Mereka satu persatu mencurahkan setiap pendapat,tak henti melontarkan senyuman dan juga tatapan penuh nafsu. Sedangkan gadis itu masih dalam keadaan diam,dengan keringat yang mulai bercucuran.
"Sepertinya secara tidak langsung, babi itu menggali kuburannya sendiri."
"Rasa sakit bisa membuatku sadar! Sekarang aku bisa membalas mereka," benak Thea berusaha mengatur nafas.
"Hhh..."
"Tenang Thea, ingat rasa sakit yang masih berbekas di pipi kananmu."
"Beri mereka pelajaran!" ketus Thea dalam hati,
Selang hitungan detik,gadis itu menancapkan gigi ke arah tangan yang menjamah salah satu tubuhnya. Thea menggigit dengan sekuat tenaga lalu menghantamkan kepala ke pria lain yang ada di sebelahnya.
"Aw!"
"Gadis jalang ini berani menggigitku,"
"Aw! hidungku!"
Kedua pria itu merintih, Thea berhasil terlepas dari cengkraman mereka. Lalu memanfaatkan kesempatan untuk meraih salah satu benda yang bisa iya gunakan untuk
Brak. Sebuah dobrakan keras membuat pembatas kayu itu terbuka. Seorang pria bertubuh kekar tengah melangkah masuk, "Tadi jebakan, dan sekarang senjataku yang sebenarnya sudah muncul." gumam Thea menyeringai, Semua sorot mata beralih ke arah pria yang baru saja datang. Pria itu tak lain adalah rekan kerja Thea, Dia berjalan secepat mungkin lalu melemparkan tinju ke arah Aros. Membuat pria itu pingsan dalam sekali pukul, "Maaf! aku datang terlambat!" seru Romi. _________Flashback Sebuah mobil putih masuk ke dalam villa. Memberhentikan kendaraan itu,seorang pria melangkah keluar dengan sebuah totebag kecil di tangannya. "Kok ga ada mobil Pak Nathan? apa lagi keluar semua ya?" ucap Romi,menoleh ke sekeliling tempat. "Coba aku telfon Thea deh." Pria itu merogoh ponsel yang ada di dalam saku celana lalu mencari salah satu kontak yang tertera di layar ponsel. Tut… "Apa aku coba cek ke
Gadis itu sedang berbaring diatas tempat tidur. Romi juga sudah menceritakan kejadian yang menimpa Thea,tentang rencana Aros dan teman temannya. "Hey! apa yang kau lakukan?!" teriak Thea. Menghentikan tangan laki laki yang baru saja ingin meraih jas yang menutupi tubuhnya. "Berbaringlah dengan tenang! aku hanya ingin memeriksa lukamu dan mengobatinya." "Tidak! i-itu terlalu tidak sopan," sanggah Thea menggelengkan kepala,berusaha menolak. "Iya. Thea benar, biarkan aku saj-" "Kau juga tidak!" timpal Thea menghentikan ucapan Romi, Kedua bola matanya membulat,menatap pria yang berdiri di samping tempat tidur. Gadis itu berusaha menghentikan hal yang ingin Mike lakukan. "Apa kalian gila! tidak akan ada yang melakukannya. Biarkan aku yang obati lukaku sendiri," "Tenanglah. Aku hanya ingin mengobati," seru Mike berusaha membujuk. Gadis itu menghela nafas dan berusaha pasrah. Perlahan jas yang menutupi tubuhnya
"Tapi sebelum itu. Kalian semua silahkan keluar, karena saya ingin berbicara empat mata dengan Pak Nathan." "Apa kau pikir bisa menyuruh semua orang sesukamu?"sontak Nathan, "Jika Bapak minta penjelasan, maka turuti ucapan saya." sahutnya tersenyum lebar. Sorot mata Thea menatap ke arah dua pria lain,berisyarat agar mereka keluar dari ruangan. Mike mengangguk lalu menepuk lengan Romi,mengajaknya keluar. Nathan terdiam,berusaha untuk menyetujui permintaan gadis itu. "Kau juga Nona! apa kau tuli? aku hanya ingin berbicara empat mata." ketus Thea menggertakkan gigi,dengan senyum palsu. "Tolong Bapak jelaskan," "Keluarlah." sontak Nathan singkat, "Tapi!" "Jangan buat aku mengulang." serunya, Membuat wanita itu pasrah,melangkah pergi meninggalkan mereka berdua di dalam kamar. "Apa yang gadis itu rencanakan!" benak Rena, Dua pria tadi baru saja berdiri di luar ruangan. Mike melirik sekila
"Apalagi yang dia mau! kenapa berjalan kesini?" benak Thea,melihat ke arah laki laki yang berjalan mendekat. Nathan berhenti melangkah,berdiri tepat di samping tempat tidur. "Bagaimana keadaanmu?" "Hhh, aku ga habis pikir. Dia bertanya dengan raut menyeramkan! Ku kira dia akan mengoceh atau semacamnya." gerutu Thea dalam hati,menghela nafas lega. "Bapak mau apa?" ucap Thea,datar. "Bapak tidak pernah seperti ini. Pasti ada sesuatu yang Bapak inginkan," "Aku tidak butuh apapun dari orang miskin." ketus Nathan "Maksudku. Aku tidak tertarik dengan apapun yang kau punya! Hanya-" "Hanya?" gumam Thea,mengangkat alis. "Dan kenapa, tiba tiba Bapak berbicara non formal?" "Dimana Aros dan teman temannya." timpal Nathan, "Lah! Bapak kan tadi bilang, saya boleh ngasih hukuman sendiri buat mereka!" "Iya, aku ingat! Aku hanya ingin tau dimana keberadaan mereka?" Gadis itu menghela nafas lalu men
