Home / Romansa / Asmaraloka / Burj Al Arab

Share

Burj Al Arab

Author: Ainun Qolbi
last update Last Updated: 2022-05-22 11:48:00

Setibanya di Dubai, Ain telah memesan hotel salah satu yang tertinggi di Dubai, yaitu Burj Al Arab, Ain memesan hotel dengan king bed, dengan pemandangan yang langsung mengarah pada pantai Jumeira, salah satu destinasi wisata yang akan mereka berdua kunjungi.

“Hei, kamu udah bangun” guman Ain sambil matanya silau terkena sinar matahari pagi.

Bella menyikap tirai.

Bella mendekati Ain lalu mencium bibir Ain, tidak menjawab.

“Minum kopi yuk, kopi bagus untuk menghilangkan bau mulut pagi hari” ucap Bella lembut.

“Apa? Mulutku bau?” Tanya Ain sambil mencium bau mulutnya sendiri.

Bella tertawa menggoda.

“Oiya semalam ponsel kamu bunyi terus, memang siapa yang menghubungi?” Ucap Ain memulai percakapan.

Bella menuangkan kopi, membuka cemilan yang dia bawa dari Jakarta dan beberapa roti kering, persiapan untuk sarapan mereka berdua.

Bella diam.

“Iya tadi udah aku cek, mama yang telvon semalam, mau nitip beberapa oleh-oleh, biasalah, ada aja titipan ibu-ibu” jawab Bella sambil bergurau.

Semalam Bella sangat capek akibat perjalanan panjang, dia tidak menyangka kalau semalam Cakra menghubunginya, beruntung Bella masih bisa mencari alasan ke Ain, dan berharap Ain tidak curiga, karena itu akan mengacaukan liburannya di Dubai.

“Oiya gimana kabar mama? Besok kalo kita pulang beli oleh-oleh aja dulu di Dubai mall, disana kengkap kalo mau nyari oleh-oleh” sahut Ain tanpa curiga.

“Boleh,”

“Trip kita pertama mau kemana nih?” “Jangan bilang cuma dihotel aja” lanjut Bella.

Ain tertawa dengan gurauan Bella.

“Ya enggklah, jadi abis ini kita mandi, siap-siap berjemur di Jumeirah beach, sekalian breakfasts disana aja, kalo makanan dadi hotel kurang” Ain menjawab sambil melirik perut Bella yang dibalut dengan baju kimono berbagan sutra.

Mengerti dengan maksut ucapan Ain, Bella menanggapi.

“Ooh, sekarang udah mulai berani body-shaming ya, bawa-bawa perut.”

“Ehh, siapa yang ngomong perut?” Balas Ain sambol sok kaget.

Bella tidak membalas ejekan Ain, Bella berdiri, membuka tali kimono perlahan, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah.

Bella mendekati Ain yang duduk dikursi sofa, Ain menyambutnya dengan melingkarkan tanganya dipinggang, mencium perut Bella lembut.

“Walaupun agak bantet, tapi masi bisa kok menggoda kamu” ucap Bella menggoda.

Ain mulai meraba kulit punggung Bella yang terawat, Bella membelai pipi Ain dengan kedua tangan, mulai mencium bibir Ain lembut.

Ain menyambutnya dengan memainkan setiap kecupan, tidak membutuhkan waktu lama, Bella menyesuaikan irama kecupan tersebut, memainkan lidahnya yang panjang, membuat Ain semakin bergairah.

Ain membalikkan badan Bella, kecupannya mulai turun ke leher, Bella menikmatinya.

Begitu juga tangan Ain turun, meremas payudara Bella yang sebesar nasi KFC, ukuran yang ideal untuk dipegang.

Sambil memainkan telinga Bella, Ain menghisap dengan lembut puting pink Bella.

“Ahhh…”

Bella sudah tidak tahan dengan hasrat seksnya sendiri.

Bella menengadah, merasakan sejenak sensasi luar biasa, kemudian kembali tersadar dan membalas dengan melepas pakaian Ain.

Mereka berdua terbakar nafsu, saling bergairah satu sama lain, tidak sadar diujung sana ponsel Bella kembali berdering, menghentikan aktivitas sementara mereka berdua diranjang king bed Burj Al Arab.

