Ji Eun mengeringkan rambutnya seraya duduk di depan meja riasnya. Malam ini ia ada janji makan malan hanya dengan calon ayah mertuanya. Sekaligus ia ingin mendengar beberapa cerita tentang Hwan.
Mereka sudah lama tidak bertemu, dan bahkan di pertemuan mereka, hanya sebatas makan siang.
“Ji Eun-ah, omo, kau baru mandi ?.”
Senyum Ji Eun memudar, “Aku yang seharusnya bilang omo, tidak bisakah kau ketuk pintunya dulu !.”
“Ne..,” Kakak sulungnya itu keluar lagi dan mengetuk pintu, lalu kembali masuk.
“Ada apa ?,” Tanya Ji Eun.
“Kau punya lipstick merah yang tidak terpakai ?.”
Ji Eun mengerutkan dahinya karena heran, apa – apaan ini, “Kenapa ?, mau belajar make up ?,” Tanya Ji Eun.
“Aku kehabisan cat merah,” Jawabnya.
Ji Eun menghela napas, “Baiklah, ambil di laci paling bawah rak hitam,” Ujar Ji Eun.
“Kenapa tidak minta dibelikan pelayan ?,” Tanya Ji Eun sambil memakai skincare.
“Aku ingat tekstur cairan lipstick yang pernah kau pakai dan kurasa aku butuh,” Jawab Jong Suk.
“Ah, yang seperti krim ?,” Tanya Ji Eun.
“Eoh.”
“Sini kuambilkan.”
Setelah urusan lipstick dengan sang kakak, Ji Eun beranjak menuju dressing room dan memilih pakaian. Sederhana saja karena Tn. Lee mengundangnya makan malam di rumah, bukan di restoran.
Ia mengoleskan lip matte sebagai langkah terakhir dari proses bersiapnya, lalu meraih tas dan beranjak keluar. Ji Eun terbiasa untuk mengemudi sendiri untuk urusan pribadi, seperti malam ini.
Waktu menunjukkan puku 19.45 ketika Ji Eun mematikan mesin mobilnya. Rumah Hwan hanya dihuni oleh dua orang dan banyak pelayan karena rumah mereka sangat besar.
Tn. Lee memiliki kolam renang, lapangan berkuda dan perkebunan kecil di rumah ini. Ia meminta Ji Eun untuk segera datang ke salah satu taman.
“Permisi, Choi Ji Eun-ssi ?,” Tanya seorang wanita dengan seragam pelayan.
“Ne.”
“Silahkan ikuti saya,” Ujarnya.
“Ne.”
Ji Eun mengikuti pelayan wanita itu. Tak lama, ia melihat calon mertuanya itu sudah menunggunya di salah satu meja.
Tn. Lee memilih taman kecilnya di dekat kolam renang, udaranya terasa sangat segar karena dekat dengan air dan banyak tanaman gantung.
“Annyeonghaseyo..”
“Ah, duduklah.”
Ji Eun tersenyum dan duduk di hadapan Tn. Lee.
“Ah, senang sekali bisa mengundangmu kemari. Kau pasti sangat lelah karena barusan pulang dari Pohang, kan ?,” Tanya Tn. Lee.
“Aku sudah cukup istirahat, abeonim. Tenang saja,” Ujar Ji Eun.
“Bagaimana kabar orang tuamu ?,” Tanya Tn. Lee.
“Mereka semua sehat, abeoji dan eomoni baru saja pulang dari Paris untuk liburan singkat. Aku sudah menitipkan sedikit oleh – oleh ke pelayan yang tadi,” Ujar Ji Eun.
“Ah, tidak perlu repot – repot, gomawo.”
Tn. Lee menukar piring dengan daging yang sudah ia iris dengan piring Ji Eun.
“Ji Eun-ah aku minta maaf, ternyata aku tidak bisa menemanimu makan malam. Tapi sepertinya yang kau inginkan, kau ingin tahu lebih banyak tentang Hwan. Jadi kau akan makan malan dengan orang yang sudah bersama Hwan sejak bayi,” Ujar Tn. Lee.
“Ne, siapa ?.”
“Kau akan tahu, tunggu sebentar ya. Ah, kalau begitu, aku minta maaf, aku harus pergi dulu,” Pamit Tn. Lee.
“Ah, ne.”
Ji Eun ikut beranjak dan mengantar Tn. Lee sampai mobilnya menghilang, barulah ia kembali ke tempat semula.
