*****Widyanto Semito, adik dari AyaBeast Prince adalah seorang pelukis, koki otodidak dan pemilik restoran hanya dalam kurun waktu lima tahun. Itu merupakan keajaiban mengingat bagaimana terakhir kalinya ia marah saat sang kakak meminjam satu juta pada kakak ipar mereka untuk pembayaran sewa warung. Tuhan membalikan roda kehidupan mereka hanya dalam waktu singkat. Mereka yang semula di jeruji roda kehidupan tingkat bawah, sekarang dilimpahi kenikmatan tak bertepi. Harta, pengaruh dan popularitas.Kisah Wiwid sama rumitnya dengan kisah Aya, baik kisah cinta segitiga maupun perjuangan mereka dalam menggapai cita-cita. Semua ini berawal di lima tahun silam, ketika Rengganis dengan membawa serta Beau, Henry dan Allyson datang bertandang ke kota Semarang. Mereka menawarkan sebuah kesempatan untuk Aya. Sebuah tawaran kontrak untuk dua bukunya -yang tertolak oleh platform online. Ia menyetujuinya meskipun mengetahui jika perusahaan penerbitan yang mengontraknya sedang berada di ujung tanduk
*****Ingatkan Aya berapa usianya tahun ini dan sudah berapa puluh tahun ia hanya bisa mengkhayalkan hal ini dalam fantasi liarnya saja. Kalaupun terpaksa, ia hanya mampu menyalurkannya ke dalam novel fiksi. Tapi sekarang, kurang dari dua bulan, sudah ada dua pria yang menggauli tubuhnya. Suami kontraknya dan sang kekasih simpanan."Liam," desahnya kepayahan. Ia memalingkan wajah ke samping kiri, memandang cermin besar di sudut ruangan yang memantulkan gambaran persetubuhan mereka. Ia merasa sedang berperan di satu adegan berating dewasa sebagai pemeran utama wanita.Kedua tangan Aya mencengkeram lengan Liam, tubuhnya terhentak teratur oleh gerakan tubuh Liam di atas. Bibirnya tak berhenti mendesah. Ia terpejam merasakan nikmat luar biasa yang Liam berikan. Tapi, memori panas lain perlahan muncul dan memenuhi benak Aya. Sebuah pergumulan panasnya yang lain bersama Beau Prince."Beast!"Suara rendah itu menggema di telinga Aya, membisikan kata-kata kotor yang membuat sekujur tubuh Aya
***** Ketika mobil yang ia tumpangi memasuki area parkir Mansion, Aya dapat melihat dari jok belakang, Beau duduk bersedekap di atas kursi -yang terlihat seperti kursi taman- yang ia letakan tepat di jalur masuk. Sepertinya ia berniat menghalangi laju mobil yang akan memasuki area parkir. Pandangan pria itu syarat akan amarah. "Nyonya?" Sang sopir menoleh ke arah Aya seakan meminta bantuan. "Aku akan keluar." Si sopir mengangguk, ia menghentikan laju mobil dan mengamati Nyonya majikannya turun lalu menghampiri Sang Tuan majikan. Terlihat Beau berdiri ketika Aya berjalan ke arahnya. Beau segera menyingkirkan kursi dan memberi isyarat kepada sang sopir untuk melanjutkan laju mobil. Mobil itu melaju lurus ke arah parkir bagian belakang. "Apa yang kau lakukan, Beau? Kau..." Belum sempat pertanyaan Aya terselesaikan, Beau menarik lengan dan memeluk pinggangnya. Serangan itu pun terjadi. Beau Prince menciumnya. Awalnya Aya kaget, namun lambat laun, ciuman penuh tuntutan itu membu
*****Aya masih bermalas-malasan di ranjang besar, ditemani oleh salah satu anak bulunya yang mendengkur keras sembari mendekap lengannya. Aya terkekeh, "Manja sekali, Ken." Ia elus kepala si kucing sembari menciumi hidung besar kucing itu.Aya mengadopsi Kenshin semenjak ia menemukannya bergelung kedinginan di depan teras rumah. Waktu itu hujan terus-terusan mengguyur kota Semarang. Usianya kira-kira