Gangnam-gu, 19.42 am. Jet pribadi milik keluarga Choi sudah berada di atas roof top bangunan utama markas besar. Tiga orang yang akan berangkat ke Kungmin malam itu sudah bersiap-siap. Master Wang dan Kim Dohan tengah berbincang untuk kelanjutan misi mereka. Sementara Yoriko tengah duduk di tepi roof top menunggu persiapan keberangkatan selesai. Pikiran Yoriko masih tertinggal disaat dia berbincang dengan Lizi tadi pagi. Raut kesedihan di wajah perempuan muda itu entah mengapa juga ikut melukai hatinya. "Yoriko, ayo naik!" Panggil Master Wang yang hendak naik ke jet. Yoriko tergagap, dia lekas berdiri dan mengambil tas miliknya. "I-iya," jawabnya sembari berjalan mendekat. Akan tetapi dia sempat melewati Ashraf, pria itu menahan tangannya. "Aku perlu berbicara sebentar denganmu," lirih Ashraf. Mau tidak mau Yoriko berhenti, dia hanya melirik Ashraf sekilas tanpa berniat beranjak kemana-mana. "Katakan saja dengan cepat sekarang!""Jangan berbuat apapun yang bisa membuat mu dan X
"Akh!" Satu orang pria yang berjaga itu memekik keras. Lehernya terkena satu anak panah, darah segar pun mengalir begitu saja dari lukanya. Tidak lama tubuhnya tumbang begitu saja dan tersungkur ke tanah. Sementara rekannya lekas bersiap menggunakan senjatanya, dia masih menoleh ke sekeliling mencari siapa yang telah melukai rekannya. "Hei siapa di sana, jangan macam-macam! Tunjukkan--"Belum sempat pria itu melanjutkan kalimatnya, Master Wang sudah berhasil memanah leher pria itu hingga dia jatuh tersungkur seperti pria sebelumnya. Setelah merasa aman, Master Wang melambaikan tangannya ke arah mobil Jeep. Yoriko dan Kim Dohan yang melihat itu pun segera turun dengan hati-hati. Keadaan sekitar yang sangat sepi semakin mempermudah aksi mereka. "Masuklah Yoriko, kami akan mengawasi di sini." Kim Dohan meminta Yoriko untuk cepat. Master Wang sempat menepuk pundak Yoriko sebelum perempuan itu masuk. Reflek Yoriko menoleh dan menatap bingung ke arah Master Wang. "Kami tidak bisa memb
Yoriko tersenyum kecil, dia kemudian menyingkirkan tangan pelayan itu dari lengannya. Dia berusaha menjawabnya dengan tenang dan lirih. "Beberapa hari ini mataku sakit jadi aku memakai kacamata," jawab Yoriko. "Oh begitu, baiklah. Cepat masuk!" Perintah pelayan itu. Yoriko pun mengangguk dan dengan semangat lekas masuk ke dalam ruangan butik tersebut. Di dalan sana sudah ada satu orang pelayan yang tengah berbicara dengan Xiao Jiang. "Aku mau kau bawakan warna lain untuk model sepatu ini," ucap Jiang pada pelayan asli di ruangan itu. "Baik Nona, akan aku ambilkan. Sementara Tanara akan membantu anda." Pelayan itu menunjuk ke arah Yoriko yang berdiri tidak jauh darinya. Yoriko lalu mendekat, dia bersikap natural seolah-olah pelayan butik yang sebenarnya. Perempuan itu juga sudah tahu nama dari pelayan yang dia pinjam identitasnya hari ini. "Jadi Nona Jiang membutuhkan apa?" Tanya Yoriko yang berusaha keras merubah suaranya menjadi pelan. Jiang menghela nafas panjang dia lalu me