“Ah, lalu dengan siapa aku akan bicara ?,” Gumamnya.
“Agassi ( nona ) !.”
Ji Eun mendongak dan mendapati wanita paruh baya tengah tersenyum padanya.
“Kau Choi Ji Eun, kan ?,” Tanya si wanita.
“Ne..,” Jawab Ji Eun seraya mempercepat langkahnya.
“Duduklah..”
“Ne, kamsahamnida.”
Ji Eun tersenyum canggung.
“Perkenalkan, aku ketua pelayan disini, namaku Han Soo Ri. Sajangnim bilang kalau ia ada dua janji mendesak malam ini, salah satunya adalah bersama dengan calon menantunya. Kau tahu sajangnim adalah orang sibuk, ia percaya kalau aku lebih memahami tentang putranya daripada dirinya sendiri,” Ujar Ahjumma.
“Ah, ne.”
“Itu daging rusa betina hasil buruan Sajangnim, kuharap kau suka.”
“Ah, pantas saja terasa berbeda, enak sekali,” Ujar Ji Eun.
Selama beberapa jenak mereka saling diam dan hanya terdengar suara dentingan garpu dan pisau.
“Kau bisa bertanya apapun tentang Hwan, Ji Eun-ssi,” Ujar ahjumma yang kembali memulai percakapan.
“Ne.”
Ji Eun mengelap mulutnya yang agak berminyak, lalu mulai bertanya.
“Apa yang harus kulakukan agar Hwan tetap berada di sisiku ?,” Tanya Ji Eun.
“Hmm.”
Ahjumma meletakkan gelas winenya.
“Inti dari kehidupan Hwan yang sekarang adalah luka. Aku memang dekat dengannya, tapi tidak berarti aku tahu segalanya. Ada beberapa hal yang aku tidak pahami dan tidak tahu,” Ujar Ahjumma.
“Agar Hwan tetap berada di sisimu, bantulah dia menyembuhkan lukanya agar ia bisa menjalani hidup yang lebih baik,” Ujar Ahjumma.
“Luka apa ?,” Tanya Ji Eun.
“Kau harus mengoreknya sendiri, Agassi. Bahkan aku pun tak sanggup, kau harus mengoreknya dan menyembuhkannya dengan caramu. Jangan pernah lelah untuk berada di sisinya, karena dia tidak bisa sendirian, dia sangat rapuh.”
“Dia terlihat baik – baik saja, tapi ketika kau mencoba untuk memandangnya lebih jauh dan memahaminya, dia lebih rapuh dari yang kau kira.”
“Itu tugasmu Agassi, bertarung dengan masa lalu Hwan.”
Ji Eun terdiam sesaat.
“Baiklah, aku akan mencoba menyembuhkan semua lukanya dan terus berada di sisinya. Dengan begitu dia juga akan terus berada di sisiku, kan, ahjumma ?.”
Wanita paruh baya itu tersenyum dan mengangguk, “Ne, tentu.”
Hai temen - temen online !,I'm back, kemarin tanggal 30 September, at the end of the month aku akhirnya dapet email untuk menandatangani kontrak dan siap lanjutin cerita ini.Lil notes, cerita ini terinspirasi sama kehidupan seseorang yang aku harap bisa menjadi pelajaran buat kita.Pelajaran apa ?.Yang pasti tentang kehidupan, karena pelajaran tentang kehidupan gaada kuliahnya, gaada kursusnya, gaada modulnya dan gaada dosennya. Kita harus belajar tentang kehidupan dari hidup itu sendiri.Well, jangan terlalu serius !, semoga kalian enjoy sama ceritaku, aku juga menerima request tentang cerita apa yang pingin kalian baca.Let me know !, kalian juga bisa DM aku di Instagram buat request cerita, see you !
