Perlahan-lahan matanya terbuka setelah ia pingsan dengan obat bius. Manik matanya berlarian pada ruangan yang baginya sangat asing.
“Dimana aku?” bisiknya dengan kepala berdenyut. Mengingat kejadian yang menimpanya membuat ia bergegas lari dari ranjangnya. Menarik gagang pintu yang terkunci.
Suasana jadi gaduh karena dia bangun. “Buka pintunya!” teriak Rafaela tidak ada sahutan. Rasanya tidak mungkin Wilson akan mengeluarkan Rafaela secara cuma-cuma.
Ia mencoba cara lain, yaitu membuka tirai yang ternyata jendela itu terdapat teralis yang kuat. Dia akhirnya duduk dengan perasaan buntu.
Pintu terbuka ia fikir Wilson. Jika iya, Rafael akan menghujatnya langsung. Seorang wanita paruh baya dengan seragam pelayan.
“Ini sarapan anda, Nona.”
“Ya ...” sahutnya dengan singkat. Ini menjadi kesempatannya untuk bisa keluar karena pintu terbuka. Wanita itu panik ketika Rafaela berlari secepat mungkin.
Rumah itu besar sekali hingga Rafaela tidak tahu harus keluar lewat mana. Sementara semua orang mengejarnya. Pintu terbuka baginya ini adalah kesempatan bagus. Berlari secepat mungkin, tapi baru sampai ambang pintu tubuhnya terlempar lantaran menabrak sosok yang besar. Wilson berdiri di hadapan Rafaela dengan seringai buas yang mengerikan. Rafaela bergerak mundur.
“Tuan, maafkan kami.”
Wilson memberi kode pada orang-orang yang mengejar Rafaela barusan untuk pergi. “Kamu tidak apa-apa?” Mengulurkan tangannya menolong gadis itu.
“Jangan sentuh aku!” Kembali mundur. Wilson pun berhenti, “Kamu belum diijinkan pergi dari sini!”
“Apa maksudmu? Kamu sudah menghancurkan hidupku, orang yang aku sayang. Harusnya ini setimpal.”
Wilson perlahan berjongkok di hadapan gadis frustasi itu, “Setimpal katamu? Orang itu tidak hanya menghancurkan ayahku, tapi juga keluargaku. Aku bisa seperti ini dengan ambisi membalasnya setelah apa yang terjadi padaku.”
“Kamu bicara apa? Aku bahkan tidak kenal denganmu. Biarkan aku pergi aku mohon ...” lirih Rafael terisak.
“Akan kubiarkan pergi saat aku menghendaki. Kembalilah ke kamar itu! Sebelum aku menyeretmu.”
“Tidak. Aku mau keluar!” Rafael masih tetap pada pendiriannya.
Tapi seorang pelayan datang, “Nona ... saatnya anda sarapan. Mari kita kembali ke kamar.” Dia membantu Rafaela sambil berbisik, “Aku akan menolongmu ...”
Rafaela pun menuruti keinginan wanita paruh baya itu. Meski kelihatan aneh, tapi Wilson senang karena tidak perlu repot menyeretnya kembli ke kamar.
Wanita paruh baya itu menutup pintu dengan cepat, “Nona harus sarapan agar berenergi.”
“Kamu berbisik padaku tadi. Apa maksudmu?” tanya Rafaela.
“Malam nanti beliau akan pergi. Aku akan membantumu keluar dari sini.” Wanita itu meyakinkan Rafael.
“Kenapa kamu baik sekali padaku?” Tidak ada alasan pasti kenapa wanita itu mau menyelamatkannya.
Wanita itu justru masih mengingat Rafaela dengan sangat jelas, “Kamu tidak ingat dengan wanita yang sudah kamu tolong ya?”
Rafaela mengingat-ingat kejadian yang telah terjadi sebelumnya.
***
“Tolong!” Namanya Maya. Menjadi seorang istri kadang sulit kadang juga mudah, itu tergantung pilihan dan jalan cerita masing-masing. Sejak 10 tahun terakhir dia selalu menjadi korban kekerasan oleh suaminya dengan alasan Maya tidak bisa punya anak. Ia tidak berani melapor karena ia masih sangat mencintai suaminya dan berharpa suatu saat akan berubah.
