"Ada apa? Kok bisa sampe kecelakaan mobil?” Simon mendengar Sharon mengalami kecelakaan mobil. Tanpa bertanya lebih lanjut atas situasi tersebut ia segera menghentikan meeting di kantor dan bergegas ke rumah sakit.Diam-diam ia menghela nafas lega ketika melihat Sharon duduk di kursi masih hidup dan utuh, hanya saja terlihat dahinya terluka dan mengeluarkan darah. Lekukan keningnya terlihat tegang.Sharon hendak mengatakan sesuatu ketika pintu ruang pertolongan darurat terbuka. Ia refleks bangkit dan berlari. “Dokter, bagaimana kondisinya? Bisa diselamatkan kan Dok?” Ia meraih dokter pertama yang dilihatnya keluar dari pintu dan bertanya gugup.Dokter menggelengkan kepalanya. “Sayangnya, lukanya terlalu parah dan kami tidak bisa selamatkannya. Kami harus menyatakan waktu kematian.”Pada saat itu Sharon membeku dan seperti ada sambaran petir mengenai jantungnya!Setelah itu, Sharon menyaksikan Manajer Cook didorong keluar dan sudah tertutup kain putih. Ia berteriak meraung, tidak percay
Tatapan Simon membuat tubuhnya terasa sangat panas, Sharon tidak kuat dan membuang muka. "Saya naik sekarang ya Pak." lalu turun dari mobil dan berjalan ke depan tanpa melihat ke belakang.Ia bertanya-tanya apakah ia terlalu sensitif ataukah sikap Simon terhadapnya terasa berbeda dari sebelumnya?…Pada hari ini, Sharon menghadiri pemakaman Manajer Cook.Jika bukan karena pengorbanan beliau, Sharon lah akan ada di dalam peti mati.Polisi telah menutup kasus ini dan menyimpulkan pengemudi telah minum sebelum mengemudi.Jadi, pengemudi tersebut adalah orang yang paling bertanggung jawab atas semuanya.Sharon keluar dari area pemakaman ketika hujan mulai turun. Ia mengeluarkan payung dari tasnya dan membukanya. Saat itu ia menerima pesan di ponselnya.Ekspresinya berubah dalam sepersekian detik setelah mengklik pesan itu.Teks itu menulis: [Kamu beruntung lolos kali ini. Lain kali lihat saja!]Itu adalah pesan dari nomor yang tidak dikenal.Tangan Sharon gemetar saat ia memegang teleponnya
Hati Sharon tak karuan, ia berbalik pergi mencari anaknya.Simon tidak berusaha menghentikannya. Matanya menjadi gelap dan ia mengikuti dari belakang.Sharon pergi ke tempat mereka menanam pohon. Itu tidak terlalu jauh, tetapi sangat jarang orang yang akan berjalan melewati daerah itu dan tempat itu juga dikelilingi oleh banyak pohon.“Sebastian? Kamu di mana?" Sharon berjalan ke lumpur dengan payungnya. Saat ini hujan sudah turun dengan lebat.“Sebastian, jawab Ibu nak….” Sharon hampir menangis karena ketakutan. Ia tidak dapat menemukan putranya melalui tirai hujan yang lebat.Ia tidak punya orang lain dan putranya satu-satunya yang ia miliki. Ia akan hancur kalau putranya hilang!Kemudian ia tiba-tiba terpeleset dan jatuh ke lumpur. Saat ia jatu, payung yang ia pegang jatuh ke samping, air hujan yang dingin memercik ke seluruh tubuhnya. Namun, ia dengan cepat beranjak untuk bangkit kembali dan berteriak mencari putranya, “Sebastian!”Simon, yang tidak jauh di belakang, melihat pemand
