Home / Romansa / Asmara Ghina / Pelaku Lainnya

Share

Pelaku Lainnya

Author: Inti Fatul Khoiroh
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pelajaran IPS akhirnya selesai dan disambut dengan waktu istirahat. Terdengarnya bunyi bel membuat siswa merasa bahagia, bahkan ada pula refleks bersorak. Bu Dewi langsung menghadiahkan tatapan tajam pada pelakunya, sehingga kelas menjadi sepi.

"Kita cukupkan pelajaran untuk hari ini. Jangan lupa mengerjakan tugas yang Ibu berikan! Pertemuan selanjutnya, tugas itu kita bahas. Silahkan istirahat," ucap Bu Dewi yang kemudian meninggalkan kelas.

"Terima kasih, Bu Dewi," ucap semua siswa bersama-sama.

"Iya."

"Mau ke perpustakaan?" tanya Bela begitu Ghina mengeluarkan dua buku paket dan kartu perpustakaan di atas meja. Gadis itu hanya mengangguk.

"Heran, di perpustakaan itu kamu beneran pinjam buku apa cuma janjian sama Reza?" ledek Bela. Ghina mengerutkan keningnya, ia tidak paham.

"Jangan sok bingung. Kalian sengaja, ya?" Kali ini Andi ikut berkomentar.

"Sengaja apa, sih? Aku emang beneran mau balikin buku, sudah habis aku baca. Pengen pinjam yang lain juga," elak Ghina mengatakan yang sebenarnya.

Tanpa berniat memperpanjang perdebatan, Ghina memutuskan untuk beranjak ke perpustakaan. Ya, mungkin hanya kebetulan, semua itu tidak ada unsur kesengajaan. Tadi memang ia sempat mendengar Reza yang berpamitan kepada Andi ingin ke perpustakaan. Kalau saja bukan waktu pengembalian, tentu Ghina lebih memilih untuk mengurungkan niatnya.

Ghina tiba di perpustakaan yang kondisinya tidak seramai tempo hari. Sebenarnya jika Ghina langsung mengurus pengembalian pun bisa saja, hanya saja ia ingin melihat-lihat dulu koleksi buku bacaan di perpustakaan. Bagian yang ia tuju pertama kali adalah buku resep masakan. Meskipun belum mahir memasak, melihat gambar dan cantuman alat bahan makanan membuatnya bersemangat untuk membaca.

"Bisa, nggak?"

Ghina yang berusaha menjangkau bukunya dengan susah payah malah kedatangan Reza. Lelaki itu seperti kemarin lengkap dengan senyum manisnya. Ghina hanya menduga jika laki-laki itu tidak bisa bersikap ramah kepadanya jika berada di hadapan banyak orang. Buktinya ketika dalam perjumpaan yang benar-benar berdua, dia bisa terlihat begitu akrab.

"Boleh minta tolong," pinta Ghina menunjuk buku yang ia tuju.

"Ini?"

"Iya, makasih, Za."

"Sama-sama."

"Mau langsung ke kelas?" tanya Reza.

"Nggak, aku mau baca dulu sebentar."

"Boleh aku ikut?" Ghina mengangguk, Reza pun mengekornya.

"Kamu nggak baca buku?" tanya Ghina ketika menyadari Reza yang seolah hanya menunggunya tanpa melakukan apapun.

"Aku lagi malas."

"Terus ngapain ke sini?"

"Ngadem aja, sih. Di sini, kan, sejuk. Banyak kipasnya." Reza terkekeh. Kalau saja tidak sungkan, Ghina ingin tertawa keras saat itu.

"Coba ambil buku gitu, biar nggak nganggur."

"Ini juga nggak nganggur, kan? Aku bernapas, duduk, liatin kamu juga," celetuk Reza dengan ekspresi datarnya. Ghina, jangan salah tingkah, please!

"Kurang kerjaan kalau cuma liatin aku."

