Grace menutup telepon dengan tangan yang sedikit gemetar, menandakan rasa cemas yang tak bisa ia sembunyikan. "Cepat, lacak keberadaan Wilson! Ada van hitam yang membawanya pergi. Di restoran seafood!" perintahnya kepada Billy dengan nada tegas, suaranya mengandung urgensi yang tajam.
"Iya," jawab Billy cepat tanpa keraguan.
"Wilson dibawa pergi, apa kau tahu siapa?" tanya Robert, tatapannya penuh selidik. Nada bicaranya tampak tenang.
Grace menoleh dengan pandangan tajam, wajahnya mengeras. "Untuk apa kau bertanya, bukankah kau ada di pihaknya?" sindirnya, setiap kata terasa seperti pisau yang mengiris. "Tunggu saja! Kariermu akan segera berakhir," lanjutnya dengan nada penuh ancaman, sebelum melangkah pergi meninggalkan ruangan tanpa memberikan kesempatan bagi Robert untuk menjawab.
***
Setibanya di restoran seafood, Grace langsung melompat keluar dari mobil, mendapati Guru Wang sudah menunggunya di depan pintu masuk. "Guru!" serunya,
Dua pria yang menculik Wilson berdiri dengan tubuh tegang, matanya tajam memperhatikan pria yang baru saja turun dari mobil hitam mengilap. Sejenak suasana sunyi, sebelum Wilson menghela napas lega seolah beban berat terangkat dari pundaknya."Paman Ethan?" gumam Wilson, suaranya penuh harap dan sedikit gemetar.Ethan, seorang pria dengan sorot mata yang memancarkan kewibawaan dan ketegasan, memfokuskan tatapannya pada dua pria itu. Dengan langkah perlahan namun pasti, ia menghampiri mereka sambil menyipitkan mata. Lalu, pandangannya beralih ke arah Wilson yang terhuyung bangkit dari tanah, berusaha menghampirinya."Paman, tolong aku. Mereka ingin menangkapku dan Mama!" pinta Wilson dengan suara penuh kekhawatiran, tangannya meremas lengan baju Ethan dengan erat, seperti anak yang memohon perlindungan.Ethan menepuk bahu Wilson pelan, menenangkan bocah itu. Kemudian, tatapan dingin yang penuh amarah dilemparkan kepada para penculik. "Apakah Raymond yang m
Ethan menatap tajam bocah kecil di sampingnya, mencoba mempertahankan wibawanya meski dalam hati ada kekacauan yang tak dapat ia jelaskan. “Bocah kecil, urusan orang dewasa jangan ikut campur!”Wilson mengangkat wajah dengan senyum polos, tidak gentar sedikit pun. “Aku hanya meminta Paman menjadi papaku saja, tidak sulitkan? Paman sudah mendapatkan anak setampanku. Kita juga mirip. Paman Billy dan Paman Frank mengatakan kalau aku mirip denganmu.”Ethan menghela napas, mencoba menenangkan debar di dadanya. Bocah ini benar-benar pandai berbicara. Ia menoleh ke jendela mobil, menghindari tatapan Wilson sejenak.“Obati lukamu dulu, di depan mamamu nanti, jangan asal bicara!” Ethan menghentikan mobil di depan rumah sakit. Dalam satu gerakan cepat dan tegas, ia keluar dari mobil dan menggendong Wilson dengan hati-hati, melangkah masuk ke dalam rumah sakit. Gerakannya penuh perhatian, meski ia sendiri tampak ingin menyang
Wilson yang melihat ibunya ikut mereka pergi ia pin bertanya," Paman, apakah mereka akan menahan mamaku?"Frank melihat ke arah Wilson dengan lembut. "Tidak akan, tenang saja! Mamamu banyak berjasa," jawabnya sambil tersenyum. Dia menuntun Wilson dengan perlahan, menempatkan anak itu di kursi samping pengemudi dan memastikan sabuk pengaman terpasang dengan baik."Menjadi jaksa sangat tidak mudah, Mama selalu dirugikan. Paman Robert juga tidak serasi dengan Mama. Aku tidak suka dia menjadi papaku," keluh Wilson, sambil menatap kosong ke arah depan jalan yang berkelok-kelok.Frank menoleh sejenak, memasang wajah serius. "Kenapa kamu bisa bicara seperti itu?" tanyanya dengan lembut sambil membetulkan tali pengaman Wilson yang melonggar."Paman Robert sangat sombong, kami hanya pernah bertemu sekali. Walau aku tidak suka, aku hanya bisa diam. Karena takut Mama marah padaku," ujar Wilson, suaranya perlahan melembut. Dia mengusap tangan keciln