"Kok kamu di sini, Simon?" Fiona berkata dengan senyum sinis.Simon tidak menjawab dan Sebastian datang mengadu, “Paman, nenek tua itu memukul ibuku waktu itu dan sekarang ia menculikku. Ia jelas bukan orang yang baik. Tolong bantu saya lapor polisi.”Simon mengerutkan kening setelah mendengar ini. Apa ia memukul Sharon sebelumnya?Dan lalu ia tiba-tiba ingat bekas lebam di wajah Sharon waktu itu.Ia menyipitkan matanya dan ada sedikit aura dingin terlihat dari matanya. “Fiona, kenapa harus buat hal kayak gini ini ke anak kecil?”Fiona tersenyum santai. “Simon, ini dosa dan urusan pribadi Howard. Kamu nggak perlu ikut campur.”Mereka saat ini ada di pusat tes DNA. Fiona jelas akan mengikuti tes paternitas hari ini untuk melihat apakah anak itu adalah anak Howard atau bukan."Simon, berikan anak itu ke saya." Ia bersikeras, tidak mau rencana hari ini gagal.Sebastian menatap pria jangkung itu dan mengedipkan matanya. “Paman, bukannya kamu mau panggil polisi? Kalau begitu pinjam ponselmu
Fiona benar-benar bingung. Bagaimana mungkin anak itu anak Simon? Apa ia benar-benar melakukannya dengan Sharon?Astaga, apa mungkin Simon akan bertanggung jawab atas mereka dan menikahi Sharon?Fiona mengepalkan tangannya dengan marah.Simon membawa Sebastian keluar dari rumah sakit itu dan menelepon Sharon untuk memberitahu bahwa anak itu telah ditemukan. Ia bilang ia akan membawa pulang anak itu dan sebaiknya Sharon juga pulang.Dalam perjalanan pulang, keduanya duduk di dalam mobil. Sebastian menggoyangkan betisnya dan menatap pria jangkung yang tampak dingin di sebelahnya. ia bertanya, "Paman, tadi nenek tua nya jadinya diapain?"Simon mengangkat alisnya dan menyipitkan matanya. "Aku bilang ke nenek kalau aku ayahmu, jadi ia tidak akan pernah ganggu kamu lagi."Sebastian duduk tegak dan bertanya, "Udah begitu aja?"Pria itu mengangguk kecil. "Ya."Sebastian sulit untuk percaya. “Kamu memang hebat ya paman? ia sampai takut sama kamu?”Pria itu tampak dingin dan arogan ketika ia ber
Sharon tampaknya tidak paham arti di balik kata-kata Simon tetapi ia tidak mau merenungkannya lebih jauh. Setelah melihat betapa kotornya dirinya, ia tidak dapat menahan senyum. “Aku mandi dulu. Bentar ya.”Setelah itu ia menatap putranya lagi. "Sebastian, titip Paman ya.""Ok." Sebastian segera pergi dan membawa permainan catur mereka yang belum selesai. "Paman, lanjutin main catur yang kemarin yuk?""Oke." Simon mengiyakannya.Sharon menatap mereka dengan linglung. Mereka benar-benar terlihat seperti ayah dan anak.Hatinya tegang dan ia tidak mau memikirkan itu lebih jauh lagi. Ia berbalik dan pergi ke kamar mandi.Ketika Sharon keluar setelah mandi, ia mendengar si kecil berseru kegirangan, “Skak! menang! Aku akhirnya menang kali ini!”Ia berjalan ke ruang tamu. Melihat putranya menari penuh kemenangan, Simon sedikit tersenyum, ia terlihat ikut bahagia.Melihat Sharon berjalan mendekat, si kecil segera berlari untuk mengumumkan kabar baik, “Bu, kali ini aku menang dari Paman!”"Apa
Sharon menatap pria tampan itu dengan heran. Mengapa ia menyerahkan perjanjian pernikahan ini padanya?"Saya tidak begitu paham maksud bapak, Presiden Zachary." setelah hening agak lama karena ia nyaris tidak berhasil mengucapkan kata-kata.aPria itu tampak tidak bisa ditebak. “Perjanjiannya kan sudah jelas. Saya butuh istri dan anak kamu butuh ayah.”Sharon telah membaca secara singkat kesepakatan itu, yang menyatakan mereka akan menikah, tetapi itu akan dirahasiakan dan ia akan menjadi istri formalitas saja.Namun, ia masih tidak bisa paham kenapa Simon memilihnya?“Presiden Zachary, anak saya memang butuh ayah, tetapi tidak harus Anda.”"Harus saya pastinya," jawabnya segera.Dengan tatapan aneh, Sharon menatap mata hitam Simon yang dalam dan mendengarnya mengucapkan kata-kata, "Lima tahun yang lalu, Hotel Monarch."Begitu ia mengucapkan kata-kata ini, Sharon bisa merasakan urat nadinya tiba-tiba menegang. Ia menatapnya sejenak dan emosinya naik turun. "Anda..."“Saya pria yang wakt