Ain merasa terganggu, begitu juga dengan Bella, Ain heran kenapa harus diangkat kalau memang telvon tidak penting? Ain menyembunyikan pikiran itu

‘Sudahlah, jangan rusak liburan ini dengan rasa curiga’ guman Ain dalam hati.

*

Cakra

Entah kenapa hatinya terasa gundah sejak Bella pamit pergi, membatalkan kencan mereka. Cakra selalu menghubungi Bella, menjadi seorang yang posesif.

Siang itu, saat Cakra istirahat dari kerjaan, dia iseng ingin menghubungi Bella lagi, hanya sekedar say hello.

Dering pertama tidak ada jawaban, sampai dering ketujuh, tetap kosong, orang yang dihubunginya tidak menjawab.

Cakra mencoba sekali lagi, kali ini Bella mengangkat telvon setelah dering ke empat,

“Hallo” jawab Bella sambil nafas sedikit terengah-engah.

“Hai, kamu lagi sibuk ya sekarang?” Tanya Cakra.

Hening.

“Iya aku agak sibuk, sorry ya mungkin beberapa hari ini aku bakalan jarang ngabarin” jawab Bella.

“Iya gapapa, yang penting kamu jaga kesehatan, makan jangan telat” Cakra memastikan.

Hening kembali.

Kecanggungan benar-benar merusak hubungan mereka. Cakra menjadi serba salah karena mesara mengganggu aktivitas Bella.

“Sudah dulu ya,” sahut Bella memecah keheningan.

Sebelum Cakra sempat menjawab, Bella mengakhiri telvon.

*

Bella kembali keranjang, ingin meneruskan morning seksnya dengan Ain, tapi dia tidak mendapati Ain dikasur.

Suara gemericik terdengar dari arah kamar mandi, Ain mandi, Bella paham, mungkin Ain bermaksud tidak melanjutkannya.

‘Oke baiklah’ sahutnya dalam hati.

Selagi Ain mandi, Bella memilih pakaian yang akan ia gunakan untuk berjemur, memilih beberapa bra dan underwear yang cocok untuk berjemur.

“Hei, kalo aku berjemur pake ini cocok nggk?” Tanya Bella melihat Ain keluar kamar mandi.

Ain sedang berbalut handuk putih hotel, tersenyum melihat Bella menanyakan pakainnya.

“It’s okey, not bad” sahutnya santai.

“Mama lagi yang nelvon?” Lanjut Ain bertanya.

“Iya” jawab Bella simpel. “Aku mandi dulu ya.” Lanjutnya.

“Cepet jangan lama-lama” Ain memberi perintah.

Bella mengangkat tangan kanan membentuk simbol hormat, sambil menuju kamar mandi.

*

Ain memakai kemeja pantai dengan kerah terbuka, memperlihatkan celah dada yang bidang dengan bulu halus, terlihat sangat maskulin, dipadu dengan celana pendek setinggi lutut, bulu kaki yang tebal, serasi dengan corak warna cerah, kontras dengan suasana kota dubai.

Bella keluar hotel dengan pakaian tidak kalah modis, dia memperlihatkan kaki jenjangnya, dengan rok belahan panjang, terlihat putih bersih, atasan rok hanya ditautkan oleh tali, semakin membuatnya terlihat indah.

Kedua sejoli itu menuju pantai Jumeira, beberapa turus sempat memperhatikan mereka, pasangan dari asia yang terlihat serasi, mulai dari pakaian, sampai dengan gaya berjalan.

Ain tinggi kekar, dan Bella bertubuh tinggi dengan kaki jenjang, bergandengan tangan menuju tempat berjemur.

Ain menenteng tas berisi cola dingin, dan beberapa cemilan lainnya, cukup untuk dinikmati sambil bersantai dipinggir pantai sambil berjemur.

Kecanggungan dan kecurigaan yang sempat terjadi tadi pagi sontak terlupakan sementara, mereka berdua bercengkrama layaknya pasangan yang baru menikah, masih romantis-romantisnya.

Bella tersenyum manis, kadang tertawa menanggapi guyonan Ain, beberapa pasang mata terlihat memperhatikan mereka, tapi mereka berdua tidak menghiraukannya.

Pantai Jumeira menjadi tempat destinasi wisata yang ramai dikunjungi oleh turis lokal maupun internasional, pantai reklamasi yang membentang panjang, pasir putih yang lembut, dan omobak tidak terlalu besar, sangat cocok untuk menjadi tempat tujuan wisatawan.