Perlahan melangkah dengan kaki berjinjit, sampai masuk ke dalam kamar mandi. Tangannya menutup pintu dengan hati hati,Thea berusaha untuk tidak menimbulkan suara. "Buset! hampir copot ni jantung." gumam Thea lirih, Gadis itu bersandar sambil mengusap dada,berusaha mengatur nafas dan juga debaran jantungnya. "Tapi itu bukan salahku! Kan dia yang ngelewatin garis batas," "Tangannya masuk ke wilayah lain, jadi wajar aja dong! Kalo aku ga sengaja nindih tangannya." gerutu Thea memasang raut masam, Tanpa sadar,gadis itu pergi tanpa tudung yang ia gunakan untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Kini gadis itu hanya memakai tanktop hitam dan juga celana pendek, "Aduh mana selendangnya masih di tempat tidur!" serunya berdecak kesal, Melangkah ke arah wastafel,dengan cepat membasuh muka. "His…" rintih Thea,segera mencari towel untuk mengeringkan air yang membasahi telapak tangannya. "Duh, perih banget!" timpalny
"Aku udah ga sabar mau balas berkali kali lipat! Biar mereka ngerasain apa itu penderitaan!" "Pokoknya besok aku bakal minta Romi anterin buat ketemu mereka." "Aku ga akan, melepas siapapun yang sudah berani menggangguku!" benak Thea. Sorot mata teduh mulai menghilang,gadis itu perlahan larut dalam pikirannya. Tanpa sadar rasa kantuk berhasil menyerbu kesadaran Thea,dia tertidur sambil bersandar ke kaca mobil. Sedangkan laki laki itu dengan raut datarnya,tengah sibuk menatap rantai jalan yang dilewati. Tanpa ucapan ataupun gumaman,Nathan hanya terdiam bahkan tidak menyadari kebungkaman gadis di sampingnya. 1 jam kemudian. Mobil milik Nathan berhenti di samping bangunan yang menjual berbagai jenis obat. Laki laki itu bersiap untuk turun, sorot matanya dengan sadar beralih menatap Thea. Paras yang menyejukkan,gadis itu tengah terlelap. Tanpa pikir panjang,Nathan melangkah keluar untuk menyelesaikan urusannya. Selang beberapa
"Apa tidak bisa! sehari saja, tidak dapat masalah." benaknya, Kemudian beranjak pergi dan melangkah keluar kamar, mendapati dua pria yang sudah berdiri di depannya. "Dia siapa?" ujarnya,menatap Mike dengan tatapan polos. "Hai.." sapa Mike,melambaikan tangan sambil melontarkan senyum ramah. "Kau sudah selesai mengganti pakaiannya?" ucap Nathan, "Iya. Sudah," "Ayo cepat!" ketus Nathan,menarik paksa tangan Mike. "Eh, apa yang sebenarnya terjadi? kenapa tiba tiba kau memintaku kemari? D-dan kau sudah bersama gadis lain." sontak Mike dengan raut bingung. Manda masih menatap dengan raut polos. Laki laki yang berusaha keras menarik tangan Mike agar segera masuk ke dalam kamar, Dia berhenti mengoceh,saat melihat gadis yang terbaring lemas di atas tempat tidur. "Aku tidak tau, dia tidak sadarkan diri. Suhu tubuhnya juga sangat tinggi," ujar Nathan, "Kau sudah beli obat sesuai resep tadi?"
Pukul 19.00 hembusan angin malam yang masuk melalui sedikit celah kaca yang dibiarkan terbuka oleh gadis itu. Membuat helaian rambutnya terombang ambing,udara dingin menusuk ke bagian kutikula tubuh. Sedikit menimbulkan rasa nyeri pada luka yang masih terlihat segar, Menuruti sesuai perintah dokter,gadis itu tetap memakai baju tanpa lengan demi membuat luka di tubuhnya cepat mengering.Mobil melaju cukup cepat,kebetulan suasana kota masih dalam keadaan tidak begitu ramai. Sesekali mata hazel itu melirik ke arah Manda yang tengah sibuk mengemudikan mobil, "Kalo dilihat dari samping, bentuk rahang Manda kelihatan agak mirip sama siluman." "Untung sifat mereka ga mirip sama sekali," pikir Thea, "Tapi, kira kira apa yang Rena lakuin sampe bisa bikin siluman jatuh cinta sama dia?" "Seakan akan, mereka sudah terikat satu sama lain. Siluman sangat percaya sama Rena!" benak Thea,tengah berpikir keras. Membuat gadis tadi bisa mer
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas