Home / Romansa / Asmaraloka / Di Antara Dua Dunia

Share

Di Antara Dua Dunia

Author: Ainun Qolbi
last update Last Updated: 2025-01-14 20:45:53

Langit Puncak yang biasanya sejuk dan menenangkan terasa seperti penjara bagi Bella. Vila kecil tempat ia tinggal bersama Cakra dikelilingi oleh pepohonan rindang dan udara segar, tetapi keindahan itu tidak mampu mengusir rasa sesak yang terus menghantuinya. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi jendela yang terbuka lebar, membiarkan angin pagi masuk ke dalam kamar. Namun, angin itu tidak membawa ketenangan—hanya mengingatkan Bella pada kebebasan yang kini terasa begitu jauh dari jangkauannya.

Sudah beberapa minggu sejak ia memutuskan untuk kembali ke Cakra. Keputusan itu bukanlah sesuatu yang ia buat dengan mudah; ia tahu betul risiko yang datang bersamanya. Namun, tekanan emosional dan perasaan tidak punya tempat lain untuk pergi membuatnya merasa tidak memiliki pilihan lain. Cakra, dengan segala janji manisnya, telah meyakinkannya bahwa mereka bisa memulai kembali dari awal—bahwa hubungan mereka bisa diperbaiki.

Pada awalnya, Bella mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa keputusan
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Asmaraloka   Kebohongan yang Terbongkar

    Hujan masih mengguyur dengan deras, menciptakan irama yang semakin mendalam dalam kesunyian malam. Cakra berdiri di dekat jendela, matanya terfokus pada langit yang kelam, namun pikirannya jauh melayang. Sejak beberapa minggu terakhir, ia mulai merasakan ada yang berbeda dengan Bella. Wanita yang biasanya ceria dan terbuka, kini terlihat lebih sering menarik diri, menghindar dari percakapan dan cenderung menyimpan rahasia.Cakra mencoba mengabaikan perasaan curiga yang mulai merayap dalam dirinya, namun setiap kali ia berusaha mendekati Bella, ada dinding tak terlihat yang menghalangi. Perubahan kecil, seperti ketidakhadirannya dalam percakapan yang biasanya penuh tawa, atau wajahnya yang tampak murung, membuat Cakra semakin gelisah. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Bella sedang menyembunyikan sesuatu darinya?Di satu sisi, Cakra merasa bingung. Ia tahu, dalam hubungan mereka, kejujuran adalah hal yang selalu dijunjung tinggi. Namun, apa yang bisa dia lakukan jika Bella malah semak

    Last Updated : 2025-01-15
  • Asmaraloka   Pesan di Malam Sepi

    Malam itu, Ain duduk sendirian di ruang tamu rumah kontrakannya yang kecil, menikmati kesunyian yang jarang ia rasakan. Setelah seharian bekerja keras, ia merasa sedikit lebih lega karena malam ini tidak ada pekerjaan menumpuk yang harus ia selesaikan. Ia memutuskan untuk mengambil waktu sejenak untuk dirinya sendiri, beristirahat dari segala kewajiban yang selalu mengikatnya. Hujan yang turun di luar jendela menciptakan ketenangan yang nyaman, suara tetesan air menenangkan pikirannya yang terkadang penuh dengan kekhawatiran.Tiba-tiba, ponselnya berbunyi, memecah keheningan yang nyaman itu. Ain melirik layar ponsel yang tergeletak di sampingnya di meja kecil, dan melihat ada pesan masuk. Nomor yang tertera adalah nomor yang tidak dikenalnya. Tanpa berpikir panjang, Ain membuka pesan tersebut. Pesan itu singkat, hanya terdiri dari beberapa kalimat yang langsung menarik perhatian. Meskipun tidak ada nama yang tercantum, Ain merasa seolah-olah ada sesuatu yang sangat pribadi dan mendala