Ain dan Bella Berjemur dengan alas yang mereka sewa, mereka berdua berjemur di pantai yang agak jauh dari bibir pantai, sambil bersantai, berjemur ria.

*

Ain sejenak melupakan kecurigaannya pada Bella, dia berusaha berpikir positif, tapi Ain tidak menyadari apa yang akan terjadi jika dia meneruskan hubungannya dengan Bella.

Disisi lain, Bella ingin hubungannya dengan Ain menemui titik cerah, Bella sayang Ain, tapi dia masih memiliki Cakra, sudah berulang kali Bella memutuskan Cakra, tapi Cakra tidak mau.

Ada alasan yang kuat kenapa Bella ingin sekali mengakhiri hubungannya dengan Cakra. Bella bertekad, suatu saat dia pasti akan mengatakan yang sejujurnya pada Ain. Tapi bagaimana cara menjelaskan semuanya?

Related chapters

  • Asmaraloka   Masa Lalu

    Hubungan Bella dan Cakra mulai renggang saat Cakra ketahuan selingkuh dengan mantannya.“Aku mau kita udahan” ucap Bella sesenggukan.Cakra tidak menjawab, dia hanya diam karena sudah tidak bisa beralasan lagi, dia benar-benar tertangkap basah.“Tolong jangan Bel, aku janji ga akn ngulangin lagi” pinta Cakra.Sembari sesenggukan, suara bela lemah, dia sudah tidak kuasa lagi menumpahkan amarahnya, dia tidak menyangka orang yang selama ini dia sayangi menghianatinya, lebih parahnya kepergok tepat dihadapannya.Malam itu sebenarnya Bella sama sekali tidak berniat keluar, tubuhnya sudah capek bekerja seharian, tapi entah kenap dia ingin keluar sekedar mencari makan dan melepas penat.Bella melihat ponselnya, masih pukul 10 malam, belum terlalu larut untuk keluar cari makan dan mencari udara segar, juga tidak ada pesan dari Cakra, terkahir Cakra bilang badanya demam, jadi dia tidur duluan.Bella menghidupkan mesin motor matic, melewati jalan yang biasa ia

    Last Updated : 2022-05-23
  • Asmaraloka   Jumeirah

    Orang asia tidak butuh berjemur, apalagi menghitamkan kulit, karena mereka dilahirkan di iklim tropis, yang kulit mereka kebanyakan berwarna sawo matang. Itulah yang terjadi pada Bella dan Ain, baru beberapa menit berjemur, mereka sudah meneduh kembali, ke restoran, memesan makanan dan beberapa cemilan khas Arab. Cuaca hari itu sangat cerah, Bella mengambil beberapa foto untuk di unggah dimedia sosial -tentunya tanpa menampilkan Ain disini, karena hubungan mereka masih backstret- viewnya sangat keren dan romantis, pemandangan langsung ke arah laut lepas. Disisi pantai yang membentang luas, dengan pasir putih halus, terdapat gedung menjulang tinggi dengan gaya separuh kubah tidak sempurna, itulah gedung Burj Al Arab, tempat Ain dan Bella menginap. Restoran tersebut menyajikan berbagai makanan dari seluruh penjuru dunia, pesan nasi goreng pun ada, tapi tidak tahu dengan kualitas rasanya. Mengingat koki dari restoran tersebut bukan asli dari Indonesia. Bella memesan pudding dengan ta

    Last Updated : 2022-05-28
  • Asmaraloka   Percikan di Burj Al Arab

    Matahari perlahan tenggelam di balik cakrawala Dubai, meninggalkan langit yang dihiasi semburat jingga keemasan. Dari balkon suite Burj Al Arab yang mewah, Bella dan Ain berdiri berdampingan, menikmati pemandangan laut yang begitu memukau. Angin malam yang sejuk menerpa wajah mereka, memberikan perasaan damai yang langka.Bella mengenakan gaun ringan berwarna pastel, sementara Ain masih dalam balutan kemeja putih dengan kancing atas yang sengaja dibiarkan terbuka. Malam itu, suasana terasa begitu santai, jauh dari tekanan pekerjaan atau konflik pribadi yang biasanya membebani mereka."Aku rasa, tempat ini benar-benar berbeda dari tempat manapun," ujar Bella sambil tersenyum kecil, matanya terpaku pada gemerlap lampu kota yang memantul di permukaan laut.Ain mengangguk pelan. "Ya. Kadang aku berpikir, di tempat seperti ini, segalanya terasa lebih sederhana. Masalah-masalah di luar sana seolah hanya bayangan yang memudar."Percakapan mereka malam itu penuh dengan kehangatan. Bella meras