Beberapa hari kemudian, suasana pengadilan masih dipenuhi ketegangan. Persidangan berjalan intens selama beberapa hari, di mana Grace, jaksa penuntut yang tak gentar, menyampaikan tuntutannya kepada Raymond Scott dengan tegas. Bukti dan saksi yang telah dikumpulkan ditampilkan dengan cermat, menguatkan dakwaan terhadap Raymond.Tidak hanya itu, Michael, Jaksa Agung, telah resmi dipecat dari jabatannya dan kini menunggu keputusan hakim atas keterlibatannya dalam kasus ini. Sementara itu, Robert, yang awalnya mencoba menyangkal tuduhan, kini hanya bisa pasrah menerima nasibnya. Bukti-bukti menunjukkan bahwa ia selama ini menerima suap dari Raymond, memperburuk posisinya di hadapan hukum.Dalam momen yang mengejutkan, Grace dengan penuh keberanian mengungkapkan perselingkuhan Robert, suaminya, di hadapan hakim dan para juri. Tanpa ragu, ia mengajukan perceraian, menunjukkan bahwa dirinya tidak akan lagi terjebak dalam hubungan yang penuh pengkhianatan. Sikap tegas dan keb
Ia menunjuk perutnya yang masih rata, "Dan bagaimana dengan bayi yang ada di kandunganku? Hubungan kami tersebar, keluargaku jadi bahan cemoohan. Ini semua bagian dari rencanamu yang busuk, bukan?"Grace menatap Molly dengan pandangan tegas, tanpa sedikit pun kehilangan kendali. "Aku hanya menegakkan keadilan untuk negara ini. Tidak pernah sekalipun aku berpikir untuk menjatuhkan siapa pun. Kalau keluargamu dihantam malu, itu adalah konsekuensi dari perbuatanmu sendiri."Grace mendekatkan diri, menatap tajam Molly. "Mengenai kandunganmu, itu tanggung jawabmu dan anakmu. Aku tidak ada sangkut-pautnya dengan kehidupan pribadimu."“Kau puas setelah berhasil menghancurkan kami? Suamimu tidak menginginkanmu lagi, lalu kau sengaja memisahkan kami!” bentak Molly dengan suara melengking, wajahnya memerah menahan amarah.Grace menatap Molly dengan dingin, matanya menajam seperti pisau yang siap menusuk. Dia menarik napas panjang sebelum me
Sebulan telah berlaluKasino Ethan beroperasi dengan megah, menarik banyak pengunjung dari berbagai kalangan, terutama para bos besar yang gemar berjudi. Lampu-lampu kristal menggantung megah di langit-langit, menerangi meja-meja permainan yang sibuk dengan hiruk pikuk taruhan. Aroma parfum mahal bercampur asap cerutu memenuhi udara, menciptakan suasana mewah yang menguarkan kekuasaan dan prestise.Di lantai dua, Ethan berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke seluruh ruangan. Dengan tatapan tajam, ia mengamati setiap gerak-gerik para tamu, memastikan segalanya berjalan sesuai aturan yang ia tetapkan.Ekin, tangan kanan Ethan, berjalan mendekat dan berhenti beberapa langkah di belakangnya. “Bos, Jamez...pria yang duduk bersama wanita berdress merah di meja roulette itu...adalah seorang pembuat masalah. Beberapa hari terakhir dia sering datang ke sini untuk berjudi. Tapi setiap kali kalah, dia selalu mencari masalah dengan croupier,” lapo