"Eh, iya, sih. Ghin, aku mau tanya. Kemarin itu ada juga yang ngasih sesuatu ke kamu, terus dia bilang atas nama aku?"

"Iya, pelakunya ternyata Bela. Katanya kamu juga dapat," ucap Ghina.

"Iya. Si Andi yang punya ide gila itu."

"Serius? Dasar pasangan sama-sama aneh!" umpat Ghina pada pasangan kekasih yang sudah berpacaran sejak kelas delapan tersebut.

"Kenapa mereka punya rencana gitu, ya? Aneh nggak, sih?" tanya Ghina.

"Iya, aneh. Mungkin mereka pengen lihat kita nggak sama-sama sendiri," sahut Reza.

"Emang kamu nggak pengen kayak Andi sama Bela?"

"Pacaran?" tanya Reza, Ghina mengangguk.

"Ya, kalau kamu mau, Ghin," lirih Reza.

"Ha? Maksudnya?"

"Eh, nggak, kok. Becanda aku."

Related chapters

  • Asmara Ghina   Awal Kedekatan

    "Ghin, aku boleh minta nomormu?"Ghina mendadak merasakan panas dingin di tubuhnya. Suara Reza yang sedikit parau membuat hatinya ingin melonjak. Namun, bagaimana pun pula, Ghina tidak mau merasa salah tingkah. Bukankah hal yang wajar ketika teman sekelas meminta nomor?"Oke, aku tulis di kertas, ya!""Iya."Ghina mulai menuliskan angka-angka di kertas. Begitu selesai, ia menyerahkan kepada Reza kertas tersebut dengan senyum yang mengembang. Hanya saja Reza lebih memilih menunduk, ia melewatkan begitu saja dan membuat Ghina sedikit kecewa."Nanti malam kalau aku nggak lupa, pasti aku kirim pesan," ucap Reza."Oke, Za. Mau balik ke kelas?""Iya, aku duluan, ya."Belum sempat Ghina menjawabnya, lelaki tersebut sudah berlalu terlebih dahulu. Apakah sulit bagi Reza sekadar berbasa-basi menawarkan untuk kembali ke kelas bersama? Ah, nyatanya memang Reza tampak tak peduli dengan Ghina. Ada rasa kesal yang didapatkan Ghina, kenapa Reza selalu memberikan kejutan kepadanya. Terkadang terlihat

  • Asmara Ghina   Pesan dari Reza?

    "Wah, sesuatu yang langka, nih. Kalian lagi PDKT, ya?" ucap Bela begitu lantang dan seolah sengaja memancing perhatian Reza. Dan, hal itu sukses, Reza menatap ke arah Ghina dan Bela."Eh, apaan. Nggak, itu biasa aja, kan?" sergah Ghina."Nggak, ini sesuatu yang luar biasa. Reza mana mau berinteraksi sama cewek kecuali dia lagi benar-benar butuh. Berarti Reza lagi butuh kamu, butuh buat mewarnai hidupnya." Andi tertawa sengaja berada di pihak Bela."Kamu ngomongin aku, ya?" Reza yang semula menghapus papan tulis kemudian mendekati Andi dengan ekspresi tidak suka."Peka banget kalau diomongin. Emang kamu dengar apa yang kita bahas?" tanya Bela."Ya, kalian lagi ngomongin aku.""Nggak, kok. Kamu salah dengar kali, Za.""Jangan bohong, Bel. Kamu jangan berpikiran aneh-aneh, ya. Aku ngasih Ghina memang pengen ngasih, nggak ada maksud apa pun," jelas Reza."Yakin?" goda Andi."Ya, udah kalau nggak percaya.""Jelas nggak percaya."Reza memilih untuk tidak mempedulikan dua pengacau tersebut.