Malam itu suaminya mabuk parah, dia juga baru saja kalah berjudi dan terlilit hutang. Uang yang dihasilkan oleh istrinya tidak cukup untuk melunasi hutang itu. Karena murka tidak mendapat uang banyak dari istrinya, suaminya berniat menghabisi istrinya malam itu, tapi tercegah karena adanya gadis SMU yaitu Rafaela. Rafaela memukulnya dan membuatnya pingsan dia juga melaporkan hal ini pada petugas terkait. Mereka akhirnya bercerai dan Maya bisa hidup dengan bebas apalagi saat suaminya sudah mendekam di penjara.
***
“Terima kasih, karena kamu aku bisa jadi seperti ini sekarang. Aku tidak mau kamu mengalami hal yang serupa denganku.”
Maya membalas kebaikan Rafaela dengan membebaskannya dari neraka ini ketika malam telah tiba.
“Aku hanya bisa mengantarkan kamu sampai sini. Di taman ini terdapat got tertutup yang mengarah ke luar gedung.” Maya menggenggam tangan Rafaela sebelum perpisahan itu.
“Terima kasih banyak, Bu. Aku tidak akan pernah melupakan ini.” Rafaela sangat bahagia dan tidak akan menyia-nyiakan bantuan dari Maya.
“Jaga diri baik-baik!”
Rafaela berjalan hati-hati melewati areal dapur yang sudah sepi saat waktu istirahat tiba. Dia menghirup udara segar sesampainya di taman. Hampir saja dia lupa bersembunyi karena banyak penjaga di taman itu. Meski gelap dia juga harus tetap berhati-hati.
Tiba-tiba saja terdengar suara gonggongan anjing yang berada di ujung sana, Rafaela sempat kaget. Tapi melihat para penjaga berlarian ke sumber suara, Rafaela mengambil kesepatan.
Ternyata yang membuat tiga anjing itu gaduh adalah Maya.
“Maaf ya gara-gara aku kalian terganggu. Aku hanya mau memberinya makan tapi aku lupa kalau mereka tidak suka dengan sayuran sisa.”
“Bibik lupa lagi ya, ada makanan khusus untuk mereka. Itu dibuang saja!”
“Maklum aku sudah tua dan sering pikun.” Mereka kembali bertugas menjaga. Maya pun kembali ke kamar dengan perasaan lega karena Rafaela pasti sudah menjauh dari sini.
Jalanan benar-benar sudah lengang, tapi Rafaela tidak merasa takut sama sekali. Dia berusaha mencari jalan cepat untuk segera menuju ke halte dimana dia menaruh barang-barangnya. Satu jam ia berlari dan tidak perduli dengan kakinya yang sakit. Ia lega barang-barangnya masih ada di dekat hlte dan tidak ada yang mencuri. Lagi pula siapa yang mau mengambil sembarangan, tepat di depan halte ini terdapat CCTV. Tapi yang membuat pertanyaan bagi Rafaela harusnya ia terekam di CCTV dan menjadi kasus penculikan.
“Mungkin orang berkuasa bisa melakukan segalanya tanpa takut hukum ...” Lamunannya buyar karena bus datang juga.
Perjalanan benar-benar tertunda sehari, bahkan tanda adanya sang kakak yang sudah binasa oleh pria biadab itu. Mengingat kejadian malam lalu menjadikan kenangan terburuk buat Rafaela. Tawa bersama Dorny hanya sebuah kenangan. Pria itu telah menyebabkan kehancuran yang sesuangguhnya, Rafaela telah bersumpah dalam hatinya untuk balas menghukum pria seperti Wilson bagaimanapun caranya. Semalaman tidak bisa memejamkan mata karena terus terigat dengan hal yang sesak. Pagi yang bersinar dengan cerah, dia menemukan tempat yang menjadikan tujuannya.
“Kak Milna.” Meletakan barangnya dan berlari ke arah gadis jangkung berambut pendek, memeluknya dengan erat. Di sinilah tujuan Rafaela yang diinginkan Dorny.
“Ku fikir akan sampai kemarin, ternyata terlambat sehari. Dimana Kakakmu?” Dia teman SMU Dorny dan mereka sangat akrab.
Rafaela tidak segera menjawab dan langsung memasukan barang-barangnya.