    Last Updated : 2025-01-15
  • Asmaraloka   Langkah yang Tertinggal

    Malam menggantung seperti tirai kelabu yang penuh debu sejarah. Di kejauhan, suara klakson kendaraan terdengar samar-samar, seperti orkestra sumbang yang dimainkan oleh waktu. Ain berjalan menyusuri lorong sunyi menuju rumah Alfi, sahabat yang selalu menjadi labuhan dari setiap badai dalam hidupnya. Hujan yang tadi turun deras kini hanya menyisakan aroma tanah basah dan titik-titik gerimis yang jatuh malas ke bumi, seolah mereka pun enggan mengganggu ketenangan malam.Langkah Ain terhenti di depan pintu kayu tua yang sudah mulai lapuk di bagian ujungnya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk. Ketukan pertamanya pelan, ragu-ragu—seperti perasaannya sendiri. Namun, ketukan kedua terdengar lebih mantap, sebuah keputusan yang sudah lama dipendam. Tidak sampai sepuluh detik, pintu itu terbuka, memperlihatkan sosok Alfi dengan senyum yang sama seperti dulu: hangat, tenang, dan penuh pengertian."Ain?" Alfi menyipitkan matanya, tampak heran melihat wajah sahabat

    Last Updated : 2025-01-16
  • Asmaraloka   Melodi yang Hilang

    Pagi itu, langit seakan merasakan beban yang tengah dipikul oleh hati manusia. Cahaya matahari yang biasanya begitu cerah, tampak muram, seperti tidak ingin ikut campur dalam kisah yang sedang berlangsung. Di sebuah apartemen yang terletak di lantai lima sebuah gedung tua, Bella berdiri di balik tirai yang memayungi dunia luar. Wajahnya yang dulu cerah kini pucat, seperti langit yang enggan tersenyum.Di sekelilingnya, dunia masih begitu tenang—tapi tidak di dalam hatinya. Di dalam hatinya, badai berputar. Cakra tidak tahu, dia tidak akan tahu, apa yang ada di dalam jiwa Bella. Namun Bella tahu satu hal pasti—dia tidak bisa tinggal di tempat ini lebih lama lagi.Matanya menatap ponsel di tangannya. Pesan itu—pesan yang ditulis dengan begitu hati-hati—seakan membawa Bella kembali ke sebuah tempat yang dulu ia kenal, tempat yang penuh dengan harapan, namun juga terperangkap dalam kenangan pahit. Bukit Kenangan. Tempat yang tak pernah benar-benar b

    Last Updated : 2025-01-17
  • Asmaraloka   Jembatan yang Runtuh

    Pagi itu, sinar matahari mengalir lembut melalui sela-sela pepohonan yang tinggi, menyinari jalan setapak yang berkelok menuju desa terpencil. Ain dan Alfi berjalan bersama, langkah mereka mantap meski ada beban yang tak terungkapkan dalam setiap langkah itu. Mereka telah menempuh perjalanan jauh, melewati hutan-hutan dan bukit-bukit, demi satu tujuan yang kini ada di depan mata mereka: menemukan Bella.Ain memegang secarik kertas yang didapatnya dari pria tua yang bertemu dengannya kemarin. Pada kertas itu tertulis alamat yang mereka yakini sebagai tempat tinggal Bella. Namun, meskipun mereka semakin dekat, ada perasaan cemas yang menggantung di udara—perasaan yang tidak bisa disembunyikan oleh keduanya."Ain, kamu yakin ini tempatnya?" tanya Alfi, menatap peta di tangannya. Suaranya sedikit serak, menandakan betapa lelahnya mereka setelah perjalanan panjang ini.Ain mengangguk pelan, matanya tertuju ke jalan yang semakin menyempit, tanda bahwa mereka sem

    Last Updated : 2025-01-18
  • Asmaraloka   Hujan di Atas Luka

    Hujan turun deras malam itu, mengguyur tanah dengan keteguhan yang sama seperti perasaan Bella. Setiap tetes yang menyentuh kulitnya terasa seolah membawa berat dunia yang tak bisa lagi ia tanggung. Angin dingin menyapu wajahnya, dan langkahnya yang terhuyung-huyung semakin sulit untuk dipertahankan. Bella mencoba berlari, meskipun kaki dan pikirannya seolah menentang niatnya.Cakra, dengan segala kekuatannya, telah mengejarnya, dan kali ini, ia tidak berniat untuk melepaskannya begitu saja. Saat Bella mencoba melarikan diri dari tempat yang semula ia kira aman, Cakra yang penuh amarah melesatkan ancaman yang lebih tajam dari pisau, membuat setiap keputusan Bella terasa semakin sulit. Dan meski hujan tak pernah berhenti, air mata Bella ikut bergulir, membasahi pipinya.Kakinya tersandung sebuah batu besar di tengah jalan, tubuhnya terjatuh ke tanah basah dengan keras. Sebuah rasa sakit yang tajam melilit di pergelangan kakinya, dan ia pun meringis. Cakra sudah terlalu