  • Asmara Ghina   Pengagum Rahasia

    "Siapa lagi yang ngasih ini di laciku?"Reza menyerahkan kotak bekal dan susu siap minum kepada Andi, teman sebangkunya. Kejadian seperti beberapa hari yang lalu terulang lagi. Reza bahkan tidak tahu siapa yang sengaja meletakkan makanan, susu, dan secarik kertas berisi ucapan semangat untuknya. Besar kemungkinan sang pelaku masih satu kelas dengannya. Akan tetapi, Reza tidak mau asal menduga jika tidak memiliki bukti yang kuat. Selain itu, tidak tampak pula adanya gerak-gerik teman sekelas yang mendekatinya."Ada suratnya, Za?" tanya Andi melirik bagian dalam laci milik Reza. Reza kemudian menyerahkan kertas yang sempat menutupi kotak bekal yang tadi.'Sarapan dulu, ya, Reza! Jangan sampai aku tidak bisa melihat senyum manismu gara-gara kamu sakit. Semangat Rezaku'Andi membaca kata-kata tersebut dengan lantang hingga beberapa teman menyorot ke arah bangkunya. Reza begitu malu, salahnya, dia tidak meminta Andi untuk membaca tulisan dalam kertas tadi dengan suara pelan."Cie, si Reza

  • Asmara Ghina   Di Perpustakaan

    "Kamu yakin nggak mau?" tawar Andi setelah membuka kotak bekal yang ternyata berisi beberapa potong nugget ayam lengkap dengan sausnya.Reza menggeleng setelah sempat melirik isi kotak makanan tadi sekilas. Sama seperti kemarin, dia juga tidak memakan pemberian dari pengirim misterius tersebut. Baginya, selagi belum jelas siapa 'dia', menerima atau memakan barang yang diberikan adalah suatu pantangan."Kali aja Bela sama Ghina mau. Kamu tawarin, gih!""Terus kamu mau ke mana?" tanya Andi saat Reza tampak hendak meninggalkan bangkunya."Mau ke perpustakaan sebentar. Balikin buku, nih!""Oh, oke. Ini aku makan, ya!""Habisin aja!"Ghina sempat mendengar percakapan dua siswa yang ada di depannya. Hanya saja dia masih sibuk menyalin angka-angka yang berada di papan tulis sehingga tidak sempat melirik ke arah mereka. Reza pergi dan Andi pun menawarkan makanan tadi kepada Bela yang memang duduk tepat di belakangnya."Wah, mau, dong! Dari siapa, nih?" seru Bela mengambil sepotong nugget."Ta

  • Asmara Ghina   Amplop yang Terselip

    "Amplop? Perasaan aku nggak naruh apapun di dalam buku. Coba lihat, Za."Amplop kecil dengan warna cokelat tua yang dimaksud Reza kini berpindah tangan. Ghina yakin itu bukan miliknya, bisa jadi milik seseorang yang meminjam buku tersebut sebelum dirinya. Akan tetapi, seingat Ghina, dia sudah memeriksa bagian-bagian dalam buku dan tidak menemukan benda itu. Aneh!"Bukan kamu yang barusan naruh, kan?" tanya Ghina pada Reza."Aku? Ngapain aku naruh surat di bukumu, Ghin.""Ya, kali aja.""Menurutmu? Aku jadi pengagum rahasia yang diam-diam naruh di bukumu, gitu?"Ghina hanya tersenyum sungkan, apa yang baru saja ia pikirkan. Masa iya, seorang Reza melakukan hal setidak penting itu. Apa mungkin ada orang yang diam-diam menyukainya? Aneh, kenapa bisa bersamaan dengan Reza yang mendapatkan kiriman misterius di lacinya."Buka aja, Ghin. Kali aja isinya surat cinta." Reza terkekeh."Masa iya harus aku buka di sini?""Iya nggak papa. Kamu baru kali ini dapatnya, kan?" Ghina mengangguk."Buka