Ekin memandangi senyum tipis yang muncul di wajah Ethan. Tidak bisa menahan rasa penasarannya, ia bergumam pelan, “Kenapa bos malah tersenyum? Apa bos tertarik pada wanita itu?”Mata Ethan tetap tertuju pada Grace yang dengan percaya diri memimpin penangkapan Jamez. Dengan nada datar, ia akhirnya berkata, “Sepertinya akan terjadi sesuatu yang menarik.”Di lantai bawah, Grace dan timnya sudah membawa Jamez yang diborgol, melangkah menuju pintu utama. Namun, langkah mereka dihentikan oleh sekelompok pria berbadan besar,pengawal Jamez yang langsung membentuk barisan menghadang mereka.“Lepaskan tuan muda kami!” perintah salah satu pengawal dengan nada keras, sorot matanya penuh ancaman.Grace berhenti di tempat, menatap mereka dengan dingin. Tidak ada sedikit pun rasa takut di wajahnya. “Kalian mencoba menghalangi penegak hukum? Itu adalah kesalahan besar. Mengganggu jaksa yang sedang bertugas hanya akan
Langit mendung menyelimuti kantor kejaksaan, seolah menggambarkan suasana hati pria paruh baya yang memasuki ruangan dengan langkah berat namun penuh emosi. Di sampingnya, seorang wanita berpenampilan anggun namun dengan tatapan penuh amarah berdiri tegak, seakan siap menghadapi siapapun yang menghalangi jalan mereka. Mereka adalah Dom Hart dan Sammy. yang datang untuk mencari putra mereka, Jamez.“Di mana putraku?” suara Dom menggema, keras dan menusuk, memaksa setiap kepala dalam ruangan itu menoleh ke arahnya.Billy, salah satu jaksa muda di tempat itu, mendongak dari berkas-berkas yang sedang diteliti. Dia berdiri dengan sikap profesional, meskipun ketegangan mulai terasa. “Tuan, Anda siapa?” tanyanya dengan sopan namun tegas.Dom melangkah maju, setiap langkahnya seolah menghentak lantai. “Kalian sangat keterlaluan! Berani sekali menyentuh anakku! Bebaskan dia sekarang juga!” katanya dengan nada penuh kemarahan yang membuat ruangan itu terasa sesak.Billy tetap menjaga ketenangan
Dari sisi lain, Grace berdiri tegak, menatap Sammy dengan mata yang penuh arti."Apa kamu masih ingat dengan rumah ini?" tanya Grace, suaranya tenang namun menusuk.Sammy berbalik, menatap Grace dengan wajah penuh tanya. “Apa yang ingin kau katakan? Sebenarnya apa yang kau ketahui?” tanyanya, nadanya mulai tegang.Grace berjalan pelan mendekat, matanya menelusuri setiap sudut rumah itu. “Rumah lama ini telah kamu tinggalkan 12 tahun yang lalu. Dan sekarang, setelah kembali dan berdiri di depannya, bagaimana perasaanmu?” tanyanya dengan nada tajam.Sammy menelan ludah, berusaha mengendal
Grace memandang Wilson dengan tatapan heran. Anak kecil itu terlihat begitu yakin dengan ucapannya, seolah-olah ia tahu apa yang sedang dibicarakannya."Wilson, kamu kenapa bisa bicara seperti itu? Kamu masih anak-anak yang bahkan belum masuk sekolah," tanya Grace, suaranya penuh keheranan.Wilson menatap ibunya dengan ekspresi serius, sesuatu yang jarang ia tunjukkan. "Mama, walaupun aku belum sekolah, tapi permintaanku tidak berlebihan. Mama tidak perlu mengeluarkan uang atau berkorban. Aku hanya ingin memanggil Paman Ethan sebagai papa. Karena dalam hidupku, aku memang kekurangan papa. Dan mama juga tidak ada pasangan di saat ini. Kenapa kalian tidak menikah saja?" tanya Wilson dengan nada polos, namun terus terang.Grace terkejut mendengar penuturan anaknya. Ia menelan ludah, bingung harus menanggapi bagaimana. "Sejak kapan anak sekecilmu bisa bicara soal urusan orang dewasa?" gumamnya lebih kepada dirinya sendiri daripada Wilson.Sementara itu, Ethan yang berdiri di sana tersenyu