Melihat ekspresi adik dari sahabatnya itu, Milna tidak ingin banyak tanya.
“Terjadi sesuatu padanya.” Rafaela tertunduk dengan perasaan hancur.
Milna duduk mendekat dan menyentuh bahunya dengan lembut, “Aku akan melakukan apa yang Dorny suruh. Kamu akan bekerja di sini dan menjagamu.”
Rafaela sesegukan di pelukan Milna. “Dia akan tenang di sana setelah kamu selamat.”
Hari itu Rafaela bersiap untuk bekerja di restoran Milna tanpa pengalaman kerja. Meski luka tetap akan meninggalkan bekas meski berapapun lamanya, ini lebih baik dari pada Rafaela terkurung di tempat Wilson.
Sudah satu bulan sejak kepergian Rafaela dari rumah, temannya berusaha menghubungi bahkan mendatangi rumahnya dan tidak menemukan Rafaela dimanapun.“Kamu kok murung seperti ini? Sahabatmu belum memberi kabar?” tanya Wilson menggenggam lembut tangan calon tunangannya.“Iya ... aku takut terjadi sesuatu padanya.”“Hmm ... begitu.” Wilson juga sedang mencari keberadaan wanita itu dimanapun. Seluruh kota sudah ia telusuri tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya.“Kamu tidak suka ya kalau aku terus memikirkan sahabatku?” Wajah kekasihnya itu semakin masam.“Kata siapa? Aku ikut sedih karena posisi sekretaris kembali kosong dan harus seleksi kembali.”“Lalu aku harus mencari informasi keberadaannya kemana? Nomornya saja sudah tidak aktif.”“Aku akan membantumu mencari keberadaannya. Bagaimana?”Graci megangguk, “Aku hanya ingin nanti saat pesta pertunangan kita dia ada di dekatku. Ah ... aku khawatir dengan keadaannya.”Wilson memeluk Graci, “Dia pasti baik-baik saja, Sayang.” May
“Jangan tinggal di rumah lamamu. Kamu tinggal di rumahku saja ya!”“Karena dia asistenku, aku memberinya tempat tinggal.” Padahal Wilson yang mengurung Rafaela.“Aku tidak menyangka kamu sangat perduli pada sahabatku. Terima kasih buat kebaikanmu, Sayang!” Graci bahagia sekali. Tidak hentinya berterima kasih pada calon tunangannya.“Berarti aku kembali bekerja di kantormu?” Raut Rafaela begitu masam.“Siapa bilang kamu sudah berhenti! Kamu sudah dikontrak 2 tahun, Nona.”Rafaela sampai melupakan ini. “Apa di sana kamu tidak betah? Kalau Rafaela mengundurkan diri apa yang akan terjadi?”Wilson mendelik pada Rafaela yang gugup. “Ehm ... mungkin karena aku baru kerja sehari. Padahal Pak Wilson sangat ramah padaku begitu juga teman-teman yang lain. Aku hanya merasa tidak enak kepada mu dan kepada beliau yang terlampau baik.”“Itu bukan apa-apa. Ini s
“Ini soal kamu dan Wilson. Aku melihat tadi Wilson mengikutimu di toilet,” ucap Graci terus terang. Dia tidak mau hal ini merusak semuanya suatu saat.Deg ...‘Apa Graci melihat aku dan Wilson di sana?’ Rafael tidak siap memberikan penjelasan apapun padanya. Ia bahkan tidak bisa melanjutkan langkah, begitupun Graci yang ingin sahabatnya berterus terang.“Kalian mau sampai kapan ada di situ?” suara khas dari Wilson berteriak di ujung lorong.“Ah ... kami keasyikan mengobrol!” seru Graci pura-pura terlihat bahagia.“Kita bicara setelah acara perjanjian pertunangan selesai! Di parkiran,” bisik Graci sembari berlari ke arah Wilson dan langsung menggenggam tangannya.Acara terakhir yaitu makan-makan. Rafaela lebih banyak diam daripada mengobrol dengan beberapa teman yang juga Graci undang. Bagi mereka sikap Rafaela jadi aneh, bahkan diam-diam ada yang menyebutnya sombong. Teman kerja Wilson jika ada di sana, beberapa teman baru Rafaela lebih tepatnya.Setelah acara makan, semua orang si
