Hari malam yang sunyi di sebuah kota Los Angeles, namun tidak di sebuah Club malam yang dipenuhi lautan manusia dengan berbagai macam kesenangannya. Terlihat Erlando yang tengah di ajak oleh beberapa temannya semasa kuliah kedalam Club tersebut. “Santai saja lah Bro! Gak usah terlalu tegang seperti itu” tegur Salah satu teman Erlando sembari menepuk bahu Erlando cukup kuat. “Ah iya, aku aku tidak apa-apa” ucap Erlando sembari menyingkirkan tangan temannya tersebut lalu berjalan duluan memasuki Club. “Dia sepertinya Pria yang kuat dari pada kita-kita”“Iya, Casing nya saja yang kaku, aslinya pasti Pro player”“Kalian apa tidak ingat? Dia itu CEO perusahaan terkenal, pasti memiliki gairah yang besar sebagaimana bentuk lelahnya mengerjakan tugas-tugas kantor”Ucap para teman-teman Erlando yang tidak Erlando perdulikan karena ia ingin segera duduk dan memenuhi janjinya saja untuk berkumpul dengan teman lamanya. “Jadi, kita mau membahas apa?” tanya Erlando to the point yang langsung m
Erlando menyangga dahinya menggunakan satu tangannya di meja, ia merasa pasrah karena Linda tidak mampu untuk mengontrol mulutnya tersebut. ‘Apa yang harus aku lakukan, apa yang akan Latifa pikirkan nanti’Ucap Erlando dalam hati seraya melirik-lirik Latifa yang terlihat syok sembari menutup mulutnya dengan kedua tangan. “Ka-kamu serius Linda?” tanya Latifa dengan terbatah. Linda yang sadar akan ucapannya yang sudah kelewatan membuatnya merutuki dirinya sendiri dalam hati. “I-itu sudah lama Nona, dan Tuan Erlando terbukti jika sangat setia sama Nona, bahkan dia tidak pernah melirik wanita lain karena hanya Nona yang ada di dalam hatinya” ucap Linda dengan cepat. “Tapi Linda, apakah mantan klien yang pernah meneror mu itu benar-benar sudah diamankan?” tanya Latifa dengan hatu-hati. “Sudah Nona, sudah diamankan oleh polisi, dia juga sudah diberikan pelajaran oleh… Candra, jadi aku sudah puas melihatnya menderita” jawab Linda dengan agak merendahkan nada saat mengatakan kata ‘Candr
“Latifah, jujurlah padaku, apakah Erlando adalah… Ayah biologis Tiara?” tanya Haidah dengan tatapan yang tajam, hingga terasa menembus dada Latifa yang kini juga terasa nyeri. Latifa diam terpaku di tempat, ia terlalu syok karena kebenaran yang dirinya tutup rapat-rapat akhirnya terungkapkan juga. Dan kebenaran tersebut harus terungkapkan dengan tidak sengaja, yang akan berpotensi sebuah permasalahan yang serius. “Ibu aku-”“Iya atau tidak Latifa!” bentak Haidah membuat Latifa terjangkit karena kaget. Badan Latifa bergetar karena ia merasa ketakutan, bahkan ketika dirinya menelan saliva saja susah. “A-aku tidak tau Ibu” ucap Latifa sembari menundukkan kepalanya. “Oh Ya Tuhan! Bagaimana ini semua bisa terjadi!” keluh Haidah sembari duduk sofa kamar Erlando seraya memijit pelipisnya. “Entah aku membesarkan anak seperti apa, bisa-bisanya dia diam saja ketika Ayah biologis Anaknya di dekatnya, bahkan dia menyembunyikan semua itu dengan rapat, dia ini bodoh atau idiot?” ucap Haidah