Angin malam yang dingin menyelinap di antara mereka, membawa serta ketegangan yang tak kasatmata. Di bawah sinar bulan yang pucat, wajah Grace memancarkan campuran keteguhan dan keresahan. Ethan berdiri tegap, matanya menatap Grace dengan intensitas yang sulit dijelaskan.Grace melipat kedua tangannya di depan dada, mencoba menenangkan dirinya yang gemetar."Ada apa mencariku? Sepertinya ada masalah?" Ethan memecah kesunyian dengan suara rendah namun tajam, seperti pisau yang mengiris malam.Grace menatapnya lekat-lekat, berusaha membaca pikirannya. “Ethan Christophe … kenapa?” tanyanya, suaranya bergetar sedikit, meskipun ia berusaha terdengar tegar.Ethan mengangkat satu alis, ekspresi wajahnya berubah menjadi dingin. “Kenapa? Apa maksudmu?” balasnya dengan nada datar, seolah-olah ia sudah mengetahui arahnya percakapan ini, tapi menolak untuk mengakuinya.Grace menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirin
Grace terdiam setelah memikirkan sesuatu, matanya menerawang jauh, memikirkan apa yang baru saja terlintas di kepalanya. Dengan cepat, ia menggelengkan kepala, mencoba mengusir kebingungan yang mulai merasuk. Tanpa membuang waktu, ia masuk ke dalam mobilnya dan melaju dengan kecepatan tinggi menuju kantornya.Setibanya di sana, langkahnya tergesa-gesa. Ia hampir tidak menyapa siapa pun di sepanjang lorong. Sesampainya di ruangannya, Grace menjatuhkan tasnya di meja dan langsung menyalakan komputer. Jarinya bergerak cepat di atas keyboard, mengetik sesuatu dengan penuh rasa penasaran. Detik-detik berlalu sebelum layar komputer menampilkan sebuah artikel berita lama.Matanya fokus membaca setiap kata di layar. Artikel itu menceritakan kematian tragis seorang wanita yang menjadi korban pemerkosaan, seorang wanita bernama June Christopher. Grace membaca dengan cermat hingga menemukan informasi yang membuat napasnya tertahan."Nama wanita itu adalah June Christopher,
Toko Obat WangWang sedang sibuk mengolah ramuan herbal di meja kerjanya ketika Grace datang dengan napas tersengal. Wajahnya yang tegang menandakan bahwa ada sesuatu yang mendesak.“Apa? Wilson dibawa pergi oleh Ethan? Untuk apa dia membawa anakku?” Grace bertanya dengan suara bergetar. Jelas, ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Wang menatapnya sambil melanjutkan pekerjaannya. “Anakmu itu sangat dekat dengan Ethan. Dia selalu saja mengatakan ingin pria itu menjadi ayahnya,” jawab Wang dengan nada tenang, berusaha menenangkan Grace.Grace mengerutkan kening, tidak percaya. “Anak ini... memang tidak sadar dengan apa yang dia katakan. Seharusnya dia tidak ikut dengan orang asing,” ujarnya dengan kesal, lebih kepada dirinya sendiri daripada Wang.Wang menghela napas panjang. “Tapi Wilson sangat dekat dengannya. Aku yakin Ethan juga menyayangi anakmu dan tidak akan menyakitinya. Grace,
James, yang sudah tidak tahan lagi, berdiri dengan wajah merah padam dan berbalik menghadap kaca besar di ruangan itu. Tangannya mengepal, dan matanya memandang tajam ke arah kaca yang ia tahu ada seseorang di baliknya."Hei! Bebaskan aku! Untuk apa mengurungku di sini, ha?" teriaknya penuh kemarahan, suaranya menggema di ruangan kosong itu.Di luar ruangan, Grace yang mengamati semuanya tetap tenang. Ia melirik ke arah Billy sambil memberi perintah singkat, "Bebaskan dia."Billy menatap Grace sejenak, memastikan ia mendengar dengan benar, lalu mengangguk. "Baik," jawabnya, segera beranjak menuju ruangan tempat James berada.Sesampainya di ruangan itu, Billy membuka pintu dengan santai. Klek! Suara kunci pintu yang terbuka menggema."Maaf, Tuan Hart. Kami hampir lupa karena sedang sibuk. Anda sudah bisa pulang," ucap Billy dengan nada yang datar, seolah tidak ada yang aneh.James melangkah maju dengan ekspresi tidak percaya. "Apa? Lupa? Bisanya kau bicara begitu santai," ujarnya denga
