Ia mendengus dingin dan menarik tangan Sharon. Kemudian, Sally melemparkan sebuah kotak hitam kecil yang ia bawa bersamanya ke para penjahat. “Kamu bisa cek dan memastikan angkanya benar. Saya nggak berhutang satu sen pun kepadamu. Setelah kamu selesai menghitung uangnya, lanjutkan dan mulai pertunjukannya!”"Apa yang kamu rencanakan, Sally?" Sharon mencibir.Sally menatapnya lagi dan mencibir, "Kenapa kamu terburu-buru?" Kemudian, ia mengangkat kepalanya dan tertawa gila.Ia tidak bisa menunggu sedetik lebih lama untuk menyaksikan ekspresi kesakitan dan keputusasaan di wajah Sharon!“Kenapa... Kenapa kamu begitu kejam? Kenapa kamu harus terus menyakitiku!”“Kamu cuma menyalahkan dirimu sendiri. Kamu membuat Howard menceraikanku dan aku sangat membencimu karenanya!” Sally berharap Sharon akan mati saat itu juga. Namun, ia tidak bisa membiarkannya mati begitu cepat - ia harus menyiksanya dan membuatnya mengalami segala macam keputusasaan sebelumnya!“Ahh… Kamu membenciku sejak awa
"Berhenti! Atau aku akan tembak!" Simon mengejek sambil mengarahkan pistol yang ia ambil dari polisi di sampingnya ke arah Sally.Simon berhasil menghentikan serangan Sally yang akan datang pada Sharon, tetapi itu masih membuatnya sedikit gemetar, meninggalkan luka berdarah yang lebih dalam di leher Sharon. Darah merah mulai mengalir di tubuhnya…Rasa sakit yang menyengat dari lehernya membuat Sharon sulit bernapas. Namun, ia bahkan lebih khawatir tentang Simon, yang memiliki pistol di tangannya. Sharon tidak ingin Simon menembak dan membunuh siapa pun karena Sharon.Terlebih lagi, Sally seharusnya tidak dibiarkan mati begitu saja!Pupil Simon melebar saat menyaksikan darah mengalir di leher Sharon. Ia dengan jahat memelototi Sally dan berkata dengan niat membunuh, "Biarkan dia pergi!"Sally tercengang, tetapi ia dengan cepat kembali ke akal sehatnya. Ia memandang Simon dengan mengejek, sedikit takut, tetapi lebih dari itu tidak dapat menerima nasibnya saat ini. “Apa kamu begitu p
Di rumah sakit, dokter sibuk membalut luka sayatan Sharon di lehernya. Posisi luka itu berbahaya. Jika Sally mengerahkan lebih banyak kekuatan, Sharon mungkin akan mati.Begitu mereka keluar dari rumah sakit, keduanya duduk di dalam mobil dan Sharon hanya bisa menghela nafas, “Kenapa ya, kenapa aku terluka terus?”Simon mengerutkan kening dan berkata dengan sungguh-sungguh, “Tuhan nyuruh kamu supaya buru buru balik sama aku. Cuma aku satu-satunya yang bisa ngelindungin kamu.”Sharon memiringkan kepalanya ke samping dan mengamatinya. Akhirnya, ia mengerutkan bibirnya dan berkata, "Aku nggak tahu apa yang Tuhan maksud, tapi aku tahu kalau kamu tadi nggak nembak Sally tepat waktu, aku pasti mati di tangan Sally." Dengan begitu, ini berarti Simon telah menyelamatkannya lagi.Pria itu mengulurkan tangannya dan menariknya ke pelukannya lagi. Kemudian, ia berkata dengan suara rendah, “Hidup kamu itu milik aku. Nggak ada orang lain yang boleh ambil! ”Meskipun kata-kata pria itu sombong,
Mobil Simon diparkir di seberang jalan karena tidak terlalu ramai.Sharon berencana menunggu putranya di gerbang sekolah tetapi Simon bilang itu terlalu ramai dan menghentikannya dari menghalangi jalan. Kemudian, Simon meminta sopir untuk menjemput anak itu.Setelah beberapa saat, sopir berhasil menjemput anak kecil itu, tetapi seorang gadis kecil mengikuti di sampingnya. Sharon berpikir itu pasti teman sekelas si kecil.Ketika Sharon melihat itu, ia mulai membayangkan adegan di mana putranya beberapa tahun lebih tua dan membawa pulang pacarnya ke rumah untuk bertemu orang tua."Siapa teman kamu, Sebastian?"“Bu, ini Celia. Teman sebangku aku. Hari ini dia ulangtahun tapi orang tuanya sibuk banget dan nggak sempet ngerayain. Boleh nggak aku ngerayain sama dia hari ini? ”Jadi ternyata itu perayaan ulang tahun. Tidak heran anak itu memanggilnya dan Simon.“Boleh dong, tapi kamu harus kasih tahu orang tuanya terlebih dahulu. Kalau nggak, mereka mungkin pikir Celia hilang dan mere