masih dua bulan, dia kemungkinan terpisah dari induknya atau memang sengaja dibuang orang ke area gangnya, karena memang gang dimana Aya tinggal, sebagian besar merupakan pencinta kucing."Kau tahu Ken, Mama dilema," Aya mendekap tubuh Kenshin, menduselkan wajahnya pada perut si kucing. "Aku masih mencintai Papamu, tapi Uncle Liam menawarkan Mama sesuatu yang tak mampu Mama tolak! Gosh! Aku sudah resmi berselingkuh sekarang!" Kucing jantan itu tidak bereaksi apapun, dengkurannya kian keras.Aya beruntung, Beau memperbolehkannya memboyong ke empat kucingnya ke Inggris -Beau bahkan menyaya
*****"Kau marah?"Pertanyaan sang kakak membuat Wiwid mendesah. Apa itu perlu dijawab? Bodoh! Tentu saja ia marah. Ia yang seharusnya sudah berada di Roma saat ini, menikmati bulan madunya dengan Elizabeth, terpaksa harus membatalkannya. Atau mungkin tertunda, karena memang perjalanan itu berbalut perjalanan bisnis."Apa kau pernah mendengarkan saranku, Mbak?" Aya tertunduk, ia bak anak kecil saat adik lelakinya memarahi. "Tidak, Mbak! Kau cenderung menuruti egomu dan aku yang akan membereskan kekacauanmu!" lanjutnya berusaha meredam emosi.Beau sudah pergi tanpa sepatah kata lagi terucap. Pria itu selalu begitu apabila hatinya sudah dikuasai amarah. Ia akan mencari barang yang bisa dia banting sebagai pelampiasan emosi. Baru setelahnya, memikirkan kemungkinan solusi yang bisa diambil.Aya mendongak dengan mata berkaca-kaca, "Jika kau bosan dengan peranmu itu, aku bisa minta tolong Liam."Wiwid menggeram marah, ia mengambil duduk di sebelah Aya, kedua tangannya meremas bahu Aya dan p
*****"Oh Tuhan! Kau membuatku gila, Aya!" Ucap Liam di tengah cumbuan mereka. Kekasih mungilnya ini bersikap sangat agresif, mendorongnya ke kursi dan melompat ke pangkuannya sebelum menyerang bibirnya.Liam mendapat undangan dari Wiwid dan Beau untuk datang ke Restoran guna membahas video panasnya bersama Aya yang bocor. Ini cukup mengejutkan bagi Liam karena sesaat setelah ia menerima telepon dari Wiwid, sopirnya menemukan sebuah paket tak bernama di bagasi mobil. Sebuah ponsel keluaran terbaru yang hanya terisi satu file video berdurasi satu menit. Hot Scene in One Minute. Tanpa adanya surat pemerasan atau semacamnya. Liam langsung menghubungi L. Henderson Media guna mengkonfirmasi hal serupa, namun nihil. Belum ada seorang gila yang meneror media dengan paket tak bernama. Sepertinya si peneror memperingatkan mereka terlebih dahulu."Haruskah kubatalkan perpanjangan kontrak nikahnya, Liam?" Aya sedikit merintih saat bibir Liam menyesap bahunya. "Dengan begitu kau bisa menikahiku,
***** "Aku akan langsung ke ruangan suamiku. Atasanmu sudah datang kan? Bagaimana dengan Beau Prince dan Aya?" "Saya baru saja mengantarkan Mr. Prince dan Pasangan Star ke dalam, Mam. Sedangkan suami anda sedang berada di ruang kerja dan AyaBeast sudah duluan menunggu bersama Liam Henderson di Private Room # 9." Kepala pelayan Pawone Pak Karmo menyambut kedatangan Rengganis, istri dari sang pemilik restoran. Ia hendak membimbing Rengganis untuk masuk melewati pintu samping sebelum Rengganis menghentikannya. "Ada apa, Mam?" Kepala pelayan itu mengekori Rengganis yang membelokan langkahnya menuju pintu depan. Ia melihat Rengganis mengamati seseorang yang sedang melakukan reservasi. Pelayan restoran yang bertugas menyambut tamu di pintu masuk, membungkuk menyambut mereka. "Selamat