"Kenapa niat banget cari tahu?" Sally tidak cemas seperti sebelumnya."Aku dengar percakapan di antara kalian sebelumnya. Apa kamu nggak takut aku memberitahu kelakuan kalian ke Howard?""Oh? Memangnya apa yang kita katakan tadi? Apa yang mau kamu katakan pada Howard?" Sally memasang tampang polos."Anak dalam kandunganmu bukan milik Howard, anak itu anak pria tadi!" Sharon tidak pernah mengira Sally akan mengkhianati Howard.Mata Sally mulai berputar-putar karena marah. Namun demikian, ia dapat segera menyembunyikan hal itu dan terkekeh, "Jadi apa? Apa kamu pikir Howard bakal percaya kamu, mantan pacarnya yang mengkhianatinya, atau saya, istrinya?"Sharon menatapnya dengan dingin. "Mungkin ia nggak akan percaya padaku, tapi begitu kamu melahirkan anak itu, aku akan kasih tahu ibu mertuamu tentang identitas anak itu. Aku yakin ia akan melakukan tes DNA paternitas."Senyum di mulut Sally menghilang. Tatapan tajamnya tertuju pada Sharon saat ia berkata, "Sharon, kenapa kamu enggak menyer
Howard memelototi Sharon dengan dingin karena tahu Sally sepertinya telah diganggu oleh Sharon. "Apa yang kamu lakukan pada Selly?"Sharon melirik Howard yang berusaha melindungi Sally, dengan dingin saat dia menganggapnya lucu.Sangat mengejutkan, pria yang pernah menyatakan ia hanya akan mencintai Sharon saat ini sedang melindungi wanita lain dan marah padanya.Ia menatap Sally dan bertanya, "Aku akan tanya untuk terakhir kalinya. Kamu mau kasih tau nggak siapa pria di foto itu?"Kilatan kecemasan terlihat di mata Sally. Mustahil baginya untuk tidak takut pada Sharon yang melontarkan kalimat seperti itu di depan Howard."Pria siapa?" tanya Howard penasaran.Sally berkata dengan cemas, "Ga usah diladenin. Ia coba ancam aku tadi bahkan minta aku untuk mengembalikanmu padanya."Sharon tersenyum dingin. ‘Sudah sejauh ini, bisa-bisanya Sally masih bohong kepada Howard.' Bahkan saat ini Sharon merasa kasihan pada Howard.Karena Sally tidak mau bekerja sama, dia tidak punya cara untuk bersi
Wajah tua Douglas menjadi gelap, "Dia lolos tes kok untuk jadi sekretaris kamu."Simon menyipitkan matanya. "Saya tidak mencari sekretaris. Kalau Direktur Zachary memaksa supaya dia bekerja di kantor, saya akan minta departemen personalia menempatkannya di posisi yang sesuai.""Tidak perlu. Dia akan lebih baik jadi sekretarismu.""Direktur Zachary, anda mau cari sekretaris atau wanita untuk saya?" Simon tidak lagi ingin bertele-tele.Douglas menemukan percakapan itu agak melelahkan dan akhirnya terus terang, "Rebecca itu saya lihat tumbuh dari kecil sampai dewasa. Gadis itu baik. Dia unggul dalam bidang akademik dan lembut, Dia cocok menjadi istrimu dan bisa membantumu""Ayah, aku tidak kekurangan wanita." Simon bermaksud mengatakan bahwa ia tidak tertarik sedikitpun pada wanita di sekitarnya.Douglas mendengus. "Oh benarkah? Jadi maksudmu kamu sudah punya pacar di sampingmu? Kok saya tidak sadar?"Simon melihat sekeliling dan pikirannya mulai memikirkan Sharon. Nada suaranya berubah,