Hasrat di Waktu Genting...“Kamu tidak akan bisa lari!” Sayangnya Wilson lebih dulu menarik tubuh Rafaela dan membungkam mulutnya. Lalu memaksanya masuk ke mobil. Wilson langsung meninggalkan tempat itu.Rafaela benar-benar kembali masuk penjara. Gadis itu terus berontak untuk minta dilepaskan ketika memasuki apartemen yang asing baginya, karena Wilson sepertinya berencana akan memindahkannya di sini awalnya sejak bertunangan dengan Graci.Gadis itu terus saja berontak Wilson kehilangan kesabaran. Dia terus memaksa tubuh mungil nya hingga ke kamar dan menghempas tubuhnya kasar di atas ranjang.“Kamu terlalu susah diatur!” Rafaela berusaha bangkit. Tapi sayangnya pandangan Wilson semakin gelap karena sikap Rafaela yang baginya justru membuat perasaannya membara.“Lepaskan!” Tapi Wilson tidak terpengaruh dengan kata-katanya. Percuma saja Rafaela memberontak, tenaganya pun tidak sebesar tenaga Wilson yang perasaannya membara.“Kamu terus saja membuatku marah, dan akan mengatakan tenta
Motif Misterius...“Percuma saja. Kita hanya perlu mengetahui motif Graci sampai bunuh diri ...” Zizara kembali mendekati meja kerja Wilson. “Kamu sudah mengkhianatinya? Berselingkuh?”Jantungnya tiba-tiba saja berpacu kencang dengan wajah yang sangat kaget.Tatapan Zizara yang mengintrogasi benar-benar membuat Wilson berusaha keras mengalihkannya.“Mana mungkin? Jangankan berselingkuh, apakah selama ini aku selalu bermain-main dengan wanita?”Zizara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Benar juga. Meski bisnis gelapmu itu masih jalan tapi kamu masih perjaka.” Dia melihat jam cantik di tangannya. “Ya sudah terserah kamu saja.” Berbalik badan dan pergi.Ruangan senyap setelah Zizara pergi, “Dia memang ayahnya Vanesya, tapi karena kesalahannya dia harus berhadapan langsung denganku.” Diam-diam Wilson tidak rela jika ada pria yang menyakiti saudari satu-satuny
Dia Bukan Mayat Di Pembaringan...“Aku diutus membawa Nona kembali ke mansion.”“Untuk apa memberiku racun kalau aku dibawa kembali ke sana?” Anehnya Rafaela percaya dengan kebohongan Aldrick tadi.Pria itu berusaha menahan tawanya, “Agar Nona bisa mudah dikubur di belakang rumahnya. Nanti orang bisa curiga kalau kami bawa mayat dari sini.”“Oh ... begitu rupanya. Baiklah!”Aldrick mengelus dada melihat tingkah polos gadis itu.“Tapi bisa beri waktu untuk menulis surat? Aku harus pamitan pada Kak Milna ...” pinta Rafaela. “Tenang saja aku tidak akan membocorkan kematianku.”“Di mobil saja. Kita tidak ada waktu.” Dia mendadak gugup.Rafaela menyiapkan selembar kertas dan pena. Kemudian bersama Aldrick menuju tempatnya Wilson. Saat Rafaela mengeluarkan kertas dan pena, Aldrick meminjamkan ponselnya untuk penerangan sewaktu Rafaela menulis.Ia tidak memperhatikan perjalanan ini, ketika mobil terhenti malah di rumah sakit. “Ap terjadi sesuatu dengan Wilson?” tanya Rafaela baru sadar sa