  • Asmara Ghina   Bukan Pelakunya

    "Masa?" Bahkan Ghina dan Bela bersamaan mengucapkan kata itu sebab tak percaya dengan kalimat yang dituturkan oleh Andi sebelumnya."Kamu jangan bohong, Di!" ucap Bela."Nggak, aku nggak bohong, kok. Reza kadang cerita ke aku.""Cerita apa? Aku nggak mau berekspektasi terlebih dahulu. Nggak yakin sama yang kamu bilang," ucap Ghina."Ya, cerita kalau dia itu sebenarnya suka sama salah satu cewek di kelas. Aku pikir awalnya cewek yang dia maksud itu bukan kamu, Ghin. Ternyata Reza suka diam-diam melirik kamu pas pelajaran. Aku sering mergokin dia senyum-senyum lihat kamu, kok."Ghina tidak bisa serta-merta mempercayai ucapan Andi. Selama ini Ghina tidak pernah melihat Reza memandangi dirinya. Apalagi sewaktu ketidaksengajaan di perpustakaan tadi sama sekali tidak mendukung semua ucapan Andi. Jika memang Reza menaruh rasa padanya, harusnya ada ekspresi berbeda yang ditampilkan Reza. Nyatanya tadi dia biasa-biasa saja dengan wajah datarnya. "Tapi tadi Reza juga yang baca ini duluan, dia

  • Asmara Ghina   Es Krim

    "Lho, kirain udah pulang. Kenapa balik lagi?"Siang itu kala semua siswa sudah pulang dan Ghina sedang membersihkan kelas seorang diri, tiba-tiba datanglah Bela yang memang sebelumnya sudah berpamitan. Bela tak mengucapkan sepatah kata pun, dia hanya tersenyum dan menghampiri Ghina yang sedang melakukan piket. Sebenarnya jadwalnya masih besok, dia terbiasa melakukannya seperti saat ini."Apa, nih?" tanya Ghina saat Bela memaksa dirinya menerima kantong plastik yang berada di tangannya."Dari Reza.""Eh, apaan. Aku nggak mau." Ghina menaruhnya di atas meja."Jangan ditolak. Aku juga dapat, kok. Tadi udah aku makan sama Andi di parkiran. Reza lagi banyak uang kali, makanya kita ditraktir.""Masa? Jangan bohong kamu!""Aduh, masih juga dikira bohong. Ya, udah, aku tunjukkin ini tadi Reza ngasih susu kotak juga kalau kamu nggak percaya." Bela mengambil benda yang ia maksud dari dalam tasnya."Tumben baik banget dia. Biasanya juga cuek," komentar Ghina yang masih tidak percaya."Soalnya ta

  • Asmara Ghina   Klarifikasi Bela

    Ghina meletakkan sepedanya di bagian paling selatan dari parkiran. Ia tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Pagi itu belum tampak adanya kehidupan di sana, padahal biasanya Pak Amin juga sudah berkeliling untuk membuka pintu-pintu kelas."Rajin banget, Mbak!" sapa Eli yang lebih akrab disebut dengan Ibu kantin. Perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan tersebut tampak membawa keranjang berisi makanan yang akan dijual di kantin nantinya. Ibu kantin memang seperti itu, dia ramah kepada siapapun termasuk kepada siswa yang bahkan tidak ia ketahui namanya."Hehehe, iya, Bu kantin. Lagi siap-siap buat ngisi kantin, ya?" jawab Ghina disertai dengan basa-basi."Iya, Mbak. Dari pagi juga udah repot. Makanya belajar yang rajin, ya. Siapa tahu pas udah besar dapat pekerjaan yang nggak bikin capek.""Siap, Bu. Saya duluan, ya. Mau ke kelas.""Iya, Mbak."Ghina berjalan santai melewati koridor bangunan sekolah. Suasana sunyi yang ia rasakan saat ini mungkin akan berubah beberapa menit ke de

Latest chapter

  • Asmara Ghina   Pesan dari Reza?