Dua minggu setelah makan malam, Ji Eun belum juga punya kesempatan untuk bertemu dengan calon suami yang sangat ia rindukan. Tapi setidaknya mereka sudah bicara via telpon beberapa kali.Ji Eun lembur sejak kemarin, meski banyak pekerjaan yang sudah ia selesaikan, ternyata banyak juga yang masih harus dikerjakan. Waktu menunjukkan pukul 21.30.Gadis itu meletakkan kembali botol air minumnya.“Aigoo, kapan selesainya ?,” Gumamnya.“Eonnie..,” Aera masuk.“Eoh, ?.”“Aku boleh pulang duluan ?,” Tanya Aera ragu.“Tentu, pulanglah. Hati – hati di jalan, sudah larut,” Pesan Ji Eun“Ne, kamsahamnida.” Aera pun keluar dan tentunya pulang.“Astaga, mataku. Apa masih banyak, oh ? kurang lima lembar,” Ji Eun Kembali berusaha fokus karena tinggal sedikit lagi ia akan selesai. Setelah memeriksa laporan, ia harus mengirimkannya ke Kementrian Keuangan dan beberapa
“Pinggangnya kurang kecil, kalau kau mengecilkan bagian pinggangnya sedikit lagi, kurasa gaun ini akan sempurna.”“Ah, ne. Kulihat – lihat, tubuhnya sangat proporsional ya, kurasa kau cocok menggunakan konsep “The Queen”,” Ujar wanita berusia di pertengahan 30 tahun an itu.“Ah, benarkah ?, bolehkah aku memakai tiara ?,” Tanya Ji Eun.“Tentu, suamimu menatapkan budget yang cukup besar,” Jawabnya.“Benarkah ?.”“Ne. Hati – hati, aku akan melepaskan gaunnya sekarang,” Ujar si desainer“Ne.”“Tapi kau sudah cocok dengan model gaunnya kan ?.”“Ne, aku suka sekali dengan desainnya. Kau tidak pernah mengecewakan Ashley-ssi,” Ujar Ji Eun.Ashley Choi sudah dua tahun menjadi desainer langganan keluarga Ji Eun. Awalnya ibunya menemukan desainer muda dan berbakat ini pada acara Seoul Weekly Fashion, ia tertarik dengan
“Ah, aku tidak sabar untuk menyiapkan setelan dan sarapan oppa setiap paginya,” Celetuk Ji Eun seraya berjalan beriringan keluar dari butik.“Aku tidak sabar tidur bersamamu,” Ujar Hwan.Ji Eun mencibir, “Dasar mesum.”Hwan terkekeh, “ Ayo pulang, biar supirku membawa pulang mobilmu.”“Kita mau kemana ?,” Tanya Ji Eun.“Rahasia, ikut saja,” Ujar Hwan.Hwan menyiapkan kejutan kecil, sebuah makan malam sederhana di taman rumahnya. Ia sudah meminta Yuri untuk menyiapkan makan malam, dan sekretarisnya itu baru saja mengirimi pesan kalau semua sudah siap.Hwan menggandeng Ji Eun memasuki rumahnya menuju ke taman. Ji Eun menatap sekeliling dengan mata berbinar.Apa yang sudah disiapkan Hwan untuknya ?.“Tara.., kejutan kecil. Dinner spesial untuk calon istriku,” Ujarnya.Senyum terkembang di wajah cantik Ji Eun ketika melihat taman yang
Kejadian malam itu tentunya membuat Hwan kalang kabut. Ia terbangun dalam kondisi bingung, pengar dan pusing.Apalagi setelah melihat Ji Eun terbaring di sampingnya.Namun apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur.Yuri yang pagi ini baru saja tiba di rumah Hwan terkejut karena melihat Ji Eun dengan raut wajah yang membingungkan keluar dari kamar Hwan.“Annyeonghaseyo, samunim. Kenapa sudah ada disini sepagi ini ?,” Tanya Yuri.“Kau sendiri ?,” Ji Eun malah balik bertanya.“Aku sekretaris Daepyonim, tentu saja aku harus menjemputnya dan menemaninya sejak sepagi ini,” Jawab Yuri.“Ne, aku pergi dulu,” Pamit Ji Eun.“Samunim, kau belum menjawab pertanyaanku,” Ujar Yuri sambil menahan Ji Eun.“Aku kemalaman dan harus menginap disini,” Jawab Ji Eun singkat dan langsung melenggang pergi.“Apa ?, kemalaman, memangnya apa yang kau lakukan semala
