Selena segera kembali ke rumah sakit dan Maisha sudah dibawa ke unit gawat darurat.Calvin berdiri di depan pintu ruang operasi dengan wajah pucat, sedangkan Selena masih memegang bungkus makanan. "Apa yang terjadi, Paman Calvin? Saat aku pergi kondisi ibu baik-baik aja. Ibu juga bilang mau makan pangsit, kenapa tiba-tiba dibawa ke unit gawat darurat?"Calvin menatap Selena yang membawa bungkus makanan, lalu berkata dengan terbata-bata, "Dia ... dia tiba-tiba kambuh, darah bercucuran tanpa henti."Selena segera meletakkan makanan yang dibawanya di atas kursi, lalu menggenggam telapak tangan Calvin yang kasar dan penuh dengan kapalan.Sosok pria yang kuat dan tegar menjadi ketakutan sampai tubuhnya gemetaran. Selena berusaha menenangkannya. "Ibu bakal baik-baik aja, Paman tetap tegar, ya."Ketakutan terlintas pada mata Calvin, lalu dia menggeleng berulang kali. "Kali ini beda, kamu belum lihat kondisi Maisha saat tubuhnya berlumuran darah. Kemungkinan besar dia nggak bakal bertahan."Se
Agatha menjawab. "Aku segera manggil perawat, tapi karena sarapan yang kumakan pagi ini bikin perutku sakit, aku pergi ke toilet dulu. Aku langsung ke sini setelah dari toilet. Ibu nggak apa-apa, 'kan?"Calvin menatapnya dengan serius, tetapi akhirnya menggelengkan kepala. "Kondisinya sangat kritis.""Ayah nggak usah khawatir, penyakit Bibi Maisha pasti bakal sembuh. Dua hari terakhir ini, aku mikirin banyak hal. Aku nggak suka sama bibi karena mengira dia cuma pura-pura, tapi sekarang aku baru tahu bahwa Bibi Maisha beneran menyayangiku. Aku sungguh bersalah atas sikapku padanya dulu. Setelah bibi sembuh, aku pasti nggak bakal marah lagi padanya."Mendengar perkataannya, Calvin memeluk Agatha. "Ibumu pasti nggak apa-apa, kita sekeluarga pasti bisa lewati cobaan ini.""Ya."Kejadian itu berlangsung di depan mata Selena, hatinya menjadi kalut.Semua perbuatan Agatha padanya dan dendam kesumat di antara mereka. Dari lubuk hatinya yang terdalam, Selena tak sanggup melihat ekspresi bahagia
Ekspresi Harvey tampak netral. Dia tidak ingin membahas topik ini secara langsung dengannya."Seli, aku punya rencana sendiri," kata Harvey penuh kesedihan.Senyum dingin melintas di wajah Selena. "Dia sudah mencelakai anak kita, membuatku depresi selama dua tahun, dan sekarang dia melakukan hal seperti ini. Aku benar-benar penasaran kenapa kamu begitu toleran dengannya?" tanya Selena.Jika dia mencintai Agatha, mengapa Harvey repot-repot memikat hatinya? Harvey tidak pernah menganggap remeh hal seperti ini."Ada beberapa hal yang nggak seperti asumsimu. Akan kuberi tahu kamu semuanya ketika waktunya sudah tepat."Waktu, ketika tidak dia ketahui kapan waktu yang tepat itu.Dia hanya tahu, dirinya terjerat pergolakan yang menghancurkan keluarganya."Kamu istirahat dulu saja sebentar, biar aku hidangkan sup untukmu." Harvey sengaja menghindari topik itu dan berjalan cepat ke dapur.Saat tutup panci diangkat, aroma harum makanan langsung tercium dan sendok kayu yang digenggam perlahan men
Harvey memberi beberapa instruksi pada Alex sambil membawa mangkuk sup yang sudah dingin untuk naik ke lantai atas dengan perlahan.Suara air yang mengalir dari kamar mandi terdengar. Tak lama kemudian, Selena keluar dengan tubuh yang masih basah.Tepat saat pintu terbuka, dia melihat Harvey. Tatapan mereka bertemu.Rambutnya tidak dikeringkan dan tergantung basah. Wajah putihnya tampak kaku, hingga pakaian rumahannya juga memperlihatkan tulang selangkanya yang ramping.Harvey berhati-hati memalingkan tatapannya. Tenggorokannya pun sedikit bergerak.Selena yang seperti ini selalu mengingatkan dirinya pada mimpi indah itu, bahkan sentuhan kulitnya terasa begitu nyata.Sebenarnya, hingga sekarang, dia masih mengingat suhu tubuh Selena dan suaranya yang menggetarkan hati."Supnya sudah matang. Kemarilah dan coba dirasa ada perubahan atau nggak," ujar Harvey.Sejak pagi, Selena sudah bolak-balik hingga belum sempat minum seteguk sup panas saja, perutnya sudah mulai terasa perih.Dia dibawa
