Arthur duduk di kursi kerjanya, kini dia tengah memeriksa proposal kerja sama yang di berikan oleh Alvin. Sejak Bianca mengatakan menunda rencana mereka untuk berlibur, Arthur kembali mengurus pekerjaannya yang tertunda. Karena memang sebenarnya dia masih memiliki banyak pekerjaan. Tapi bagi Arthur keinginan Bianca adalah hal yang akan menjadi prioritas utama bagi Arthur. Terdengar suara interkom masuk dari sekretaris, Arthur langsung menekan tombol penerima. "Ada apa?" suara Arthur menjawab interkom masuk dengan nada begitu dingin, dia memang sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun. "Maaf Tuan Arthur, tapi saya hanya ingin memberitahu ada Tuan Richo datang." jawab Martha dari seberang line. "Suruh dia masuk," tutup Arthur. Dia memang tidak suka berbasa-basi jika membicarakan sesuatu. Tidak lama kemudian, Richo melangkah masuk ke dalam kerja Arthur. Kini mereka saling berada pandang. Arthur menyandarkan punggunya di kursi dengan jemari mengetuk pelan meja. Richo berjalan mendek
"Begini, ada hal penting yang ingin aku tanya. Tapi kau jangan menceritakan ini pada mama atau siapa pun. Karena aku hanya bertanya." ujar Altov."Apa yang ingin kau tanyakan ka?" Bianca mengernyitkan dahinya."Menurut mu, bagaimana Tasya? maksud ku apa kau tahu tentang wanita itu? karena sebelumnya kau sering terlihat jalan bersama dengannya. Apa kau mengetahui lebih tentang wanita itu?" tanya Altov sambil menatap Bianca dengan serius.Seketika senyum di wajah Bianca terukir sempurna. "Tasya? kau bertanya tentang Tasya? apa kau tertarik padanya?"Altov mendengus, "Kau ini! jawab saja pertanyaan kakak mu ini!"Bianca terkekeh pelan, "Apa yang ingin kau tahu tentang Tasya ka?" "Semuanya," tukas Altov. "Bagi ku Tasya adalah wanita yang baik. Dulu aku bertemu dengan Tasya saat aku di New Zealand. Waktu itu Tasya menenangkan diri karena telah di selingkuhi oleh kekasihnya. Dia wanita yang ceria dan baik hati. Selain itu yang aku suka darinya, dia sangat apa adanya." jelas Bianca. "Apa l
Bunyi bell apartemen membuat Tasya yang tengah tertidur pulas itu terganggu. Tasya menggeliat dan menutup telinganya dengan bantal tapi bunyi bell tetap juga tidaK berhenti. Tasya mengumpat pelan, dia melirik ke jam dinding kini sudah pukul sebelas malam. Tasya membuang napas kasar, siapa yang datang bertamu di malam hari seperti ini. Sungguh menyusahkan saja. Padahal Tasya memiliki pemotretan besok di pagi hari. Tasya beranjak, dia mengikat asal rambutnya lalu berjalan ke arah pintu dan langsung membukanya. "Apa aku mengganggu mu?" suara bariton menyapa saat Tasya membuka pintu. Tasya tersentak, dia menatap Altov yang berdiri di hadapannya. Tanpa Tasya sadari, Altov menatap Tasya yang masih dengan balutan gaun tidur yang sangat seksi dan transparan. Ketika Tasya melihat Altov yang tidak henti menatap dirinya, dia langsung menurunkan pandangannya. Tasya berlari masuk ke dalam, menyambar jaket yang ada di sofa untuk menutupi tubuhnya. Tasya memejamkan matanya singkat, merutuki kebodo
