Lampu gedung kembali menyala. Sunyi, seperti tak berpenghuni. Menaiki tangga, Rizel naik ke lantai 5. Langkahnya penuh kehati-hatian, setiap akan melewati persimpangan koridor, Rizel mengintip di balik tembok untuk memastikan keadaan. Menggunakan walkie talkie, Rizel mencoba menghubungi rekan-rekannya. "Claudia... Cloud... Gora... Steiner!" Tidak ada satupun yang menjawab. Merasakan ada sesuatu hal yang telah terjadi, Rizel mempercepat langkah pencariannya. Saat melihat ruangan dengan pintu yang terbuka. Rizel melihat Asmodeus tengah menyendera seorang pria, menodongkan pistol ke kepalanya. "Asmodeus! letakkan pistol itu segera!" Pinta Rizel. "Tolong Pak Polisi, dia akan membunuhku" Seseorang yang menjadi sandera adalah Joker. "Letakkan senjata Anda Pak Rizel, atau hewan ini akan saya ledakan kepalanya" Asmodeus balik mengancam. "Jangan... jangan lakukan itu!" Jawab Rizel. Perlahan, Rizel meletakkan senjatanya ke atas lantai. "Geser pistol itu jauh-jauh" Pinta Asmodeus. Mendenga
Paginya, selesai sarapan dan Genia pergi ke sekolah. Delista mencuci piring, Rizel duduk di ruang tamu, menikmati segelas kopi panas. Selesai mencuci piring, Delista menghampiri suaminya, menceritakan tentang kedatangan Razel. "Kemarin, Genia diantar pulang oleh Razel" "Benarkah? tapi tidak terjadi sesuatu kan?" Rizel terkejut, menatap Delista "Tidak terjadi apapun, bahkan Razel membelikan beberapa pakaian untuk Genia" "Apa kalian berbincang?" "Iya sayang, aku ragu dia seorang pembunuh" "Aku pun berpikir sama, di sisi lain dia memang seorang pembunuh, di sisi lain saat aku berbicara dengannya, perasaanku merasakan hal yang berbeda" "Lalu bagaimana dengan kasus ini selanjutnya?" "Asmodeus tidak bergerak sendiri, dia memiliki sebuah organisasi yang bernama death savior" "Death savior? organisasi apa mereka itu?" "Entahlah, aku tidak tau, kasus ini semakin meruncing" "Apa langkahmu selanjutnya?" "Bagaimana pun juga aku harus menemukan tempat persembunyian Razel dan mencari in
"Ah, kita kedatangan tamu, perkenalkan namaku Astaroth" Pria bertopeng itu melihat ke arah Razel. Tanpa sadar, Razel berlari, menaiki meja dan melompat, melemparkan pukulan telak kepada Astaroth "Aaaaahhhhhh!!!! lepaskan dia!" Teriak Razel. Pukulannya tepat mengenai wajah Astaroth "Hahahaha.... menarik! sangat menarik!" Astaroth tertawa terbahak-bahak. "Lari Razel! cepat pergi dari sini!" Ucap Angelo. Astaroth mencengkram pundak Angelo semakin erat, membuatnya terjatuh dan tak sadarkan diri. "Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" Tantang Astaroth. "Membunuhmu pastinya!" Razel mengambil pisau Jagdkommando milik Angelo dan menerjang Astaroth, menyerang lehernya. Astaroth menghindar, lehernya mengelak ke arah berlawanan, tetapi Razel menyadari lebih awal, jika serangannya akan di hindari. Dalam perhitungan sepersekian detik, tangan Razel menggeser, dari tusukan menjadi tebasan, mengarah leher Astaroth dan berhasil melukainya. "Aku menyukaimu!" Ucap Astaroth serta memegang lehernya
Sekejap saja, semua bangunan menjadi gelap gulita. Semua orang yang berada di club malam itu, panik. Bodyguard pun berdatangan, menjaga Serega dengan ketat. Ancaman Asmodeus beberapa waktu lalu, membuat mereka jauh lebih waspada. Turun dari atap menggunakan jet pack, Asmodeus mengeluarkan sebuah benda berbentuk bulat seperti bola lalu melemparkannya masuk ke dalam. Bola itu mengeluarkan asap putih, satu persatu para pengunjung dan bodyguard Serega berjatuhan. Menyadari hal itu, Serega menahan nafas. Berlari keluar dengan keadaan panik. Sesampainya di luar, Serega melihat sosok berjubah hitam, Asmodeus. Dari dalam saku jasnya, Serega mengeluarkan senjata api, desert eagle. Sejenis pistol dengan daya tembak 2000 joule. "Doorrrrrr! Doorrrrrr! Doorrrrrr!" Serega melepaskan tembakan ke arah Asmodeus. Dua peluru berhasil di hindari oleh Asmodeus, tetapi tidak dengan peluru ketiga. Peluru itu berhasil mengenai bahu Asmodeus, membuat jubahnya robek dan dari kulitnya mengeluarkan darah. "
