Hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit Herlambang pun sampai di kediaman Herlina. Dengan menekan tombol ‘BEL’ pada bagian tembok rumah tersebut, Setya pun keluar dan tersenyum ke arah Herlambang seraya membukakan pintu pagarnya.“Siang Om.., sendirian..? Masuk Om,” tanya Setya membukakan pintu pagar dan menengok ke kanan dan ke kiri, untuk melihat apakah Herlambang membawa mobil atau tidak.“Mama ada?” tanya Herlambang yang jalan beriringan menuju teras.“Ada.., lagi makan,” sahut Setya masuk ke ruang tamu dan masuk ke ruang keluarga. Terdengar pemuda berusia tujuh belas tahun itu berbicara pada Herlina, “Maa.., ada Om Her.”Herlina yang masih menikmati makan siangnya pun menghentikan kegiatannya dan berjalan menuju ruang tamu dengan perlahan. Saat melihat Herlambang duduk di ruang tamu Herlina pun menyapanya.“Pak Herlambang.., ayo bareng makan siang. Baru saja kami makan siang. Bapak belum makan siang kan? Ini dari kantor atau dari mana..,” ajak Herlina seraya mempersila
Mobil yang dikendarai oleh Herlambang pun melaju ke arah Apartemen miliknya, namun kemacetan pada jam pulang kantor membuat Herlambang pun berhenti pada sebuah hotel dan hal itu membuat Elena pun sesaat terdiam kala mobil Herlambang masuk pada sebuah halaman parkir.“ Om.., kok kita ke hotel..?” tanya Elena pada Herlambang.“Jalan menuju Apartemen macet. Nggak mungkin juga kita kesana. Lebih baik kita di hotel,” ungkap Herlambang seraya meminta Elena memperbaiki penampilannya. Terutama resleting nya.“Ayo..,” ajak Herlambang membuka pintu mobil dan Elena yang saat di Bandara melihat Tiara bergelayut di lengan Herlambang, ingin pula merasakan hal itu. Maka saat tangan Elena bergelayut ditangannya, Herlambang pun diam-diam tersenyum.Mereka sampai di depan bagian resepsionis, lalu Herlambang memberikan kartu identitas dan minta satu buah kamar deluxe pada bagian resepsionis.“Berapa hari Pak..? Apa ada koper yang akan dibawakan oleh Room Boy?” tanya seorang resepsionis.“Hanya sat
Mobil yang membawa Elena ke Rumah Sakit pun sampai setelah tiga puluh menit terjebak dalam kemacetan. Herlambang yang panik membopong tubuh Elena masuk ke ruang UGD dan berteriak pada beberapa perawat dan Dokter yang berjaga di ruang tersebut.“Tolong..! Tolong istri saya..!” teriak Herlambang membopong Elena. Seorang perawat yang ada di meja konsultasi bergerak cepat membuka salah satu korden ruangan tindakan pertama pada si pasien dan meminta Herlambang membaringkan tubuh Elena.“Tidurkan disini pasiennya Pak..!” pinta seorang perawat yang langsung memeriksa kondisi Elena dengan mengecek suhu tubuh dan tensi darahnya. Herlambang yang berada disisi Elena diminta untuk keluar dari bilik tindakan pasien, “Silakan tunggu diluar Pak...”“Tolong panggilkan saja Dokter kandungan! Istri saya pendarahan!” bentak Herlambang pada seorang perawat. Terlebih Elena masih memegang tangannya.Perawat yang dibentak melirik ke arah Herlambang terlihat kesal saat merapikan alat pengukur tekanan d