"T-Tidak! mana mungkin! bukan aku!" bantah Tasya cepat. Dia berusaha menarik dagunya, namun Altov menarik dagu Tasya kembali."Begitukah? kenapa kau tidak mengakui kau yang menyukai ku? kenapa kau tidak mau mengakuinya?" bisik Altov di telinga Tasya."T-Tidak, aku-" ucapan Tasya terpotong saat Altov membenamkan bibirnya di bibir Tasya. Mata Tasya membulat sempurna mendapatkan ciuman dari Altov. Pria itu, menarik tengkuk leher Tasya, melumat dengan lembut bibir Tasya.Tubuh Tasya begitu lemas, bahkan rasanya dia tidak mampu berdiri mendapatkan ciuman dari Altov. Ciuman mereka begitu lama. Tasya hanya diam dan tidak membalas ciuman dari Altov. Hingga kemudian Altov melepaskan ciumannya. Kini Altov dan Tasya saling beradu pandang. Altov mengelus dengan lembut pipi Tasya, dia tahu wanita di hadapannya ini terkejut mendapatkan ciuman darinya. Senyum bibir di wajah Altov terukir menatap wajah Tasya yang masih terlihat begitu terkejut bahkan Tasya tidak mampu bekata-kata. Ketika Tasya meny
Steven membaca kontrak kerja sama dengan perusahaan milik Arthur. Bekerja sama dengan perusahaan milik sahabatnya itu tidaklah mudah. Arthur tidak pernah membawa hubungan personal dalam pekerjaan. Itu yang membuat Steven harus fokus pada kerja sama ini. Meski hanya dalam hitungan hari lagi dia dan Caroline akan menikah, tapi Steven masih belum meninggalkan pekerjaannya. "Apa aku menganggu mu?" suara bariton menerobos masuk ke ruang kerja Steven. Steven mengalihkan pandangannya, lalu menatap sosok pria yang kini melangkah mendekat ke arahnya. Steven membuang napas kasar, melihat Richo datang ke tempat kerjanya. Tidak biasanya sahabatnya itu datang ketika jam kerja seperti ini."Ada apa dengan mu?" seru Steven. Richo tidak menjawab, dia langsung duduk di hadapan Steven. "Kau masih mengingat Jesslyn?" tanya Richo langsung. "Jesslyn? kenapa kau bertanya tentang Jesslyn?" Steven mengernyitkan dahinya menatap bingung Richo. Richo membuang napas kasar, "Jesslyn datang pada ku, dia menga
Kini Bianca dan Viola sudah tiba di butik. Viola sengaja ingin langsung ke butik milik Bianca, karena dia harus menyiapkan gaun untuk pernikahan Caroline dan Steven nanti.Bianca dan Viola melangkah masuk ke dalam butik. Namun, langkah Bianca terhenti ketika Lily assistantnya berjalan menghampirinya. '"Nyonya," sapa Lily menundukan kepalanya saat berada di hadapan Bianca. "Ada apa Lily?" tanya Bianca. "Saya ingin memberitahu nyonya. Ada kakak anda Tuan Altov bersama dengan kekasihnya tengah memilih gaun. Tuan Altov meminta rancangan terbaik nyonya untuk kekasihnya." ujar Lily sontak membuat Bianca terkejut. "Tunggu, kekasihnya?" Bianca kembali memastikan. Dia tidak pernah tahu, kakaknya itu memiliki kekasih. Sekarang assistantnya mengatakan jika kakaknya itu datang bersama kekasihnya. "Maaf nyonya? apa ada yang salah?" Lily menatap bingung Bianca. "Apa kau yakin kakak ku bersama dengan kekasihnya?" tanya Bianca lagi."Benar nyonya, kakak anda sendiri yang mengatakan mencari gaun
Hari ini adalah hari yang telah di tunggu oleh Caroline dan Steven. Make up artist baru saja merias wajah Caroline. Dengan balutan gaun pengantin yang di rancang oleh Bianca, membuat Caroline terlihat begitu cantik dan menawan. Namun raut wajah Carolie seketika berubah menjadi muram. Caroline mengingat Adam dan Melinda yang tidak bisa melihat pernikahan mereka. Bianca berdiri di depan pintu, dia menatap lekat Caroline yang terlihat begitu muram. Binca berjalan melangkah mendekat ke arah adiknya itu. "Caroline, kau kenapa sayang?" Bianca mengelus lengan Caroline. Tatapannya manatap raut sedih di wajah Caroline. "Ka, aku memikirkan mama dan papa. Andai mereka masih di sini, pasti mereka bahagia aku menikah. Mereka bahkan pergi sebelum melihat pernikahan ku." Caroline menunduk, dia berusaha untuk tidak menangis namun itu sangat sulit. Sudut matanya sudah mengeluarkan air mata."Ssst... sayang, jangan menangis. Riasan mu nanti rusak." Bianca menangkup kedua pipi Caroline, lalu menghapu
