Fiona menjadi cemas dan dengan cepat untuk mengejar Simon. "Simon, sepenting itu ya sampai ga bisa ditunda, supaya kamu bisa ikut makan malam?" Fiona hanya bisa melihatnya meninggalkan tempat kejadian."Biarkan saja Simon pergi," Douglas angkat bicara. Ia tahu akan sia-sia bagi mereka untuk mengambil inisiatif memperkenalkannya kepada wanita.Fiona mengepalkan tangannya. 'Aku tidak bisa membiarkan masalah ini berlalu begitu saja. Aku harus mencomblangkan Simon dengan Rebecca dan tidak membiarkan Sharon mengambil kesempatan itu.'Meski begitu, Simon memang pergi ke kantor. Meskipun sebenarnya, tidak ada hal penting yang harus dilakukan; ia hanya tidak ingin diganggu oleh orang lain.Pada saat itu, semua pekerja telah pergi, dan keheningan melanda seluruh gedung perusahaan.Ia duduk di kursi putar di kantor presiden sambil menyalakan sebatang rokok untuk dirinya sendiri. Pikirannya dibanjiri pikiran tentang Sharon dan putranya.Tiba-tiba, telepon yang diletakkan di meja kantor bergetar.
"Kenapa niat banget cari tahu?" Sally tidak cemas seperti sebelumnya."Aku dengar percakapan di antara kalian sebelumnya. Apa kamu nggak takut aku memberitahu kelakuan kalian ke Howard?""Oh? Memangnya apa yang kita katakan tadi? Apa yang mau kamu katakan pada Howard?" Sally memasang tampang polos."Anak dalam kandunganmu bukan milik Howard, anak itu anak pria tadi!" Sharon tidak pernah mengira Sally akan mengkhianati Howard.Mata Sally mulai berputar-putar karena marah. Namun demikian, ia dapat segera menyembunyikan hal itu dan terkekeh, "Jadi apa? Apa kamu pikir Howard bakal percaya kamu, mantan pacarnya yang mengkhianatinya, atau saya, istrinya?"Sharon menatapnya dengan dingin. "Mungkin ia nggak akan percaya padaku, tapi begitu kamu melahirkan anak itu, aku akan kasih tahu ibu mertuamu tentang identitas anak itu. Aku yakin ia akan melakukan tes DNA paternitas."Senyum di mulut Sally menghilang. Tatapan tajamnya tertuju pada Sharon saat ia berkata, "Sharon, kenapa kamu enggak menyer
Howard memelototi Sharon dengan dingin karena tahu Sally sepertinya telah diganggu oleh Sharon. "Apa yang kamu lakukan pada Selly?"Sharon melirik Howard yang berusaha melindungi Sally, dengan dingin saat dia menganggapnya lucu.Sangat mengejutkan, pria yang pernah menyatakan ia hanya akan mencintai Sharon saat ini sedang melindungi wanita lain dan marah padanya.Ia menatap Sally dan bertanya, "Aku akan tanya untuk terakhir kalinya. Kamu mau kasih tau nggak siapa pria di foto itu?"Kilatan kecemasan terlihat di mata Sally. Mustahil baginya untuk tidak takut pada Sharon yang melontarkan kalimat seperti itu di depan Howard."Pria siapa?" tanya Howard penasaran.Sally berkata dengan cemas, "Ga usah diladenin. Ia coba ancam aku tadi bahkan minta aku untuk mengembalikanmu padanya."Sharon tersenyum dingin. ‘Sudah sejauh ini, bisa-bisanya Sally masih bohong kepada Howard.' Bahkan saat ini Sharon merasa kasihan pada Howard.Karena Sally tidak mau bekerja sama, dia tidak punya cara untuk bersi
Wajah tua Douglas menjadi gelap, "Dia lolos tes kok untuk jadi sekretaris kamu."Simon menyipitkan matanya. "Saya tidak mencari sekretaris. Kalau Direktur Zachary memaksa supaya dia bekerja di kantor, saya akan minta departemen personalia menempatkannya di posisi yang sesuai.""Tidak perlu. Dia akan lebih baik jadi sekretarismu.""Direktur Zachary, anda mau cari sekretaris atau wanita untuk saya?" Simon tidak lagi ingin bertele-tele.Douglas menemukan percakapan itu agak melelahkan dan akhirnya terus terang, "Rebecca itu saya lihat tumbuh dari kecil sampai dewasa. Gadis itu baik. Dia unggul dalam bidang akademik dan lembut, Dia cocok menjadi istrimu dan bisa membantumu""Ayah, aku tidak kekurangan wanita." Simon bermaksud mengatakan bahwa ia tidak tertarik sedikitpun pada wanita di sekitarnya.Douglas mendengus. "Oh benarkah? Jadi maksudmu kamu sudah punya pacar di sampingmu? Kok saya tidak sadar?"Simon melihat sekeliling dan pikirannya mulai memikirkan Sharon. Nada suaranya berubah,