(MENDERITA SEPANJANG HIDUP)...“Tolong! Kak Dorny tolong aku ...” Tiba tiba saja Rafaela berkata dengan lirih. Wilson fikir gadis itu sudah bangun ternyata dia masih terpejam. Saat menyentuh keningnya terasa sangat panas.“Dasar lemah! Begini saja kamu sudah demam!” gumam Wilson meminta pelayan mengambilkan kompres untuk Rafaela. Entah mengapa hatinya bergerak untuk mengurus gadis itu malam ini.***Rafaela membuka matanya perlahan. Ada sesuatu yang berat sedang melingkar di perutnya. Saat dia melirik, sosok besar itu tengah bernafas dengan teratur. Ia juga salah fokus pada kain yang ada di atas keningnya. Refleks ia ambil itu dan menyingkirkannya. Apa aku sakit semalaman? Batin Rafaela.Merasakan ada pergerkan, Wilson membuka matanya. “Bagaimana? Apa semalam kamu bermimpi buruk yang bagiku sangat indah.” Ucapannya menyeramkan sekali. Namun sebisa ungkin Rafaela tidak akan takut.Gadis itu menjauhkan tangan Wilson dari tubuhnya dan beringsut untuk duduk. Tapi dia mengerang kesakita
(KEPUTUSAN GILA)...“Sebenarnya ikatan persahabatan Rafaela dan Graci membuat kami ingin ikatan terus terjalin dan berharap posisi Graci digantikan oleh Nak Rafaela,” ujar Remi meneruskan.Wilson dan Rafaela tidak mengerti apa maksud mereka. Nenek Ratri mengerti klau mereka berdua tidak mengerti atau mungkin kaget dengan keputusan yang secara tiba-tiba.“Kami sudah memutuskan untuk menjodohkan kalian berdua. Aku sebagai orang tua Wilson ingin yang terbaik buatnya dan tidak mau sembarang wanita yang jadi teman hidupnya.”“Ta ... tapi ini ... bagaimana mungkin. Tidak pernah terbesit sedikitpun mengambil Wilson dan Graci,” Rafaela berujar dengan lirih.“Graci sudah tidak ada. Kami sebagai orang tua Graci senang karena kamu adalah temannya putri kami.” Rama nampak memelas.“Kamu tidak mengambilnya dari putri kami. Iya kan? Bu Ratri?” Remi begitu antusias.“Tapi ini semu
Tanpa menjelaskan apapun tiba-tiba saja Rafaela tersenyum gembira dan segera memeluk wanita bertubuh ringkih itu. “Mama ...” Ia tidak kuasa menahan tangisnya.“Oh ... putriku ...” Keduanya saling berbaur satu sama lain. Meski Rafaela hanya melihat ibunya dari foto dan itupun ketika masih muda, namun ikatan ibu dan anak tidak bisa dibohongi.Dorny sangat lega melihat mereka berdua. “Itu siapa?” tanya Eshal.“Dia adalah nenekmu,” jelas Dorny.Rafaela membawanya duduk untuk mengobrol. “Itu putrimu, sibunga dari surga?” Amanda menatap Eshal penuh kasih.Rafaela mengangguk, “Eshal, kemarilah!” perintah Rafaela. Eshal segera berlari ke arah Rafaela dan Amanda.Mereka mengobrol beberapa hal tentang kehidupan di Paris. Tidak ingin buang waktu Amanda harus segera menceritakan kehidupannya setelah meninggalkan Indonesia.“Pasti kamu menemuiku ingin tahu kenapa aku meninggalkanmu di Panti Asuhan itu. Aku akan menceritakannya ... tapi ...” Ia melirik Eshal cucunya, mengusap rambutnya yang hitam b
“Kenapa tidak ada yang mengangkat panggilan telpon?” Milna meminimalisir nafasnya.“Kami sengaja mematikannya agar ....” Dorny melirik Rafaela.“Ah jadi begitu.” Milna langsung mengerti maksudnya.“Kau tidak akan kembali lagi?” Milna memberikan sebuah kotak kecil untuk Dorny sahabatnya. Untuk kenang-kenangan, ujarnya.Dorny menerima itu kemudian tersenyum tipis, “Memangnya kenapa kalau aku tidak akan kembali ke sini lagi?”Milna menggeleng kecil sembari tersenyum, “Tidak apa-apa. Hanya saja aku akan kehilangan sahabatku.”“Benarkah begitu?” Dorny tidak mempercayainya.“Kamu sungguh tidak keberatan kalau aku pergi selamanya?” tanya Dorny belum puas.“Sebenarnya a-aku ...” Ia memalingkan wajah dengan ragu-ragu.Dorny memegang tangan Milna, “Tunggulah aku! Tugasku hanya mengantar Rafaela dan Eshal dengan selamat. Setelah Rafaela bertemu ibunya aku akan kembali.”“Kau serius ...” Raut wajah gadis itu begitu gembira.“Bagaimana mungkin aku tidak akan kembali kalau hatiku saja hanya untukmu
