Tidak lama Bruno berkunjung, dari rumah Thomas. Dia pergi ke suatu tempat "Yayasan Harapan Senja" . Seorang wanita dewasa, menyambut kedatangannya dan mengajak Bruno ke ruang tamu. "Bagaimana pengajuan untuk penitipan anakku apakah bisa di proses, Bu Rose?" "Bisa, tapi apa Pak Bruno yakin untuk menitipkannya kepada kami?" "Yakin, jika keadaan sudah aman dan membaik, aku akan mengambilnya kembali" "Kenapa Pak Bruno tidak menitipkan ke sanak saudara saja?" "Demi keamanan Bu, aku harus melakukan hal ini" "Baiklah, tunggu sebentar aku akan membawa kertas formulir untuk Pak Bruno tanda tangani" Bruno dan Elrose telah sepakat. Form formulir telah terisi dan di tanda tangani Bruno. Ada satu hal penting yang di lupakan olehnya. Hingga sampai pulang dari rumah. Bruno mencoba mengingat hal tersebut. Hari terenggutnya nyawa Bruno dan Lucia telah tiba. Razel telah di bawa ke yayasan harapan senja, di jemput oleh Rose Lamia di rumah sakit. Pagi itu, Rizel pergi ke taman kanak-kanak, di ant
Setelah mengantarkan teman-teman Genia. Razel mengajak keponakannya ke sebuah mall terbesar di kota clayton. Genia yang saat itu asyik melihat jalan, tersadar bahwa arah jalan menuju rumahnya sudah cukup jauh terlewati. "Om, kita mau kemana?" "Kita kesini, Om akan belikan baju untuk kamu, kamu boleh pilih sepuasnya" "Wah beneran Om?" Wajah Genia terlihat senang. Setelah memarkirkan mobil, mereka berdua masuk ke dalam mall yang ramai akan pengunjung. Di lantai dua, Razel mengajak keponakannya itu ke sebuah toko pakaian. "Om jangan kesini deh, disini harganya mahal semua" "Jangan pikirkan soal harga, anggap ini adalah hadiah pertemuan dari Om" Razel menatapnya dalam senyuman. "Aku jadi gak enak" "Tidak usah di pikirkan, masuk saja terus pilih semua yang kamu mau, Om Razel akan tunggu disini" Razel menggiring tangan Genia masuk ke dalam toko. Pelayan toko menghampiri dan melayani Genia dengan sangat ramah. Razel tak terlihat seperti sosok Asmodeus yang kejam dan haus darah. D
Lampu gedung kembali menyala. Sunyi, seperti tak berpenghuni. Menaiki tangga, Rizel naik ke lantai 5. Langkahnya penuh kehati-hatian, setiap akan melewati persimpangan koridor, Rizel mengintip di balik tembok untuk memastikan keadaan. Menggunakan walkie talkie, Rizel mencoba menghubungi rekan-rekannya. "Claudia... Cloud... Gora... Steiner!" Tidak ada satupun yang menjawab. Merasakan ada sesuatu hal yang telah terjadi, Rizel mempercepat langkah pencariannya. Saat melihat ruangan dengan pintu yang terbuka. Rizel melihat Asmodeus tengah menyendera seorang pria, menodongkan pistol ke kepalanya. "Asmodeus! letakkan pistol itu segera!" Pinta Rizel. "Tolong Pak Polisi, dia akan membunuhku" Seseorang yang menjadi sandera adalah Joker. "Letakkan senjata Anda Pak Rizel, atau hewan ini akan saya ledakan kepalanya" Asmodeus balik mengancam. "Jangan... jangan lakukan itu!" Jawab Rizel. Perlahan, Rizel meletakkan senjatanya ke atas lantai. "Geser pistol itu jauh-jauh" Pinta Asmodeus. Mendenga
Paginya, selesai sarapan dan Genia pergi ke sekolah. Delista mencuci piring, Rizel duduk di ruang tamu, menikmati segelas kopi panas. Selesai mencuci piring, Delista menghampiri suaminya, menceritakan tentang kedatangan Razel. "Kemarin, Genia diantar pulang oleh Razel" "Benarkah? tapi tidak terjadi sesuatu kan?" Rizel terkejut, menatap Delista "Tidak terjadi apapun, bahkan Razel membelikan beberapa pakaian untuk Genia" "Apa kalian berbincang?" "Iya sayang, aku ragu dia seorang pembunuh" "Aku pun berpikir sama, di sisi lain dia memang seorang pembunuh, di sisi lain saat aku berbicara dengannya, perasaanku merasakan hal yang berbeda" "Lalu bagaimana dengan kasus ini selanjutnya?" "Asmodeus tidak bergerak sendiri, dia memiliki sebuah organisasi yang bernama death savior" "Death savior? organisasi apa mereka itu?" "Entahlah, aku tidak tau, kasus ini semakin meruncing" "Apa langkahmu selanjutnya?" "Bagaimana pun juga aku harus menemukan tempat persembunyian Razel dan mencari in