"Nyonya, mereka jumlahnya cukup banyak. Mobil kita tidak bisa bergerak!" kata sopirnya dengan nada panik, sambil melihat kerumunan reporter yang menghalangi jalan."Sialan! Untuk apa aku harus takut pada mereka?" Jamez berujar dengan kesal, membuka pintu mobilnya dengan kasar, lalu melangkah keluar tanpa memedulikan keributan di sekitarnya."Jamez, jangan!" seru Sammy, ibunya, yang mencoba menahan Jamez. Tapi usahanya sia-sia; Jamez sudah terlanjur maju ke arah kerumunan dengan ekspresi penuh amarah."Ada apa, hah? Siapa kalian? Berani sekali menghalangi jalanku! Apa kalian ingin kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran seumur hidup?" kecam Jamez dengan nada tinggi, menatap para wartawan yang kini mengerumuninya.Salah satu reporter maju, membawa mikrofon. "Tuan, kami mendengar informasi bahwa Anda berniat melarikan diri. Sementara Anda adalah tersangka. Apakah betul?" tanyanya dengan nada penuh ketegasan.Jamez tertawa sinis, lalu melip
Grace terbangun dengan kepala terasa berat dan pusing berdenyut. Ia memijat pelipisnya perlahan, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Namun, ingatannya kabur, seperti film yang terputus-putus."Sepertinya aku terlalu banyak minum," gumamnya sambil merapikan rambutnya yang kusut. Ia bangkit dari kasur dengan langkah gontai dan membuka pintu kamarnya. Pandangannya menyapu seluruh ruangan, tetapi tidak ada siapa pun di sana."Mungkin dia sudah pergi. Dia menyelamatkanku lagi," pikirnya, lalu bergumam pada dirinya sendiri, "Apa yang aku bicarakan semalam? Kenapa aku tidak ingat? Semoga saja aku tidak bicara aneh-aneh."Grace menghela napas panjang, kemudian menuju kamar mandi. Di sana, ia mencuci wajahnya dengan air dingin, berharap bisa menyegarkan pikirannya. Saat ia mengeringkan wajahnya dengan handuk, suara bel pintu mendadak terdengar, memecah keheningan.Dengan langkah cepat, Grace berjalan menuju pintu dan membukanya. Di sana berdiri Frank, meng
Ethan membawa Wilson kembali ke rumahnya, sebuah bangunan besar dan megah yang berdiri di tengah halaman luas yang terawat. Dinding-dindingnya dihiasi ukiran elegan, dan lampu-lampu kristal menggantung di sepanjang koridor. Wilson terbelalak melihat kemewahan yang jarang sekali ia temui dalam hidupnya."Wah... Paman, rumahmu luar biasa sekali," ujar Wilson dengan mata berbinar, suaranya dipenuhi kekaguman. Ia berlari kecil ke tengah ruang tamu, memutar tubuh sambil terus mengamati sekelilingnya.Ethan tersenyum kecil melihat reaksi polos bocah itu. "Kalau kamu suka, kamu bisa tinggal di sini sampai kapan pun," jawabnya, nada suaranya penuh ketulusan.Wilson berhenti berlari dan menatap Ethan dengan ragu. "Apakah benar?" tanyanya, seolah takut harapan kecilnya bisa pupus.Ethan mengangguk mantap. "Iya, Wilson. Kamu aman di sini."Namun, keraguan tetap menghiasi wajah Wilson. "Tapi Mama pasti tidak izinkan aku tinggal di sini. Mama selalu pesan janga