Elena akhirnya dipindahkan ke kamar VIPP. Di kamar itu, Erlangga menunggu Elena dengan duduk disisi tempat tidurnya. Sedangkan Herlambang duduk pada sebuah mebel menyerupai tempat tidur berada di sebelah tempat tidur pasien.“Er.., apa sebaiknya kamu pulang dulu ambil pakaian Elena dan nanti kamu bisa ke sini lagi,” pinta Herlambang pada Erlangga.“Sekarang saya hubungi Dimas aja. Biar dia nanti nyuruh pelayan ambil beberapa pakaian Elena,” jawab Erlangga yang meraih ponselnya dan berjalan ke ruang tamu disebelah ruang perawatan Elena. Sementara Herlambang hanya memandang dari kursi mebel besar disebelah tempat tidur Elena.“Pak Dimas, dengar saya..! Pertama suruh pelayan ambil pakaian dalam dan baju sehari-hari Elena dan punyaku empat setel. Dan bawa perlengkapan mandiku juga deodoran di kamar. Ngerti..?!” tanya Erlangga pada Dimas.“Maaf.., Tuan muda dimana ini?” tanya Dimas yang bingung dengan perintahnya.“Pak Dimas nanti bawa ke Rumah Sakit XXX, ruang VIPP, gimana ngerti d
Sekitar jam sembilan pagi Herlina kembali menjenguk putrinya usai semalam menjenguknya bersama Setya. Tampak Erlangga telah berganti pakaian. Dan Herlina yang membawakan bubur kacang ijo buatannya langsung menyuapi Elena.“Ini tadi Mama buat khusus untuk kamu, supaya kandungan kamu sehat, kuat,” tutur Herlina saat menyuapi bubur kacang ijo.“Terima kasih Maa.., tapi disini juga nggak kekurangan makan. Mama nggak usah repot seperti itu. Kasihan Mama ngerjain semuanya sendiri,” ungkap Elena yang kasihan pada Herlina.“Kak Er.., ini mama juga bawain buat kakak,” Setya memberikan satu cup bubur kacang ijo. Walau sebenarnya Erlangga tidak suka dengan bubur kacang ijo, tetapi dia tetap memaksa dirinya untuk menikmati bubur kacang ijo tersebut.“Makasih.., kamu nggak makan?” tanya Erlangga pada Setya.“Udah duluan di rumah, Kak. Ini abis jenguk kak Lena mau antar mama untuk kontrol,” ujarnya.Usai menyuapi Elena makan bubur kacang ijo, Herlina pun memberikan wejangan untuk putrinya, “L
Di tempat lain pada sebuah rumah yang tingkat yang lebih bagus dari rumah Elena dimana setiap kamarnya berisi pendingin ruangan di kawasan kumuh, Jamila tersenyum lebar membayangkan Elena yang pastinya terkejut dengan apa yang dikirim. Namun disisi lain ia juga jadi berpikir mengenai marahnya Erlangga padanya.“Si Erlangga harusnya baca chat gue yang lainnya dan lihat si Elena sama Papinya di WA nya si Lena. Tapi kenapa dia malah marah ke gue? Harusnya kan dia marah ke si Lena, dasar tuh laki goblok! Ketahuan istrinya selingkuh masih aja dibela. Sialan!” Jamila bermonolog dengan dirinya sendiri di dalam kamarnya.Di kawasan rumah kumuh itu, hanya ada beberapa rumah permanen tingkat dan salah satunya adalah milik Jamila. Sudah sebulan ini, tanah yang dibeli Jamila disebelah rumahnya di jadikan Mushola.Hal itu dilakukan karena rasa kasihan pada beberapa orang yang saat ia pulang subuh, banyak ibu dan anak kecil serta beberapa orang tua berjalan keluar gang sempit itu untuk ke Mesjid
Motor yang di kendarai oleh Alexander tiba di rumahnya. Seorang sekuriti membukakan pintu pagar rumah mewah itu. Dan itu kali pertama Jamila ke rumah mewah sekelas Alexander. Dengan mulut menganga ia pun berucap, “Gila.., ini rumah elo.., Lex?”“Ini mah nggak ada seberapanya si Erlangga.., yang tajir melintir itu sahabat baik elo. Ayo masuk,” ajak Alexander menggandeng tangan Jamila.“Kok sepi..? Memang pada kemana orang di rumah?” tanya Jamila yang diajak masuk ke dalam rumah besar milik Alexander.“Gue kan bilang ke elo punya kakak cewek 3, waktu nyokap gue cerai, kakak pertama gue ikut bokap ke Bahrain. Kalau kedua kakak cewek gue pada tinggal di Apartemennya. Katanya sih biar deket kampusnya. Padahal mah, kalau liburan kuliah mereka juga pada males pulang ke rumah. Jadilah gue penghuni terakhir disini.”“Tuan muda mau dibuatkan apa, temannya?” tanya pelayan di rumah itu.“Elo mau apa?” tanya Alexander memandang ke arah Jamila.“Mau yang dingin-dingin tapi campur sama uler pi