Viola berlari masuk ke dalam toilet. Tidak ada tempat lain, dia harus bersembunyi di sini. Viola menatap cermin, matanya sudah memerah. Air matanya tidak mampu lagi tertahan. Viola menundukan kepalanya. Dia merutuki dirinya begitu lemah. Kenapa dia harus menangis ketika Richo membawa wanita lain. "kenapa aku seperti ini," Air mata Viola terus berlinang membasahi pipinya. Dia sudah tidak mampu lagi menatap cermin. "Apa kau akan terus menangis?" suara bariton terdengar dari arah belakang. Viola tersentak, dengan cepat Viola menghapus air matanya. Viola membalikan tubuhnya, namun kepalanya tetap menunduk. Tanpa melihat ke sosok pria yang kini berdiri di hadapannya, Viola langsung berjalan hendak meninggalkan pria itu. Namun tangan kokoh menahan lengan Viola. Pria itu mendorong tubuh Viola hingga membentur ke dinding. Pria itu menarik dagu Viola. Senyum di bibir pria itu terukir saat melihat mata Viola yang memerah. Viola terkejut saat melihat pria yang berada di hadapannya adalah Rich
Satu minggu kemudian...Bianca tengah duduk di sofa sembari menyusui Nathan. Bianca tersenyum melihat bayi mungilnya. Wajahnya sungguh mirip dengan Justin saat Justin masih bayi. Bianca mengusap pelan pipi Nathan. Kini hidupanya benar-benar sempurna. Memiliki suami yang mencintainya dan memiliki dua putra yang sangat tampan. Suara dering ponsel terdengar, Bianca mengambil ponselnya dengan tangan kanannya. Tangan Kiri Bianca tengah menopang kepala Nathan yang masih menyusu padanya. Bianca menatap ke layar ponsel, tertera nama Irina di layar ponselnya. Kening Bianca berkerut dalam ketika melihat nama Irina. Tidak biasanya Irina menghubungi dirinya. Tanpa menunggu lama, Bianca mengusap tombol hijau untuk menerima panggilan. Sebelum kemudian, Bianca meletakan ponselnya di telinganya. "Irina?" sapa Bianca saat panggilan terhubung. "Bianca? Kau masih menyimpan nomorku?" tanya Irina dari seberang line. "Tentu Irina, aku masih menyimpannya. Apa kabar Irina?" "Aku baik, bagaimana denganmu
Beberapa bulan kemudian.. Di ruang operasi, Arthur terus berada di samping Bianca. Bayi dalam kandungan Bianca, tidak dalam posisi yang tepat. Hingga akhirnya dokter menyarankan untuk Bianca kembali operasi caesar. Arthur terus mengecupi kening Bianca saat dokter melakukan proses operasi. Sudut mata Bianca mengeluarkan air mata haru, dia kembali bisa melahirkan buah cintanya dengan Arthur. Oeee...Oee.... Sura tangis bayi pecah di ruang operasi. Air mata Bianca menetes ketika mendengar bayinya menangis. Arthur mengecup kening istrinya. Mata Arthur tidak mampu lagi menahan, air matanya menetes saat mendengar suara bayi. "Terima kasih sayang," bisik Arhur. "Bayi laki-laki," ucap sang dokter. Tidak perduli apa jenis kelaminya, terpenting bagi Bianca dan Arthur anaknya lahir dengan selamat. Kehamilan yang kedua ini, Bianca memang sengaja tidak memeriksa jenis kelamin bayinya. "Nyonya Bianca, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungil itu dalam gendongan Bianca. Me