“Sebenarnya aku hanya ingin meminta pendapatmu, bagaimana kesanmu kepadaku sekarang, ketika melihat foto-foto tadi?” tanya Erlando membuat Latifa cengoh. “Hah?” Latifa bingung, karena Erlando ternyata tidak bertanya sesuai dengan yang ia pikirkan. “Latifa?” tegur Erlando membuat Latifa agak terkejut. “Ah iya, kamu bertanya apa tadi? Pendapat ku tentang foto-foto tadi? Itu… “ ucapan Latifa menggantung, karena ia kebingungan harus menjawab apa. “Latifa, kamu belum makan?” tanya Haidah yang baru saja kembali bersama dengan Herman. “Wahh! Makan banyak yah!” seru Herman sembari melihat makanan yang tersaji di meja makan. Erlando terlihat mengurungkan niat menunggu jawaban dari Latifa, sedangkan Latifa sendiri pura-pura tidak tahu dan akhirnya mulai memakan makanan yang tersaji. ‘Latifa! Apa yang telah kamu lakukan!’ Runtuk Latifa dalam hatinya. ***“Sepertinya Candra sudah tidak tahan lagi Ibu, Candra mau nemuin Latifa saja!” putus Candra yang langsung tergesa-gesa ingin pergi men
“Iya, kamu tenang saja, biar aku yang urusi dia” ucap Erlando. “Tidak Erlando, aku juga ikut, kalau tidak mendapatkan apa yang dia mau, aku takutnya akan melakukan suatu hal yang di luar nalar dan itu akan merugikan mu Erlando” ucap Latifa dengan cemas. “Tidak Latifa, aku malah khawatir, jika kamu ikut, bisa jadi dia sudah merencanakan sesuatu yang tidak seharusnya.” “Tapi-”“Diam di sini dan tunggu hasilnya nanti” putus Erlando yang langsung berlalu meninggalkan Latifa sendirian. “Aku harap mereka tidak sampai berkelahi nantinya” gumam Latifa sembari menatap kepergian Erlando. ***“Lihatlah Tuan, saya sudah berusaha untuk menenangkannya namun usaha saya sama sekali tidak ada hasilnya” ucap Satpam tersebut sembari menunjukan Candra di balik gerbang yang terus menerus memukuli gerbang itu. Erlando menyeringai menatap gerbang tersebut. “Buka gerbang itu sekarang” pintah Erlando kepada satpam tersebut. “Maaf Tuan, apa ini tidak beresiko?” tanya satpam itu kepada Erlando. “Tidak
“Apa aku harus memberitahukan semua ini kepada Tuan Erlando?” gumam Linda sembari meraih ponselnya yang berada di dalam tas. Ia segera mengetik pesan untuk Erlando terkait informasi mengenai Anak yang dikandung Latifa ternyata bukan Anak dari Candra. Namun ia berhenti memencet tombol kirim karena tiba-tiba ia memikirkan sesuatu. “Jika aku memberitahukan semua ini sekarang, aku takut jika Tuan Erlando akan memikirkan hal yang macam-macam dan akan merugikan Nona Latifa, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika terjadi keretakan antara Tuan Erlando dan Nona Latifa” ucap Linda lalu menghapus pesan yang akan ia kirimkan kepada Erlando. Linda menghela nafasnya sejenak, lalu kembali mengintip Candra, terkait apa yang ia lakukan. Dan ternyata Candra sedang tertidur di sembarang tempat, tepatnya di lantai dengan posisi melebarkan kaki dan tangannya. “Sepertinya aku harus memanggil keamanan”***“Jadi kau gagal lagi untuk menjadi mata-mata di perusahaan itu?” tanya seseorang deng
“Tiara, apakah menurutmu, Ayahmu itu adalah benar-benar Ayahmu” tanya Erlando membuat Tiara kebingungan. Termasuk Latifa dan Haidah yang kini saling pandang lalu mengangkat kedua bahunya karena tidak mengerti maksud dari Erlando. “Maksudnya Om apa?” tanya Tiara dengan muka polosnya. “Kalau nyatanya Om adalah Ayah Tiara, apa yang Tiara lakukan?”“APA!” dengan spontan Latifa dan Haidah berteriak ketika mendengar pernyataan dari Erlando barusan. “Nenek! Mama! Kenapa kalian ada di semak-semak?” tanya Tiara dengan bingung, karena ia melihat Ibunya serta Neneknya yang berada di tempat yang tidak wajar. Latifa dan Haidah berdiri lalu membersihkan baju dan kerudung mereka dari dedaunan yang berjatuhan ke arahnya. Sedangkan Erlando sendiri salah tingkah karena ia malu, perkataan yang tadi ia katakan tidak seharusnya di dengar Latifa maupun Haidah. “Tadi Nenek sama Mamamu cuma cari-cari tanaman herbal, iya kan Latifa” jawab Haidah sembari menyenggol lengan Latifa. “Ada apa?” tanya Latif