Waktu menunjukkan pukul 07.30.Gadis cantik yang akan merubah statusnya itu sudah siap. Ia sudah mandi dan sedang memakai gaun indahnya.Seluruh mata yang ada di ruangan itu tertuju padanya.Seorang wanita berusia 30 tahun mengoleskan kuasnya dengan terampil, sesekali ia menoleh ke cermin untuk mengecek hasil pekerjaannya. Sementara seorang wanita yang lain sibuk merapikan rambut si gadis pengantin.Sepasang anting yang mungil nan indah sudah terpasang di telinga Ji Eun, begitupun dengan kalung Swarovski pemberian sang calon suami, yang hanya dalam hitungan jam akan menjadi suami sahnya.“Aku tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk meriasmu, kau sempurna Agassi (nona),” Ujar si MUA.“Kamsahamnida.”Sementara penata rambut menggelung rambut coklat Ji Eun yg sepanjang siku dan memasangkan tiara kecil.“Kau tidak pernah mencoba jadi model, Agassi ?,” Tanya penata rambut.“Ah, tid
Waktu menunjukkan pukul 17.30.Hwan baru saja mandi dan mengeringkan rambutnya, sementara Ji Eun sudah berada di ruangan lain, sibuk dengan gaunnya.“Ji Eun-ah,” Panggil Hwan.“Ne oppa ?.”“Kau dimana ?,” Tanya Hwan.Ji Eun datang dengan gaun yang masih berusaha ia pakai.“Oh wow, aku suka warnanya. Sini biar kubantu,” Ujar Hwan seraya berjalan mendekat.Ji Eun mendekati Hwan sambil menahan gaunnya agar tidak terlepas dari tubuhnya.“Aku sebenarnya benci sekali melihatmu memakai gaun - gaun seperti ini,” Ujar Hwan.“Benarkah, apa ?, kenapa ?,” Tanya Ji Eun panik.Hwan tertawa melihat reaksi istrinya yang seketika panik, “Aku bercanda !, jangan panik. Aku hanya tidak suka milikku dilihat banyak orang,” Ujar Hwan.Ji Eun menghela napas lega, “Kau membuatku panik.”“Tapi kan ada hal yang hanya milikmu,
“Ah, Lelah sekali, mau kusiapkan air hangat ?,” Tanya Ji Eun.“Boleh, ayo mandi,” Ujar Hwan.Malam ini mereka sudah mulai tinggal di Hannam, seperti yang Hwan katakan, rumah ini tidak kosong kelompong. Masih ada perabotan dan pastinya kasur. Meski belum lengkap, mereka bisa melengkapinya nanti.Ji Eun melepaskan satu per satu perhiasannya di depan kaca dan menghapus riasannya, lalu meraih bathrobe sutra berwarna hitam dari gantungan.“Kau menyiapkan banyak hal,” Gumam Ji Eun.“Chagiya !,” Panggil Hwan.“Ne ?.”“Ayo,” Hwan menggandeng Ji Eun menuju ke kamar mandi.“Setidaknya aku harus memberi kenangan malam pertama kan ?, sebelum kau tahu rasanya hidup denganku yang sebenarnya.”“Sebenarnya ?,” Ji Eun mendongak dan menatap suaminya dengan tatapan bingung.Hwan tidak mengatakan sepatah katapun bahkan ketika mereka mandi.
Beberapa jam setelah kematian Ji Eun, semua orang masih bingung dan linglung.Terutama Hwan, bagaimana caranya memberitahu Ji Hwan.Namun pikirannya teralihkan karen aakhirnya Yuri tertangkap. Ia bangkit dengan gagah, menangguhkan semua rasa sedihnya untuk menemui Yuri.Wanita itu tertangkap dan sedang berada di salah satu ruangan kepolisian Gangnam.“Eoh, oppa.”Hwan langsung membanting kursi ketika Yuri memanggilnya.“Kau masih berani memanggilku oppa ?!, manusia macam apa kau ini ?!.”Hwan menghela napas kasar.“Aku sudah menyerahkan semua bukti dan kau akan didakwa dengan banyak pasal. Kau, aku tidak akan membiarkanmu hidup berkeliaran dan mengganggu hidup orang lain. Cukup aku dan Ji Eun yang kau hancurkan. Membusuklah di dalam penjara parasit !.”“Apa ?, parasit ?!.”“APA ?!, bukankah itu kata yang paling cocok untuk orang sepertimu. Aku tidak mau mendeng