Viola duduk di tepi ranjang, menatap Richo yang masih terus menutup matanya. Dokter memang mengatakan peluru tidak mengenai jantung Richo, tapi hingga detik ini Richo masih juga belum sadar. Beberapa hari ini, Viola menjalani harinya begitu berat. Viola merasa kehilangan sosok Richo yang setiap hari selalu mengganggunya. Viola menyentuh tangan Richo, mengelus pelan."Richo, kapan kau bangun? Aku merindukan mu Richo..." air mata Viola tidak mampu lagi tertahan. Dia sungguh merindukan kekasihnya itu. Rasanya beberapa hari tanpa Richo dia benar-benar merasakan tidak lagi bernyawa. "Selama ini aku selalu menutupi perasaan ku. Aku menyukai cara mu yang tidak pernah menyerah mendapatkan ku. Aku sungguh menyukai setiap cara mu Richo. Kau tidak pernah lelah mengejar ku. Bahkan berkali-kali aku mengusir mu dari kehidupan ku, kau tetap meminta ku menjadi wanita mu. Andai waktu bisa di putar, sudah sejak awal aku menerima mu." "Masa lalu mu memang membuat ku ragu menerima mu. Tapi percayalah,
Beberapa hari kemudian... Altov turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah tempat dimana dia menyembunyikan Clarissa. Altov masih mengurung Clarissa sebelum menjebloskannya ke dalam penjara. Sebenarnya Arthur tidak setuju dengan apa yang di rencanakan Altov, tapi Altov memiliki alasan tersendiri mengurung Clarissa. Tidak hanya Clarissa, tapi Jesslyn yang turut membantu Clarissa juga di kurung oleh Altov. Alasannya karena permintaan dari Viola. Saat itu ketika Viola mendengar Jesslyn sudah berhasil di tangkap oleh Altov, Viola meminta waktu sebentar sebelum menjebloskan Jesslyn ke penjara. "Tuan," sapa Christian saat Altov melangkah masuk ke dalam. "Dimana Clarissa?" tanya Altov dingin. "Masih berada di kamarnya tuan," jawab Christin. Altov mengangguk, kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar. Tempat dimana Clarissa di kurung. Setiap kali Altov bertemu dengan Clarissa, dia merasa dirinya tidak berguna. Harusnya sejak awal Altov menyeret paksa Clarissa meningg
Arthur dan Drake kini pergi ke tempat persembunyian Clarissa. Alvin sudah memberikan informasi saat ini Clarissa dan Jessly dalam perlindungan Jasson Steele. Itu artinya Arthur sendiri yang harus turun tangan. Tidak hanya Arthur, tapi Drake juga turun tangan. Drake ingin langsung berhadapan dengan Jasson. Jika sampai Jasson mempersulit, maka tidak ada pilihan lain bagi Drake untuk melakukan tindakan kekerasan. Mobil Arthur telah tiba di sebuah rumah yang jauh dari Manhattan. Arthur tahu, Jasson memang sengaja menyembunyikan Clarissa di tempat ini. Arthur dan Drake turun dari mobil. Beberapa pengawal Arthur dan Drake berada di belakang. Arthur tersenyum melihat penjagaan ketat demi menyelamatkan Clarissa. Tapi Arthur tidak perduli sedikit pun. Arthur dan Drake tetap melangkah masuk ke dalam. Langkah Arthu terhenti ketika pengawal Jasson menghadang dirnya. Alrthur tersenyum sinis menatap para pengawal Jasson yang menghalanginya. Rupanya Jasson memang berniat untuk melawan dirinya. Sun
Perlahan Bianca mulai membuka matanya, dia menatap ruangan putih. Bianca menoleh dan melihat ada Arthur dan Paula yang berjaga di sisinya. Mereka sama-sama tersenyum saat Bianca sudah membuka matanya. "Bianca? Kau mendengar ku?" Arthur mengelus dengan lembut pipi Bianca. "Arthur kenapa aku di sini?" Bianca mengerutkan keningnya. Dia berusaha mengingat kenapa dirinya berada di rumah sakit. Namun, ketika Bianca mengingat sesuatu. Ingatan di kepalanya begitu jelas tentang Tasya, Richo dan Ella yang tergeletak dengan berlumuran darah. Wajah Bianca langsung memucat, saat dia mengingat semuanya. "Arthur? Bagaimana keadaan Tasya? Richo dan Ella bagaimana?" Bianca semakin panik, kepalanya semakin sakit dan memberat."Ssst, jangan pikirkan itu Bianca. Aku yakin mereka akan selamat," Arthur membawa tangannya mengusap lembut perut istrinya. "Aku minta pada mu, jangan memikirkan hal berat, Dokter mengatakan kandungan mu lemah. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada anak kita." Sebelumnya dokter
