Malam tiba dan hujan mengguyur kota dengan derasnya."Hujan, Na." Ucap Kayra.Nabastala menoleh kearah wanita itu yang datang membawa teh hangat dan cemilan."Gak papa. Aku bawa mobil, kok."Kayra mengangguk."Anak-anak udah teler, aku mau bawa ke kamar dulu ya." Ujarnya yang diangguki Nabastala.Sepeninggalan Kayra, Nabastala bangkit berdiri dan berjalan kearah jendela. Dari dalam rumah, ia dapat melihat hujan deras diluar sana."Hujannya deras." Gumamnya.Saat Nabastala melihat hujan, Kayra tiba-tiba sudah ikut berdiri disampingnya. Wanita itu bersuara sebelum Nabastala menyapanya."Aku mau nikah sama Haidar." Ucapnya.Nabastala menatap wanita itu, lantas ia tersenyum. "Kenapa bilang sama aku? Kan kita udah bukan siapa-siapa." "Aku cuma minta ijin sama ayah dari anak-anak, bahwa anak-anak akan punya ayah tiri." "Aku gak mungkin halangi kamu bahagia, Ra. Lagipula, kenapa harus ijin? Anak-anak pasti senang kok, kan setahu mereka ayah mereka telah tiada." Ucap Nabastala.Kayra menghe
Haidar membawa Kayra masuk kedalam mobil, ia lantas membuat wanita itu duduk di jok sampingnya. "Ra, kamu yang tenang ya..." Kayra duduk dengan gelisah, ia benar-benar tidak tahu apa yang akan Haidar lakukan. Kayra takut, ia terlalu takut jika Haidar berbuat nekad. Pria itu mendekat dan mengukung tubuh Kayra. "Ra, jangan teriak ya..." Ujar Haidar dengan nada yang berat. Kayra hendak mendorong tubuh pria itu, tapi Haidar lebih dulu menjauh dan tertawa. "Ha ha... Apa sih yang ada dipikiran mu Ra? Ha ha ha..." Kayra memberikan pukulan kecil dibahu laki-laki itu. Ia lantas memalingkan wajahnya, menatap kearah luar. "Nyebelin ih, aku udah takut tahu!" Ketus Kayra. Pria itu mencoba menarik bahu wanita disampingnya, tapi wanita itu menepisnya. "Ngambek nih? Ayolah, orang pemarah cepet tua tahu..." Kayra yang kesal langsung beralih menatap pria itu. "Ngapain ngajak aku masuk?" "Masuk kemana, Ra?" Tanya Haidar sambil menaik turunkan alisnya, menggoda. "Haidar, ish
“Mama… kata teman-teman aku… aku sama Riana anak h-haram….” Reana mulai berbicara sambil terisak. “P-padahal kan kita anak Mama….”Kayra tertohok. Anak seperti apa yang berani mengatakan hal buruk itu kepada putri-putrinya?Ia baru saja pulang dan memasuki rumah orang tuanya. Tapi, bukan sambutan hangat yang Kayra dapatkan melainkan sebuah isak tangis yang bersahutan dari ruang keluarga.Kata sang papa, anaknya baru saja dibuli di sekolah karena tidak memiliki ayah. Kayra menatap kedua anak yang ada di pangkuannya. Kayra Agnesia, seorang ibu dari dua anak kembar. Jandanya seorang pengusaha kaya raya. Kecantikan wajah dan kesuksesan dalam berkarir tidak menjadi tolak ukur cinta itu bertahan, buktinya Kayra ditinggalkan suaminya saat tengah mengandung anak kembarnya di usia tujuh bulan.Kayra kira, setelah bercerai dan hidup lebih baik, ia akan bahagia. Tapi tidak dengan kedua anaknya. Ini bukan kali pertama anak-anaknya dibuli hanya karena tidak memiliki ayah.“K-katanya… karena kita
Kayra menatap tak percaya pada seorang pria muda yang tidak dia kenal. Pria itu memakai kaos oblong biasa, dan celana bahan yang terlihat sedikit kotor. Ada handuk kecil yang melingkar di lehernya, dan sebuah topi hitam menutupi rambutnya yang agak ikal."Nyonya apa sopan Anda memaki seseorang di tempat seperti ini?" Tanya pria itu berani.Wanita itu menatap pria yang mencekal tangannya. Ia tatapan sekitar. Benar banyak orang. Lalu matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah."Kamu siapa berani-beraninya melarang saya? huh?! Kamu gak tahu apa-apa. Dasar miskin!" Ucap wanita itu lalu pergi sambil menghentakkan kakinya.Kayra bernapas lega. Dia menatap pria itu dengan binar di matanya."Terima kasih ya." Ucap Kayra.Pria itu tersenyum. "Sama-sama, Nyonya. Apa anda tidak kenapa-kenapa?"Kayra menggeleng.Pria tadi memerhatikan Kayra. Ia melihat wajah Kayra sebelah pipi wanita itu sedikit merah dan memar."Tapi itu—" tunjuk pria itu.Kayra menyadarinya, ia pegang sebelah pipinya itu.
