Melihat wajah Selena yang tampak khawatir, Arya pun meletakkan pisau di tangannya. "Kenapa, Nak? Ada masalah? Coba ceritakan padaku, jangan dipendam sendiri.""Oh nggak, kok, aku cuma sedang memikirkan nanti kita akan tinggal setelah anak ini lahir."Sebenarnya, Selena sudah tidak ingin terlibat lagi dengan Harvey. Namun, bagaimana bisa dia melarikan diri dengan membawa anaknya? Ke mana dia harus pergi?Arya menghela napasnya pelan, "Dengar-dengar, Harvey sudah membeli rumah keluarga Bennett. Mungkin, kita bisa kembali ke sana?""Ah, oke, aku akan memikirkannya lagi. Nggak usah buru-buru, kita masih punya banyak waktu."Selena menjawab ucapan Arya sembari mengambil pisau. "Bisa nggak Ayah mengajariku? Aku juga mau meninggalkan kenangan untuk bayiku.""Tentu saja, aku akan mengajarimu."Melihat adegan yang harmonis itu dari kejauhan, Lian pun memotret dan mengirimkannya kepada Harvey.Pada saat itu, Harvey sedang sibuk memilih gaun di toko baju pengantin. Dia terpesona saat melihat foto
Melihat Harvey yang tiba-tiba berhenti melangkah, pramuniaga di toko itu buru-buru membuka mulutnya dan bertanya, "Tuan Harvey, apakah Anda tertarik pada gaun pernikahan ini? Mungkin ukurannya nggak terlalu cocok dengan Nona Agatha, tapi Anda bisa meminta Nona untuk mencobanya. Masih ada waktu sebelum pernikahan, kami bisa langsung menyesuaikan ukurannya."Harvey menatap gaun itu lekat-lekat sebelum memutuskan pergi dari sana. Dia bukan hanya sekadar berutang pernikahan kepada Selena, tetapi juga gaun pengantin.Utang pada wanita itu terlalu banyak, mungkin dia tidak akan bisa melunasinya seumur hidup.Setelah dia mengenakan baju yang dipilihkan oleh Agatha, seorang pramuniaga berjongkok di sebelah kakinya dan mulai merapikan lipatan celananya. Pramuniaga itu tak henti-hentinya memberikan pujian."Wah, Tuan Harvey benar-benar tampan dan berkelas, sangat cocok jadi model! Pernikahan Anda dengan Nona Agatha pasti akan menjadi sorotan dunia."Harvey sudah sering mengenakan setelan formal,
Ketika berada di toko perlengkapan ibu dan bayi, barulah Harvey bisa memahami perasaan Selena saat itu. Harvest adalah anak pertamanya, seharusnya dia jauh lebih peduli dibandingkan dengan siapa pun. Namun, masalah Lanny pada saat itu menjadi jurang pemisah yang besar di antara mereka berdua.Setelah melihat setiap pakaian kecil yang berwarna seperti awan tersebut, dia baru menyadari mengapa Selena bisa begitu banyak bicara saat itu, dan mengapa matanya bisa terlihat sangat berbinar.Segala sesuatu tentang bayi mampu meluluhkan seseorang. Meskipun terlihat kecil dan lembut, tetapi mampu menghapus semua kekakuan di dalam hati."Wah, Tuan Harvey, coba lihat kuda kecil ini, lucu banget! Mainan pistol ini juga, psiu psiu, sangat menggemaskan!""Baju ini kecil banget, emang bayi tubuhnya sekecil ini, ya? Kayak anak kucing saja.""Wah, ada dot juga!"Alex jauh lebih sibuk dibandingkan dengan dirinya. Bagaimanapun, untuk pria kasar seperti mereka, pergi ke toko perlengkapan ibu dan bayi sama
Selena menjalani kehidupan yang sederhana dan tenang di rumah kecil itu. Saat ini, dia sedang duduk di sana sembari membuat ukiran kayu. Sementara Lian, entah apa yang dilakukannya, wajahnya terlihat sangat kesal. Dia mematikan ponselnya dan menggerutu beberapa kali."Kamu ini kenapa sih?" ujar Selena sambil meliriknya sekilas.Lian buru-buru mengangkat kepalanya. "Ah, nggak apa-apa, kok. Oh iya, mendingan kamu nggak usah lihat ponselmu beberapa hari ini, isinya cuma berita-berita nggak jelas."Selena tertawa kecil. "Berita yang kamu maksud itu soal pernikahan Harvey, 'kan?""Kamu sudah tahu?""Iya, berita itu ramai banget internet, mana mungkin aku nggak tahu?"Lian memperhatikan ekspresi Selena dengan saksama. "Jadi, kamu nggak marah? Bulan lalu, waktu Tuan Harvey menunda pernikahannya, kupikir dia melakukannya demi kamu.""Marah? Kenapa aku harus marah? Kalau marah, tandanya aku masih mencintai pria itu. Memang, sih, cinta bisa bikin orang kehilangan akal sehat dan jadi gila, tapi b
Selena berdiri di luar pintu dengan canggung, berbagai macam emosi bercampur aduk di dalam hatinya.Meskipun kediaman Bennett sudah ditebus kembali, tetapi ada campur tangan Harvey dan Agatha di dalam prosesnya. Hal itu membuat Selena merasa kurang nyaman, makanya dia belum pernah kembali lagi sejak saat itu.Di halaman depan, bunga krisan berwarna-warni sedang bermekaran dengan indahnya tanpa ada yang merawat. Beberapa tanaman mawar merambat keluar dari tembok, menjalar di sepanjang dinding tua.Angin berembus, membuat bunga-bunga yang cantik itu berputar-putar di udara. Meskipun pemandangan ini sangat indah, Selena masih merasa ragu untuk melangkah maju."Silakan masuk, Nyonya, Tuan sudah menunggu Anda," desak Alex.Sepertinya memang benar kata pepatah, berada dekat dengan kampung halaman justru membuat seseorang cenderung merasa canggung.Sebelum dia sempat membuka pintu rumah, tiba-tiba terdengar suara pintu belakang terbuka dan ada seekor kucing putih berlari ke arahnya."Meong."