Ini adalah hari di mana Erlando, Tiara dan Latifa serta lainnya pergi ke Mall untuk bermain di Time Zone. Mereka sangat antusias, terutama Tiara yang terlihat paling semangat mengajari Nenek dan kakeknya serta Bi Ina untu bermain. Sedangkan Latifa dan Erlando hanya berdiri dan melihat Tiara dan lainya dari jauh. “Kamu tidak ikut Latifa?” tanya Erlando dan kepada Latifa. Latifa hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. ‘Adu! Kenapa aku harus berdiri berdampingan dengan Erlando sih?’Ucap Latifa dalam hati seraya diam-diam melirik Erlando yang terlihat fokus mengawasi Tiara. “Dengarkan aku Latifa, aku akan selalu menerimamu apa adanya apapun kondisimu sekarang ataupun masa lalu” ucap Erlando yang pandangannya masih mengarah ke Tiara. “Erlando, sebenarnya apa maksudmu? Dari kemarin kamu terus menerus berbicara sepatah kata saja, dan dari kata-katamu tadi tidak mendasar membuatku pusing” ungkap Latifa yang membuat Erlando menoleh ke arahnya. “Aku tau semua
Semua orang termasuk Latifa dan Erlando terkejut ketika mendengar pernyataan dari Tiara barusa. “Kenapa Tiara bisa berbicara seperti itu Nak?” tanya Latifa dengan lembut. “Kenapa lagi? Om Erlando banyak yang membantu kita Ibu, dibandingkan dengan Ayah, Om Erlando yang terbaik!” seru Tiara membuat Herman dan Haidah tersenyum. “Nak, asalkan kamu tau, Om Erlando sebenarnya adalah Ayah kandungmu” ucapan Latifa membuat Tiara maupun Herman terkejut. “Apa maksud Mama?” tanya Tiara dengan tatapan yang tidak mengerti. “Iya Latifa, apa maksudmu?” sahut Herman yang mau mendekati Latifa namun Haidah dengan segera menahannya. Latifa memejamkan kedua matanya lalu menghela nafasnya secara perlahan. “Jadi, sebenarnya Ayah biologis Tiara adalah Erlando bukan Candra, aku berusaha untuk menyembunyikan ini semua karena aku takut, bahkan Candra sendiri mengetahui semua itu, mangkanya dia berusaha mati-matian untuk mengabaikan ku dan Tiara karena pada dasarnya Tiara bukanlah Anaknya” ungkap Latifa m
Beberapa waktu berlalu, akhirnya Erlando kembali dengan lengan bekas infus. “Bagaimana Erlando? Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Latifa sembari berlari mendekati Erlando. Erlando hanya mengangguk sebagai jawabannya, namun sebetulnya ada banyak pertanyaan yang muncul di benak Erlando. Namun karena waktu belum tepat untuk ia tanyakan, akhirnya ia memilih untuk diam. “Sini Nak, sepertinya kau pusing karena donor darah itu” ucap Haidah sembari menuntun Erlando untuk duduk di kursi tunggu. “Maaf yah Nak, kamu jadi seperti ini karena harus mendonorkan darah cukup untuk Tiara” ucap Herman kepada Erlando. “Iya Om, saya pun merasa senang, bisa berguna untuk menolong putri kecil Tiaraku” ucap Erlando sembari menekan kata ‘Tiaraku’ dan juga ia memandang Latifa dengan tatapan tajam yang langsung membuat Latifa mengalihkan pandangannya ke arah lain. ‘Ya Allah, aku harus apa setelah ini’ ucap Latifa dalam hatinya. Dan Haidah yang peka akan kondisi Awkward tersebut membuat ia segera me