"Apa maksud perkataan Tuan, saya tidak mengerti?" Tanya Yoriko dengan nada yang paling sopan. Xiaojun masih menelisik, kemudian dia tertawa kecil. "Postur mu yang seperti ini lebih cocok menjadi seorang Nona ketimbang pelayan," jawab Xiaojun sembari mengedipkan sebelah matanya. Yoriko mengatupkan bibirnya rapat-rapat dibalik masker yang dia gunakan. Rasanya dia ingin memukul wajah Xiaojun saat itu juga. Bisa-bisanya pria itu malah berbicara omong kosong. "Kata-kata Tuan sangat berlebihan," balas Yoriko. Kemudian di saat yang sama Jiang keluar dari ruang ganti. Hal itu tentu membuat Yoriko lega, setidaknya dia bisa lepas dari manusia genit seperti Xiaojun. Buru-buru Yoriko menghampiri perempuan itu. "Bagiamana Nona, apa ini sesuai selera anda?" Tanyanya. "Iya, jadi tolong kemas yang ini. Juga sepatu yang tadi aku coba," jawab Jiang sembari memberikan pakaian yang tadi dia coba. Yoriko mengangguk paham, setelahnya dia pergi keluar dari ruangan tersebut. Di depan ruangan rupanya
Malam harinya jet pribadi milik keluarga Choi sudah datang untuk menjemput Yoriko, Master Wang dan juga Kim Dohan. Mereka bertiga menunggu di salah satu atap bangunan milik orang kepercayaan Master Wang. Jet tersebut membawa mereka kembali ke Gangnam-gu tepat pukul dua belas malam. Jam itu dipilih agar keberangkatan mereka tidak terlalu mencolok. Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya sampai sebelum matahari terbit. "Kita harus segera melaporkan hasil pekerjaan ini pada Ashraf," ucap Master Wang begitu mereka hendak turun dari jet. "Benar Master, ini harus segera di laporkan agar pembangunan triangle tower juga lekas selesai." Kim Dohan ikut menanggapi, dia telah bersiap untuk turun dari jet. Pria muda itu telah menentang tas ransel miliknya dan juga iPad ditangannya."Kau benar Dohan. Ah ya Yoriko! Nanti kau ikut aku menemui Ashraf, ceritakan apa yang kau dengar juga di butik pada Ashraf!" Perintah Master Wang tegas. Yoriko sempat menghentikan kegiatannya yang tengah beberes
Tepat di jam tujuh pagi, Ashraf sudah berada di lapangan tembak. Dia berulang kali meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang dia lakukan sudah benar. Akan tetapi dia tidak bisa membuat Yoriko sakit hati, dia tidak mau perempuan itu kecewa. "Aku tidak bisa membuatnya kecewa, tapi aku juga tidak bisa menyingkirkan nama Xiao Jiang di hatiku," batin pria itu sembari terus berusaha fokus dan membidik beberapa guci kecil yang memang di jadikan sebagai targetnya dalam berlatih. Kali ini Ashraf menggunakan senjata laras panjang. Tapi sudah tiga kali percobaan dia selalu gagal. Hal itu membuatnya kesal, dan menghela nafas berat. "Sepertinya aku sudah mengganggu waktu latihan mu," ucap Yoriko begitu Ashraf berhenti menembak. Pria itu segera menolehkan kepalanya pada sumber suara. Yoriko rupanya sudah berdiri tepat dibelakang Ashraf. "Kapan kau datang Yoriko?" Tanya Ashraf sembari menatap lurus wajah Yoriko. "Mungkin lima belas menit yang lalu?" Yoriko kemudian berbalik badan, dia memilih unt
"Maksud Dohan, hubungan lain diantara Xiao Jiang dan Xiaojun adalah apa Xiaojun bekerja dengan pihak lain. Karena dia berani memerintah Jiang," jawab Yoriko yang melihat ada nada-nada kecemburuan pada kalimat Ashraf. Tapi pantas saja Ashraf berpikir seperti itu, karena kalimat yang dipilih Dohan terkesan ambigu. Padahal Ashraf adalah pria yang menaruh hati pada Xiao Jiang. Jadi kalimat yang diucapkan Dohan tadi sangat mungkin menimbulkan kecemburuan di hatinya. "Ah iya maksudku seperti itu," kilah Dohan sembari tersenyum canggung apalagi saat dia melihat lirikan tajam dari Yoriko. Ashraf manggut-manggut, dia menghela nafas panjang dan bersandar pada kursi yang dia duduki. "Tampaknya Blair Fulton sedang terancam sesuatu, mungkin ini bisa kita selidiki dan jadikan sebagai kelemahan Blair Fulton." Master Wang menambahkan. Yoriko juga mengangguk setuju mendengar itu, karena setidaknya mereka punya kartu cadangan untuk menyerang Blair Fulton. "Apa yang dikatakan Master Wang benar, kit