malam, Mrs. Semito," sapa pelayan itu. Yang menarik perhatian Rengganis Cahyadi adalah sepasang kekasih dilihat dari gerak-gerik kemesraan yang ditunjukan. Sang wanita mengenakan gaun malam panjang ber
*****"Berharap saja King tidak tahu kita berkumpul di sini. Si brengsek itu sangat jeli. Setelah ini, kalian bisa keluar dari jalur pribadi di sisi samping gedung," Wiwid memandang serius sang kakak. "Khusus untuk pasangan Prince, mulai sekarang terlihatlah natural!"Mereka terpaksa bermain kucing-kucingan untuk menghindari Daniel King. Beruntung, selain Private Room, bangunan restoran juga didesain dengan sebuah jalur keluar pribadi dan parkir khusus yang terpisah dari parkir pelanggan restoran. Area-area ini dijaga ketat oleh beberapa security. Meskipun begitu, Wiwid berpikir ia tetap harus mengalihkan atensi Daniel dengan menargetkan Rebecca Welsh. Rengganis sempat marah mendengar ide dari sang suami karena publik tahu Rebecca menargetkan Wiwid untuk menjadi mangsa berikutnya. Wanita itu begitu terobsesi kepada suaminya."Kau tidak sedang menyembunyikan sesuatu kan, Mr. Semito?" Daniel curiga! Kenapa si pemilik restoran menemuinya secara langsung, seperti terakhir kalinya tiga tah
"Siapa Daniyah?" Ini sudah ketiga kalinya Rengganis bertanya tanpa mendapatkan jawaban apapun. Wiwid enggan lagi bersuara, tatapannya tertuju lekat pada sosok Elizabeth yang terluka."Ini semakin meyakinkanku kalau kau berselingkuh dengan Liz!" Rengganis jengah. Ia merasa diabaikan. "Tidak! Aku tidak berselingkuh darimu, Nis!" Kekeh Wiwid."Tatapan kalian menyiratkan rasa dan Gosh! Apa susahnya menjawab pertanyaan, siapa itu Daniyah?""Jika aku yang menjawab pertanyaan itu, apakah kau bisa melepaskan suamimu dan memberikannya padaku?""Tidak!" Nyalang Rengganis ke arah Elizabeth. Kalaupun benar suaminya masih mempunyai hubungan dan rasa yang tertinggal untuk sang mantan, Rengganis tidak akan pernah melepas Wiwid. Sudah berulang kali rasanya ditolak, lalu asa itu datang lewat perintah Aya dan sekarang ia bisa meluluhkan hati Wiwid. Perjuangan itu tidaklah mudah dan sebentar, rasa cintanya terhadap Wiwid pun bukan sekedar main-main. Maka, tidak ada alasan baginya untuk mengalah."Kau h
Alicia Rodney menelpon Beau dengan nada cemas. Ia mengatakan jika security menemuinya untuk melaporkan Aya yang pingsan di mobil milik Liam Henderson. Beau segera menuju ke ruang pribadi direktur di lantai dua gedung galeri utama, tempat mereka membawa Aya."Mr. Henderson membopongnya dan menyuruh saya berjaga, dia memasukan Mrs. Prince ke dalam mobil pribadinya. Beberapa saat kemudian, dia keluar dan memerintahkan saya untuk menghubungi Mr. Prince. Sedangkan Mr. Henderson langsung pergi begitu saja.""Kau melihat mereka berselisih atau mungkin sedang melakukan sesuatu, seperti kekerasan fisik, mungkin?""No, Mam. Mrs. Prince sudah pingsan saat Mr. Henderson membawanya.""Oh, begitu? Lalu kenapa ia membayarmu?""Seperti saya bilang tadi, Mam. Untuk berjaga, menjauhkan orang-orang dari jangkauan mereka."Percakapan di antara mereka membuat Beau tertegun. Mungkinkah sempat terjadi pertengkaran di antara Aya dan Liam. Akan tetapi, meninggalkan Aya yang pingsan di mobil sendirian merupaka