“Bibi ... apa-apaan ini?” Chayton segera diborgol oleh petugas kepolisian yang datang bersamanya.“Kamu seharusnya mengerti kesalahan apa yang dibuat.”“Lepas!” Chayton tidak terima ini.“Silahkan melakukan keterangan di Kantor Polisi!”Saat Wilson datang ternyata sudah ada Oma Ratri di sana membawa petugas kepolisian untuk segera menangkap Chayton sehingga dia belum bisa bicara dengannya. Namun Wilson segera menarik Chayton. “Kau bajingn kparat!” Wilson mengumpat marah. Mengangkap tubuh Chayton dengan menarik kerahnya, “Meski aku belum mendapatkan semuanya. Setidaknya hidupmu telah hancur. Bahkan putrimu akan membencimu.”Bugh ... ia menghantam rahang Chayton. “Ku anggap kau keluargaku tapi menusukku!”Aldrick menghentikan Wilson, para petugas itu membawa Chayton pergi.“Kita akan menggugatnya ke pengadilan.” Oma Ratri sudah memanggil seorang pengacara untuk membantunya menghukum Chayton sesuai yang dilakukannya.Keluarga Graci juga didatangkan sebagai keluarga dari kasus kematian b
Saat Oma Ratri datang ke toko itu tiba-tiba saja ia menangis. Seorang pekerja bertanya padanya kenapa nenek itu menangis.“Gadis kecilku!” Oma Ratri sampai menangis haru karena melihat sosok berwajah manis yang wajahnya sembilan puluh sembilan persen mirip Wilson.Ia tiba-tiba saja berjalan mendekat tana memperdulikan pekerja yang menanyakannya tadi. Saat itu Rafaela tersadar ada seorang wanita tua yang membawa tongkat mendekat ke arah putrinya. Namun saat dilihat wajahnya ia segera mengenal wanita itu.“Rafaela!” panggil Oma Ratri langsung memeluknya.Eshal nmpak bertanya-tanya siapakah gerangan wanita tua itu. Rafaela pun memperkenalkan putrinya pada Oma Ratri sebagai neneknya. “Rafaela!” panggil Oma Ratri langsung memeluknya.Eshal nmpak bertanya-tanya siapakah gerangan wanita tua itu. Rafaela pun memperkenalkan putrinya pada Oma Ratri sebagai neneknya. Eshal senang sekali mendengar kalau dirinya punya nenek. Oma Ratri juga sangat bahagia bisa bertemu cicitnya.Ia tidak akan memb
Setelah bangun dengan kepala yang pusing, ia mencoba mengingat-ingat kejadian tadi malam di saat Aldrick datang. Ia tidak ingat apa yang dikatakannya serta apa yang didengarnya. Namun tanpa mendengar langsung dari Aldrick ia sudah bisa mengartikan sendiri.Ia segera mencari keberadaan putrinya dari informasi yang didapatnya dari orang kepercayaannya yang sellu ia utus untuk mengikuti Aldrick. Sebuah toko bunga dimana semua orang begitu sibuk dengan pesanan yang menumpuk.Sesaat dia melihat putri kecilnya sedang seekor kucing lucu dan duduk di depaan toko. Saat Wilson berniat mendekat tiba-tiba saja ia urung karena melihat sosok Oma Ratri keluar dari sana sembari membawa sebuket bunga. Ia berbicaraa pada gadis kecil itu kemudian menciumnya sebelum pergi.Wilson pun menunggu kedatangan Oma Ratri di mobilnya terparkir.“Buat apa kamu datang ke sini, Wilson! Kamu tidak berhak datang.” Oma Ratri segera masuk. “Kita bicara di apartemen!” perintah Oma Ratri sebelum pergi.Tanpa Wilson maupu