Tidak lama setelah pembahasan kelanjutan misi, semua orang keluar dari ruang kerja Ashraf kecuali pria itu sendiri. Dia masih ada di sana untuk mengurus beberapa hal. Tepat di depan ruang kerja Ashraf, Lizi berpapasan dengan Yoriko yang baru saja keluar bersama dengan Master Wang dan juga Kim Dohan. "Selamat pagi Nona Lizi," ucap ketiganya kompak dan membungkukkan badannya memberi salam. "Ah ya, selamat pagi. Kalian baru bertemu kakak?" Tanya Lizi dengan nada yang ramah. "Benar Nona," jawab Dohan yang memang lebih dekat dengan Lizi sedangkan yang lain hanya mengangguk sembari tersenyum samar. "Kalau begitu selamat bekerja, oh ya Dohan. Kau urus beberapa pekerjaan di ruangan ku!" Perintah Lizi pada Dohan. Dohan mengangguk patuh, dia ingat bagaimana tugasnya di El Abro. "Baik Nona, akan segera aku kerjakan."Master Wang dan Yoriko saling lirik, kemudian mereka berpamitan dengan Lizi. "Kalau begitu, kami juga permisi Nona Liz." Ucap Master Wang. "Iya, silahkan." Lizi sedikit meny
Ashraf panik, dia berlari menuju tubuh Yoriko yang langsung tidak sadarkan diri. Perempuan itu berkorban demi dirinya, Yoriko sangat takut mati. Tapi dia bersedia tertembak demi orang yang dia cintai, yaitu Ashraf. Ashraf memeluk tubuh Yoriko yang mulai lemas. Di rengkuhnya tubuh perempuan berdarah Jepang-Korea Selatan itu. "Yoriko bangun!" Ucapnya berusaha membuat perempuan itu tersadar. Namun tidak ada respon yang diterima dari rekan sekaligus teman baiknya itu. Ashraf menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia menyesal. "Sudah aku katakan sebelumnya Yoriko, jangan pernah pertaruhkan nyawa demi cinta. Tapi kau selalu keras kepala."Marco yang juga melihat itu merasa geram, kini hanya ada lima anggota Blair Fulton yang menjaga di sekitar Jeep tempat Tuan Lan dan Xiao juang bersembunyi."Keluar kalian dasar pengecut!" Teriak Marco tidak terima. Dia mengambil alih senapan yang masih dipegang oleh jasad beberapa anggota Blair Fulton yang telah tewas. Marco mulai menembaki para anggota
Tuan Lan dan Xiao Jiang segera bertolak menuju Gangnam begitu proses pemakaman Chen Goufeng dan keluarganya selesai. Kini status Xiao Jiang sendiri cukup terkenal sebagai tunangan mendiang putra perdana menteri. Oleh karena itu Xiao Jiang perlu berhati-hati dalam bertindak di negara asalnya. Akan tetapi tidak ketika dia dan sang ayah berada di Gangnam. Mereka langsung mengepung markas besar El Abro begitu mendapatkan kabar bahwa orang kepercayaan Blair Fulton, Kwon Yuri tewas ditangan Ashraf. Dor!Dor!Dor!Tembakan-tembakan dilepaskan secara tepat sasaran ke arah orang-orang Blair Fulton yang bersembunyi di pepohonan. Setidaknya, Tuan Lan membawa seratus orang anggota Blair Fulton mengepung markas besar El Abro. Hanya lima belas orang saja yang dapat dilihat oleh pihak lawan. Sedangkan sisanya bersembunyi dengan baik, berkamuflase dengan lingkungan tempat sekitar markas besar El Abro. Letak markas yang dikelilingi oleh lahan berisi pepohonan sebagai kamuflase pun memberi jalan ke