Tiara yang emosi pergi dari ruang perawatan Elena pada Rumah Sakit itu, dengan perasaan terluka. Sejenak ia terdiam di dalam mobil dan menceritakan semua kejadian pada sahabatnya Eva. Dan dengan bijak serta teliti, Eva pun memberikan input pada Tiara yang pastinya tidak mampu berpikir logis dan bingung untuk menentukan sikap. “Va.., kamu tau aku udah berusaha baik. Dan melupakan semua kesalahan Her dan Elena, karena kata kamu, kan aku yang buat salah. Ok! No Problem. Sekarang.., dia tuduh aku..! Tuduh aku..!” teriak Tiara berurai air mata. “Tia..., Tarik napas.., minum air.., udah kamu lakukan itu?” tanya Eva diujung telepon. “Ok..! Sekarang cari toko bunganya. Pasti dia cantumkan nomor orang yang beli bunga itu atau namanya di toko bunga itu, walaupun si pengirim tadi nggak mencantumkan namanya,” perintah Eva. “Nggak mungkin aku balik lagi ke dalam ruangan itu, Eva....,” sungut Tiara yang sudah sedikit tenang. “Hahahaha.., inilah kalau orang marah, nggak bisa berpikir jernih. Ka
Mobil yang membawa Elena, Tiara dan Herlambang pun sampai di rumah Herlambang. Dan Tiara yang berjanji akan mempertemukan Elena dan Sakti meminta Elena untuk masuk ke kamar Sakti yang telah di dekorasi dengan warna biru. Dan Elena pun masuk ke dalam rumah itu dan mendapati Sakti bersama seorang pengasuh bayi.Melihat kedatangan Elena di kamar itu, Sakti yang telah mengenali Elena pun menangis dan minta di gendongnya seraya menangis. Lalu, Elena pun menggendong balita imut itu dengan perasaan bahagia dan terharu, karena Sakti sangat merindukan kehadiran Elena.Lalu, Elena pun bercengkerama dengan Sakti di saat Tiara tengah mempersiapkan makan siang untuk mereka.Herlambang yang tahu Elena berada di kamar Sakti, akhirnya berjalan ke kamar itu. Sesampai di kamar itu, Herlambang pun duduk pada sofa, sedangkan Elena tengah duduk di lantai yang telah di lapisi permadani. Memandang kehadiran Herlambang, Elena menoleh ke arahnya dan bermain kembali dengan Sakti.Di saat itu, Herlambang pun m
Erlangga, Alexander dan Bella yang tiba dari bandara tepat pukul sembilan pagi langsung menuju Rumah Sakit untuk ikut bersama TPU. Erlangga ikut bersama Bella yang dijemput oleh sopir pribadi dari keluarga Bella, sedangkan Alexander di jemput oleh Ermitha dengan tujuan yang sama menuju Rumah Sakit tempat kelima jenazah dari keluarga Jamila usai diautopsi dan usai di sholati oleh keluarga besar dari suami Jamila, keluarga Elena serta beberapa tetangga dari pemukiman kumuh, merasa kehilangan atas kelima tetangga mereka yang dikenal suka menolong.Mobil yang membawa Alexander, Ermitha, Bella dan Erlangga sampai di Rumah Sakit. Lalu, mereka pun keluar dari mobil yang membawa mereka. Terlihat, Erlangga menggandeng mesra tangan Bella berjalan menuju ruang pemulasan jenazah dan bertemu Jamila yang masih dalam kondisi terpukul dengan kedua mata sembab.“Mila.., gue ikut berduka atas musibah ini. Gue yakin Allah punya rencana besar buat elo. Yakin aja setiap musibah dan duka ada hal yang aka
