Share

Lingerie Merah

Penulis: Danea
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Sayang, kita kan udah pacaran lama. Kamu Gak ada niatan untuk ngenalin aku ke keluarga kamu gitu?” tanya Cherry saat mereka tengah berduaan di apartemen Zein.

Zein diam sejenak, kemudian menjawab dengan senyum merekah. “Ada dong.”

Bola mata Cherry berbinar mendengar jawaban Zein, ia menatap lelaki itu untuk meminta penjelasan. “Kapan?”

“Nanti.”

“Hmmm, oke deh.” Cherry tak mau bertanya lebih jauh, ia tak ingin mencari keributan dengan lelaki itu.

“Maaf kalau aku terkesan cuek dan gak peduli. Tapi, kamu harus tahu kalau aku itu sayang sama kamu,” ungkap Zein yang sontak membuat hati Cherry berbunga.

Memang benar yang dikatakan Cherry, mereka berpacaran sudah cukup lama. Namun, hingga kini tak ada tanda-tanda bahkan pembicaraan yang mengarah ke jenjang yang lebih serius. Sebagai wanita, tentu saja Cherry ingin mendengar keseriusan dari lelaki yang dicintainya. Apalagi saat

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aster [Indonesia Ver.]   Hampir

    “Siapa sosok di balik lingerie merah itu?”Ekspresi kesal Zein kembali terlihat. Wajahnya tampak mengeras, menandakan laki-laki itu tak suka dengan pertanyaan Cherry. “Bisa kita bahas soal lingerie itu nanti aja?”“Gak bisa,” tegas Cherry. “Aku mau sekarang,” sambungnya.“Cher, nurut sama aku bisa, kan?” Zein memberikan tekanan di setiap katanya.“Zein…”“Sayang, lihat aku.” Zein memegang dagu Cherry hingga mata keduanya bertemu. “Aku gak mungkin main belakang. Cinta dan sayang aku sepenuhnya cuma buat kamu. Gak ada yang lain. Kamu percaya, kan?” potong Zein sebelum Cherry menyelesaikan ucapannya.Ingin sekali Cherry menggeleng keras. Mana bisa ia percaya begitu saja setelah menemukan baju dinas malam di kamar lelaki itu. Cherry sangat yakin, apa yang terjadi sebenarnya tidak sama dengan yang Zein katakan. Namun, di hadapan Zein ia memilih

  • Aster [Indonesia Ver.]   Take Your Time

    “Aw! Lo kalau jalan bisa pake mata gak, sih?!” bentak seorang wanita yang tampak buru-buru, ia kesal pada sosok menjulang tinggi yang seperti sengaja menabrak dirinya.“Sori.”“Sori-sori, mata lo udah gak fungsi ha?” hardiknya sembari membereskan tumpukan kertas yang berceceran.“Jangan marah-marah, nanti cepet tua.”Suara itu, suara yang amat Sindi kenal. Ia mendongak, menatap siapa sosok yang telah menabraknya barusan. Tepat saat netra mereka bertemu, detik itulah matanya terbuka sempurna.“Altair! Ini beneran lo?” tanya Sindi dengan raut terkejut.“Yaiya lah, lo pikir?!” jawab Alta sembari membantu Sindi membereskan tumpukan kertas tersebut.“Ngapain lo di sini?” Sindi heran, mengapa tiba-tiba Alta berada di Bandung, terakhir bertemu lelaki itu masih di Jogja.“Jalan-jalan aja,” bohong Alta.Keduanya telah selesai memberesk