Yoriko ditangani dengan baik dan sadar setelah tidak sadarkan diri kurang lebih tiga jam lamanya. Perempuan itu di bius oleh Kwon Yuri begitu dia kalah di dalam penyerangan di hotel milik Senor Hugo. Sebenarnya jika bukan karena jumlah lawan yang tidak sepadan, dan pihaknya tidak dicurigai. Pasti Yoriko tidak akan mudah dibawa oleh orang-orang suruhan Kwon Yuri itu. "Bagaimana keadaan mu Yoriko, apa ada yang masih sakit?" Tanya Ashraf begitu perempuan itu membuka mata. Yoriko tidak segera menjawab, dia malah mengernyitkan dahinya. Merasa heran kenapa Ashraf ada saat dia membuka mata, padahal di ingatan terakhirnya tidak ada pria itu di hotel Senor Hugo. "Ashraf, kau ada di sini?" Tanyanya heran. "Iya aku di sini kenapa? Apa ada yang salah?" Ashraf malah balik bertanya. Sementara di belakangnya ada Ashley dan juga Marco yang tersenyum lebar melihat rekan mereka sadar. "Tidak, maksud ku. Bagaimana kau bisa datang, padahal kau tidak ada di hotel Senor Hugo saat aku di bawa oleh ora
Di tengah-tengah serangan, Ashraf bisa melihat dari kejauhan kalau dia tidak lagi sendirian. Selain Ashley yang memang membantu dirinya, dia bisa melihat ada beberapa anggota yang lain datang membantu. Ashraf tersenyum kecil, dia merasa Tuhan benar-benar ada dengan memberikannya bantuan di tengah keputusasaan dirinya. "Hah! Setidaknya Tuhan mendengar keluhan ku kali ini," gumam Ashraf sembari menatap para musuhnya satu persatu. Kini dia semakin semangat mengalahkan mereka, dia memukul dengan sangat brutal. "Ashraf, biar aku yang mengurus semuanya!" Ashley berkata tegas dari kejauhan. Di tengah kerusuhan dan juga serangan-serangan itu, Ashraf mengangguk paham. Di dekatnya, sudah ada Marco yang merangsek di tengah kerumunan dan juga anak buah Kwon Yuri yang membabi buta. "Mari selamatkan Yoriko Tuan Muda," ajak Marco ketika keadaan didekat mereka mulai terkendali. Ashraf mengangguk, "Ayo!"Keduanya kemudian menarik tali tambang yang mengikat Yoriko. Keduanya menarik tubuh Yoriko
Jiang malah tersenyum lebar ketika melihat tubuh Xiaojun yang ambruk tidak sadarkan diri didepannya. Sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah, dia mendadak berpura-pura panik. "Tolong, siapapun tolong ada yang pingsan di sini!" Teriak Jiang sembari berjongkok di dekat tubuh Xiaojun yang terkapar di lantai rumah sakit. Kondisi koridor rumah saki yang sepi membuat perempuan itu harus berteriak agar mendapatkan bantuan. Tidak lama ada beberapa perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh untuk membantu mengangkat tubuh Xiaojun. "Nona keluarga pria ini?" Tanya salah satu perawat begitu tubuh Xiaojun berhasil di pindahkan ke brangkar dan mulai di dorong menuju ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Jiang mengangguk, "Benar. Aku tunangannya." Perawat itu mengangguk lalu beralih pada Xiaojun yang harus segera mendapatkan pertolongan. Begitu masuk ke ruang ICU, Jiang di hentikan oleh perawat. "Nona silahkan tunggu di luar." Jiang berpura-pura bersedih, dia hanya menatap kosong ke ruan
Ashraf hanya menatap datar dokumen yang ada di depannya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Kwon Yuri yang masih menodongkan pistol ke kepala Ashraf. "Tunggu apa lagi Ashraf? Cepat tanda tangani berkas ini!" Kwon Yuri memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Ashraf kemudian melangkah, dia tidak mengalihkan pandangannya ke mana pun. Pria itu masih setia menatap lurus ke arah lawannya. "Apa ucapan mu bisa di pegang Kwon Yuri?" Tanya Ashraf masih tetap dengan nada yang tenang. "Hah! Tentu saja, asalkan kau tanda tangan di berkas itu." Kwon Yuri semakin menekankan nada bicaranya. Ashraf kemudian memperhatikan sekeliling, dia berusaha mencari celah di antara banyaknya anak buah Kwon Yuri yang mengepung dirinya. Ashraf memutar otak, mencari cara terbaik agar bisa lepas dari tekanan Kwon Yuri. Dia bisa saja melakukan perlawanan dengan mudah, akan tetapi Ashraf tidak bisa memastikan keselamatan Yoriko karena tindakannya itu. Akan tetapi Ashraf malah memajukan tubuhnya pada