Harvey menggenggam Selena erat di dalam pelukannya, dan baru pada saat itulah Selena menyadari bahwa selain Harvey, ada beberapa pria lain di belakangnya dengan paras yang tinggi dan tampan.Ada Johan yang berwibawa, Yosef yang berpenampilan sopan, dan ada juga seorang pria dengan topeng yang menutupi setengah wajahnya. Aura pria bertopeng itu sangat dingin, mungkin dia adalah orang yang dipanggil Harvey dengan sebutan Walcott.Hansen, dan juga fotografer Simon, mereka semua tersenyum dengan raman.Semua kata-kata yang ingin diucapkan oleh Selena tiba-tiba terhenti di tenggorokannya. Meskipun tidak suka dengan Harvey, dia tidak ingin membuat keributan di depan banyak orang. Itu hanya akan membuat situasi di antara dirinya dengan Harvey semakin tidak nyaman.Di antara kerumunan, keluarlah Olga yang mengenakan gaun putih. Ekspresinya terlihat rumit, jelas dia baru saja menyadari apa yang sedang terjadi, sama seperti Selena.Selena memilih untuk merendahkan suaranya, "Apa maumu?"Harvey d
Tanpa sadar, Selena langsung masuk ke dalam sebuah ruangan begitu saja. Dia ingat betul bahwa ruangan ini biasanya digunakan oleh keluarga Bennett untuk menjamu tamu mereka.Sekarang, ruangan itu telah diubah menjadi satu ruangan besar, di mana separuh dindingnya berwarna merah muda dan separuh lainnya berwarna biru langit. Kedua warna itu memiliki nuansa yang sangat lembut.Lantainya dilapisi dengan karpet yang lembut, sementara langit-langitnya dihiasi dengan lukisan awan.Lalu, ketika pintu ditutup, lampu di dalam ruangan tiba-tiba padam.Ketika mendongakkan kepala, terlihat banyak bintang-bintang yang bercahaya dan berkilauan dengan lembut. Bahkan, terkadang ada beberapa bintang jatuh yang melintas.Beberapa lampu dalam ruangan kemudian menyala, disertai dengan nada-nada indah dari sebuah kotak musik yang samar-samar mengalun di telinganya.Berbagai mainan, seperti ayunan bayi, kuda kayu, dan mainan-mainan lainnya terpajang di ruangan itu.Ada juga beragam pakaian bayi yang tersusu
Harvey juga meredakan emosinya, "Adikku bukan pelakunya?"Kalau memang itu yang terjadi, akankah penghalang antara dirinya dan Selena akan sedikit berkurang?"Aku nggak bilang kayak gitu, ya. Beberapa hari yang lalu, aku coba tanya kepada ayahku dengan hati-hati. Ternyata, Kezia itu nggak sesederhana yang kita bayangkan."Selena dengan sabar menjelaskan detail kronologi kejadiannya. Mendengar cerita itu, Harvey mengernyitkan keningnya, mencoba mengingat kembali hal-hal yang mencurigakan pada malam itu.Waktu itu, dia sebenarnya berencana untuk bertemu dengan Johan dan teman-temannya, tetapi Johan memiliki urusan mendadak yang membuatnya tidak bisa datang. Sebagai gantinya, dia bertemu dengan beberapa anak dari lingkaran sosial kaya di tempat itu.Namun, dia tidak menyukai suasana di sana, jadi dia mencari-cari alasan untuk pergi. Ketika meninggalkan tempat itu, dia merasa tubuhnya panas. Barulah saat itu dia menyadari bahwa dia sudah diberi obat.Setelah kejadian itu, dia memerintahkan