    Last Updated : 2025-01-19
  • Asmaraloka   Pengorbanan yang Terlambat

    Hujan masih turun dengan deras saat Ain menggenggam tangan Bella lebih erat, memimpin langkah mereka yang semakin lesu menuju rumah sakit terdekat. Bella terhuyung lemah di sampingnya, tubuhnya masih terguncang oleh apa yang baru saja mereka alami, dan lebih dari itu, hati Bella terbelenggu oleh rasa takut yang semakin dalam.Ain tidak tahu harus bagaimana. Setiap langkah yang mereka ambil semakin menjauh dari tempat di mana Alfi berjuang sendirian. Setiap detik yang berlalu semakin membuat rasa bersalahnya membengkak. Di dalam kepalanya, hanya ada satu pertanyaan yang terus berputar: Apakah mereka telah membuat keputusan yang benar? Apakah mereka seharusnya kembali untuk Alfi?Lalu, saat matanya tertuju pada wajah Bella yang semakin pucat, rasa bersalah itu semakin mencekiknya. Mungkin seharusnya dia tidak membiarkan Bella pergi begitu saja. Seharusnya mereka bertahan, berdua, bersama Alfi. Tapi kenyataannya, mereka melarikan diri. Kini, mereka berada di tempat yang j

    Last Updated : 2025-01-20
  • Asmaraloka   Pelarian yang Membebaskan

    Langit pagi itu menyapa mereka dengan keheningan yang aneh, seolah turut merasakan keputusan besar yang baru saja mereka buat. Di luar jendela, langit yang cerah membentang tanpa awan, menyiratkan kebebasan yang akhirnya mereka ambil—setelah begitu banyak waktu terperangkap dalam kebingungannya masing-masing.Bella berdiri di samping jendela rumah sakit, tatapannya kosong, tetapi ada sedikit cahaya yang memantul di matanya. Ia memandang ke luar, mencoba menangkap perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya. Beberapa hari yang lalu, segala sesuatunya terasa berat, seperti beban yang tak terangkat. Namun hari ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada secercah harapan, meskipun itu terasa rapuh."Ain," suara Bella terdengar lirih, namun penuh arti. Ain yang duduk di dekat ranjang, menatapnya dengan penuh perhatian, menyadari ada sesuatu yang baru dalam diri Bella."Apa?" jawab Ain, suaranya lebih lembut dari sebelumnya. Ia menatap Bella, sedikit ragu, tetapi juga penuh

    Last Updated : 2025-01-21

Latest chapter

  • Asmaraloka   Pelarian yang Membebaskan

    Langit pagi itu menyapa mereka dengan keheningan yang aneh, seolah turut merasakan keputusan besar yang baru saja mereka buat. Di luar jendela, langit yang cerah membentang tanpa awan, menyiratkan kebebasan yang akhirnya mereka ambil—setelah begitu banyak waktu terperangkap dalam kebingungannya masing-masing.Bella berdiri di samping jendela rumah sakit, tatapannya kosong, tetapi ada sedikit cahaya yang memantul di matanya. Ia memandang ke luar, mencoba menangkap perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya. Beberapa hari yang lalu, segala sesuatunya terasa berat, seperti beban yang tak terangkat. Namun hari ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada secercah harapan, meskipun itu terasa rapuh."Ain," suara Bella terdengar lirih, namun penuh arti. Ain yang duduk di dekat ranjang, menatapnya dengan penuh perhatian, menyadari ada sesuatu yang baru dalam diri Bella."Apa?" jawab Ain, suaranya lebih lembut dari sebelumnya. Ia menatap Bella, sedikit ragu, tetapi juga penuh

  • Asmaraloka   Pengorbanan yang Terlambat

    Hujan masih turun dengan deras saat Ain menggenggam tangan Bella lebih erat, memimpin langkah mereka yang semakin lesu menuju rumah sakit terdekat. Bella terhuyung lemah di sampingnya, tubuhnya masih terguncang oleh apa yang baru saja mereka alami, dan lebih dari itu, hati Bella terbelenggu oleh rasa takut yang semakin dalam.Ain tidak tahu harus bagaimana. Setiap langkah yang mereka ambil semakin menjauh dari tempat di mana Alfi berjuang sendirian. Setiap detik yang berlalu semakin membuat rasa bersalahnya membengkak. Di dalam kepalanya, hanya ada satu pertanyaan yang terus berputar: Apakah mereka telah membuat keputusan yang benar? Apakah mereka seharusnya kembali untuk Alfi?Lalu, saat matanya tertuju pada wajah Bella yang semakin pucat, rasa bersalah itu semakin mencekiknya. Mungkin seharusnya dia tidak membiarkan Bella pergi begitu saja. Seharusnya mereka bertahan, berdua, bersama Alfi. Tapi kenyataannya, mereka melarikan diri. Kini, mereka berada di tempat yang j