Deg!Kayra ingat tentang kejadian tadi siang dan itu membuatnya takut. Kayra takut mantan suaminya datang kerumah ini, ia takut Nabastala akan merebut kedua putrinya. Sungguh, tidak ada perasaan lain selain takut."Semoga itu bukan Nabastala." Gumamnya.Kayra tidak beranjak dari tempat itu, bahkan setelah siluet orang tadi menghilang Kayra tetap disana. Sedangkan kedua anaknya kini sudah tertidur."Permintaanku tidak banyak, Tuhan. Aku ingin anakku bahagia. Setidaknya cukup sampai aku luka itu, anak ku jangan." Kayra menatap ke arah langit yang begitu gelap pekat malam ini.Kemudian ia beranjak dari sana menuju ranjang yang sudah diisi anak-anaknya.Ia duduk di antara kedua anaknya. Ia usap rambut keduanya, air mata itu kembali menghiasi pipi mulusnya."Nak, maafkan mama. Mama belum bisa menjadi ibu yang baik untuk mu. Maaf jika mama selama ini belum bisa membuat mu bahagia dan bangga. Tapi, perlu kalian tahu sayang, mama sayang sekali pada kalian." Ucapnya.Sakit sekali rasanya setia
Kayra memandang putrinya sekejap. Ia bertanya dalam hatinya. Jika ia menikah lagi itu adalah jodoh, lantas ayah dari kembarnya siapa.Tapi Kayra tidak memperdulikan itu, yang ia pedulikan sekarang adalah kebahagiaan putrinya. Setidaknya walau tidak ada ayah mereka harus bahagia. Kayra berjanji akan menjadi ibu yang baik sekaligus melengkapi peran ayah. Lelah itu nomor dua kebahagian dua kembarnya adalah yang utama."Mama tidak perlu itu sayang, yang Mama harapkan sekarang adalah kebahagiaan kalian. I love you.""I love you too, Mama." Balas keduanya.Kayra mencium kening putrinya bergantian.***Pagi harinya, Kayra beserta putri dan kedua orang tuanya tengah bersiap untuk sarapan di meja makan.Setelah selesai dengan acara sarapannya, Kayra kembali pada aktivitasnya seperti biasa. Anak-anak ada mama.Saat sedang fokus bekerja, pintunya terbuka. Awalnya Kayra was-was takut laki-laki kemarin datang lagi, tapi ternyata itu adalah papa dan itu membuatnya bernafas lega."Tegang banget muk
Di sisi lain.Kayra dengan pulang membawa wajah lesu dan tubuh yang begitu lelah. Bagaimana tidak, mantan suaminya tadi kembali menemuinya di jalan saat Kayra hendak pulang. Katanya Nabastala akan terus mengejar Kayra sampai ia mendapatkannya kembali.Kayra duduk di ruang tamu, ia menghela napas lelah. Kayra mengedarkan pandangan, mencari orang tua juga putrinya. Ternyata tidak ada, mungkin sudah tidur pikirnya.Ia beranjak dari kursi ruang tamu menuju kamarnya.Saat Kayra sudah sampai di depan pintu, ia melihat pintu yang sedikit terbuka. Awalnya Kayra mengira anaknya ceroboh, tapi sebelum kakinya lebih jauh melangkah, ia mendengar suara orang menangis dari dalam."Hiks... kenapa kehidupan kalian harus seperti ini sayang. Dulu ibu mu begitu Oma dan Opa manjakan, tapi kenapa kalian tidak merasakan itu. hiks.."Kayra tahu, itu pasti suara mama.Saat Kayra masuk, ia melihat mama yang duduk ditepi ranjang sembari mengelus surai anak-anaknya."Ma." sapa Kayra.Mama menoleh, buru-buru ia u
Kayra ragu untuk ikut. Sejauh ini Kayra belum pernah makan mie ayam pinggiran. Tapi, benar kata Haidar Kayra lapar. Akhirnya ia setuju untuk ikut.Di tempat penjual mie ayam, Kayra menatap makanan itu tanpa selera. Kayra khawatir jika makanan itu tidak steril.Haidar yang memang sudah kelaparan, ia makan lebih dulu. Tapi, melihat Kayra hanya menatap makannya ia menatap wanita itu."Kayra kenapa gak dimakan?""Gak papa emang kalo di makan?" Tanyanya polos.Haidar terkekeh, ia lantas mengambil satu sendok mie, "Ini coba punya ku. Kalo gak papa berarti emang baik buat dimakan."Kayra ragu, masa ia disuapi orang asing. Tapi, gak papa lah.Saat Kayra menerima suapan itu, matanya membulat. Benar, rasa mie ini tidak jauh beda dengan mie ayam yang selalu ia makan dari kedai-kedai."Enak kan?""Iya lho. Ini aku makan ya. Nanti aku yang bayar aja deh. Makasih udah kasih rekomendasi." Ucapnya dan mulai memakan mie miliknya.Haidar tersenyum kecil menatap wanita di sampingnya."Jangan. Mie ini bi