Simon mengerutkan kening melihat Sharon seperti kabur.Ketika tiba di ruangan pribadi tersebut, semua hidangan yang mereka pesan disajikan. Sebastian sudah menghabiskan uang sakunya untuk pesan kue untuk Celia dan gadis kecil itu hampir meneteskan air mata.Sharon tidak pernah mengira putranya begitu bijaksana. Ia pasti akan memiliki banyak trik untuk mengejar seorang gadis nanti!Celia membuat permintaan dan meniup lilin. Kemudian, ia membagi kue dan memberikan potongan pertama kepada Sebastian. Namun, setelah itu dia mendatangi Simon dengan potongan yang jauh lebih besar dan bilang, “Paman, ini kuenya. Potongan pertama buat paman.”Gadis kecil itu tampak agak malu ketika berbicara dengan Simon. Satu-satunya hal seharusnya ada itu dua hati merah yang muncul dari matanya.Sharon meletakkan dagunya di tangannya dan merenungkan apa yang sedang terjadi. Apa Celia lebih suka Simon daripada putranya?Apa sekarang Sharon bersaing dengan anak berusia lima tahun?Meskipun demikian, Simo
Begitu mereka selesai dengan kue itu, Sebastian berkata dia ingin bawa Celia ke taman bermain mal. Karena kedua orang dewasa itu cuma menemani mereka hari itu, terserah putra mereka mau putuskan apa kegiatan selanjutnya.Kedua anak kecil itu sangat riang saat di taman bermain. Sharon sudah lama tidak melihat putranya begitu bahagia.Sharon merasa agak bersalah karena harus bekerja dan tidak punya waktu untuk putranya. Apalagi sekarang ia tidak memiliki hak asuh atas Sebastian, ia bahkan memiliki lebih sedikit waktu bersamanya.Sharon dan putranya saling bergantung satu sama lain selama lima tahun terakhir. Namun, ia tidak pernah mengira putranya menjadi begitu mandiri sekarang sehingga ia bisa hidup tanpa Sharon di sisinya setiap hari.Namun, ia menyadari sekarang putranya masih membutuhkan bimbingannya. Selama ini Sharon menolak untuk mengakuinya.Sebastian bilang ia ingin merayakan ulang tahun Celia hari ini, tetapi sebenarnya, itu karena ia butuh teman bermain. Melihat betapa g
Sharon sedang membaca buku cerita ketika si kecil tertidur. Jadi, ia dengan lembut mencium dahi putranya dan menyelimutinya sebelum meninggalkan ruangan dengan hati-hati.Ketika Sharon berjalan ke ruang tamu, ia melihat Simon dengan handuk melilit pinggangnya, melangkah keluar dari kamar mandi. Ia sedang mengeringkan rambut hitamnya yang basah dengan handuk lain di tangannya.Sharon sedikit batuk dan dengan cepat mengalihkan pandangannya. Kapan Sharon jadi sering berfikir mesum seperti itu?Simon sedikit senang Sharon memperhatikan sosoknya yang pasti terlihat luar biasa. Simon menyeringai licik padanya dan bertanya, "Apa Sebastian sudah tidur?""Ya, dia sudah tidur," jawabnya sambil meneguk pelan. Semakin sulit untuk mengendalikan dirinya saat matanya mencoba untuk mengintip beberapa kali lagi.Namun, pria itu berjalan langsung ke arahnya dan menyerahkan handuk, berkata, “Keringin rambut aku dong.” Benar-benar pria yang suka memerintah.Simon pergi dan dengan tenang duduk di sof
Sharon mencoba melawan ketika suara putra mereka tiba-tiba terdengar, “Bu? Ibu di mana?"Sepertinya si kecil tiba-tiba terbangun dan ketika menyadari tidak ada orang di sekitarnya, ia berlari keluar untuk mencari Ibunya.Sekarang Sebastian hanya bisa melihat ibunya di akhir pekan, ia tidak bisa meluangkan waktu sedetik pun darinya. Karena itu, ia harus memastikan Ibu tidur di sisinya.Suara putranya dengan keras mengejutkan Sharon dan ia buru-buru menjauh dari pria yang masih memeluknya. Ia cemas, namun berhasil menahan suaranya saat ia mendesak, “Bangun. Sebastian nyariin nih!”Apa Sharon menyuruhnya berhenti saat ini? Gila!Wajah Simon sangat gelap. Pembuluh darah di dahinya berdenyut-denyut karena harus menahan sabar.Brengsek! Ia seharusnya mengantar bocah itu kembali ke rumah keluarga Zachary!Ketika si kecil mendekati mereka, Sharon masih sibuk merapikan pakaiannya.Sebastian melihat Ayahnya sedang menatapnya dengan ekspresi muram dan wajah Ibunya memerah dengan penampila