Sharon tercengang ketika melihat pria tinggi dan besar itu. "Presiden Zachary? Kok ke sini?""Paman ada di sini untuk cek kaki ibu sudah sembuh atau belum," jawab Sebastian atas nama Simon.Sharon tidak mengira ia akan begitu peduli padanya dan dengan ia cepat menjawab, "Itu bukan masalah besar. Saya cukup sehat untuk kembali bekerja besok. Anda tidak harus repot-repot jenguk.""Sama sekali tidak repot. Lagi pula, kamu luka karena saya," kata Simon pelan."Shar, kok Presiden Zachary ga disuruh masuk?" Riley menambahkan.Baru lah Sharon menepi dari pintu dan dengan cepat mempersilahkan Simon masuk. "Presiden Zachary, silakan masuk dan duduk."Kaki panjang pria itu melangkah masuk ke dalam rumah tanpa rasa malu.Sharon mengundangnya untuk duduk sebelum menuangkan secangkir air untuknya dan meletakkannya di depannya.Saat Riley pergi menjemput Sebastian tadi, ia sempat membeli makanan untuk makan malam malam. Ia meletakkan piring itu di dapur dan kemudian keluar untuk berkata kepada Shar
Persiapan makan malam sudah selesai, ia lalu mempersilahkan Simon untuk duduk.Sharon merasa seolah-olah ia tidak menghormatinya ketika ia melihat hanya tiga hidangan ya dibuat. Ia benar-benar malu. “Maklum ya pak… tidak banyak hidangan. Semoga bapak bisa kenyang ya."Simon tidak mengatakan sepatah kata pun dan hanya duduk di sisi meja.Sebastian, di sisi lain, puas. "Bu, daging babi rebus nya gede banget, ini sudah cukup banget."Simon memandang anak kecil itu dan menatap lengan dan kakinya yang kurus. 'Mungkinkah mereka punya kehidupan yang sulit sebelumnya sehingga anak itu tidak punya daging untuk dimakan?'"Ayo makan yang banyak." Simon memberi Sebastian sepotong besar daging babi rebus."Terima kasih paman, aku ambil sendiri bisa kok. Ga perlu sopan sopan begitu." Setelah Sebastian selesai berbicara dan mengambil dua potong daging lagi lalu meletakkannya di mangkuknya.Melihat Sebastian makan dengan sangat bahagia, Simon tersenyum tanpa ia sadari."Presiden Zachary, ayo pak makan
Telapak tangan Simon yang besar, hanya dipisahkan oleh lapisan tipis pakaian Sharon, melingkari pinggangnya. Sharon merasa seolah-olah kulit di daerah itu terbakar.Sensasi hangat menyebar ke seluruh pipinya dan wajahnya terasa sangat panas.'Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku?'Sharon tidak menyadari bagaimana dia berjalan ke sisi mobil. Franky memegang payung di samping pintu mobil. Melihat mereka berdua berjalan ke arahnya, dia berinisiatif membuka pintu mobil dan menunggu Simon masuk.Sharon merasa kesal. 'Franky pasti bawa sepasang payung. Ngapain saya repot-repot begini.'Di sisi mobil, Simon melepaskan Sharon dan mengembalikan payungnya.Sharon menurunkan pandangannya. "Hati-hati Pak.""Ok. Kamu juga ya, perhatikan keselamatanmu." Mata pria itu penuh perhatian saat dia menatapnya."Kalau begitu, saya balik ke apartemen." Sharon menyadari tatapan berbeda dari Simon."Sampai jumpa besok," Simon melontarkan kata-kata terakhirnya.Sharon mengangkat pandangannya. "Sampai jumpa besok,"
Sejak terakhir Sharon bertemu dengannya dan Connor Leonard di rumah sakit, Sally tidak bisa menahan perasaan ketakutan bahwa Sharon mengetahui rahasianya. Akibatnya, dia menugaskan orang untuk mengawasi semua gerakan Sharon diam-diam.Dia tidak mengira Sharon akan merayu Simon!Setelah melihat beberapa gambar terakhir, dia tiba-tiba menjadi gelisah. Matanya memanas karena marah, dan dia hampir menghancurkan ponselnya.Beberapa foto terakhir adalah foto Howard dan Sharon bersama!"Ini sudah larut malam dan dia belum pulang. Ternyata dia pergi temui Sharon!'Dia menatap foto-foto itu dengan kebencian yang luar biasa karena kemarahan terlihat berputar-putar di matanya. 'Dia pantas mati! Aku nggak bisa membiarkan Sharon jadi sombong lagi. Aku harus memberinya pelajaran!'…Keesokan harinya setelah hujan, cuaca cerah dan udara segar.Cedera di kaki Sharon hampir sembuh total dan dia kembali bekerja hari itu.Seperti biasa dia akan mengantar putranya ke sekolah sebelum berangkat ke kantor k