Mungkin karena ia melihat keraguan di mata Sharon, ia melanjutkan kata-katanya, “Sebastian itu darah daging saya. Jadi apa kamu pikir saya akan membiarkan dia tinggal di luar jauh dari saya? Bahkan kalau aku yang mengizinkannya, keluarga Zachary tetap tidak akan mau.”Sharon mengerti sekarang. Kalau keluarga Zachary tahu Sebastian itu putra Simon, mereka pasti tidak ingin anak itu tinggal bersamanya!Mereka akan merebutnya dan membawa anak itu ke rumah keluarga Zachary.Pikirannya sangat kacau, tiba-tiba lalu ia menggenggam tangan Simon dengan erat. "Kamu nggak bisa ambil anakku dariku!"Simon mengangkat alisnya sedikit dan ada sedikit kerutan di bibir tipisnya. "Karena itu alasan kenapa aku tawarkan ke kamu pernikahan ini."Sharon benar-benar diam. Ia paham betul jika keluarga Zachary membawa anaknya pergi, kekuatannya tidak akan kuat untuk mampu menghentikan mereka.Apa itu berarti ia tidak punya pilihan lain selain menandatangani perjanjian ini?Tiba-tiba ia memikirkan putranya yang
“Sekarang aku udah selesaikan semua permintaan terakhir dia." Yvonne melirik Quincy untuk terakhir kalinya, yang diliputi keterkejutan. Dia kemudian meninggalkan ruangan.Quincy tidak mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal. Dia terus menatap kotak abu itu. Dia menatap kotak abu dalam diam untuk waktu yang sangat lama. Terry bertanya padanya, "Nona, apa kamu percaya kalau ini abu Dayton Night?" Dia berbalik untuk melihat Terry. Sejujurnya, dia tidak terlalu percaya. "Kenapa kamu nggak lihat dulu aset yang dia transfer ke kamu dan lihat apa itu asli?" Terry menyarankan. "Bantu aku cek ini." Dia menyerahkan tumpukan tebal dokumen kepadanya sehingga dia bisa memverifikasinya. "Aku akan cek sekarang." Terry segera meninggalkan kantor. Quincy menatap kotak abu dan bergumam pelan, "Dayton Night, kamu mau ngapain lagi sekarang?" Dia terkejut ketika Terry memberitahunya bahwa Dayton benar-benar telah mentransfer semua aset dan keuangannya kepadanya setelah memverifikas
Quincy masih tenggelam dalam pikirannya ketika sekretarisnya meneleponnya melalui saluran telepon internal. Sekretarisnya memberi tahu dia bahwa seorang wanita bernama Yvonne Leif ada di sini untuk menemuinya.Dia mengerutkan kening. Yvonne Leif?Setelah memikirkannya sebentar, dia akhirnya ingat. Apakah Yvonne Leif bukan wanita yang waktu itu dengan Dayton? Kenapa dia mencarinya sekarang? Jika dia tidak mati, maka Dayton Night... Jantung Quincy tergopoh-gopoh. Dia meminta sekretarisnya untuk membawanya masuk sekaligus. Setelah beberapa saat, sekretarisnya membawa Yvonne ke kantor. Sejak Yvonne muncul di kantornya, Quincy terus menatapnya. Dia masih punya bayangan. Dia bukan hantu atau roh…Yvonne baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak terlihat terluka sama sekali.Apakah dia berhasil menghindari pengeboman di pulau itu?Yvonne mengenakan kacamata hitam dan memegang sebuah kotak. Dia membawa tas tangannya di pergelangan tangannya. Setelah beberapa