    Last Updated : 2025-01-13
  • Asmaraloka   Telepon dari Masa Lalu

    Malam di Dubai terasa tenang. Langit gelap dihiasi bintang-bintang yang berkilauan, dan suara ombak dari pantai buatan di sekitar Burj Al Arab menambah kesan damai. Ain duduk di balkon kamar hotelnya, memandangi pemandangan kota yang berkilauan dalam diam. Bella sudah pergi tidur lebih awal setelah makan malam yang sedikit canggung karena insiden di mana Ain tidak sengaja menyebut nama Alfi. Meski Bella mencoba menutupi kekecewaannya dengan senyum kecil, Ain tahu bahwa hal itu telah melukai hati Bella.Sambil menghela napas berat, Ain mengangkat secangkir teh hangat yang telah mendingin di tangannya. Kenangan lama tentang Alfi mengisi pikirannya—cinta pertama yang ia korbankan demi rasa hutang budi. Ia tahu hidup harus terus berjalan, tetapi mengapa bayangan Alfi selalu menghantui dirinya?Ponselnya tiba-tiba bergetar di atas meja kaca kecil. Ain mengerutkan dahi saat melihat nama yang muncul di layar. Sebuah nama yang tak ia sangka akan muncul lagi dalam hidupnya: Alfi. Tubuhnya memb

    Last Updated : 2025-01-13
  • Asmaraloka   Tamu Tak Diundang

    Pagi itu, Bella tengah duduk di ruang tamu apartemen Ain, memandangi secangkir kopi yang mulai dingin di tangannya. Ia mencoba menenangkan pikirannya yang terus bergulat dengan perasaan cemas sejak malam sebelumnya. Ain sedang keluar untuk sebuah janji bisnis, meninggalkan Bella sendirian.Sambil menghela napas, Bella meraih ponselnya, berharap menemukan sesuatu yang dapat mengalihkan pikirannya. Namun, apa yang ia temukan justru membuatnya semakin gelisah. Sebuah pesan dari Cakra, pria dari masa lalunya yang selama ini ia hindari, muncul di layar ponselnya.“Bella, kita perlu bicara. Ada hal penting yang harus kamu tahu.”Pesan itu sederhana, tapi cukup untuk membuat hati Bella berdegup kencang. Nama Cakra membawa kenangan yang sudah lama ia kubur. Ia adalah bagian dari masa lalu Bella yang penuh liku, seseorang yang pernah membuatnya merasa dihargai sekaligus dikhianati.Bella menggigit bibirnya, mencoba memutuskan apakah ia harus membalas pesan itu atau mengabaikannya. Tapi pikiran

    Last Updated : 2025-01-13
  • Asmaraloka   Jejak Alfi

    Restoran dengan lampu temaram itu terletak di pinggiran Dubai, jauh dari gemerlap gedung pencakar langit. Ain duduk di meja paling sudut, menatap cangkir kopinya yang sudah dingin. Ia datang lebih awal dari waktu yang disepakati. Bukan karena ingin terlihat antusias, tetapi karena jantungnya terus berdegup kencang sejak Alfi menghubunginya. Dua tahun berlalu sejak mereka terakhir kali bertemu, tetapi memori tentang Alfi tidak pernah benar-benar hilang. Wajah Alfi yang selalu tersenyum, suara lembutnya yang menenangkan, dan kenangan manis yang mereka bagi terus menghantui pikirannya. Ain menarik napas panjang ketika melihat pintu restoran terbuka. Sosok yang sangat ia kenal itu melangkah masuk. Alfi masih seperti yang ia ingat—anggun, tenang, dan penuh percaya diri. Perempuan itu mengenakan gaun hitam sederhana, tetapi kehadirannya begitu memikat, seperti dulu. “Ain,” sapanya dengan senyum tipis, menghampiri meja. “Alfi,” Ain menjawab, mencoba terdengar tenang meskipun ada bada