Saat mendengar nama Poison Bug, wajah Selena langsung menjadi serius. "Paman Calvin, aku nggak mau berbohong padamu, orang-orang yang menculikku sebelumnya berhubungan dengan Poison Bug. Mereka bukan orang baik.""Aku tahu, dulu aku sangat membenci mereka. Mereka anggap nyawa manusia sekelas rumput liar, tapi mereka juga bisa membangkitkan orang mati. Demi Maisha, aku nggak punya pilihan lain."Selena tidak tahu apakah kali ini orang itu mengincar Maisha karena dia, tetapi orang dipenuhi niat jahat dan mungkin saja telah menggali lubang lain untuk menjebak Calvin."Jika kamu mencari mereka, sama saja seperti berurusan dengan iblis.""Selena, apakah kamu ingin melihat Maisha pergi dengan mata terbuka?"Seminggu yang lalu, Selena tak acuh dengan hidup dan matinya Maisha. Karena tadi malam dia dipeluk oleh Maisha, Selena tidak bisa melihatnya mati dengan cara yang tidak jelas.Saat datang, Alex juga memberi tahu hasil penyelidikan padanya. Tidak ada orang luar yang bolak-balik mengunjungi
Agatha menutup telepon dari Harvey. Rasa paniknya sejak awal seketika berganti menjadi lonjakan bahagia.Akhirnya, Harvey mengungkapkan keinginan untuk menikah dengannya! Ini adalah kebahagiaan yang luar biasa baginya.Dia menyingkirkan semua kekesalan di hatinya, berganti pakaian sekaligus merias wajahnya sebelum keluar.Ketika sedang keluar, dia menerima telepon dan dengan manja memohon, "Aku sudah lakukan seperti apa yang kamu katakan. Hidup wanita itu nggak akan lama lagi, apakah aku bisa pergi besok? Aku punya janji penting sebentar lagi.""Nggak bisa! Jangan lupa, sumsum tulangmu cocok dengannya. Jika diketahui orang, dia masih bisa diselamatkan. Aku akan mengirim orang untuk menjemputmu. Kamu bersembunyi selama tiga hari. Paling lama tiga hari dia pasti mati!"Agatha merasa agak kesal. "Oke, setelah aku selesai makan, aku akan pergi," pungkasnya.Setelah menutup telepon, dia pikir seharusnya tidak apa-apa jika dirinya memilih tinggal lebih lama.Sesaat setelah duduk di dalam mob
Agatha buru-buru dipindahkan ke truk yang sudah dilengkapi peralatan medis dan dokter profesional, setara dengan ambulans.Ketika dia naik mobil, seseorang mulai merawatnya dengan menempatkan masker oksigen di hidungnya dan dia buru-buru bernapas.Kesadarannya belum penuh, matanya tidak fokus, hanya bisa melihat beberapa orang yang sedang merawat lukanya.Agatha mengalami pendarahan yang sangat banyak, kali ini dia pasti akan mati.Di benak Agatha, banyak gambaran yang berputar-putar. Akhirnya, terhenti pada Maisha yang berlumuran darah dan lemah, juga pada hari dirinya mendorong Selena dari kapal.Dia serasa kembali melihat hujan yang turun dari langit, diterpa dinginnya angin laut.Hari itu, air laut sangat dingin. Selena kehilangan anaknya karena itu.'Mungkin ini karma bagi diriku sendiri yang menyakiti orang lain.''Namun, kenapa aku melakukan hal ini?' lirih Agatha dalam hatinya.Mobil itu melaju entah ke mana seraya tubuh Agatha didorong keluar.Dari awal hingga akhir, Agatha ti
Sementara itu, di kafe.Selena sudah datang lebih awal. Setelah tahu identitas Sean, dia agak gugup karena sebelum bangkrut, keluarga Bennett hanya keluarga kelas menengah di Kota Arama.Sementara itu, Sean adalah bos perusahaan besar yang terkenal di tingkat internasional. Biasanya, dia menerima kunjungan dari pejabat tinggi pemerintah atau tokoh industri ternama.Ketika Sean berjalan masuk melalui pintu, Selena buru-buru berdiri, terlihat jelas sangat gugup. "Tuan Sean, halo."Dua kali pertemuan pertama dengan Selena, Sean merasa dirinya selalu terburu-buru. Entah karena hubungan mereka yang sudah lama, Sean merasa ada sedikit rasa keakraban dengan Selena."Nona Selena tidak perlu begitu kaku, silakan duduk."Kedua orang itu duduk berhadapan. Selena menggenggam kedua tangannya dan berkata dengan suara yang agak gemetar, "Maafkan aku, Tuan Sean. Aku memiliki sebuah permohonan.""Nona Selena, jangan pernah berkata seperti itu. Kamu adalah penyelamat hidupku. Apa pun bantuan yang kamu b