  • Aster [Indonesia Ver.]   Gesekan

    Green sudah siap untuk berangkat mengajar. Setelah melewati masa libur dua hari, kini semangatnya sudah kembali. Begitupun dengan Langit, lelaki itu juga sudah siap dengan pakaian kerjanya. Tak lupa, Green menyiapkan bekal untuk sang suami mengingat Langit akan mengajar sampai sore hari ini.“Kak, ini makan siangnya jangan lupa dibawa ya,” teriak Green dari dapur. Ia sudah harus berangkat mengingat aturan sekolah yang mewajibkan semua guru mengikuti upacara di hari Senin.“Iya, Dek,” jawab Langit kalem. Lelaki itu tengah menyiapkan buku dan beberapa perlengkapan mengajarnya.“Saya berangkat, Kak,” pamit Green. Wanita itu menemui Langit di ruang kerja kemudian mencium punggung tangan lelaki tersebut.“Bareng saya aja.”“Kita gak searah. Bukannya Kakak juga buru-buru? Kan ada kelas pagi.” Green mengingatkan sembari merapikan baju Langit yang tidak berantakan.Langit menimbang-nimbang,

  • Aster [Indonesia Ver.]   Petuah

    Wanita berambut sebahu tengah duduk di pojok sebuah kafe, ditemani secangkir coklat panas dan earphone terpasang di telinga. Selepas kelas memasak, wanita yang tak lain adalah Reina menyambangi tempat tersebut untuk bersantai sejenak. Kepalanya reflek bergoyang ke kanan dan kiri mengikuti alunan musik. Kafe yang terbilang tidak terlalu ramai membuatnya semakin merasa rileks.Hidup Reina sekarang sudah jauh lebih baik. Setelah memilih menyibukkan diri dengan melakukan apa yang disuka, ia merasa tak perlu khawatir soal apapun lagi. Bisa dibilang, saat ini Reina hanya fokus pada dirinya, tidak memikirkan hal lain apalagi masa lalu.“Rei, lo di mana?” Pesan dari Regita masuk ke ponselnya, Reina segera membalas pesan tersebut.“Kafe Marina.”Tak sampai satu detik, ponselnya kembali bergetar. “Gue ke sana.”“Ngapain?”“GBT!”“Yaudah, hati-hati.”“

  • Aster [Indonesia Ver.]   (Belum) Terungkap

    “Ra, aku pulang malem ya. Ada meeting sama klien yang gak bisa ditunda. Gak apa-apa, kan?”Aira membaca pesan singkat yang dikirimkan Rian seraya mencebikkan bibirnya. Ia kesal karena akhir-akhir ini Rian selalu izin pulang terlambat. Padahal, bukan hanya kantor yang membutuhkan kehadirannya, melainkan Aira juga. Ia sedang hamil dan butuh Rian ada di sampingnya.“Yahhh, harus banget? Kan kamu tahu, aku tuh gak bisa tidur kalau gak ada kamu. Aku tungguin deh ya, kamu pulang jam berapa?”“Iya sayang, aku tahu. Tapi, ini penting banget buat keberlangsungan perusahaan kita. Kamu tidur duluan aja ya, aku gak bisa pastiin bakal pulang jam berapa.”“Yaudah deh, hati-hati sayang. I love u.”“Love you more, istriku.”Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Aira sudah mencuci mukanya dan bersiap hendak menyambut Rian untuk makan malam bersama dengan perasaan riang gem

  • Aster [Indonesia Ver.]   Prahara Rumah Tangga

    Sore harinya, Green dan Langit sudah kembali dari aktivitas mereka. Green sudah mengganti pakaian gurunya dengan baju rumah, begitupun Langit. wanita itu tampak asyik dengan ponsel, ia tak peduli pada Langit yang duduk di sampingnya.“Tadi pulang sama siapa?” tanya Langit memulai pembicaraan.“Ojol,” jawab Green cuek.“Kok gak nunggu saya jemput?”“Lama.”“Sayang, kamu masih marah?” Langit memiringkan tubuhnya hingga menghadap Green.“Enggak.”Langit memegang kedua pundak Green, memutar tubuh wanita itu agar berhadapan dengannya. “Saya harus gimana biar dimaafin?”“Gak gimana-gimana, lagian saya gak marah.”“Gak marah tapi cuek gitu.”“Saya capek, Kak, mau istirahat.” Green beranjak dari sofa, dan meninggalkan Langit. Ia sedang tak ingin berbicara pada lelaki itu. Terlebih, tadi pagi kepala sekol