"Ada apa? Kok bisa sampe kecelakaan mobil?” Simon mendengar Sharon mengalami kecelakaan mobil. Tanpa bertanya lebih lanjut atas situasi tersebut ia segera menghentikan meeting di kantor dan bergegas ke rumah sakit.Diam-diam ia menghela nafas lega ketika melihat Sharon duduk di kursi masih hidup dan utuh, hanya saja terlihat dahinya terluka dan mengeluarkan darah. Lekukan keningnya terlihat tegang.Sharon hendak mengatakan sesuatu ketika pintu ruang pertolongan darurat terbuka. Ia refleks bangkit dan berlari. “Dokter, bagaimana kondisinya? Bisa diselamatkan kan Dok?” Ia meraih dokter pertama yang dilihatnya keluar dari pintu dan bertanya gugup.Dokter menggelengkan kepalanya. “Sayangnya, lukanya terlalu parah dan kami tidak bisa selamatkannya. Kami harus menyatakan waktu kematian.”Pada saat itu Sharon membeku dan seperti ada sambaran petir mengenai jantungnya!Setelah itu, Sharon menyaksikan Manajer Cook didorong keluar dan sudah tertutup kain putih. Ia berteriak meraung, tidak percay
“Sekarang aku udah selesaikan semua permintaan terakhir dia." Yvonne melirik Quincy untuk terakhir kalinya, yang diliputi keterkejutan. Dia kemudian meninggalkan ruangan.Quincy tidak mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal. Dia terus menatap kotak abu itu. Dia menatap kotak abu dalam diam untuk waktu yang sangat lama. Terry bertanya padanya, "Nona, apa kamu percaya kalau ini abu Dayton Night?" Dia berbalik untuk melihat Terry. Sejujurnya, dia tidak terlalu percaya. "Kenapa kamu nggak lihat dulu aset yang dia transfer ke kamu dan lihat apa itu asli?" Terry menyarankan. "Bantu aku cek ini." Dia menyerahkan tumpukan tebal dokumen kepadanya sehingga dia bisa memverifikasinya. "Aku akan cek sekarang." Terry segera meninggalkan kantor. Quincy menatap kotak abu dan bergumam pelan, "Dayton Night, kamu mau ngapain lagi sekarang?" Dia terkejut ketika Terry memberitahunya bahwa Dayton benar-benar telah mentransfer semua aset dan keuangannya kepadanya setelah memverifikas
Quincy masih tenggelam dalam pikirannya ketika sekretarisnya meneleponnya melalui saluran telepon internal. Sekretarisnya memberi tahu dia bahwa seorang wanita bernama Yvonne Leif ada di sini untuk menemuinya.Dia mengerutkan kening. Yvonne Leif?Setelah memikirkannya sebentar, dia akhirnya ingat. Apakah Yvonne Leif bukan wanita yang waktu itu dengan Dayton? Kenapa dia mencarinya sekarang? Jika dia tidak mati, maka Dayton Night... Jantung Quincy tergopoh-gopoh. Dia meminta sekretarisnya untuk membawanya masuk sekaligus. Setelah beberapa saat, sekretarisnya membawa Yvonne ke kantor. Sejak Yvonne muncul di kantornya, Quincy terus menatapnya. Dia masih punya bayangan. Dia bukan hantu atau roh…Yvonne baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak terlihat terluka sama sekali.Apakah dia berhasil menghindari pengeboman di pulau itu?Yvonne mengenakan kacamata hitam dan memegang sebuah kotak. Dia membawa tas tangannya di pergelangan tangannya. Setelah beberapa