"Kau marah?" Wiwid mencekal pergelangan Rengganis, membuat wanita itu tidak bisa pergi.Ia berbalik, menatap Elizabeth dari balik punggung Wiwid, yang tersenyum mengejek kepadanya. "Apakah kau berselingkuh dariku?" Tatapan Rengganis kembali pada wajah Wiwid, berkaca-kaca, " ...dengan Elizabeth?"Tanpa banyak berpikir -seperti tadi- Wiwid menggeleng keras, "Tidak!" Karena memang faktanya ia tidak berselingkuh dengan Elizabeth. Mereka telah terikat dalam janji pernikahan, jadi seberapa seringnya ia dan Elizabeth bercinta, itu tidak bisa dianggap sebagai sebuah perselingkuhan.Rengganis menghela napas, ia bisa menangkap ketegasan yang tersirat baik dari tone suara maupun ekspresi wajah sang suami. Wiwid berkata jujur. Rengganis pun mengangguk, "Baiklah, aku percaya," luluhnya kemudian. Ia memang selemah itu, terkadang rasa mendambanya yang begitu besar membuat ia ketakutan untuk kehilangan Wiwid sehingga ia menampik instingnya dan memilih untuk mempercayai Wiwid."Aku mencintaimu ..." Re
"Elizabeth!" Langkah kaki Elizabeth terhenti, ia menoleh. Rengganis menghampirinya dengan langkah setengah berlari dari arah gedung kecil yang terpisah. Wanita itu begitu anggun. Ia mengenakan dress selutut berlengan tiga perempat yang mengembang di bagian bawah, tepat di atas lutut. Dress terusan berwarna hijau tua itu membungkus apik tubuh Rengganis, membuatnya bak anggota bangsawan Inggris. Elizabeth tersenyum, mengingat Wiwid yang tidak menyukai wanitanya berpakaian terbuka. 'Cantik itu tidak harus memamerkan asetmu!' Marahnya di satu waktu ketika dirinya mengenakan gaun panjang backless. "Kau cantik sekali, Nis!" Pujian dari Elizabeth membuahkan senyuman di bibir Rengganis. "Terima kasih, Liz." Elizabeth mengamati penampilan Rengganis. Sedikit mengernyit saat menangkap sepatu merah bata beraksen hitam dengan hak tingginya yang terpilih menghias kaki Rengganis. Apa wanita itu tidak mempunyai stylish yang membimbingnya dalam berbusana? Clucth kecil perpaduan merah hitam be
"Tidak mungkin!" Geleng Aya dalam hati. Ia membekap mulut, berusaha untuk meredam isak yang mulai terdengar. Bahunya naik turun dan kakinya terasa selembek jeli. Rasa-rasanya ia ingin ambruk.Hazelnya masih nanar mengawasi kemesuman yang dipertontonkan sejoli di sana. Adiknya itu terlihat keenakan menerima perlakuan dari Elizabeth yang menggarap tubuh bagian bawahnya dengan mulut. Ia mendesis berulang dengan kepala mendongak terpejam."Kau berselingkuh dari Ninis! Kenapa, Nang?"Masih terngiang petuah sang adik tentang perselingkuhan. Bagaimana marahnya Wiwid mendapati dirinya telah bercinta dengan seseorang yang bukan suaminya. Lalu, ini apa? Apakah topeng religius yang dianutnya selama ini hanyalah sebuah topeng belaka? Tidak! Aya tidak akan sanggup lagi berdiri. Adik yang ia banggakan, yang selalu ia jadikan role model dalam berperilaku telah menyajikan sebuah fakta yang menyerangnya tanpa ampun. Belum lagi insiden kepergoknya dirinya dan Beau yang sedang bercinta. Itu juga meningg
Badannya panas dingin, kedua matanya hampir tak berkedip dan jangan ditanya bagaimana jantungnya berpacu, seperti orang kesetanan yang ikut lari marathon. Gila! Itulah gambaran dirinya maupun sejoli yang sedang Rengganis intip melalui jendela sekarang."Ternyata benar mitosnya! Punya bule itu gedhe!" Rengganis meneguk ludahnya kasar. Adegan dewasa oleh Aya dan Beau masih saja berlangsung. Aya menaiki Beau yang terbaring, dengan posisi tubuh Aya yang menghadap ke arah pintu. Dengan begini penyatuan mereka terpampang jelas tanpa terhalang. Aya menumpukan kedua tangannya pada tautan tangan Beau sehingga lebih leluasa menggerakkan pinggulnya. Liukan itu begitu luwes, seolah melakukan tarian erotis. Kepalanya bergerak gelisah memutar-mutar. Rasa nikmat tergambar dari ekspresi wajah Aya dengan desahan demi desahan yang terlantun dari bibirnya. "Aku tidak menyangka kau seliar ini, Ya." Pikiran itu buru-buru Rengganis tepis. Ya wajar sih, yang Aya hadapi ukurannya sebesar itu, ia sendiri pu