  • Aster [Indonesia Ver.]   Rujak

    “Sayang..,” Aira terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba, ia sangat ingin makan rujak. Alhasil, di hari yang sudah gelap ia membangunkan Rian yang baru saja terlelap.“Hmmmm?” Rian menggeliat, matanya terbuka setengah. Ia melihat wajah imut Aira tengah menatapnya dengan raut memohon. “Kenapa sayang?”“Pengin rujak,” tutur Aira dengan perasaan tidak enak. Ia kasihan pada Rian yang baru beberapa menit lalu memejamkan mata, tapi mau bagaimana lagi, keinginan jabang bayi tak bisa diajak kompromi.“Sayang...,” Aira menggoyang-goyang tubuh Rian karena lelaki itu mengacuhkan dirinya. Cukup lama Aira menunggu, namun Rian tak kunjung merespon. Dengan perasaan sedih, Aira memunggungi Rian, matanya sudah berkaca-kaca.Sebuah tangan besar melingkari pinggang Aira. Rian berbisik di telinga Aira dengan suara serak khas bangun tidur, suar

  • Aster [Indonesia Ver.]   Pertengkaran (1)

    Langit pergi dengan motor besarnya, meninggalkan Green yang menurutnya sulit diajak kerjasama. Ditemani langit sore, ia membelah jalanan ibukota. Sebenarnya, Langit tak punya tujuan akan pergi kemana. Tapi yang jelas, ia harus menenangkan diri dan meredam emosi lebih dulu. Sebelum bertemu dan berbicara dengan Green lagi nanti.Langit sudah sangat jauh dari rumahnya. Saat tengah mengemudi, seseorang dari arah tak terduga tiba-tiba melintas begitu saja. Ban motor Langit nyaris menyentuh kaki orang tersebut, tapi untungnya semua masih bisa dikendalikan.Langit turun dari motornya dengan emosi yang meluap-luap, ini saat yang tepat untuk menumpahkan amarah yang sedari tadi ia tahan.“Anda punya mata yang masih berfungsi, kan? Mengapa tidak digunakan dengan baik?” cecar Langit.Sosok yang nyaris tertabrak oleh Langit adalah wanita. Wanita itu menutupi wajah sedihnya dengan rambut. Bukan, bukan karena cecaran Langit ia menangis. Melainkan, ada sesuat

Bab terbaru

  • Aster [Indonesia Ver.]   End

    Meskipun kemarin kedatangannya tak membuahkan hasil, Langit tak menyerah. Sore hari setelah pulang dari kampus, ia kembali mendatangi rumah Green. Namun, sudah satu jam menunggu Green tak kunjung datang. Langit mulai gelisah dan bertanya-tanya, apakah Green tak ada di sini? Lantas, kemana wanita itu pergi? Ponsel wanita tersebut tak bisa dihubungi, bahkan pesan yang ia kirimkan pun belum dibaca. Apa Green telah memblokir nomornya? Berbagai asumsi memenuhi kepala Langit. Rasa bersalah dan penyesalannya semakin besar, ia tak henti mengumpat pada diri sendiri, merutuki segala kebodohan yang berujung kepergian Green dari sisinya. Hari sudah mulai gelap, tak jua ada tanda-tanda kehadiran Green. Tiba-tiba, ponsel di saku celana Langit bergetar, menampilkan sebuah pengingat. Langit tersenyum, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke lima, hampir saja Langit melupakan momen itu.&n

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kehilangan (lagi)