Ekspresi Dayton terlihat gelap saat dia menatap pulau itu dengan tatapan suram. Dia mengerucutkan bibirnya. Dia tidak punya niat untuk mengatakan apa-apa.Dia tidak ingin meninggalkan pulau itu. Yvonne dan anak buahnya adalah orang-orang yang dengan paksa membawanya pergi."Aku lebih suka tinggal di pulau itu." katanya setelah beberapa saat.Yvonne menatapnya dengan kaget. Setelah beberapa detik, dia tertawa terbahak-bahak. “Kamu memang tahu dia akan bom kamu sampai mati, kan? Itu akan lebih baik dari pada mati setelah melalui semua siksaan penyakit kamu, kan?”Setelah hening sejenak, dia berkata, "Aku berhutang budi sama dia."Bagaimanapun, dia tidak akan bisa hidup lama. Dia hanya harus memenuhi keinginan Quincy dan membiarkannya mengakhiri hidupnya secara pribadi.Dia tidak akan menyesal jika dia mati di tangannya.Yvonne tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar wajahnya. Dia kemudian memarahi dirinya sendiri dengan keras, “Kenapa aku terlalu ikut campur?! Kenapa aku bers
Quincy mengarahkan pandangan dinginnya ke arah itu. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Ayo pergi."Terry tidak tahu apa yang dia lihat barusan. Dia hanya memperhatikan ekspresi tidak menyenangkan di wajah Quincy..Dia mengikutinya dan bertanya, “Nona, di mana bajingan itu, Dayton Night? Apa Nona mau saya tangkap dia dengan tangan saya sendiri?” Dia tidak berpikir bahwa dia akan membiarkan Dayton pergi.Quincy tidak berhenti berjalan. "Nggak usah. Aku tahu gimana hadapin dia.”Ada sedikit kebrutalan dalam suaranya yang dingin. Terry sedikit terkejut. Dia sepertinya mengerti sesuatu. Dia berhenti berbicara dengannya setelah itu. Helikopter sudah menunggu mereka di luar. Quincy dan Terry naik ke helikopter.Di bawah mereka, pulau itu dalam kekacauan besar. Tidak ada yang bisa menghentikannya pergi sekarang."Nona, bisa kita pulang sekarang?" tanya Terry.Quincy melirik situasi di bawah dan menatapnya. Ada ekspresi yang sangat tenang di wajahnya. "Kamu bawa banyak bahan peleda
“Dokter Leif, datang dan lihat Tuan Muda. Dia muntah darah lagi,” salah satu anak buah Dayton memberitahunya begitu mereka melihatnya.Yvonne berjalan di depan Dayton. Dia melihat darah yang dimuntahkannya ke lantai. Dia tidak lagi terganggu akan hal itu. “Kalian harus belajar membiasakan diri dengan hal seperti ini. Lagi pula, itu akan sering terjadi nanti.”Anak buah Dayton tercengang. Apa artinya itu? Tuan Muda akan sering muntah darah nanti? Dayton bersandar di sofa di belakangnya dan memejamkan mata. Dia tidak punya tenaga untuk bicara lagi. Yvonne tidak ingin menghukumnya setelah melihat kondisinya saat ini. Dia jelas tahu bahwa dia telah menyerah pada dirinya sendiri sejak lama. Dia hanya menunggu kematiannya sendiri. Karena itu, dia tidak buru-buru untuk melakukan pengobatan akupuntur pada dirinya. Grhhhh…Grrrhhrh…Grrrrhhhh…. Gemuruh suara keras terdengar dari luar. Dayton segera membuka matanya. Kedengarannya seperti sebuah pesawat terbang?Dia segera memberi ta
Quincy sangat marah hingga wajahnya memerah. Jika dia tidak ditahan oleh pengawalnya, dia pasti akan mencekiknya sampai mati sekarang!Yvonne, yang mengawasi mereka di samping, tidak bisa memaksa dirinya untuk terus menonton mereka lagi. Dia merasa sangat canggung sebagai orang luar. Karena itu, dia bangkit dan berkata, "Kalian harus makan pelan-pelan." Dia meninggalkan ruangan setelah berbicara.Dia benar-benar tidak bisa memahami seseorang seperti Dayton Night. Mengapa dia begitu gigih mendapatkan Quincy Lane?Sebenarnya, dia memang pria yang gigih. Namun, dia pasti malah sebuah mimpi buruk bagi Quincy.Dia bisa tahu betapa Quincy membencinya. Kalau tidak, dia tidak akan menyandera Lennon. Dia ingin meninggalkan pulau ini.Mungkin cinta bukan hanya tentang memberi. Beberapa jenis cinta didefinisikan oleh belenggu dan pemenjaraan juga. Dayton tidak hanya menjebak Quincy, tetapi dia juga melakukannya pada dirinya sendiri. Namun, mungkin ini adalah keinginan terakhirnya dalam h