Refreshmen sudah dimulai, hidangan appertizer sudah dikeluarkan. Bruschetta, roti panggang dengan tomat segar, basil dan keju Mozarella. Rengganis memutuskan untuk menunggu waktu refreshmen tiba, moodnya untuk hunting makanan di dapur rusak oleh adegan mesra suaminya dan Elizabeth."Apa itu terasa kenyal di telapakmu? Jangan-jangan itu bukan pertama kalinya tanganmu meraba bagian sensitifnya!"Pikiran-pikiran itu merecoki otak Rengganis, membuat wajahnya tertekuk bahkan saat appertizer telah terhidang di hadapannya. Rengganis hanya memainkan pisau dengan tatapan tajam tertuju pada tomat merah."Semerah darah Elizabeth pastinya seandainya kugores wajah sok cantik itu, cih!" batinnya ngeri. Ia menusukan pisau itu tepat di atas tomat yang tersusun rapi di atas roti dengan keju Mozarella melingkupi dan taburan basil.Suara benturan antara piring dan pisau -karena menembus bruschetta- cukup nyaring, membuat tidak hanya Allyson yang duduk di depannya memandang ngeri, tapi juga mereka yang d
"Itu kunci kamar paling pojok yang terdapat pada gedung terpisah di sebelah gedung galeri ini. Gedung itu baru selesai dibangun dan belum berpenghuni walaupun furniture dan perlengkapannya sudah tersedia. Para security baru mulai aktif bertugas menjaga galeri Minggu depan. Mereka yang menginap di galeri ini akan ditransfer ke gedung tersebut bersamaan dengan para karyawan baru."Elizabeth menyerahkan kunci itu pada Henry. Beberapa saat lalu, Henry menghubunginya untuk meminjam salah satu ruangan yang cukup terpencil dari huru-hara acara. Elizabeth sempat menolaknya karena ia mencium gelagat mencurigakan. Ia tidak ingin apapun yang mereka rencanakan dapat merusak pesta pembukaan galeri. Rupanya pria itu mengetahui kelemahannya, yaitu Wiwid."Aku kesini atas nama Wiwid. Jika kau tidak percaya, bertanyalah padanya. Ia bersama Rengganis sekarang, di ruang pameran seni."Apakah begitu kentara jika rasa cintanya pada pria itu masih tinggal? Elizabeth tidak akan pernah menolak permintaan Wiw
*****Beau keluar untuk memeriksa keadaan, sebagai bentuk formalitas karena sejatinya ia tahu Frederick sudah menjauh karena kepergok. Sepertinya ia lupa Menon-aktifkan notifikasi ponsel. Beau hanya berharap durasi perekaman yang dilakukan Frederick cukup untuk nantinya dibocorkan ke publik. Frederick sering mematok harga tinggi untuk sebuah video skandal eksklusif dan ia cukup pandai dalam memilih media sebagai wadah penyebarluasan foto atau video pribadi artis.Beau berjalan kembali menuju ruangan yang sebenarnya diperuntukan sebagai tempat peristirahatan bagi para security yang nantinya bertugas untuk menjaga galeri. Ia memakai celananya asal tadi, tanpa memasang kembali kemejanya, meninggalkan Aya begitu saja di kamar. Beau berhenti, mendesah. Apa yang harus ia lakukan setelah ini? Menyudahi permainan ranjang mereka atau meneruskannya? Persetubuhan kali ini merupakan sandiwara dan Aya begitu keras menolak untuk melakukannya secara natural, ia menginginkan kepura-puraan."Memangnya