Jantung Hwan terasa berhenti berdetak dunianya hancur ketika menemukan Ji Eun dalam kondisi yang menyedihkan.Ia ingin sekali menangis keras memanggil nama Ji Eun dan memeluknya sepanjang hari.Tapi ia langsung bangkit untuk melanjutkan pencarian Yuri setelah memastikan Ji Eun ditangani pihak RS.Tak lama, Hwan menyusul Jae Hee yang sudah menunggunya di mobil, ia langsung kembali ke mobil setelah Ji Eun sampai di UGD.Emosinya meluap - luap, dan ia ingin segera menemukan medusa itu.“Dia.., dia masih hidup kan ?,” Tanya Hwan.“Noona ku orang yang kuat, dia pasti bangun. Dia pasti bertahan, jangan khawatir,” Jawab Jae Hee.“Sudah berapa lama dia sakit ?,” Tanya Hwan.“Belum lama, tapi ketika diperiksa sudah stadium tiga,” Jawab Jae Hee.“Dia pasti kesakitan.”“Ne, Dokter memberikan resep Pereda nyeri melalui injeksi karena harus meninggikan dosisnya,
Jae Hee bergegas menuju ke mobilnya dan menelepon Hwan.“Daepyonim !, kami berhasil melacak keberadaan mobil anak buah Yuri !,” Ujar Jae Hee.“Kirimkan lokasinya !.”“Ne !.”Jae Hee melaju bersama anggota kepolisian dan Hwan menyusul bersama anak buahnya.Hwan tidak diizinkan menyetir karena kondisinya sangat kalut. Di dalam mobil, ia mengetuk – ngetukan jemarinya dengan gelisah dan menggigit jarinya.“Kumohon bertahanlah..,” Gumamnya lirih.Sejam kemudian, mobil Hwan berhasil menyusul mobil tim dari kepolisian dan sampailah mereka di sebuah gedung tua.Gedung terbengkalai bekas apartmen yang tidak jadi dibangun, Hwan semakin gelisah melihat betapa buruknya gedung ini.Ji Eun pasti kesakitan dan kedinginan sekarang.Personil kepolisian langsung mengecek keadaan sekitar, sementara Hwan berlari menyusul Jae Hee memasuki gedung. Mereka menjebol pintu depan dan ber
Hwan sedang duduk di ruangannya dan membuka galeri ponselnya. Ia menatap foto keluarganya sambil tersenyum, betapa tampannya putranya dan istrinya begitu cantik.Ia mengerahkan tenaga dan semua uang untuk menemukan Yuri yang tiba – tiba tidak bisa dilacak. Beberapa penyadap yang sudah terpasang rupanya dilepas oleh anak buahnya.Mereka tahu bahwa Ji Eun diculik melalui penyadap di rumah dan CCTV di rumah Yuri, tapi sejak saat itu, rumah mewah itu seketika tak bertuan. Para pelayan wanita bahkan tidak mengetahui kemana tuannya pergi.Ia berhenti pada sebuah foto.Foto yang dikirimkan Ji Eun ketika rambut blondenya yg dipotong pendek.Tiba – tiba ada pesan masuk dari Yuri.“Video ?, aishh video apa ini ?,” Gumamnya.Hwan langsung memutar video berdurasi 3 menit itu.Tak butuh waktu lama beberapa detik setelah video diputar, matanya mulai berair dan ia meneteskan air mata.Ya, itu video Ji Eun yang d
“KELUARKAN AKU ?!, KAU MAU KEMANA ?!,” Jerit Ji Eun panik.Jeritannya tiba – tiba berhenti karena perutnya kembali nyeri.Ia mencengkeram perut kirinya dan napasnya terengah – engah karena menahan sakit.“Omo, kenapa ?, kau sudah mau mati ?,” Tanya Yuri sambil tersenyum penuh kemenangan.“Yuri-ssi, kumohon keluarkan aku.., kumohon. Aku tidak akan memberitahu orang lain kalau kau yang menculikku,” Pinta Ji Eun.“Lalu ?, terlalu banyak hal yang sudah kau ketahui, mengatakan kalau aku tidak menculikmu tidak akan mengubah apapun, lagipula aku tidak bisa mempercayai musuh Ji Eun-ah, sudahlah. Hwan pasti akan segera menemukanmu, entah hidup atau mati,” Ujar Yuri.“Baiklah, setidaknya tolong kabulkan satu saja permintaanku, kau tidak perlu mengeluarkanku dari sini..,” Ujar Ji Eun.“Benarkah ?, permintaan apa itu ?,” Tanya Yuri.“Tolong rekam aku