    "Wah, sesuatu yang langka, nih. Kalian lagi PDKT, ya?" ucap Bela begitu lantang dan seolah sengaja memancing perhatian Reza. Dan, hal itu sukses, Reza menatap ke arah Ghina dan Bela."Eh, apaan. Nggak, itu biasa aja, kan?" sergah Ghina."Nggak, ini sesuatu yang luar biasa. Reza mana mau berinteraksi sama cewek kecuali dia lagi benar-benar butuh. Berarti Reza lagi butuh kamu, butuh buat mewarnai hidupnya." Andi tertawa sengaja berada di pihak Bela."Kamu ngomongin aku, ya?" Reza yang semula menghapus papan tulis kemudian mendekati Andi dengan ekspresi tidak suka."Peka banget kalau diomongin. Emang kamu dengar apa yang kita bahas?" tanya Bela."Ya, kalian lagi ngomongin aku.""Nggak, kok. Kamu salah dengar kali, Za.""Jangan bohong, Bel. Kamu jangan berpikiran aneh-aneh, ya. Aku ngasih Ghina memang pengen ngasih, nggak ada maksud apa pun," jelas Reza."Yakin?" goda Andi."Ya, udah kalau nggak percaya.""Jelas nggak percaya."Reza memilih untuk tidak mempedulikan dua pengacau tersebut.

  • Asmara Ghina   Awal Kedekatan

    "Ghin, aku boleh minta nomormu?"Ghina mendadak merasakan panas dingin di tubuhnya. Suara Reza yang sedikit parau membuat hatinya ingin melonjak. Namun, bagaimana pun pula, Ghina tidak mau merasa salah tingkah. Bukankah hal yang wajar ketika teman sekelas meminta nomor?"Oke, aku tulis di kertas, ya!""Iya."Ghina mulai menuliskan angka-angka di kertas. Begitu selesai, ia menyerahkan kepada Reza kertas tersebut dengan senyum yang mengembang. Hanya saja Reza lebih memilih menunduk, ia melewatkan begitu saja dan membuat Ghina sedikit kecewa."Nanti malam kalau aku nggak lupa, pasti aku kirim pesan," ucap Reza."Oke, Za. Mau balik ke kelas?""Iya, aku duluan, ya."Belum sempat Ghina menjawabnya, lelaki tersebut sudah berlalu terlebih dahulu. Apakah sulit bagi Reza sekadar berbasa-basi menawarkan untuk kembali ke kelas bersama? Ah, nyatanya memang Reza tampak tak peduli dengan Ghina. Ada rasa kesal yang didapatkan Ghina, kenapa Reza selalu memberikan kejutan kepadanya. Terkadang terlihat

  • Asmara Ghina   Pelaku Lainnya

    Pelajaran IPS akhirnya selesai dan disambut dengan waktu istirahat. Terdengarnya bunyi bel membuat siswa merasa bahagia, bahkan ada pula refleks bersorak. Bu Dewi langsung menghadiahkan tatapan tajam pada pelakunya, sehingga kelas menjadi sepi."Kita cukupkan pelajaran untuk hari ini. Jangan lupa mengerjakan tugas yang Ibu berikan! Pertemuan selanjutnya, tugas itu kita bahas. Silahkan istirahat," ucap Bu Dewi yang kemudian meninggalkan kelas."Terima kasih, Bu Dewi," ucap semua siswa bersama-sama."Iya.""Mau ke perpustakaan?" tanya Bela begitu Ghina mengeluarkan dua buku paket dan kartu perpustakaan di atas meja. Gadis itu hanya mengangguk."Heran, di perpustakaan itu kamu beneran pinjam buku apa cuma janjian sama Reza?" ledek Bela. Ghina mengerutkan keningnya, ia tidak paham."Jangan sok bingung. Kalian sengaja, ya?" Kali ini Andi ikut berkomentar."Sengaja apa, sih? Aku emang beneran mau balikin buku, sudah habis aku baca. Pengen pinjam yang lain juga," elak Ghina mengatakan yang s