    Pikiran Langit benar-benar kalut. Berhari-hari ia tak pulang dan selama itu pula tak berkomunikasi dengan Green. Langit benar-benar mengabaikan wanita yang dahulu mati-matian ia perjuangkan. Saat ini, tujuan Langit hanya satu, mencari dalang dibalik kematian Cherry. Ia tak lagi memikirkan tentang Green, bertanya soal kabar wanita itu saja tidak. Sebulan telah berlalu, Langit berhasil memecahkan teka-teki itu dengan bantuan beberapa teman yang memang ahli di bidangnya. Dugaan Langit benar, Cherry tidak bunuh diri, melainkan dibunuh. Semua data yang ditemukan polisi dan pihak rumah sakit adalah sesuatu yang sudah disusun dan direncanakan dengan matang. Hari ini, Langit datang ke kantor polisi untuk bertemu pelaku sebenarnya, Zein dan Violet. Mereka ditangkap atas tuduhan pembunuhan berencana. Langit puas saat

  • Aster [Indonesia Ver.]   Bertengkar

    “Green, tolong kamu jawab semua pertanyaan saya dengan jujur,” ujar Langit begitu mereka sampai di rumah. Disaksikan oleh Kalila dan Jerry, ia berniat menginterogasi Green. Kalau benar Green menjadi penyebab kematian Cherry, Langit tak akan segan menjebloskan wanita itu ke dalam penjara sekalipun mereka masih terikat hubungan pernikahan. Green merasa diperlakukan seperti penjahat oleh Langit. Ia duduk di depan Langit, di samping kanan dan kirinya ada Jerry dan Kalila yang juga tengah menatap intens ke arahnya.. “Sebenarnya ada apa, Lang?” tanya Kalila tak paham. Pasalnya, Langit terlihat begitu marah pada Green. “Kata Violet, Green ke kost Cherry di malam terakhir sebelum dia meninggal,” terang Langit. “Jangan bilang kamu mencurigai Green? Sudah lah Lang, polisi bahkan rumah sakit bilang Cherry meninggal karena bunuh diri, bukan dibunuh,” ujar Kalila yang perlahan mulai ikhals dan menerima kepergian Cherry. “Gak Bun, Langit masih belum percaya

  • Aster [Indonesia Ver.]   Duka

    Sepulang dari mengajar, Langit teringat pada Cherry. Sudah lama sekali ia tak bertemu adiknya. Karena hal itu, Langit memutar arah mobilnya menuju indekos sang adik, tiba-tiba ia sangat ingin bertemu untuk sekadar menyapa dan memasikan Cherry baik-baik saja. Jalanan yang padat membuat Langit membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di sana. Ia memutuskan memberi tahu Green akan pulang terlambat, sekaligus menghubungi Cherry perihal kedatangannya. Sampai beberapa kali panggilan, tak ada satu pun yang mendapat jawaban. Langit menerka-nerka, kemana adiknya hingga tak menjawab telepon? Apa mungkin masih bekerja? Sepertinya tidak, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 wib. Langit mengemudi secepat yang ia bisa. Perasaanya tidak enak entah karena alasan apa, yang jelas saat ini keinginannya untuk melihat wajah sang adik amat besar. “Semoga kamu baik-baik aja,” lirih Langit sembari terus mengemudi. Langit tiba di indekos Cherry saat matahari sudah r

  • Aster [Indonesia Ver.]   Obat Penggugur Kandungan

    Keesokan harinya, Green benar-benar tak keluar kamar. Tak menjawab telepon dan chat, tak juga menggubris saat Langit mengajaknya sarapan. Emosi Green masih belum reda, hatinya belum menerima saat tahu bahwa Langit menikahi dirinya hanya karena wajah dan sifat serta kebiasaannya mirip dengan Keira.Green masih berbaring dengan posisi terlentang, matanya menatap langit-langit. Raganya memang di kamar, namun pikirannya bercabang. Ia tak bisa berhenti memikirkan Cherry. Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah wanita itu sudah menemukan solusi terbaik dari permasalahan yang menimpanya?“Cher, semoga lo baik-baik aja,” batinnya.Tak ada lagi suara ketukan pintu dan Langit yang memanggilnya. Tampaknya, lelaki itu sudah berangkat ke kampus. Green memanfaatkan situasi itu untuk mengisi perut dan kerongkongannya yang terasa kering. Hari ini, ia sengaja meminta izin tidak mengajar dengan alasan sakit.Green berjalan dengan langkah pelan. Wajah dan m