    Last Updated : 2025-01-14
  • Asmaraloka   Konfrontasi di Balkon

    Malam di Dubai terasa lebih sejuk dari biasanya. Angin lembut menyapu balkon suite hotel, membawa aroma laut dari kejauhan. Bella berdiri di sisi balkon, memandang lampu-lampu kota yang memukau. Gaun malam sederhana yang ia kenakan bergerak pelan tertiup angin, membuatnya terlihat seperti bagian dari keindahan malam itu. Ain melangkah keluar dari dalam kamar, membawa dua cangkir teh hangat. Suara langkahnya di lantai marmer menarik perhatian Bella, yang langsung menoleh dan tersenyum kecil. “Terima kasih,” katanya pelan, menerima satu cangkir. Mereka berdua berdiri berdampingan, menatap pemandangan malam yang memukau. Tidak ada yang berbicara untuk beberapa saat, hanya keheningan yang terasa nyaman di antara mereka. Namun, Bella bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Kedekatan Ain malam itu membuatnya merasa seperti melupakan semua kerumitan hidupnya, meskipun hanya sesaat. “Aku tidak pernah membayangkan bisa berada di tempat seperti ini,” Bella akhirnya berkata, memecah

    Last Updated : 2025-01-14
  • Asmaraloka   Jeda yang Menyesakkan

    Pagi itu, Bella berdiri di balkon kamar hotelnya, memandangi pemandangan kota Dubai yang dipenuhi kemewahan. Angin sejuk meniup rambutnya, tetapi rasa gelisah di hatinya jauh lebih kuat daripada apa pun yang bisa ia rasakan di luar. Keputusan yang telah ia buat semalam terus bergema di pikirannya: ia harus kembali ke Indonesia. Semua yang terjadi dalam beberapa hari terakhir telah membuatnya lelah secara emosional. Pertemuan tak terduga dengan Cakra, konfrontasi di balkon, hingga ancaman terselubung yang dilontarkan oleh pria itu—semuanya telah mencapai puncaknya. Bella merasa bahwa meninggalkan Dubai adalah satu-satunya cara untuk memberinya ruang bernapas. Dengan hati yang berat, ia mulai mengemas barang-barangnya. Setiap pakaian yang dilipat ke dalam koper seolah-olah mewakili satu kenangan yang harus ia tinggalkan. Ketika ia mencapai meja kerja di sudut ruangan, matanya tertuju pada bingkai foto kecil yang ia bawa dari kantor—foto bersama timnya, termasuk Ain. Ia mengambilnya,

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • Asmaraloka   Patah Hati yang Paling Patah

    Ain berdiri tegak di tepi pantai, angin laut yang sejuk menerpa wajahnya. Langit sore itu begitu tenang, seperti mencoba menenangkan hati yang sedang terbelah. Ombak yang berdebur di ujung kaki pantai seakan menjadi suara yang menggema di dalam pikirannya, mengingatkannya pada semua yang telah terjadi. Pada Bella, pada Alfi, pada segala hal yang telah menghiasi hidupnya—dan kini, semuanya terasa hilang begitu saja.Dia menatap horizon yang tak berbatas, di mana langit bertemu dengan laut. Seperti halnya dirinya, tak tahu lagi harus kemana, tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Keseimbangannya goyah, seolah semua yang telah dia perjuangkan selama ini hancur dalam sekejap mata. Momen-momen indah bersama Bella dan Alfi seperti bayangan yang terus terulang di pikirannya, namun setiap kali ia meraihnya, ia merasa semakin jauh darinya. Kenangan itu sekarang hanyalah serpihan-sepihan yang menorehkan luka di hatinya—luka yang tak akan pernah sembuh.Ain menar

  • Asmaraloka   Asmaraloka yang Hilang

    Kehidupan telah membawa Bella dan Ain melalui begitu banyak kejadian yang penuh teka-teki, pengorbanan, dan kehilangan. Mereka telah melewati jalan yang panjang dan berliku, dengan banyak kali terjatuh dan bangkit kembali. Namun, kali ini, di bawah langit yang sama, di tempat yang penuh dengan kenangan, mereka berdiri bersama, siap menghadapi kenyataan yang mereka takuti selama ini.Mereka telah mengalahkan Cakra, menghancurkan rencana balas dendam yang berbahaya. Namun, meskipun kemenangan itu membawa kedamaian sementara, keduanya tahu bahwa mereka harus menghadapi sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang telah mengikat mereka dengan masa lalu yang penuh kebingungan dan luka. Semua jalan mereka telah terjalin dalam satu kisah yang sama, kisah yang melibatkan Alfi, cinta yang hilang, dan semua pengorbanan yang telah mereka buat demi mencapai kedamaian.Bella dan Ain berdiri di tempat itu, di sebuah taman yang pernah menjadi saksi bisu dari banyak kenangan indah. Tam