"Hanya itu saja kemampuan Anda?" Ucap Asmodeus. Rizel masih tersadar "Aku... belum... kalah" Jawab Rizel terbata-bata. "Wajah Anda sudah babak belur dan berdarah-darah, jangan memaksakan diri Rizel" "Wajahku memang sudah keluar banyak darah, tetapi sekarang kamu sudah tidak bisa kemana-mana" Rizel berusaha berdiri, wajahnya berubah menjadi merah, tertutup darah yang keluar dari keningnya. "Apa yang Anda katakan?" "Lihat ini" Rizel menunjukan pergelangan tangan kanannya yang terborgol satu sama lain dengan tangan kirinya Asmodeus. "Apa!? tapi sejak kapan!" Asmodeus menggerakan tangannya yang terborgol. "Saat kamu akan membenturkan kepala, aku sudah persiapkan borgol ini dan mengincar tangan kirimu, meskipun keningku menjadi korbannya" Rizel menjelaskan "Cepat lepaskan! atau akan saya..." "Akan kamu bunuh? seperti saat aku berada di air terjun?" Rizel menyela. Asmodeus terdiam hanya menatap saudara kembarnya itu yang tengah berdiri penuh perjuangan. "Bunuhlah cepat, jika itu b
Di hadapan Claudia dan Steiner. Rizel menjelaskan bahwa identitas asli Asmodeus adalah saudara kembarnya. Sekejap suasana menjadi sangat hening, Rizel berusaha berdiri di tengah sekujur tubuhnya yang penuh dengan luka. Steiner membantunya berdiri "Aku tidak peduli Asmodeus itu siapa karena yang terpenting Pak Rizel adalah atasan kami yang taat dengan peraturan hukum" "Betul Pak, sekarang lebih baik kita obati dulu luka Pak Rizel, rencana selanjutnya kita pikirkan nanti" Ujar Claudia. "Terima kasih" Singkat Rizel. Steiner mengantar Rizel ke rumah sakit sedangkan Claudia bersama anggota polisi lainnya memeriksa mecusuar yang menjadi tempat persembunyian Asmodeus. Tiga hari sudah, Rizel beristirahat menyembuhkan luka-lukanya. Mercusuar di heavenly beach terbatasi oleh garis polisi. Barang-barang Asmodeus yang berada disana di sita oleh pihak kepolisian. Gejolak fanatisme Asmodeus semakin meningkat. Banyak pemuda turun ke jalan mengenakan pakaian dan topeng yang nyaris mirip dengan
Keadaan masih baik-baik saja. Rizel melihat Delista tengah menyiram tanaman. Delista yang mengetahui suaminya kembali ke rumah dan turun dari mobil, menyimpan alat penyiram tanaman itu. Bertanya kepada Rizel. "Ada apa sayang, kenapa pulang lagi, apa ada sesuatu hal yang ketinggalan?" "Apa kamu melihat seseorang yang mencurigakan?" Rizel berbicara, mengawasi sekitar rumahnya. "Tidak ada, memangnya ada apa?" "Seseorang mengirimkan foto rumah kita" "Tapi aku tidak melihat siapapun" "Aku tidak jadi berangkat" Rizel melepas jasnya, masuk ke dalam rumah. Saat berada di ruang tamu, Rizel memanggil anaknya "Genia! Genia, kamu dimana?" "Ada apa Ayah?" Genia keluar dari dalam kamar. "Sampai kapan kamu libur sekolah?" "Sampai minggu depan, memangnya kenapa?" "Kemasi barang-barangmu, kita pergi sekarang ke rumah Nenek Helena" "Kerumah Nenek Helena? kenapa mendadak Ayah?" "Nanti Ayah jelaskan" Delista yang mendengar Rizel berbicara kepada Genia, turut masuk dan bertanya. "Kita ke ru
Cukup lama Rizel mencari seseorang yang tengah memata-matainya. Tidak ditemukan seorangpun yang berada disana. Hanya menemukan jejak sepatu dibalik pohon yang cukup jauh dari rumah Helena. Delista yang khawatir tengah menunggu Rizel di ruang keluarga. Kedatangan Rizel membuat jantungnya berdetak sangat kencang. Menyimpan senter dan ponselnya di atas meja, Rizel duduk serta mengambil nafas panjang. "Kamu menemukan seseorang?" tanya Delista. "Tidak ada seorangpun diluar sana, hanya ada jejak sepatu yang aku temukan" Rizel menjawab, raut wajahnya terlihat emosi. "Terus sekarang apa tindakanmu selanjutnya?" "Besok aku akan pergi ke kantor dan melacak keberadaannya. Jangan khawatir, aku pasti akan menemukannya sesegera mungkin" "Lebih baik ayah dan ibuku tidak harus tau soal ini, aku takut mereka semakin khawatir" "Kamu benar, sebaiknya mereka tidak perlu tau" "Sebaiknya kita beristirahat dulu, kamu kan dari pagi harus p