  • Asmara Ghina   Rahasia Ghina

    "Aku pengen impian kamu terwujud, Ghin. Sebenarnya kamu juga suka sama Reza, kan? Ya, kali aja kalian bisa jadi pasangan kekasih nantinya," celetuk Bela."Eh, sembarangan aja kalau ngomong.""Emang kenyataannya begitu, kan?" goda Bela."Kamu tahu rahasiaku?" lirih Ghina karena merasa penasaran. Dia tidak pernah menceritakan perihal perasannya kepada Bela. Atau jangan-jangan ....Beberapa minggu yang lalu"Bel, minta tolong buku Ghina yang masih ada di laci kami bawa, ya."Bela mengangguk saat Evi berpesan kepadanya. Ada-ada saja tingkah teman sebangkunya itu. Setelah jam istirahat berakhir dan masuk ke pelajaran selanjutnya, Ghina mengeluhkan perutnya. Ia bilang penyakit maagnya kambuh. Bela tidak tega melihat temannya yang kesakitan, akhirnya memintakan izin agar Ghina bisa pulang. Yang dilakukan Bela membuahkan hasil, Ghina akhirnya bisa pulang terlebih dahulu.Berawal dari situlah rahasia besar Ghina terbongkar. Di antara buku paket yang berada di laci ternyata terselip buku kecil

  • Asmara Ghina   Klarifikasi Bela

    Ghina meletakkan sepedanya di bagian paling selatan dari parkiran. Ia tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Pagi itu belum tampak adanya kehidupan di sana, padahal biasanya Pak Amin juga sudah berkeliling untuk membuka pintu-pintu kelas."Rajin banget, Mbak!" sapa Eli yang lebih akrab disebut dengan Ibu kantin. Perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan tersebut tampak membawa keranjang berisi makanan yang akan dijual di kantin nantinya. Ibu kantin memang seperti itu, dia ramah kepada siapapun termasuk kepada siswa yang bahkan tidak ia ketahui namanya."Hehehe, iya, Bu kantin. Lagi siap-siap buat ngisi kantin, ya?" jawab Ghina disertai dengan basa-basi."Iya, Mbak. Dari pagi juga udah repot. Makanya belajar yang rajin, ya. Siapa tahu pas udah besar dapat pekerjaan yang nggak bikin capek.""Siap, Bu. Saya duluan, ya. Mau ke kelas.""Iya, Mbak."Ghina berjalan santai melewati koridor bangunan sekolah. Suasana sunyi yang ia rasakan saat ini mungkin akan berubah beberapa menit ke de

  • Asmara Ghina   Es Krim

    "Lho, kirain udah pulang. Kenapa balik lagi?"Siang itu kala semua siswa sudah pulang dan Ghina sedang membersihkan kelas seorang diri, tiba-tiba datanglah Bela yang memang sebelumnya sudah berpamitan. Bela tak mengucapkan sepatah kata pun, dia hanya tersenyum dan menghampiri Ghina yang sedang melakukan piket. Sebenarnya jadwalnya masih besok, dia terbiasa melakukannya seperti saat ini."Apa, nih?" tanya Ghina saat Bela memaksa dirinya menerima kantong plastik yang berada di tangannya."Dari Reza.""Eh, apaan. Aku nggak mau." Ghina menaruhnya di atas meja."Jangan ditolak. Aku juga dapat, kok. Tadi udah aku makan sama Andi di parkiran. Reza lagi banyak uang kali, makanya kita ditraktir.""Masa? Jangan bohong kamu!""Aduh, masih juga dikira bohong. Ya, udah, aku tunjukkin ini tadi Reza ngasih susu kotak juga kalau kamu nggak percaya." Bela mengambil benda yang ia maksud dari dalam tasnya."Tumben baik banget dia. Biasanya juga cuek," komentar Ghina yang masih tidak percaya."Soalnya ta