Kebakaran yang terjadi di gang sempit di lingkungan kumuh tempat tinggal Jamila dan Elena kini tinggal debu. Puing-puing arang berwarna hitam menjadi pemandangan memilukan di area sepanjang gang sempit kumuh tersebut. Pabrik kulit terbesar di Jakarta itu terbakar. Dilingkungan kumuh itu tercatat, ada 5 orang tewas mengenaskan terpanggang di dalam rumahnya. Kelima orang yang tewas dalam kebakaran tersebut adalah keluarga Jamila. Yang terdiri dari Ayah, Ibu serta ketiga adiknya. Elena dan Herlina yang ke lokasi usai membawa Jamila ke Rumah Sakit, melihat rumah peninggalan Papanya Elena pun tinggal debu. Banyak penghuni dilingkungan kumuh itu menangisi kehilangan harta bendanya. Terlebih Jamila yang kehilangan anggota keluarga dan harta bendanya.“Maaa.., akhirnya rumah kesayangan Papa jadi debu.., apa masih boleh kita bangun lagi rumah disini?” isak Elena yang melihat tembok pada rumah peninggalan Sentana tinggal setengah. Yang tampak dalam pemandangan yang ada hanya hamparan puing-p
Elena yang tidak menyangka atas syarat yang dilakukan pada dirinya membuatnya menangis tersedu-sedu. Jamila yang mendengar syarat dari Erlangga, langsung menghubungi lelaki tampan itu lagi, namun tidak sekali pun panggilan Jamila dijawab olehnya. “Lena.., gue sih yakin.., Erlangga cuma gertak elo aja. Seingat gue sih.., Er di Perth nggak deket sama siapa pun. Masa sih elo kagak percaya sama laki elo sendiri. Udah elo tenang aja. Pikirin Er junior.., kasian itu bayi dalam kandungan elo, pasti bawaan si bayi kali.., bokapnya jadi seperti itu,” ungkap Jamila. “Tapi kan nggak usah pakai minta izin gue untuk kawin lagi. Er sengaja mau nyakitin hati gue. Emang sih gue salah. Tapi, semua itu gara-gara nyokap nya juga. Mila, ambil lagi aja Sakti, gue kagak mau kalau sampai Er kawin lagi. Buat apa coba? Mending kagak kenal dari awal sama Er dan keluarganya!” sengit Elena mondar mandir di dalam kamarnya. “Lena, kenapa sih sekarang ini gue liat elo beda sama waktu sekolah dulu. Kenapa sih, elo
Elena yang diminta oleh Herlina untuk menemui Tiara yang berada di ruang keluarga, dengan terpaksa ditemuinya usai selesai menidurkan Sakti. Di dampingi Jamila, Elena pun berjalan menemui Tiara yang kini terlihat seperti musuh mengibarkan bendera putihnya. “Ngapaen sih dia ke rumah lagi. Nyebelin banget,” bisik Elena saat berada di sisi Jamila. “Pastinya bukan berita baik,” ujar Jamila pelan. Setelah mereka duduk dalam satu meja, Tiara mulai menceritakan penyakit dan kesempatan hidupnya di dunia ini. Setelah itu, tanpa di sadari Tiara telah berada di hadapan Elena dan memeluk gadis cantik jelita itu. “Lena.., demi Allah dan atas nama putra pertamaku. Kalau aku tidak akan menyakiti Sakti. Aku akan perlakukan Sakti layaknya Mas Herlambang memperlakukan Erlangga,” isak tangis Tiara memecah ruang keluarga yang hening. Sejenak Elena terdiam, menatap raut wajah Jamila, lalu Elena pun bertanya, “Apa yang bisa saya lakukan, Tante?” “Berikan Sakti pada Mas Herlambang. Karena hanya Sakti k
Saat ini, Herlina, Elena dan Jamila berada di ruang keluarga. Mereka sedang membicarakan masalah Sakti yang diminta oleh keluarga Herlambang. Dan Herlina terlihat membujuk Elena untuk mau memberikan Sakti pada Herlambang.“Lena.., apa nggak sebaiknya kamu kasih aja Sakti ke keluarga Herlambang? Mama kasihan sama Pak Hermansyah dan Ibu Sitoresmi. Lagi pula mengurusi dua bayi sekaligus itu sangat sulit Lena. Apalagi kalau mereka berdua sakit. Juga besok atau lusa Sakti juga tahu siapa ibunya. Anak itu akan mencari ibunya,” nasihat Herlina pada putrinya.“Lena, coba kamu pikirkan lagi..., Mama liat Pak Herlambang serius mau ambil kamu jadi istri dan itu semua demi Sakti dan bayi yang ada dalam kandunganmu. Apa nggak sebaiknya kamu mau terima Pak Herlambang, Mama ikhlas Lena,” ungkap Herlina atas gambaran pikirannya, mengingat Erlangga tampak telah marah dan tak peduli pada Elena.“Maa.., Lena kasihan sama Erlangga. Sekarang ini dia udah nggak mau bicara pada tante Tiara dan putus hubu