“Halo sayang, kamu apa kabar?” sapa Candra dari seberang sana.Latifa terkejut ketika mendengar suara Candra, kemudian ia menjauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang tengah meneleponnya. Namun ternyata nomor tersebut tidak memiliki nama, alias nomor tidak dikenal. Latifa kembali menempelkan ponselnya tersebut kepada telinganya lagi. “Ada apa Candra?” tanya Latifa dengan nada yang kurang bersahabat. “Santai saja sayang, aku hanya ingin menanyai kabarmu saja kok” ucap Candra sembari mengerling nakal. Sementara Latifa bergidik ngeri mendengarnya. “Kalau tidak ada yang penting, sepertinya aku harus menutup telfon-”“Eh jangan Latifa! Sebenarnya ada hal yang ingin aku ungkapkan!” sela Candra dengan cepat yang membuat Latifa menghentikan tindakan untuk mematikan sambungan teleponnya tersebut. “Langsung katakan saja Mas” ucap Latifa to the point. “Apa kamu ingin cerai denganku Latifa?” pernyataan Candra membuat Latifa terdiam. Sebenarnya Latifa masih tidak ingin mendengar kata per
Latifa tercengang lalu mengalihkan pandangannya dari Erlando, ia cukup malu ketika Erlando dengan santai menyatakan perasaannya tersebut. “Oh iya Latifa, Kapan kamu siapa untuk… Menceraikan Candra?” tanya Erlando dengan hati-hati karena ia takut jika Latifa akan bersedih. Latifa kali ini terdiam dan berpikir, walau bagaimanapun hal ini terlalu cepat baginya untuk mengakhiri hubungan yang sudah ia jaga selama tujuh tahun. “Aku… Masih belum siap Erlando” jawab Latifa sembari menoleh ke arah Erlando. Erlando menganggukkan kepalanya. “Baiklah Latifa, aku memahami apa yang kamu rasakan, jika kamu sudah siap, jangan lupa untuk memberitahukan ku agar aku segera menguruskan semuanya” ucap Erlando. Latifa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. Sebelumnya Erlando memang sudah menguruskan surat cerai antara Latifa dan Erlando, namun Latifa mencegahnya di tengah jalan dengan beralasan belum siap. All hasil, segala yang sudah diurus, berhenti di tengah jalan, namun Erlando bisa
“Bagaimana jika anda menculik anaknya Latifa, agar Latifa bisa kau kendalikan Tuan Candra, dan akhirnya Erlando juga tidak mampu berbuat apapun, karena jika menurut yang saya lihat, Latifa ini tipe perempuan yang bertindak tanpa berfikir” saran Samuel kepada Candra. Candra mengelus dagunya sembari berpikir. “Anda benar juga Tuan Samuel, tapi bagaimana cara saya mencurinya jika setiap hari Erlando menjaga ketat Tiara” ucap Candra membuat Samuel berpikir. Namun tiba-tiba Anak buah Samuel mendekati Samuel lalu membisikkan sesuatu. “Tuan Candra, ternyata Erlando bodoh itu tidak menaruh penjagaan di sekolahnya Tiara saat dia sekolah, mungkin ini bisa kita jadikan peluang untuk menculik Tiara” ucap Samuel. “Baiklah, aku akan mencobanya nanti” ucap Candra kemudian. “Mari kita berjabat tangan untuk tanda partner bisnis” ucap Samuel sembari menyodorkan tangannya kepada Candra. Candra meraih tangan Samuel lalu keduanya berjabat tangan. ***Candra diam dan menunggu Tiara di balik pepohon
Latifa serta yang lainya langsung bergegas untuk melaporkan polisi, namun butuh waktu 24 jam baru Tiara bisa dinyatakan hilang dan masa pencarian baru bisa dilakukan. Pada akhirnya Erlando menyuruh beberapa anak buahnya yang handal untuk mencari keberadaan Tiara dan mencari bukti-bukti yang ada. Latifa sendiri tidak henti untuk menangis karena ia berasumsi jika semua ini adalah ulahnya yang teledor. Karena seharusnya ia memperhatikan Tiara hingga benar-benar masuk kedalam kelasnya dahulu baru di bisa pergi dari sana. “Ini salahku Bu, salahku, padahal sinyal seorang Ibu sudah memperingati aku, namun aku tidak terlalu peka akan hal itu, aku adalah Ibu yang ping buruk di dunia ini!” ucap Latifa disela tangisan pilunya yang kini berada di dekapan Haidah. “Istighfar Nak, dengan kamu yang seperti ini, Ibu takut jika kamu akan jatuh sakit, Ibu yakin, Tiara tidak akan kenapa-kenapa percayalah” tutur Haidah yang mencoba menenangkan Latifa. “Iya Nak, istighfar, yang perlu kita lakukan sek
