[POV Adrian]
-----
Tiga sisi tembok dan satu sisi jeruji besi, semua ini membuatku kalut. Berapa hari, Minggu, atau tahun berlalu?
"Pengacara tiba," ucap Sea ketika membukakan pintu jeruji besi, menyadarkanku dari lamunan. "Ayo Adrian, semangat."
Aku keluar sel bersama Sea. Ketika melintasi ruang utama menuju ruang pertemuan, banyak mata memandang tanpa berkedip ke arahku. "Sea, ada apa?"
"Namamu terkenal. Penculik calon istri orang, berandal yang berani mencuri di kediaman Alex. Kamu pasti senang esok setelah keluar, akan banyak gadis ingin menikah denganmu."
"Aku hanya ingin kesalah pahaman ini cepat berakhir," sahutku.
"Semoga." Sean membuk
[POV Fany]-----Beberapa hari berlalu, acara tv sama saja. Semua membahas pernikahanku dengan Alex yang akan diadakan sebentar lagi.Sampai detik ini aku belum percaya pada rencana cemerlang Alex, setidaknya sampai laporan Joshua tiba, tapi kapan?Aku mondar-mandir dalam kamar, lalu suara tawa di luar mengunggah rasa penasaran.Aku berdiri di balik gorden, bersembunyi sembari mengamati situasi di sana.Banyak pria berjas hitam berseliweran. Wajah-wajah baru yang tak aku kenal begitu serius. Orang-orang Ibu, aku yakin itu … Ya Tuhan, kenapa jadi serumit ini?Jadi begini rasa menjadi burung dalam sangkar? Apa kalian kuat menjadi diriku?Ibu menempatkan ba
[POV Fany]------Aku masuk ke dalam selimut kasur, pura-pura tidur, tapi siapapun yang berada di luar tak mau mengerti.Suara ketukan berulang diikuti suara pria terus mengusik. "Nona, aku masuk."Dia membuka pintu membuat cahaya menerobos masuk menerpa wajahku. Berani sekali dia masuk tanpa izin.Aku duduk mengucek mata. "Aduh silau, tutup pintunya!""Maaf, tapi--""Ada apa?" tanyaku dengan nada mengantuk. "Hei, kenapa malah masuk?""Maaf mengganggu, tapi pintu balkon Anda terbuka." Aduh, dia menutup rapat pintu balkon. Sekarang akan lebih sulit bagi Joshua untuk masuk.
[POV Adrian]-----Aku duduk di kursi bersebelahan dengan Tuan Trustword mendengar Hakim membuka persidangan di ruang tenang penuh wartawan yang menonton. Mungkin karena ini melibatkan Alex si jahanam, semua menjadi antusias. Sayang sekali dia tidak datang, hanya lima pengacaranya yang hadir.Aku sesekali menilik belakang, banyak orang yang aku kenal duduk berbaris, bahkan Ibu dan Kim ada di sana bersama Alfred. Mana Fany? Semoga dia baik-baik saja.Semenjak kejadian di Texas kami kehilangan kontak. Aku tidak bisa menghubunginya, begitu pula Fany seperti tidak peduli padaku--tidak, dia peduli, pasti ada jawaban untuk semua itu."Kami panggil saksi pertama, para gangster Mexican," ujar pria bersetelan jas, pengacara sewaan Alex. Mau apa dia memanggil anak
[POV Adrian]-----Kira-kira siapa saksi selanjutnya, kenapa lama sekali datang ke mari? Apa dia--Pintu dibuka dari luar diikuti suara kamera dipencet ketika cahaya flash mengguyur sosok itu. Bedebah, Alex! Kenapa dia jadi saksi?Dia berdiri gagah seperti calon Presiden akan kampanye, senyumnya menyebalkan, wajah pun menjijikkan. Harusnya kuhajar dia dulu ketika pertama kali bertemu.Sebelum Hakim bicara, dia menyela. "Saya di sini ingin menarik laporan tentang mesin yang dicuri karena memang, saya yang salah menawari Adrian mesin mobil. Semua salah paham."Semua orang berbisik-bisik, kilatan flash menyilaukan, keadaan tidak kondusif hingga Hakim mengetuk palu.
[POV Adrian]------Suara tamparan menggema dalam ruang lertemuan khusus. Ibu benar-benar murka memberi tatto telapak tangan merah ke pipiku."Kenapa kau tidak mengerti, arti kalimat jangan membuat masalah!" Suara beliau seperti letusan gunung Pompey, meluluhlantakkan hatiku.Aku harus apa? Semua memang salahku karena terlalu bodoh hingga tertelan perangkap hina Alex, yang bocah kecil pun bisa melihat dengan jelas. Aku tak berani memandang balik reaksi Ibu, juga Al dan Kim. Aku bagai sampah yang mencemari keluarga Bened, ini kali oertama aku merasa demikian hina."Ibu, cukup," pinta Alfred, menarik Ibu hingga wajah beliau terbenam ke dada berbalut kemeja, disusul suara sesenggakan pilu. "Semua akan baik-baik saja, semua akan--"
[POV Fany]------"Apa salah jika ingin ke gereja?" sentakku padanya, kingkong berkemeja hitam yang berdiri gagah mencegat di depan kamar.Oh Tuhan dia benar-benar tuli. Aku dorong sekuat tenaga tubuh kekarnya, tapi hanya mendapat lelah. "Minggir!""Ada apa teriak-teriak?" Suara langkah mendekat. Kali ini pria besar membuka jalan untuk Alex.Rambut kuningnya berminyak, sesuatu yang kubenci. Jentikan jarinya dengan mudah mengusir pria berkulit hitam pergi. Sekarang hanya ada aku dan dia."Alex, kenapa aku dikurung beberapa hari di rumah--di kamar?""Ini perintah Ibumu, aku tidak bisa berbuat apa-apa." Wajahnya terlihat serius, juga
[POV Fany]-----Alex membatalkan tuntutan, sekarang giliranku menepati janji. Menikahinya, apa ini benar?Berita di TV menayangkan Alex membatalkan tuntutan secara langsung. Ketika kamera beralih pada Adrian, aku merangkak maju mengelus layar.Jariku menyentuh tepat di bibir, hingga tak sadar air mata mengalir. Andai bisa ke sana, pasti kurangkul erat dia, menangis di dadanya yang empuk nyaman.Ya Tuhan, baru beberapa Minggu tidak bertemu, hatiku seperti merindu kasih bertahun-tahun. Setidaknya melihat wajah segar, tanpa luka, membuatku sedikit tenang.Dia baik-baik saja, itu yang utama. Tiba-tiba berita berganti dengan berita pemilihan senator negara bagian California. Muka Yuan Zulvian mendomi
[POV Fany]-----Musik jazz smooth mendominasi ruang megah berkarpet merah. Aroma wine dan keju sayup menyapa hidung dari arah bar classic.Pria tua itu menantiku. Dari jauh tampak keriput di wajah tirusnya, sisa ketampanan masa muda. Mungkin dulu dia seperti Alex. Kasihan dia, memiliki istri sejahat Ibuku. Aku tidak mengada-ngada, jika cerita Alex benar dua wanita itu sejenis dengan Iblis.Senggolan lembut di lengan menyadarkanku dari lamunan. Wajah Alex sedikit condong ke samping menghampiri telingaku. Lembut hangat menyentuh telinga ketika dia berbisik,"Maju, jangan membuatnya menunggu.""Dia Ayahmu?""Ya, kamu kira siapa, kakekku? Kumohon Fany jangan m