Elena yang diminta oleh Herlina untuk menyiapkan teh untuk keempat tamunya pun berjalan ke dapur. Elena yang kini tengah hamil jalan tiga bulan, tidak seperti saat hamil Sakti yang sangat mual dan agak rewel masalah makanannya. Namun, untuk kehamilan saat ini, Elena nyaris tak pernah merasa mual dan lebih energik. “Silakan diminum,” Elena meletakan keempat gelas berisi teh dan dua gelas berisi air mineral. “Silakan Ibu, bapak semua,” Herlina menawarkan minuman. Wajah Tiara masih tegang saat memandang Elena, begitu juga dengan Sitoresmi dan Hermansyah. Namun tidak demikian dengan Herlambang. Ia justru memandangi Elena yang sama sekali tidak ingin melihat ke arahnya. Lalu, mereka berempat pun menikmati teh yang telah disuguhi Elena. “Maaf.., kalau boleh saya tahu.., apa ada hal yang sangat penting sehingga, Pak Hermansyah, Bu Sitoresmi dan Ibu Tiara ke rumah ini, pastinya ada hal yang penting,” tutur Herlina memandang pada keempat tamunya. Sejenak, baik Hermansyah, Sitoresmi bahkan
Herlambang dan keluarganya bertolak dari Perth ke Indonesia, usai Herlambang mengatakan niatnya untuk menjadikan Elena istrinya. Keberanian yang dilakukan oleh Herlambang bukannya tanpa ketakutan. Ia mengalami kestresan pula atas apa yang akan dikatakan kepada Herlina. Karena itu, sesampai di Bandara saat menunggu bagasi, Herlambang berulang kali menghubungi Elena, namun selalu di reject oleh Elena. Sampai akhirnya Herlambang mengirimkan pesan pada Elena.[Pesan keluar Herlambang : Sayang.., angkat teleponnya, aku mau bicara penting]Usai mengirimkan pesan pada Elena, Herlambang kembali menunggu bagasi atas kopernya dan koper keluarganya. Sepuluh menit berlalu, namun Elena tidak juga mengirimkan balasan atas pesan Herlambang.Setelah itu, kembali Herlambang menghubunginya. Walau nada telepon yang dihubungi nyambung, namun Elena sama sekali tidak menjawab panggilan Herlambang.Kemudian, Herlambang kembali mengirimkan pesan pada Elena, dengan memberitahukan kedatangan kedua orang tu
Sitoresmi dan Hermansyah akhirnya memutuskan untuk ke Indonesia bersama Tiara dan Herlambang. Selain ingin melihat darah daging dari anaknya Herlambang, Sitoresmi pun ingin menanyakan langsung pada Elena perihal keinginan Herlambang yang sudah dapat persetujuan dari Tiara. Walau sebenarnya Sitoresmi tidak tega melakukan hal itu pada Erlangga, namun saat mendengar kalau darah daging Herlambang saat ini dikuasai oleh Elena, membuat hatinya tergerak untuk memberikan perhatian pada Sakti, apalagi Sakti adalah keturunan tunggal dari keluarganya usai kedua anak lainnya tidak ingin memiliki anak.“Her.., Tia.., coba kalian bicarakan hal ini pada Erlangga. Ayah dan Ibu tetap tidak tega menyakiti hatinya. Walaupun Ayah, Ibu yakin Er akan lebih mudah dan cepat mencari pasangan baru. Tapi, bicaralah pada Erlangga,” pinta Hermansyah dan diiyakan oleh Sitoresmi.“Yah.., kemarin itu Tia dan saya ke rumah mamanya Elena. Dan Elena ngomong sama Tia.., kalau Erlangga ingin Elena memilih antara Er ata