Ye Siwu tersenyum ramah dan membiarkan seorang pelayan pria yang memang telah dia ajak bekerjasama memberikan botol wine pada keluarga perdana menteri Chen Goufeng. "Permisi Perdana Menteri, aku ingin memberikan wine ini untuk anda." Pelayan itu berkata dengan sopan. Chen Goufeng yang tengah menunggu jawaban dari Xiao Jiang mendecik sebal atas kedatangan pelayan tersebut. Akan tetapi begitu melihat botol yang dibawa, amarah yang semula hendak keluar mendadak reda. "Xiaojun, ini wine yang kau maksud tadi?" Tanya Chen Goufeng pada sang putra. Karena memang sebelum ini, Xiaojun ingin memberikan wine pada sang ayah untuk merayakan pertunangan. Xiaojun yang melihat botol wine serta pelayan yang membawanya mengangguk mengiyakan. "Benar, itu yang aku ingin berikan pada ayah. Lagi pula aku menitipkan ini pada pelayan tadi," jawabnya. Ye Siwu sendiri menahan tawa, menertawakan kebodohan Xiaojun. Karena sebelum memerintah si pelayan, perempuan itu telah memilih siapa orang yang dipercaya
Ashraf hanya menggigit bibir bawahnya menahan emosi yang memuncak. Saat ini dia harus bisa menemukan kembali Yoriko. Akan tetapi dia juga tidak yakin kalau telepon yang dia terima ini akan membawanya pada perempuan itu.Di tengah kebimbangannya, Master Wang yang memang bisa berjalan meski tertatih-tatih itu mendekati Ashraf. "Siapa?" Tanyanya dengan lirih. Ashraf menggedikan bahunya, jawaban kalau dia tidak tahu siapa yang sedang menghubungi dirinya. Master Wang pun paham dengan jawaban yang diberikan. Pria itu berdiri di samping Ashraf, menunggunya menyelesaikan panggilan. ["Ku tanya sekali lagi Ashraf, apa kau mau tahu di mana keberadaan Yoriko?"] Tanya seseorang di seberang sana lagi, mengulangi pertanyaan sebelumnya. Ashraf memejamkan matanya, berpikir keras. Kemudian dia menjawab tenang. "Tentu, jadi katakan di mana perempuan itu?" Tanyanya. ["Kalau kau mau menemuinya, datang lah sendiri ke tempat yang aku katakan. Bagaimana?"]"Ya aku akan ke sana sendirian, jadi cepat ka
Pertunangan Xiao Jiang dan Xiaojun terlaksana dengan baik, keduanya saling bertukar cincin di ikuti oleh sorak sorai para tamu yang ada. Tepukan gemuruh menggema di seluruh gedung tempat acara tersebut digelar. Xiaojun tampak tersenyum lebar, merasa menang atas Xiao Jiang. Dia melirik ke arah sang ayah yang tampak jauh lebih gembira dibanding dirinya. Sementara Xiao Jiang hanya memasang wajah datar. Dia tidak menampilkan ekspresi apa-apa, meskipun para tamu tampak memuji dirinya yang jauh lebih cantik di banding hari-hari biasanya. "Selamat atas pertunangan anda Nona Jiang dan Tuan Muda Cheng!"Para tamu kompak memberikan selamat pada keduanya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pesta. Akan tetapi Xiao Jiang tidak berniat bergabung dalam kerumunan. Perempuan itu malah duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Memperhatikan sekeliling ruangan beserta para tamu yang tampak menikmati acara tersebut. "Semua orang tampak bersenang-senang, tapi kenapa anda malah ada di sini Nona Jian