Share

Chapter 9 : The Lost Kid II

Van kemudian melempar bungkusan di tangannya dan berkata, "Makan itu."

Anak kecil itu ragu-ragu sejenak ketika melihat bungkusan yang dilempar oleh Van.

Namun, bau harum yang terpancar dari dalam membuat anak kecil tersebut tidak tahan dan langsung membukanya.

Tanpa ragu anak kecil tersebut memakan sepotong ayam goreng hingga tak bersisa dalam beberapa detik.

"Namamu?" tanya Van.

"Tidak ada." ucap anak kecil tersebut.

"Umur? Tanggal lahir?" tanya Van sekali lagi.

"Tidak tau." jawab anak kecil tersebut sambil menggerogoti paha ayam di tangannya.

----------------

P.O.V. Van.

Seorang anak tanpa nama, umur, ataupun tanggal lahir.

Terdengar seperti seseorang yang mengalami krisis identitas.

Aneh, tetapi logis.

Karena anak di depannya telah dibuang sejak lahir.

Anak ini adalah anak hasil hubungan dari seorang pelac*r dengan pelanggannya yang tidak diketahui.

Sehari setelah dia dilahirkan, bayi malang itu langsung dibuang di kawasan kumuh agar mati dan menjadi makanan tikus, anjing, dan berbagai hewan ganas lainnya.

Namun sepertinya para dewi keberuntungan masih menyertai bayi malang tersebut.

Entah bagaimana, bayi malang tersebut berhasil tumbuh hingga saat ini dengan kondisi tubuh yang utuh tanpa kekurangan suatu apapun.

Meskipun begitu, anak tersebut tumbuh tanpa identitas.

Tanpa nama.

Tanpa umur.

Tanpa kasih sayang orang tua.

Satu-satunya yang dia ketahui hanyalah makan, minum, dan tidur untuk bertahan hidup.

"Apa kau ingin hidup yang lebih baik?" tanyaku kepadanya.

"Hidup yang lebih baik?" tanya anak kecil itu dengan kebingungan.

"Hidup yang lebih baik. Kau bisa makan dan minum sepuasnya." ucapku kepadanya.

"Apa hal seperti itu benar-benar ada?" tanya anak kecil itu dengan secercah harapan bersinar di matanya yang berwarna pelangi.

"Tidak ada yang mustahil di dunia ini." jawabku dengan singkat.

"Beritahu aku bagaimana caranya." ucapnya.

"Ikut aku dan akan kuberitahu caranya." balasku sambil merentangkan tanganku.

"Baiklah." ucap anak kecil tersebut dan menjabat tanganku.

"Senang bertemu denganmu, Arthur." ucapku sembari memberinya nama.

"Arthur? Nama yang bagus." ucap Arthur.

"Aku Van. Van Black." ucapku sambil memperkenalkan diriku.

"Senang bertemu denganmu, Van." ucap Arthur kepadaku sambil tersenyum.

Akhirnya, manusia paling setia di dunia didapatkan.

Alasan anak ini adalah bagian paling penting dari rencanaku karena kesetiaannya dan kekuatannya.

Kesetiaannya tidak perlu diragukan lagi.

Dia hanya setia sampai mati pada orang yang memberinya makan pertama kali.

Di novel aslinya, Arthur ditemukan oleh [Kultus Gehenna] dan dilatih oleh mereka hingga menjadi monster yang menakutkan.

Meskipun Arthur tidak memiliki atribut elemen untuk sihir, tetapi bakatnya dalam ilmu pedang sangatlah mengerikan.

Sangat mengerikan hingga Oliver yang merupakan seorang [Hero] yang berspesialisasi dalam pedang harus serius ketika melawan Arthur.

Selain itu, kecerdasan Arthur terbilang cukup tinggi yang membuatnya mampu berpikir tenang dalam segala situasi dan kondisi.

Hingga akhir hayatnya, Arthur bahkan tidak pernah mengkhianati [Kultus Gehenna] dan semua tindakannya tidak pernah merugikan [Kultus Gehenna].

Untungnya, Arthur ditemukan oleh Van dan masih berada dalam kondisi yang masih sangat muda, yaitu 5 tahun, sehingga mudah untuk membangun pondasi ilmu pedang pada dirinya sejak usia dini.

Oleh karena itu, jalan yang akan ditempuh oleh Arthur masih sangat panjang.

"Akhirnya ketemu kau, bocah nakal."

Sebuah suara menyadarkanku dan membuat kami berdua menoleh ke arah jalan masuk gang.

Kami berdua melihat segerombolan preman berjalan mendekati kami berdua.

"Kau mengenal mereka?" tanyaku pada Arthur.

"Para preman pasar si*lan. Mereka mungkin mengincarmu." ucap Arthur.

"Kau bisa melawan mereka?" tanyaku pada Arthur.