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kenyataan

    “Darimana kamu? Kenapa telepon dan chat saya gak ada yang dijawab?” cecar Langit saat Green menginjakkan kaki di rumah mereka. Green melanjutkan langkahnya tanpa menjawab pertanyaan tersebut. “Green, saya ini suami kamu. Gak seharusnya kamu bersikap begini. Pergi gak ngasih kabar, pulang malem basah-basahan, kamu pikir saya gak khawatir?!” tanya Langit seraya mencekal pergelangan tangan Green agar wanita itu mau menatapnya. Green tak menggubris. Ia berusaha melepaskan tangan Langit. “Lepas!” titahnya dengan suara dingin. “Kamu kenapa? Tolong kasih tahu, salah saya dimana? Kalau kamu begini saya bingung. Dari tadi saya teleponin berkali-kali gak ada satupun yang diangkat. Marah?”&n

  • Aster [Indonesia Ver.]   Rapuh

    Green menunggu kedatangan Cherry dengan sabar. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu ia berada di depan indekos seraya mencoba menghubungi ponsel wanita tersebut, namun tak mendapat jawaban. Tak lama berselang, ponsel Green berdering. Nama Langit tertera di layar, cukup lama ia membiarkan dering itu hingga mati dengan sendirinya. Hari ini, Green sudah putuskan untuk menginap. Ia perlu waktu untuk berpikir jernih lebih dulu. Karena jika langsung bertemu Langit, dirinya akan emosi dan perang dingin di antara mereka semakin menjadi. Hujan di luar sana masih belum reda. Green menatap rintik air yang kian deras membasahi bumi, sembari membiarkan pikirannya melanglangbuana. Benda pipih di tangannya kembali berdering, membuyarkan lamunan Green sore menjelang malam itu. Hatinya tak bergairah untuk menjawab panggilan tersebut. 

  • Aster [Indonesia Ver.]   Runtuh

    Tanda dua garis biru menjadi penyebab Cherry menangis tersedu-sedu. Ia mengamati benda di tangannya sekali lagi, menolak percaya bahwa apa yang dilihatnya benar sebuah tanda yang menyatakan dirinya positif hamil. “Gak, ini pasti gak bener.” Cherry mengambil taxpack terakhir kemudian menggunakan benda itu. Selang beberapa menit, hasilnya keluar. Cherry berharap dapat melihat garis satu di sana. Namun nihil, tandanya tetap sama. Tangisnya pecah begitu saja. Secepat kilat, Cherry menyambar ponselnya dan menghubungi orang yang paling bertanggungjawab atas semua hal yang terjadi hari ini. “Zein.., angkat dong,” gumam Cherry seraya menggigit bibir bawahnya. “K

  • Aster [Indonesia Ver.]   Terungkap (2)

    “Hai, sori telat. Udah lama?” Green duduk di hadapann Regita dengan napas terengah.Regita tak langsung menjawab, ia menyodorkan jus jeruk miliknya kepada Green yang langsung diminum oleh wanita itu. Green masih mengenakan baju guru, keringat di keningnya tercetak jelas.“Gak apa-apa. Lo dari sekolah langsung ke sini?” tanya Regita basa-basi.Green mengangguk. “Jus lo?” Gelas berisi jus itu hanya tersisa setengah, ia menatap Regita tidak enak.“Santai, bisa pesen lagi.” Regita tersenyum, ia memanggil pelayan kafe yang kebetulan lewat. Keduanya memesan dua minuman dan makanan ringan yang berbeda.“Thanks udah mau dateng,” ucap Green saat pelayan kafe tersebut sudah pergi.“Sama-sama. Jadi, lo mau tanya apa?” tanya Regita.Green menghela napas berat. Ia bingung harus memulai darimana. Ada banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya saat ini.

DMCA.com Protection Status