Bianca menatap cermin, kini tubuhnya sudah terbalut dengan gaun berwarna gold dengan model atas kemben. Hari ini adalah ulang tahun putranya, Justin. Bianca masih tidak menyangka usia Justin sudah satu tahun. Perjuangan yang Bianca hadapi dulu saat melahirkan putranya itu, tidak pernah bisa terlupakan. Beruntung Tuhan masih melindungi dirinya dan putra kesayangannya. Arthur yang melangkah masuk ke dalam kamar, dia menatap istrinya sudah terbalut dengan gaun yang membuat istrinya terlihat sangat cantik dan seksi. Arthur mendekat, dia langsung memeluk Bianca dari belakang. Memberikan kecupan di tenguk leher. hingga ke pundak mulus milik istrinya itu. "Kenapa kau selalu cantik hem?" bisik Arthur di sela-sela kecupannya. Bianca tersenyum, lalu membalikan tubuhnya menatap lekat wajah suaminya. Bianca mengelus lembut rahang Arthur. "Dan kau selalu tampan."Arthur mengeratkan pelukannya. "Aku rasanya tidak ingin keluar kamar. Aku ingin terus di sini bersama mu." "Kau ini bagaimana! Putra
Viola menyandarkan punggungnya di sofa. Sejak kejadian dirinya bertengkar dengan ayahnya, Viola lebih menyendiri. Daisy ibunya kini sudah mengetahui semuanya. Viola sengaja mengatakan langsung pada Daisy. Viola tidak ingin Daisy terus tertipu pada Carlos yang memberikan sebuah cinta palsu. Selama ini Carlos selalu menunjukan peran ayah yang terlihat begitu sempurna. Tapi kenyataan yang Viola dapatkan ayahnya sendiri berusaha mengahancurkan kehidupannya. Richo melangkah masuk ke dalam rumah, dia menatap Viola tengah melamun. Richo langsung berjalan mendekat ke arah Viola, dan langsung duduk di samping kekasihnya itu. "Kau sedang memikirkan apa?" tegur Richo yang membuat Viola menghentikan lamunannya. Viola mengalihkan pandangannya dan menatap Richo yang duduk di sampingnya. "Kau sudah pulang? Maaf aku tidak menyadari kau datang." "Ada yang kau pikirkan?" Richo kembali bertanya, dia menatap wajah kekasihnya terlihat begitu muram. "Tidak ada," jawab Viola yang berbohong. Dia tidak i
Hari ini hari dimana Viola meminta Richo menemani dirinya untuk bertemu dengan ayahnya. Viola sengaja meminta Richo untuk menemani dirinya. Viola ingin tahu apa reaksi dari ayahnya setelah dia mengetahui semuanya. "Apa kau yakin ingin bertemu dengan ayah mu?" tanya Richo yang kini berada di depan mobil. Sebelum masuk, dia kembali memastikan pada Viola. Viola mengangguk. "Kita harus menemuinya. Aku ingin langsung melihat tindakan apa yang dia ambil setelah melihat kita berdua." "Allright, dengan senang hari aku bertemu dengan calon mertua ku." Richo masuk ke dalam mobil. Begitu pun dengan Viola. Kemudian Richo mulai melanjukan mobilnya meninggalkan halaman parkir mansionnya. "Apa kau sudah tahu dimana rumah ayah ku yang baru?" Viola membuka suara ketika Richo tengah fokus melajukan mobil. "Lebih tepatnya itu adalah rumah lama ayah mu. Rumah itu tempat tinggal ayah mu dan Aria. Aku rasa Jesslyn juga berada di sana. Karena tadi aku meminta assistant ku dan melihat apartemen Jesslyn