“Bangun Tiara” ucap Latifa sembari menepuk-nepuk tubuh Tiara agar Tiara bangun karena harus bersekolah. Tiara menggeliat lalu mendudukkan dirinya dengan kedua mata yang masih tertutup. “Emangnya sekarang jam berapa Ma?” tanya Tiara seraya menguap. “Jam lima sayang, ayo cepet sholat habis itu mandi dan siap-siap, sekarang dah bisa mandi sendiri kan” ucap Latifa sembari mencari seragam sekolah Tiara dan menata bukunya lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah. “Siapa Mama!” seru Tiara lalu segera turun dari ranjang untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Sekitar satu jam berlalu, kini Tiara tengah ditata rambutnya oleh Latifa dengan Tiara yang asyik memakan sarapannya. Namun entah mengapa, Latifa merasakan firasat aneh, dan hal itu mengarah ke arah Tiara. ‘Ya Allah semoga tidak akan terjadi apa-apa, mengapa aku merasa tidak tenang seperti ini?’Ucap Latifa dalam hatinya. “Ma, kenapa berhenti menyisiri Tiara?” tegur Tiara membuat Latifa tersadar dari lamunannya. “Oh iya lupa, maaf y
Ini adalah hari di mana Erlando, Tiara dan Latifa serta lainnya pergi ke Mall untuk bermain di Time Zone. Mereka sangat antusias, terutama Tiara yang terlihat paling semangat mengajari Nenek dan kakeknya serta Bi Ina untu bermain. Sedangkan Latifa dan Erlando hanya berdiri dan melihat Tiara dan lainya dari jauh. “Kamu tidak ikut Latifa?” tanya Erlando dan kepada Latifa. Latifa hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. ‘Adu! Kenapa aku harus berdiri berdampingan dengan Erlando sih?’Ucap Latifa dalam hati seraya diam-diam melirik Erlando yang terlihat fokus mengawasi Tiara. “Dengarkan aku Latifa, aku akan selalu menerimamu apa adanya apapun kondisimu sekarang ataupun masa lalu” ucap Erlando yang pandangannya masih mengarah ke Tiara. “Erlando, sebenarnya apa maksudmu? Dari kemarin kamu terus menerus berbicara sepatah kata saja, dan dari kata-katamu tadi tidak mendasar membuatku pusing” ungkap Latifa yang membuat Erlando menoleh ke arahnya. “Aku tau semua
“Tiara, apakah menurutmu, Ayahmu itu adalah benar-benar Ayahmu” tanya Erlando membuat Tiara kebingungan. Termasuk Latifa dan Haidah yang kini saling pandang lalu mengangkat kedua bahunya karena tidak mengerti maksud dari Erlando. “Maksudnya Om apa?” tanya Tiara dengan muka polosnya. “Kalau nyatanya Om adalah Ayah Tiara, apa yang Tiara lakukan?”“APA!” dengan spontan Latifa dan Haidah berteriak ketika mendengar pernyataan dari Erlando barusan. “Nenek! Mama! Kenapa kalian ada di semak-semak?” tanya Tiara dengan bingung, karena ia melihat Ibunya serta Neneknya yang berada di tempat yang tidak wajar. Latifa dan Haidah berdiri lalu membersihkan baju dan kerudung mereka dari dedaunan yang berjatuhan ke arahnya. Sedangkan Erlando sendiri salah tingkah karena ia malu, perkataan yang tadi ia katakan tidak seharusnya di dengar Latifa maupun Haidah. “Tadi Nenek sama Mamamu cuma cari-cari tanaman herbal, iya kan Latifa” jawab Haidah sembari menyenggol lengan Latifa. “Ada apa?” tanya Latif