Ekspresi Dayton terlihat gelap saat dia menatap pulau itu dengan tatapan suram. Dia mengerucutkan bibirnya. Dia tidak punya niat untuk mengatakan apa-apa.Dia tidak ingin meninggalkan pulau itu. Yvonne dan anak buahnya adalah orang-orang yang dengan paksa membawanya pergi."Aku lebih suka tinggal di pulau itu." katanya setelah beberapa saat.Yvonne menatapnya dengan kaget. Setelah beberapa detik, dia tertawa terbahak-bahak. “Kamu memang tahu dia akan bom kamu sampai mati, kan? Itu akan lebih baik dari pada mati setelah melalui semua siksaan penyakit kamu, kan?”Setelah hening sejenak, dia berkata, "Aku berhutang budi sama dia."Bagaimanapun, dia tidak akan bisa hidup lama. Dia hanya harus memenuhi keinginan Quincy dan membiarkannya mengakhiri hidupnya secara pribadi.Dia tidak akan menyesal jika dia mati di tangannya.Yvonne tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar wajahnya. Dia kemudian memarahi dirinya sendiri dengan keras, “Kenapa aku terlalu ikut campur?! Kenapa aku bers
Quincy mengarahkan pandangan dinginnya ke arah itu. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Ayo pergi."Terry tidak tahu apa yang dia lihat barusan. Dia hanya memperhatikan ekspresi tidak menyenangkan di wajah Quincy..Dia mengikutinya dan bertanya, “Nona, di mana bajingan itu, Dayton Night? Apa Nona mau saya tangkap dia dengan tangan saya sendiri?” Dia tidak berpikir bahwa dia akan membiarkan Dayton pergi.Quincy tidak berhenti berjalan. "Nggak usah. Aku tahu gimana hadapin dia.”Ada sedikit kebrutalan dalam suaranya yang dingin. Terry sedikit terkejut. Dia sepertinya mengerti sesuatu. Dia berhenti berbicara dengannya setelah itu. Helikopter sudah menunggu mereka di luar. Quincy dan Terry naik ke helikopter.Di bawah mereka, pulau itu dalam kekacauan besar. Tidak ada yang bisa menghentikannya pergi sekarang."Nona, bisa kita pulang sekarang?" tanya Terry.Quincy melirik situasi di bawah dan menatapnya. Ada ekspresi yang sangat tenang di wajahnya. "Kamu bawa banyak bahan peleda
“Dokter Leif, datang dan lihat Tuan Muda. Dia muntah darah lagi,” salah satu anak buah Dayton memberitahunya begitu mereka melihatnya.Yvonne berjalan di depan Dayton. Dia melihat darah yang dimuntahkannya ke lantai. Dia tidak lagi terganggu akan hal itu. “Kalian harus belajar membiasakan diri dengan hal seperti ini. Lagi pula, itu akan sering terjadi nanti.”Anak buah Dayton tercengang. Apa artinya itu? Tuan Muda akan sering muntah darah nanti? Dayton bersandar di sofa di belakangnya dan memejamkan mata. Dia tidak punya tenaga untuk bicara lagi. Yvonne tidak ingin menghukumnya setelah melihat kondisinya saat ini. Dia jelas tahu bahwa dia telah menyerah pada dirinya sendiri sejak lama. Dia hanya menunggu kematiannya sendiri. Karena itu, dia tidak buru-buru untuk melakukan pengobatan akupuntur pada dirinya. Grhhhh…Grrrhhrh…Grrrrhhhh…. Gemuruh suara keras terdengar dari luar. Dayton segera membuka matanya. Kedengarannya seperti sebuah pesawat terbang?Dia segera memberi ta
Quincy sangat marah hingga wajahnya memerah. Jika dia tidak ditahan oleh pengawalnya, dia pasti akan mencekiknya sampai mati sekarang!Yvonne, yang mengawasi mereka di samping, tidak bisa memaksa dirinya untuk terus menonton mereka lagi. Dia merasa sangat canggung sebagai orang luar. Karena itu, dia bangkit dan berkata, "Kalian harus makan pelan-pelan." Dia meninggalkan ruangan setelah berbicara.Dia benar-benar tidak bisa memahami seseorang seperti Dayton Night. Mengapa dia begitu gigih mendapatkan Quincy Lane?Sebenarnya, dia memang pria yang gigih. Namun, dia pasti malah sebuah mimpi buruk bagi Quincy.Dia bisa tahu betapa Quincy membencinya. Kalau tidak, dia tidak akan menyandera Lennon. Dia ingin meninggalkan pulau ini.Mungkin cinta bukan hanya tentang memberi. Beberapa jenis cinta didefinisikan oleh belenggu dan pemenjaraan juga. Dayton tidak hanya menjebak Quincy, tetapi dia juga melakukannya pada dirinya sendiri. Namun, mungkin ini adalah keinginan terakhirnya dalam h
