Sharon tidak terganggu oleh cedera di kakinya karena ia harus bergegas ke sekolah putranya. Guru kelas putranya baru saja menelpon dan memberitahu bahwa putranya terlibat perkelahian dengan orang lain di sekolah.Melihat betapa cemasnya Sharon dan juga betapa sulitnya baginya untuk bergerak, Simon menawari Sharon untuk mengantar ke sekolah.Meski cedera di kakinya tidak terlalu serius, ia masih tidak bisa berjalan sendiri. Setelah tiba di sekolah, ia bingung bagaimana caranya turun dari mobil.Simon melangkah ke sisi pintu mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebelum menawarkan tangannya. "Turun, aku bantu masuk."Sharon memandangi tangan Simon yang panjang dan besar di depannya. Jauh di lubuk hatinya, ia mengkhawatirkan putranya. Karena itu, ia tidak berpikir dua kali untuk meletakkan tangannya di telapak tangan Simon.Simon memandunya ke kantor guru. Saat mereka memasuki pintu, Sharon melihat putranya berdiri dengan anak laki-laki lain.Baju anak kecil itu kotor dan bahkan sobek.
Suasana ruangan kantor kepala sekolah, terutama suasana antara Sebastian dan Simon, menjadi sangat hening karena komentar yang dilontarkan Ibu Swift.Jantung Sharon berdetak kencang saat mendengar komentar Ibu Swift. Sebenarnya, hanya dengan melihat Simon, dia merasa bahwa Sebastian tampak seperti putranya. Ia pernah curiga akan hal itu tetapi tidak berani berpikir seperti itu.Sharon terkekeh untuk mencairkan suasana yang luar biasa sunyi pada saat itu. "Nona Swift, saya pikir kayaknya ada kesalahpahaman di antara para siswa, makanya mereka mereka berkelahi. Jadi sepertinya semua tidak perlu dibesar besarkan lagi ya."Ibu Swift sudah biasa melihat anak-anak berkelahi. "Saya hanya beritahu kalian, sebagai orang tua, untuk datang sehingga kalian dapat memahami lebih baik atas insiden itu. Tentu saja, akan lebih baik jika semuanya dapat diselesaikan dengan damai."Ibu Swift memandang Levi dengan tatapan tegas. "Kamu kan sudah ketemu ayah Sebastian sekarang jadi, jangan bilang lagi ia gak
'Presiden Zachary, terserah bapak percaya atau tidak, Sebastian enggak ada hubungannya dengan Howard,' kata Sharon dengan mata menunduk.Di masa lalu, ia mengira pria di hotel malam itu adalah Howard. Ia baru tahu kemudian Sally menjebaknya.Bukan Howard yang membuatnya kehilangan keperawanannya, dan ia tidak tahu siapa itu.Sharon hampir menangis ketika ia mengetahuinya saat acara pernikahan!Ia tidak menyangka dirinya 'beruntung' juga; ia hamil hanya dengan satu malam itu.Sejak awal ia dan Howard tidak pernah berhubungan intim, jadi bagaimana mungkin anak itu milik Howard?Melihat tatapan tajam Simon masih tertuju padanya, sepertinya ia masih belum yakin.Ia menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Yah, sejujurnya, aku juga tidak yakin siapa ayah dari anakku." "yang pasti, itu bukan anak Howard."Simon terperangah dan bahkan merasa tidak masuk akal. 'Dia, sebagai ibu dari anak itu, bahkan tidak tahu siapa ayah dari anak itu?'Seberapa payah ia sebagai seorang ibu?"Pernyataannya sama
Setelah melihat Simon pergi, ia melirik botol parfum yang diletakkan di atas meja. Ia punya perasaan bahwa Simon sangat tertarik dengan parfumnya.Mungkin karena parfum yang dibuat ayahnya sangat istimewa; memang aroma itu bisa memukau orang lain.Sementara ia tenggelam dalam pikirannya, putranya tiba-tiba berlari ke sisinya dan meraih lengannya. "Bu, apakah aku benar-benar mirip dengan paman jahat?"Sharon menunduk untuk melihat anak kecil itu dan harus mengakui bahwa wajahnya mirip dengan Simon. Selain itu, semakin ia melihatnya, semakin ia meyakini itu.'Mungkinkah dia ayah anakku?'Pikiran itu melintas di benaknya dan itu membuatnya terkejut.Tanpa sadar, ia berkata, "Bagaimana mungkin? Kalian berdua tidak mirip sama sekali," katanya, bertentangan dengan pikirannya."Kamu bohong, Bu!" anak kecil itu menatap matanya dan berteriak."Kapan ... kapan aku bohong?" Ia tidak percaya ia tidak berani menatap mata anak kecil itu.Sebastian menatapnya tanpa mengedipkan matanya. "Setiap kali k
Fiona menjadi cemas dan dengan cepat untuk mengejar Simon. "Simon, sepenting itu ya sampai ga bisa ditunda, supaya kamu bisa ikut makan malam?" Fiona hanya bisa melihatnya meninggalkan tempat kejadian."Biarkan saja Simon pergi," Douglas angkat bicara. Ia tahu akan sia-sia bagi mereka untuk mengambil inisiatif memperkenalkannya kepada wanita.Fiona mengepalkan tangannya. 'Aku tidak bisa membiarkan masalah ini berlalu begitu saja. Aku harus mencomblangkan Simon dengan Rebecca dan tidak membiarkan Sharon mengambil kesempatan itu.'Meski begitu, Simon memang pergi ke kantor. Meskipun sebenarnya, tidak ada hal penting yang harus dilakukan; ia hanya tidak ingin diganggu oleh orang lain.Pada saat itu, semua pekerja telah pergi, dan keheningan melanda seluruh gedung perusahaan.Ia duduk di kursi putar di kantor presiden sambil menyalakan sebatang rokok untuk dirinya sendiri. Pikirannya dibanjiri pikiran tentang Sharon dan putranya.Tiba-tiba, telepon yang diletakkan di meja kantor bergetar.