"Tidak, mereka cukup kuat bagi anak-anak seperti kita. Bagaimana denganmu?" tanya Arthur.

"50% yakin." jawabku.

Benar seperti yang dikatakan Arthur.

Meskipun aku dan Arthur berbakat, tapi masih terlalu dini bagi kami untuk melawan orang dewasa.

Menurut perhitunganku, para preman ini berada di level 10-15.

"Apa yang kalian inginkan?" tanyaku dengan waspada dan siap mengaktifkan [101 Shadows] jika terjadi sesuatu.

"Anak seorang Duke of Black. Kira-kira berapa harga tebusanmu?" ucap salah satu preman sambil berjalan mendekati mereka berdua.

Melihat kedatangan para preman, tanpa ragu aku mengaktifkan [101 Shadows].

"[Frankenstein] dan [Slime]." gumamku.

Bayangan di bawah kakiku tiba-tiba bergerak seolah memiliki kesadaran tersendiri dan membentuk sosok yang sangat mengerikan.

Mahluk humanoid setinggi 3 meter dengan berbagai jahitan di kulitnya yang hijau pucat.

Matanya kosong, tetapi tubuhnya penuh dengan kekuatan mengerikan yang dibuktikan dengan otot-otot sempurna di sekujur tubuhnya.

Van mengangguk puas dengan kemunculan [Shadow] di depannya.

[Shadow] ini adalah [Frankenstein].

[Frankenstein] adalah [Shadow] ke-5 dari [101 Shadows].

Meskipun satu level lebih rendah dari [Huginn & Muninn], tapi kekuatannya terbilang cukup bagus.

Kemunculan [Frankenstein] membuat suhu di dalam gang turun beberapa derajat.

Bahkan para preman meneteskan keringat dingin ketika melihat [Frankenstein].

Lagi pula, setiap orang pasti takut pada sesuatu yang tidak mereka ketahui.

Setelah itu, bayanganku kembali bergejolak dan mengeluarkan ratusan [Slime].

Mengeluarkan [Frankenstein] dan [Slime] sekaligus membuatku merasakan 50% [Mana] dalam diriku langsung dikosongkan.

*Glupp

Melihat kemunculan ratusan [Slime] membuat para preman ragu-ragu sejenak untuk melangkah maju.

"Apa yang kalian lakukan? Cepat serang dia! Dia hanya anak kecil!"

Aku melihat preman yang berdiri paling belakang berteriak emosi ketika melihat bawahannya ragu-ragu.

Sepertinya dia adalah pemimpinnya.

Para preman yang awalnya ragu-ragu akhirnya menelan ketakutan mereka dan berlari ke arah kami berdua.

Sayangnya, kekuatan utama kami bukanlah diriku maupun Arthur.

[Frankenstein] berdiri di depan para preman dan mengayunkan tinjunya.

Tinju yang nampak biasa saja mendarat di kepala salah satu preman dan membuat preman tersebut terhempas ke samping.

Setelah menabrak dinding, nampak kepala preman yang terkena pukulan langsung penyok.

Adapun kondisi preman tersebut tidak diketahui hidup dan matinya.

Melihat kondisi preman tersebut, para preman lainnya sekali lagi menjadi ketakutan dan tak berani maju menyerang [Frankenstein].

*WHOOSH

Sebuah bola api melewati para preman dan mengenai lengan [Frankenstein].

Dalam sekejap, lengan [Frankenstein] terbakar api yang mengganggu mobilitasnya.

"Apa yang kalian takuti? Dia hanya mahluk aneh! Bukan seorang Dewa!" teriak pemimpin para preman.

"Tch." gumamku dengan kesal.

Aku tak menyangka bahwa pemimpin preman tersebut ternyata bisa melakukan sihir.

Aku kemudian mengarahkan para [Slime] untuk membantu [Frankenstein].

Dari balik [Frankenstein], muncul ratusan [Slime] yang menyebar ke segala arah.

[Slime] yang ada di sekitar mengganggu pandangan para preman.

Aku dan Arthur memanfaatkan kesempatan ini dan bergerak maju.

Sebuah belati muncul di tanganku dan kami berdua menyerang para preman yang sibuk menyingkirkan [Slime].

"Si*l! [Slime] ini sangat mengganggu!"

*SWISH

*SWISH

Tebasan demi tebasan dari diriku dan Arthur selalu memanen nyawa para preman yang menghiraukan keberadaan kami berdua.

[Frankenstein] juga tak mau kalah dan langsung membunuh para preman dalam sekali serang.

Detik dan menit berlalu, gang yang awalnya ribut dipenuhi umpatan tiba-tiba menjadi diam dan sunyi.

*WHOOSH

*WHOOSH

"Si*l! Mereka banyak sekali seperti lalat." umpat pemimpin preman sambil menyemburkan bola api ke segala arah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status