  • Asmaraloka   Hujan di Atas Luka

    Hujan turun deras malam itu, mengguyur tanah dengan keteguhan yang sama seperti perasaan Bella. Setiap tetes yang menyentuh kulitnya terasa seolah membawa berat dunia yang tak bisa lagi ia tanggung. Angin dingin menyapu wajahnya, dan langkahnya yang terhuyung-huyung semakin sulit untuk dipertahankan. Bella mencoba berlari, meskipun kaki dan pikirannya seolah menentang niatnya.Cakra, dengan segala kekuatannya, telah mengejarnya, dan kali ini, ia tidak berniat untuk melepaskannya begitu saja. Saat Bella mencoba melarikan diri dari tempat yang semula ia kira aman, Cakra yang penuh amarah melesatkan ancaman yang lebih tajam dari pisau, membuat setiap keputusan Bella terasa semakin sulit. Dan meski hujan tak pernah berhenti, air mata Bella ikut bergulir, membasahi pipinya.Kakinya tersandung sebuah batu besar di tengah jalan, tubuhnya terjatuh ke tanah basah dengan keras. Sebuah rasa sakit yang tajam melilit di pergelangan kakinya, dan ia pun meringis. Cakra sudah terlalu

  • Asmaraloka   Jembatan yang Runtuh

    Pagi itu, sinar matahari mengalir lembut melalui sela-sela pepohonan yang tinggi, menyinari jalan setapak yang berkelok menuju desa terpencil. Ain dan Alfi berjalan bersama, langkah mereka mantap meski ada beban yang tak terungkapkan dalam setiap langkah itu. Mereka telah menempuh perjalanan jauh, melewati hutan-hutan dan bukit-bukit, demi satu tujuan yang kini ada di depan mata mereka: menemukan Bella.Ain memegang secarik kertas yang didapatnya dari pria tua yang bertemu dengannya kemarin. Pada kertas itu tertulis alamat yang mereka yakini sebagai tempat tinggal Bella. Namun, meskipun mereka semakin dekat, ada perasaan cemas yang menggantung di udara—perasaan yang tidak bisa disembunyikan oleh keduanya."Ain, kamu yakin ini tempatnya?" tanya Alfi, menatap peta di tangannya. Suaranya sedikit serak, menandakan betapa lelahnya mereka setelah perjalanan panjang ini.Ain mengangguk pelan, matanya tertuju ke jalan yang semakin menyempit, tanda bahwa mereka sem

  • Asmaraloka   Melodi yang Hilang

    Pagi itu, langit seakan merasakan beban yang tengah dipikul oleh hati manusia. Cahaya matahari yang biasanya begitu cerah, tampak muram, seperti tidak ingin ikut campur dalam kisah yang sedang berlangsung. Di sebuah apartemen yang terletak di lantai lima sebuah gedung tua, Bella berdiri di balik tirai yang memayungi dunia luar. Wajahnya yang dulu cerah kini pucat, seperti langit yang enggan tersenyum.Di sekelilingnya, dunia masih begitu tenang—tapi tidak di dalam hatinya. Di dalam hatinya, badai berputar. Cakra tidak tahu, dia tidak akan tahu, apa yang ada di dalam jiwa Bella. Namun Bella tahu satu hal pasti—dia tidak bisa tinggal di tempat ini lebih lama lagi.Matanya menatap ponsel di tangannya. Pesan itu—pesan yang ditulis dengan begitu hati-hati—seakan membawa Bella kembali ke sebuah tempat yang dulu ia kenal, tempat yang penuh dengan harapan, namun juga terperangkap dalam kenangan pahit. Bukit Kenangan. Tempat yang tak pernah benar-benar b