"Kenapa niat banget cari tahu?" Sally tidak cemas seperti sebelumnya."Aku dengar percakapan di antara kalian sebelumnya. Apa kamu nggak takut aku memberitahu kelakuan kalian ke Howard?""Oh? Memangnya apa yang kita katakan tadi? Apa yang mau kamu katakan pada Howard?" Sally memasang tampang polos."Anak dalam kandunganmu bukan milik Howard, anak itu anak pria tadi!" Sharon tidak pernah mengira Sally akan mengkhianati Howard.Mata Sally mulai berputar-putar karena marah. Namun demikian, ia dapat segera menyembunyikan hal itu dan terkekeh, "Jadi apa? Apa kamu pikir Howard bakal percaya kamu, mantan pacarnya yang mengkhianatinya, atau saya, istrinya?"Sharon menatapnya dengan dingin. "Mungkin ia nggak akan percaya padaku, tapi begitu kamu melahirkan anak itu, aku akan kasih tahu ibu mertuamu tentang identitas anak itu. Aku yakin ia akan melakukan tes DNA paternitas."Senyum di mulut Sally menghilang. Tatapan tajamnya tertuju pada Sharon saat ia berkata, "Sharon, kenapa kamu enggak menyer
Howard memelototi Sharon dengan dingin karena tahu Sally sepertinya telah diganggu oleh Sharon. "Apa yang kamu lakukan pada Selly?"Sharon melirik Howard yang berusaha melindungi Sally, dengan dingin saat dia menganggapnya lucu.Sangat mengejutkan, pria yang pernah menyatakan ia hanya akan mencintai Sharon saat ini sedang melindungi wanita lain dan marah padanya.Ia menatap Sally dan bertanya, "Aku akan tanya untuk terakhir kalinya. Kamu mau kasih tau nggak siapa pria di foto itu?"Kilatan kecemasan terlihat di mata Sally. Mustahil baginya untuk tidak takut pada Sharon yang melontarkan kalimat seperti itu di depan Howard."Pria siapa?" tanya Howard penasaran.Sally berkata dengan cemas, "Ga usah diladenin. Ia coba ancam aku tadi bahkan minta aku untuk mengembalikanmu padanya."Sharon tersenyum dingin. ‘Sudah sejauh ini, bisa-bisanya Sally masih bohong kepada Howard.' Bahkan saat ini Sharon merasa kasihan pada Howard.Karena Sally tidak mau bekerja sama, dia tidak punya cara untuk bersi
Wajah tua Douglas menjadi gelap, "Dia lolos tes kok untuk jadi sekretaris kamu."Simon menyipitkan matanya. "Saya tidak mencari sekretaris. Kalau Direktur Zachary memaksa supaya dia bekerja di kantor, saya akan minta departemen personalia menempatkannya di posisi yang sesuai.""Tidak perlu. Dia akan lebih baik jadi sekretarismu.""Direktur Zachary, anda mau cari sekretaris atau wanita untuk saya?" Simon tidak lagi ingin bertele-tele.Douglas menemukan percakapan itu agak melelahkan dan akhirnya terus terang, "Rebecca itu saya lihat tumbuh dari kecil sampai dewasa. Gadis itu baik. Dia unggul dalam bidang akademik dan lembut, Dia cocok menjadi istrimu dan bisa membantumu""Ayah, aku tidak kekurangan wanita." Simon bermaksud mengatakan bahwa ia tidak tertarik sedikitpun pada wanita di sekitarnya.Douglas mendengus. "Oh benarkah? Jadi maksudmu kamu sudah punya pacar di sampingmu? Kok saya tidak sadar?"Simon melihat sekeliling dan pikirannya mulai memikirkan Sharon. Nada suaranya berubah,