  • Asmara Ghina   Bukan Pelakunya

    "Masa?" Bahkan Ghina dan Bela bersamaan mengucapkan kata itu sebab tak percaya dengan kalimat yang dituturkan oleh Andi sebelumnya."Kamu jangan bohong, Di!" ucap Bela."Nggak, aku nggak bohong, kok. Reza kadang cerita ke aku.""Cerita apa? Aku nggak mau berekspektasi terlebih dahulu. Nggak yakin sama yang kamu bilang," ucap Ghina."Ya, cerita kalau dia itu sebenarnya suka sama salah satu cewek di kelas. Aku pikir awalnya cewek yang dia maksud itu bukan kamu, Ghin. Ternyata Reza suka diam-diam melirik kamu pas pelajaran. Aku sering mergokin dia senyum-senyum lihat kamu, kok."Ghina tidak bisa serta-merta mempercayai ucapan Andi. Selama ini Ghina tidak pernah melihat Reza memandangi dirinya. Apalagi sewaktu ketidaksengajaan di perpustakaan tadi sama sekali tidak mendukung semua ucapan Andi. Jika memang Reza menaruh rasa padanya, harusnya ada ekspresi berbeda yang ditampilkan Reza. Nyatanya tadi dia biasa-biasa saja dengan wajah datarnya. "Tapi tadi Reza juga yang baca ini duluan, dia

  • Asmara Ghina   Amplop yang Terselip

    "Amplop? Perasaan aku nggak naruh apapun di dalam buku. Coba lihat, Za."Amplop kecil dengan warna cokelat tua yang dimaksud Reza kini berpindah tangan. Ghina yakin itu bukan miliknya, bisa jadi milik seseorang yang meminjam buku tersebut sebelum dirinya. Akan tetapi, seingat Ghina, dia sudah memeriksa bagian-bagian dalam buku dan tidak menemukan benda itu. Aneh!"Bukan kamu yang barusan naruh, kan?" tanya Ghina pada Reza."Aku? Ngapain aku naruh surat di bukumu, Ghin.""Ya, kali aja.""Menurutmu? Aku jadi pengagum rahasia yang diam-diam naruh di bukumu, gitu?"Ghina hanya tersenyum sungkan, apa yang baru saja ia pikirkan. Masa iya, seorang Reza melakukan hal setidak penting itu. Apa mungkin ada orang yang diam-diam menyukainya? Aneh, kenapa bisa bersamaan dengan Reza yang mendapatkan kiriman misterius di lacinya."Buka aja, Ghin. Kali aja isinya surat cinta." Reza terkekeh."Masa iya harus aku buka di sini?""Iya nggak papa. Kamu baru kali ini dapatnya, kan?" Ghina mengangguk."Buka

  • Asmara Ghina   Di Perpustakaan

    "Kamu yakin nggak mau?" tawar Andi setelah membuka kotak bekal yang ternyata berisi beberapa potong nugget ayam lengkap dengan sausnya.Reza menggeleng setelah sempat melirik isi kotak makanan tadi sekilas. Sama seperti kemarin, dia juga tidak memakan pemberian dari pengirim misterius tersebut. Baginya, selagi belum jelas siapa 'dia', menerima atau memakan barang yang diberikan adalah suatu pantangan."Kali aja Bela sama Ghina mau. Kamu tawarin, gih!""Terus kamu mau ke mana?" tanya Andi saat Reza tampak hendak meninggalkan bangkunya."Mau ke perpustakaan sebentar. Balikin buku, nih!""Oh, oke. Ini aku makan, ya!""Habisin aja!"Ghina sempat mendengar percakapan dua siswa yang ada di depannya. Hanya saja dia masih sibuk menyalin angka-angka yang berada di papan tulis sehingga tidak sempat melirik ke arah mereka. Reza pergi dan Andi pun menawarkan makanan tadi kepada Bela yang memang duduk tepat di belakangnya."Wah, mau, dong! Dari siapa, nih?" seru Bela mengambil sepotong nugget."Ta

DMCA.com Protection Status