  • Asmaraloka   Langkah yang Tertinggal

    Malam menggantung seperti tirai kelabu yang penuh debu sejarah. Di kejauhan, suara klakson kendaraan terdengar samar-samar, seperti orkestra sumbang yang dimainkan oleh waktu. Ain berjalan menyusuri lorong sunyi menuju rumah Alfi, sahabat yang selalu menjadi labuhan dari setiap badai dalam hidupnya. Hujan yang tadi turun deras kini hanya menyisakan aroma tanah basah dan titik-titik gerimis yang jatuh malas ke bumi, seolah mereka pun enggan mengganggu ketenangan malam.Langkah Ain terhenti di depan pintu kayu tua yang sudah mulai lapuk di bagian ujungnya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk. Ketukan pertamanya pelan, ragu-ragu—seperti perasaannya sendiri. Namun, ketukan kedua terdengar lebih mantap, sebuah keputusan yang sudah lama dipendam. Tidak sampai sepuluh detik, pintu itu terbuka, memperlihatkan sosok Alfi dengan senyum yang sama seperti dulu: hangat, tenang, dan penuh pengertian."Ain?" Alfi menyipitkan matanya, tampak heran melihat wajah sahabat

  • Asmaraloka   Pesan di Malam Sepi

    Malam itu, Ain duduk sendirian di ruang tamu rumah kontrakannya yang kecil, menikmati kesunyian yang jarang ia rasakan. Setelah seharian bekerja keras, ia merasa sedikit lebih lega karena malam ini tidak ada pekerjaan menumpuk yang harus ia selesaikan. Ia memutuskan untuk mengambil waktu sejenak untuk dirinya sendiri, beristirahat dari segala kewajiban yang selalu mengikatnya. Hujan yang turun di luar jendela menciptakan ketenangan yang nyaman, suara tetesan air menenangkan pikirannya yang terkadang penuh dengan kekhawatiran.Tiba-tiba, ponselnya berbunyi, memecah keheningan yang nyaman itu. Ain melirik layar ponsel yang tergeletak di sampingnya di meja kecil, dan melihat ada pesan masuk. Nomor yang tertera adalah nomor yang tidak dikenalnya. Tanpa berpikir panjang, Ain membuka pesan tersebut. Pesan itu singkat, hanya terdiri dari beberapa kalimat yang langsung menarik perhatian. Meskipun tidak ada nama yang tercantum, Ain merasa seolah-olah ada sesuatu yang sangat pribadi dan mendala

  • Asmaraloka   Kebohongan yang Terbongkar

    Hujan masih mengguyur dengan deras, menciptakan irama yang semakin mendalam dalam kesunyian malam. Cakra berdiri di dekat jendela, matanya terfokus pada langit yang kelam, namun pikirannya jauh melayang. Sejak beberapa minggu terakhir, ia mulai merasakan ada yang berbeda dengan Bella. Wanita yang biasanya ceria dan terbuka, kini terlihat lebih sering menarik diri, menghindar dari percakapan dan cenderung menyimpan rahasia.Cakra mencoba mengabaikan perasaan curiga yang mulai merayap dalam dirinya, namun setiap kali ia berusaha mendekati Bella, ada dinding tak terlihat yang menghalangi. Perubahan kecil, seperti ketidakhadirannya dalam percakapan yang biasanya penuh tawa, atau wajahnya yang tampak murung, membuat Cakra semakin gelisah. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Bella sedang menyembunyikan sesuatu darinya?Di satu sisi, Cakra merasa bingung. Ia tahu, dalam hubungan mereka, kejujuran adalah hal yang selalu dijunjung tinggi. Namun, apa yang bisa dia lakukan jika Bella malah semak

  • Asmaraloka   Di Antara Dua Dunia

    Langit Puncak yang biasanya sejuk dan menenangkan terasa seperti penjara bagi Bella. Vila kecil tempat ia tinggal bersama Cakra dikelilingi oleh pepohonan rindang dan udara segar, tetapi keindahan itu tidak mampu mengusir rasa sesak yang terus menghantuinya. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi jendela yang terbuka lebar, membiarkan angin pagi masuk ke dalam kamar. Namun, angin itu tidak membawa ketenangan—hanya mengingatkan Bella pada kebebasan yang kini terasa begitu jauh dari jangkauannya.Sudah beberapa minggu sejak ia memutuskan untuk kembali ke Cakra. Keputusan itu bukanlah sesuatu yang ia buat dengan mudah; ia tahu betul risiko yang datang bersamanya. Namun, tekanan emosional dan perasaan tidak punya tempat lain untuk pergi membuatnya merasa tidak memiliki pilihan lain. Cakra, dengan segala janji manisnya, telah meyakinkannya bahwa mereka bisa memulai kembali dari awal—bahwa hubungan mereka bisa diperbaiki.Pada awalnya, Bella mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa keputusan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status