"Ah, kita kedatangan tamu, perkenalkan namaku Astaroth" Pria bertopeng itu melihat ke arah Razel. Tanpa sadar, Razel berlari, menaiki meja dan melompat, melemparkan pukulan telak kepada Astaroth "Aaaaahhhhhh!!!! lepaskan dia!" Teriak Razel. Pukulannya tepat mengenai wajah Astaroth "Hahahaha.... menarik! sangat menarik!" Astaroth tertawa terbahak-bahak. "Lari Razel! cepat pergi dari sini!" Ucap Angelo. Astaroth mencengkram pundak Angelo semakin erat, membuatnya terjatuh dan tak sadarkan diri. "Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" Tantang Astaroth. "Membunuhmu pastinya!" Razel mengambil pisau Jagdkommando milik Angelo dan menerjang Astaroth, menyerang lehernya. Astaroth menghindar, lehernya mengelak ke arah berlawanan, tetapi Razel menyadari lebih awal, jika serangannya akan di hindari. Dalam perhitungan sepersekian detik, tangan Razel menggeser, dari tusukan menjadi tebasan, mengarah leher Astaroth dan berhasil melukainya. "Aku menyukaimu!" Ucap Astaroth serta memegang lehernya
Sekejap saja, semua bangunan menjadi gelap gulita. Semua orang yang berada di club malam itu, panik. Bodyguard pun berdatangan, menjaga Serega dengan ketat. Ancaman Asmodeus beberapa waktu lalu, membuat mereka jauh lebih waspada. Turun dari atap menggunakan jet pack, Asmodeus mengeluarkan sebuah benda berbentuk bulat seperti bola lalu melemparkannya masuk ke dalam. Bola itu mengeluarkan asap putih, satu persatu para pengunjung dan bodyguard Serega berjatuhan. Menyadari hal itu, Serega menahan nafas. Berlari keluar dengan keadaan panik. Sesampainya di luar, Serega melihat sosok berjubah hitam, Asmodeus. Dari dalam saku jasnya, Serega mengeluarkan senjata api, desert eagle. Sejenis pistol dengan daya tembak 2000 joule. "Doorrrrrr! Doorrrrrr! Doorrrrrr!" Serega melepaskan tembakan ke arah Asmodeus. Dua peluru berhasil di hindari oleh Asmodeus, tetapi tidak dengan peluru ketiga. Peluru itu berhasil mengenai bahu Asmodeus, membuat jubahnya robek dan dari kulitnya mengeluarkan darah. "
"Hanya itu saja kemampuan Anda?" Ucap Asmodeus. Rizel masih tersadar "Aku... belum... kalah" Jawab Rizel terbata-bata. "Wajah Anda sudah babak belur dan berdarah-darah, jangan memaksakan diri Rizel" "Wajahku memang sudah keluar banyak darah, tetapi sekarang kamu sudah tidak bisa kemana-mana" Rizel berusaha berdiri, wajahnya berubah menjadi merah, tertutup darah yang keluar dari keningnya. "Apa yang Anda katakan?" "Lihat ini" Rizel menunjukan pergelangan tangan kanannya yang terborgol satu sama lain dengan tangan kirinya Asmodeus. "Apa!? tapi sejak kapan!" Asmodeus menggerakan tangannya yang terborgol. "Saat kamu akan membenturkan kepala, aku sudah persiapkan borgol ini dan mengincar tangan kirimu, meskipun keningku menjadi korbannya" Rizel menjelaskan "Cepat lepaskan! atau akan saya..." "Akan kamu bunuh? seperti saat aku berada di air terjun?" Rizel menyela. Asmodeus terdiam hanya menatap saudara kembarnya itu yang tengah berdiri penuh perjuangan. "Bunuhlah cepat, jika itu b
Di hadapan Claudia dan Steiner. Rizel menjelaskan bahwa identitas asli Asmodeus adalah saudara kembarnya. Sekejap suasana menjadi sangat hening, Rizel berusaha berdiri di tengah sekujur tubuhnya yang penuh dengan luka. Steiner membantunya berdiri "Aku tidak peduli Asmodeus itu siapa karena yang terpenting Pak Rizel adalah atasan kami yang taat dengan peraturan hukum" "Betul Pak, sekarang lebih baik kita obati dulu luka Pak Rizel, rencana selanjutnya kita pikirkan nanti" Ujar Claudia. "Terima kasih" Singkat Rizel. Steiner mengantar Rizel ke rumah sakit sedangkan Claudia bersama anggota polisi lainnya memeriksa mecusuar yang menjadi tempat persembunyian Asmodeus. Tiga hari sudah, Rizel beristirahat menyembuhkan luka-lukanya. Mercusuar di heavenly beach terbatasi oleh garis polisi. Barang-barang Asmodeus yang berada disana di sita oleh pihak kepolisian. Gejolak fanatisme Asmodeus semakin meningkat. Banyak pemuda turun ke jalan mengenakan pakaian dan topeng yang nyaris mirip dengan