Yvonne menatapnya. Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata.Quincy didorong kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya kemudian ditutup rapat. Dia mendengar suara kunci terkunci di luar. Sialan, Dayton Night. Dia menyuruh anak buahnya untuk menguncinya. Dia benar-benar kehilangan kebebasannya. Quincy tidak punya ide lagi. Dia hanya bisa berpuasa. Dia lebih baik mati daripada dipenjara olehnya.Dia mulai berpuasa.Anak buah Dayton segera melaporkan situasi ini kepadanya. Dia ingin pergi untuk melihatnya, tetapi dia benar-benar tidak punya energi sekarang.“Bawa dia.” Dia tidak punya pilihan selain meminta mereka membawa Quincy ke kamarnya. Sebelum Quincy tiba, dia meminta Yvonne untuk membantunya ke sofa agar dia bisa duduk. Dia tidak bisa membiarkan Quincy melihatnya terbaring di tempat tidur dengan begitu sakit. Yvonne mau tidak mau bertanya, “Kenapa kamu harus melakukan ini? kamu berusaha keras untuk pura-pura baik-baik aja di depan dia. Nggak bisa apa kamu kasih tahu dia soal penyak
Quincy mau tidak mau merasa terkejut setelah melihat penampilan Dayton. Dia menatapnya dengan tatapan yang membuatnya tampak seperti akan memakannya hidup-hidup!"Kamu di pulau?" dia bertanya padanya. Mengapa anak buahnya menipunya? "Apa kamu coba sandera anak buah aku untuk kaburi karena kamu ngira aku nggak ada di sini?" Dayton dipenuhi amarah. "Dayton Night, apa yang kasih kamu hak untuk menjebak aku di sini?" Seharusnya dia yang marah padanya.Saat itu, Yvonne mengejarnya.“Kamu harus kembali.” Dia mengingatkan Dayton setelah berjalan ke sisinya. Namun, pikiran Dayton hanya dipenuhi dengan pikiran tentang Quincy. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang dikatakan Yvonne.Kilatan mengejek muncul di tatapan Quincy ketika dia melihat Yvonne juga ada di pulau itu. Tidak heran anak buahnya tidak mau memberitahunya bahwa dia sudah berada di pulau itu. Dia telah membawa wanita lain. Mustahil baginya untuk tidak mengenali wanita ini. Dia adalah wanita yang dia permainkan di rum
Saat itu, Lennon mendeteksi nada mengejek dalam suaranya. Dia sama sekali tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak.Dia menundukkan kepalanya dan mengupas apel dengan saksama. Dia tidak berniat untuk terus berbicara dengannya lagi. “Biarin aku kupas sendiri. Tangan kamu nggak bersih.” Quincy secara alami meraih pisau itu. Lennon tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya merasa sedikit ketakutan. Dia menyerahkan pisau dan apelnya sekaligus. Namun demikian, Quincy hanya mengambil pisau buah itu. Dia tidak mengambil apel darinya. Sementara dia bertanya-tanya apakah dia pikir tangannya kotor, dia memegang pisau buah dan mendekatinya. Dia segera meletakkan pisau di lehernya. “Nyonya Muda, kamu…” Lennon akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Ini adalah tujuan sebenarnya. Quincy menatapnya dengan dingin dan berteriak dengan dingin, “Jalan!"Lennon tidak punya pilihan selain mematuhinya dan berjalan keluar.Orang-orang yang berdiri di dekat pintu terkejut ketika mereka meli