  • Asmaraloka   Akhir yang Tak Berujung

    Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun langit dipenuhi bintang. Bella dan Ain berdiri di tengah keheningan, perasaan mereka masih terombang-ambing oleh apa yang baru saja mereka temui—tulisan tangan Alfi, pesan yang mengungkapkan bahwa kebenaran yang selama ini mereka cari ternyata lebih rumit dan lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan. Di atas batu itu, di tempat yang penuh kenangan, mereka menyadari bahwa Cakra masih mengendalikan banyak hal, meski kini, ia hanya ada dalam bayang-bayang.“Cakra,” Bella berbisik, suaranya penuh kebingungan dan ketakutan. “Dia masih ada, Ain. Kita bisa saja terjebak dalam perangkapnya tanpa kita sadari.”Ain mengangguk pelan, hatinya dipenuhi dengan keresahan yang mendalam. Meskipun mereka telah menemukan begitu banyak petunjuk, meskipun mereka akhirnya mengerti bahwa Alfi masih hidup dan mungkin menyimpan kunci untuk menghentikan Cakra, rasa takut itu tak bisa hilang begitu saja. Cak

  • Asmaraloka   Di Bawah Bintang yang Sama

    Langit malam terlihat lebih luas dari yang Bella ingat. Bintang-bintang berkelip cerah di langit yang gelap, seolah-olah menatapnya dengan tatapan penuh misteri. Tempat ini, sebuah taman kecil di pinggir kota, selalu menjadi tempat mereka bertemu di masa lalu—tempat yang penuh dengan kenangan manis, tawa, dan kebahagiaan yang tampaknya sudah lama hilang. Namun malam ini, suasana itu terasa berbeda. Udara yang biasanya menenangkan kini terasa berat, seolah menyimpan kegelisahan yang sama dalam dada mereka berdua.Bella berdiri di sana, di bawah pohon besar yang dulu sering mereka duduki bersama. Angin semilir menggerakkan dedaunan, dan bau tanah basah menguar di udara. Setiap langkah yang ia ambil menuju tempat itu terasa penuh keraguan, setiap detik semakin menambah ketegangan dalam dirinya. Begitu banyak yang telah terjadi sejak terakhir kali mereka bertemu. Begitu banyak kata yang tidak terucap, begitu banyak luka yang belum sembuh. Dan kini, di bawah bintang-bintang

  • Asmaraloka   Mimpi yang Terlupakan

    Bella duduk di tepi tempat tidurnya, mata terpejam rapat, mencoba mencari kedamaian dalam kegelapan yang melingkupi malam. Suara detak jam yang berdetak pelan, seakan-akan menjadi satu-satunya pengingat bahwa waktu terus berjalan, meskipun hidupnya terasa terhenti. Sudah berhari-hari sejak kejadian yang mengubah segalanya—sejak perpisahannya dengan Ain. Setiap saat yang dilaluinya seakan diselimuti oleh bayangan wajah Ain, yang seakan terus menghantuinya, meski ia berusaha sekuat tenaga untuk melupakan.Malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya. Tidak ada suara hujan, tidak ada angin yang berdesir, hanya kesunyian yang terasa begitu pekat. Bella menarik napas panjang, berusaha mengusir semua pikiran yang datang mengganggu. Ia harus melanjutkan hidup. Itu adalah keputusannya. Ia tidak bisa terus berada di tempat ini, terjebak dalam kenangan yang menyakitkan. Tidak bisa terus menghukum dirinya sendiri atas keputusan yang sudah ia buat.Namun, seiring dengan pemiki

