tidak melakukan perbuatan dosa, dan berakhir seperti ini. Ke mana aku harus mencari pendonor yang cocok?”“Donor?”Saat Hanna akan menjelaskan ucapannya, pintu UGD terbuka menampilkan sosok wanita setengah baya dengan jas putih yang melekat di tubuhnya. “Dengan keluarga pasien?”“Saya ibunya, Dok!” Hanna berjalan cepat mendekati dokter itu.“Begini bu, kondisi adik Bayu semakin mengkhawatirkan. Kita harus segera menemukan pendonor tulang sumsum belakang untuk keselamatan putra Ibu. Karena kelainan darah bawaan yang Bayu idap sudah di tahap mengkhawatirkan. Saya berharap ibu bisa segera menemukan pendonor yang tepat, untuk saat ini kami hanya bisa memberikan transfusi darah namun itu tidak bisa kita lakukan terus menerus.”Mendengar per