Bibirnya pucat karena ia tak minum apapun, matanya terpejam dengan kuat karena sedang menahan rasa sakit. Dan ia meringkuk kedinginan.Wanita malang itu terbaring di lantai yang dingin.Kondisinya sudah seperti mayat hidup.Yuri kembali setelah hampir dua hari membiarkan Ji Eun tersiksa. Pagi ini ia memberi Ji Eun sebotol air dan satu porsi hamburger. Dan wanita itu makan dengan lahapnya, lalu kembali terbaring karena rasa sakit yg menghujam perut kanannya.Ia mengurung Ji Eun di dalam ruangan tertutup, tanpa jendela, tetapi Yuri bisa melihatnya. Seperti ruangan interogasi di kepolisian.“Jadi dia kesakitan karena lapar ?,” Ujar Yuri.“Sepertinya begitu samunim,” Sahut Kato.“Makanannya enak, Ji Eun-ah ?,” Tanya Yuri melalui mic.Ji Eun mendongak dan menatap sekitar karena tidak tahu dimana keberadaan orang yang sedang bicara, “Gomawo Yuri-ssi,” Ujarnya.“Dia berterim
Pria tampan yang sukses dan kaya itu termenung di mejanya. Belum 30 menit sejak ia membuka file yang dikirimkan supir istrinya.Tatapan matanya kosong.Ia sangat terkejut, mencoba memahanmi semua hal yang baru saja ia lihat dan dengar.“Kenapa aku bodoh sekali ?, kenapa aku tidak menyadari kalau sudah dibodohi sejauh ini?.”Hwan mengurut pelipisnya yang ngilu, sedih, kecewa dan marah bercampur aduk. Ia begitu marah sampai gerahamnya bergemeletuk dan air matanya megalir tanpa bisa ia kontrol.Seluruh tubuhnya bergetar bersamaan dengan keluarnya air mata.Ia menatap satu – satunya foto istrinya yang ada di ponselnya.Choi Ji Eun, wanita cantik dan cerdas yang dinikahinya 3 tahun lalu. Wanita itu bahkan tetap bertahan di sisinya meski banyak sekali kesedihan yang telah ia lalui.Hwan menyiksanya.Hwan membencinya.Hwan menjebaknya.Namun ia terus bertahan berada di sisi suaminya yang bejat.
Ji Eun sudah membatalkan keputusannya untuk melakukan kemoterapi tanpa sepengetahuan siapapun ketika ia mendapat semua penjelasan dari ahjumma.“Tugasku sudah selesai, aku akan segera menyelesaikan semua ini dan meninggalkan Hwan serta Ji Hwan dalam keadaan aman,” Ujarnya setelah menelepon Dr. David.Tentu saja kondisinya memburuk, berat badannya turun beberapa kilo dan kulitnya semakin hari semakin pucat.Semalam Ji Eun pingsan karena shock berat.Dengan cepat ia berusaha mengembalikan semangat dan melupakan apa yang terjadi semalam, berusaha menjadi Ji Eun seperti biasanya.Usai mandi, Ji Eun menatap dirinya di Kaca. Ia harusnya langsung memakai baju, tapi badannya terasa sangat berat dan lelah. Ia juga mulai menyadari kalau napasnya juga agak terengah – engah.“Ada apa denganku ?,” Gumamnya.Ji Eun menarik napas dalam – dalam dan mencoba bernapas seperti biasanya.“Aku baik – b
Ji Eun menghela napas kasar dan mengacak – acak rambutnya.Kepalanya terasa begitu pening setelah mendengar beberapa hal dari mulut wanita di hadapannya.Ia meraih segelas air dan meminumnya untuk mensetabilkan emosinya.“Kenapa tidak berusaha menutupinya ?, kenapa langsung mengaku ketika aku bertanya ?,” Tanya Ji Eun.“Aku tidak mau lagi berbohong, sudah lama aku tidak menjadi informan mereka karena aku lelah melihatmu yang terus tersakiti,” Jawab wanita paruh baya di hadapannya.“Apa kau juga memberitahu mereka tentang penyakitku ?,” Tanya Ji Eun.Wanita itu menggeleng.Dibanding Ji Eun, Jae Hee yang berada di sebelahnya sudah tak sanggup berkata – kata. Ia merasa sangat kecewa.“Ahjumma,” Akhirnya Jae Hee angkat bicara.“Lanjutkan, kau baru saja mengakui kalau yang membunuh Yoona bukan Tuan Lee. Lalu apa saja yang terjadi ?, bagaimana Yoona terbunuh ?,&