Yvonne menatapnya. Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata.Quincy didorong kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya kemudian ditutup rapat. Dia mendengar suara kunci terkunci di luar. Sialan, Dayton Night. Dia menyuruh anak buahnya untuk menguncinya. Dia benar-benar kehilangan kebebasannya. Quincy tidak punya ide lagi. Dia hanya bisa berpuasa. Dia lebih baik mati daripada dipenjara olehnya.Dia mulai berpuasa.Anak buah Dayton segera melaporkan situasi ini kepadanya. Dia ingin pergi untuk melihatnya, tetapi dia benar-benar tidak punya energi sekarang.“Bawa dia.” Dia tidak punya pilihan selain meminta mereka membawa Quincy ke kamarnya. Sebelum Quincy tiba, dia meminta Yvonne untuk membantunya ke sofa agar dia bisa duduk. Dia tidak bisa membiarkan Quincy melihatnya terbaring di tempat tidur dengan begitu sakit. Yvonne mau tidak mau bertanya, “Kenapa kamu harus melakukan ini? kamu berusaha keras untuk pura-pura baik-baik aja di depan dia. Nggak bisa apa kamu kasih tahu dia soal penyak
Quincy mau tidak mau merasa terkejut setelah melihat penampilan Dayton. Dia menatapnya dengan tatapan yang membuatnya tampak seperti akan memakannya hidup-hidup!"Kamu di pulau?" dia bertanya padanya. Mengapa anak buahnya menipunya? "Apa kamu coba sandera anak buah aku untuk kaburi karena kamu ngira aku nggak ada di sini?" Dayton dipenuhi amarah. "Dayton Night, apa yang kasih kamu hak untuk menjebak aku di sini?" Seharusnya dia yang marah padanya.Saat itu, Yvonne mengejarnya.“Kamu harus kembali.” Dia mengingatkan Dayton setelah berjalan ke sisinya. Namun, pikiran Dayton hanya dipenuhi dengan pikiran tentang Quincy. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang dikatakan Yvonne.Kilatan mengejek muncul di tatapan Quincy ketika dia melihat Yvonne juga ada di pulau itu. Tidak heran anak buahnya tidak mau memberitahunya bahwa dia sudah berada di pulau itu. Dia telah membawa wanita lain. Mustahil baginya untuk tidak mengenali wanita ini. Dia adalah wanita yang dia permainkan di rum
Saat itu, Lennon mendeteksi nada mengejek dalam suaranya. Dia sama sekali tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak.Dia menundukkan kepalanya dan mengupas apel dengan saksama. Dia tidak berniat untuk terus berbicara dengannya lagi. “Biarin aku kupas sendiri. Tangan kamu nggak bersih.” Quincy secara alami meraih pisau itu. Lennon tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya merasa sedikit ketakutan. Dia menyerahkan pisau dan apelnya sekaligus. Namun demikian, Quincy hanya mengambil pisau buah itu. Dia tidak mengambil apel darinya. Sementara dia bertanya-tanya apakah dia pikir tangannya kotor, dia memegang pisau buah dan mendekatinya. Dia segera meletakkan pisau di lehernya. “Nyonya Muda, kamu…” Lennon akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Ini adalah tujuan sebenarnya. Quincy menatapnya dengan dingin dan berteriak dengan dingin, “Jalan!"Lennon tidak punya pilihan selain mematuhinya dan berjalan keluar.Orang-orang yang berdiri di dekat pintu terkejut ketika mereka meli