Sharon tercengang ketika melihat pria tinggi dan besar itu. "Presiden Zachary? Kok ke sini?""Paman ada di sini untuk cek kaki ibu sudah sembuh atau belum," jawab Sebastian atas nama Simon.Sharon tidak mengira ia akan begitu peduli padanya dan dengan ia cepat menjawab, "Itu bukan masalah besar. Saya cukup sehat untuk kembali bekerja besok. Anda tidak harus repot-repot jenguk.""Sama sekali tidak repot. Lagi pula, kamu luka karena saya," kata Simon pelan."Shar, kok Presiden Zachary ga disuruh masuk?" Riley menambahkan.Baru lah Sharon menepi dari pintu dan dengan cepat mempersilahkan Simon masuk. "Presiden Zachary, silakan masuk dan duduk."Kaki panjang pria itu melangkah masuk ke dalam rumah tanpa rasa malu.Sharon mengundangnya untuk duduk sebelum menuangkan secangkir air untuknya dan meletakkannya di depannya.Saat Riley pergi menjemput Sebastian tadi, ia sempat membeli makanan untuk makan malam malam. Ia meletakkan piring itu di dapur dan kemudian keluar untuk berkata kepada Shar
Persiapan makan malam sudah selesai, ia lalu mempersilahkan Simon untuk duduk.Sharon merasa seolah-olah ia tidak menghormatinya ketika ia melihat hanya tiga hidangan ya dibuat. Ia benar-benar malu. “Maklum ya pak… tidak banyak hidangan. Semoga bapak bisa kenyang ya."Simon tidak mengatakan sepatah kata pun dan hanya duduk di sisi meja.Sebastian, di sisi lain, puas. "Bu, daging babi rebus nya gede banget, ini sudah cukup banget."Simon memandang anak kecil itu dan menatap lengan dan kakinya yang kurus. 'Mungkinkah mereka punya kehidupan yang sulit sebelumnya sehingga anak itu tidak punya daging untuk dimakan?'"Ayo makan yang banyak." Simon memberi Sebastian sepotong besar daging babi rebus."Terima kasih paman, aku ambil sendiri bisa kok. Ga perlu sopan sopan begitu." Setelah Sebastian selesai berbicara dan mengambil dua potong daging lagi lalu meletakkannya di mangkuknya.Melihat Sebastian makan dengan sangat bahagia, Simon tersenyum tanpa ia sadari."Presiden Zachary, ayo pak makan
Telapak tangan Simon yang besar, hanya dipisahkan oleh lapisan tipis pakaian Sharon, melingkari pinggangnya. Sharon merasa seolah-olah kulit di daerah itu terbakar.Sensasi hangat menyebar ke seluruh pipinya dan wajahnya terasa sangat panas.'Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku?'Sharon tidak menyadari bagaimana dia berjalan ke sisi mobil. Franky memegang payung di samping pintu mobil. Melihat mereka berdua berjalan ke arahnya, dia berinisiatif membuka pintu mobil dan menunggu Simon masuk.Sharon merasa kesal. 'Franky pasti bawa sepasang payung. Ngapain saya repot-repot begini.'Di sisi mobil, Simon melepaskan Sharon dan mengembalikan payungnya.Sharon menurunkan pandangannya. "Hati-hati Pak.""Ok. Kamu juga ya, perhatikan keselamatanmu." Mata pria itu penuh perhatian saat dia menatapnya."Kalau begitu, saya balik ke apartemen." Sharon menyadari tatapan berbeda dari Simon."Sampai jumpa besok," Simon melontarkan kata-kata terakhirnya.Sharon mengangkat pandangannya. "Sampai jumpa besok,"
Sejak terakhir Sharon bertemu dengannya dan Connor Leonard di rumah sakit, Sally tidak bisa menahan perasaan ketakutan bahwa Sharon mengetahui rahasianya. Akibatnya, dia menugaskan orang untuk mengawasi semua gerakan Sharon diam-diam.Dia tidak mengira Sharon akan merayu Simon!Setelah melihat beberapa gambar terakhir, dia tiba-tiba menjadi gelisah. Matanya memanas karena marah, dan dia hampir menghancurkan ponselnya.Beberapa foto terakhir adalah foto Howard dan Sharon bersama!"Ini sudah larut malam dan dia belum pulang. Ternyata dia pergi temui Sharon!'Dia menatap foto-foto itu dengan kebencian yang luar biasa karena kemarahan terlihat berputar-putar di matanya. 'Dia pantas mati! Aku nggak bisa membiarkan Sharon jadi sombong lagi. Aku harus memberinya pelajaran!'…Keesokan harinya setelah hujan, cuaca cerah dan udara segar.Cedera di kaki Sharon hampir sembuh total dan dia kembali bekerja hari itu.Seperti biasa dia akan mengantar putranya ke sekolah sebelum berangkat ke kantor k