  • Asmaraloka   Janji yang Tak Tertunaikan

    Langkah Ain terasa semakin berat seiring semakin dekatnya ia dengan tempat itu. Jalan yang dilalui sudah begitu familiar, namun ada perasaan yang berbeda—sebuah rasa yang mencekam, seperti ada sesuatu yang tak terlihat mengikutinya, menunggu di balik setiap sudut. Hujan yang turun sejak tadi semakin deras, membasahi rambutnya, mengaburkan pandangannya, namun ia tidak peduli. Ini adalah perjalanan yang ia pilih untuk ditempuh. Perjalanan yang ia rasa tidak hanya akan mengungkapkan misteri Bella, tetapi juga dirinya sendiri.Taman itu—tempat yang pernah mereka kunjungi bertahun-tahun lalu—terletak di ujung jalan kecil, tersembunyi di balik pepohonan lebat dan pagar besi yang sudah mulai berkarat. Dulu, tempat ini adalah tempat yang tenang, penuh dengan kenangan indah, namun kini, setiap sudutnya terasa asing dan penuh dengan kesunyian yang menekan. Angin malam berdesir, membawa aroma tanah basah, dan suasana yang dulu nyaman kini terasa suram, seperti menyembu

  • Asmaraloka   Kesendirian yang Sunyi

    Keheningan yang membungkus dunia mereka terasa asing. Meskipun Cakra telah berhasil mereka hadapi, meskipun Bella akhirnya bebas dari cengkeraman tangan jahatnya, masih ada ruang kosong yang tak bisa diisi—ruang antara mereka berdua. Ain dan Bella. Setelah semua yang terjadi, mereka harus melangkah jauh dari satu sama lain, meskipun untuk sementara, untuk memberi ruang bagi perasaan yang bergejolak.Bella berdiri di tepi jendela kamar, menatap hujan yang mulai turun dengan perlahan di luar. Setiap tetes air yang jatuh terasa seperti petir yang menghantam relung hatinya. Hatinya yang sebelumnya penuh dengan ketakutan dan kecemasan kini perlahan diselimuti oleh kebingungan yang lebih dalam. Apa yang sebenarnya terjadi antara Alfi dan Cakra? Kenapa semuanya harus terungkap dengan cara yang begitu menyakitkan?Ia menutup matanya sejenak, mencoba untuk menenangkan diri, namun bayangan Cakra yang terenggut dari kehidupannya baru saja menghilang, dan tempat itu kini ter

  • Asmaraloka   Perpisahan di Bawah Langit

    Setiap langkah terasa lebih berat daripada yang terakhir. Bella dan Ain berjalan menyusuri lorong gelap yang mengarah ke ruang bawah tanah, yang kini semakin terasa seperti labirin yang tak terpecahkan. Walau mereka merasa semakin dekat dengan solusi yang akan menghentikan Cakra, semakin mereka mendekat, semakin besar pula tekanan emosional yang mendera hati mereka. Rasanya seperti dunia mereka mengerut, seiring dengan semakin sedikitnya ruang untuk bernapas.Ain, yang berjalan di samping Bella, tidak bisa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya yang kini menampilkan koordinat yang harus mereka tuju. Jantungnya berdegup kencang, dan pikiran tentang Alfi yang terjebak dalam rencana Cakra terus berputar-putar di kepalanya. Tidak ada yang lebih menakutkan daripada memikirkan kenyataan bahwa orang yang mereka percayai mungkin sudah terperangkap dalam jaringan kebohongan yang begitu dalam, dan tidak ada cara yang mudah untuk menariknya keluar.Bella menatap ponsel di

  • Asmaraloka   Cahaya yang Redup

    Malam telah tiba dengan sunyi yang mencekam, dan langit di atas pelabuhan utara dipenuhi awan gelap yang menghalangi cahaya bulan. Di bawahnya, air laut bergelombang dengan suara gemuruh yang terdengar lebih keras daripada biasanya, seolah-olah angin malam ikut berbisik tentang rahasia yang tersembunyi di kedalaman. Bella dan Ain berdiri di ujung pelabuhan, menatap cahaya lampu yang redup di kejauhan. Tempat ini terasa asing, bahkan lebih asing dari yang mereka bayangkan.Mereka telah menempuh perjalanan jauh, mengikuti petunjuk yang ditemukan Ain di pesan tadi malam—pesan yang seolah menjadi jawaban dari seluruh kebingungan yang telah mereka alami. Namun, semakin dekat mereka dengan tujuan, semakin besar ketegangan yang terasa. Ada sesuatu yang tak bisa mereka ungkapkan, sebuah rasa yang merayap dalam setiap langkah mereka. Meskipun mereka berdua berusaha untuk tetap tenang, suasana malam itu membawa rasa cemas yang semakin membelenggu.“Apakah kita benar-

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status