Ia mendudukan diri dengan kasar. Meski matanya setengah terpejam mulutnya masih saja tertawa dan mendumal sesuka hati.“Huu .... huu ...” Wilson tiba-tiba saja menangis.“Dia memakai uang di Black Card. Harusnya aku tidak penasaran datang ke rumah sakit itu. Tapi aku melihat anak kecil itu ...”Aldrick kaget saat Wilson berkata bahwa Wilson sudah bertemu dengan Eshal.Wilson menatap sayu manajernya. “Kenapa kamu menyembunyikannya hah?” Ia berdiri dengan tubuh tidak tegap, meraih kerah Aldrick yang berdiri dengan tubuh menegang.“Tidak ada yang bisa membodohiku sekarang. Dia putriku, 'kan?” Wilson langsung mengingat kata-kata Oma Ratri beberapa tahun lalu ketika bertemu Rafaela di Wisata Empat Musim. Meski itu sudah lama sekali, namun Oma Ratri sangat berpengalaman dengan umur kandungan seseorang.Cengkraman Wilson mengendur, wajahnya begitu sedih. Ia duduk di sova dengan rasa putus asa.“Saat melihat Rafaela hamil saat Wisata Empat Musim baru buka aku sangat marah. Aku marah pada oran
“Bodoh sekali. Kenapa aku harus datang ke sini. Buang-buang waktu saja. Biarpun ia memakai semua uangnya aku seharusnya tidak perduli,” dumal Wilson dalam hati. Namun saat perjalanan pulang dia justru melihat Rafaela di sana. “Bukankah itu seperti ...” Asisten Vir nampak berfikir ketika melihat gadis kecil yang bersamanya itu.“Huwaa ... Mama ...” Seorang anak kecil memanggil Rafaela dengan sebutan Mama.“Sebentar, Sayang.” Rafaela sedang mengurus administrasi untuk kepulangannya itu nampak kerepotan karena putrinya menangis. Gadis kecil itu ingin digendong oleh Rafaela.“Gadis itu wajahnya sangat mirip dengan anda.”“Tidak mungkin ...” jawab Wilson.Asisten Vir memandangi Wilson dan dirinya tidak salah. “Sangat mirip, Pak. Kalau tidak percaya anda bisa melihat wajah anda sendiri di cermin dan membedakannya. Dia benar-benar seperti foto copynya anda." Asisten Vir hampir tidak percaya. "Ah bukan! Justru seperti duplikat."Wilson terus memandangi mereka dimana Rafaela mengurus administ
“Berapa yang harus kita bayarkan?”Rafaela memberikan sebuah kertas rincian biaya yang harus dia bayarkan untuk operasi.(Sembilan puluh juta tiga ratus sembilan puluh ribu) Dorny menghela nafas panjang.“Berapa tabunganmu sekarang?”Rafaela hanya punya Sepuluh juta di rekeningnya. Sementara Dorny ada uang di tangannya hanya beberapa juta saja. “Maafkan aku ... aku tidak bisa membantu banyak. Tapi ini aku ada sedikit ...” Ibunya Calvin memberikan sebuah amplop. Namun Dorny tidak bisa menerimanya karena Ibu Calvin sendiri sedang kesulitan.“Kami akan mendapatkan biayanya. Bu Calvin tidak perlu ikut sulit.”“Aku akan mencari pinjaman ...” Dorny akan menghubungi Milna namun Rafaela tidak membiarkannya.“Kita sudah dibantu begitu banyak ...” Mata Rafaela berembun. Ia merasa tidak enak hati.“Dengan Aldrick juga sama. Apalagi saat ini mereka sedang melakukan program hamil di luar negeri. Aku tidak mau menyusahkannya untuk ke sekian kali ...” Rafaela masih terus berfikir.“Tapi putri kita
“Bu Rafaela ... putri anda ada di rumah sakit.” Hari ini awal bulan dan sepuluh karyawan di “Toko bunga dari surga” menerima gaji bulanan mereka.Ia menyerahkan uang sisa yang belum ia bagikan kepada orang kepercayaannya. “Sisanya berikan dan uang bonus ini sesuai dengan yang di catatan.”“Baik, Bu.”“Ada apa dengan putriku?” Rafaela berjalan cepat mengikuti sopir pengantar barang. “Kudengar dia jatuh dan baru saja dibawa ambulan.” Ia segera mengantar atasannya untuk ke rumah sakit terdekat.Setelah sampai, Rafaela memberitahu sopir agar mengambil gajinya ke toko.Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun ketika berada di ruang UGD tetangganya sedang berada di sana bersama putranya.“Bu Rafaela ... putrimu. Tadi dia berkelahi dengan putraku dan terjatuh ...”“Maafkan aku ... aku hanya mengejeknya saja. Lalu dia marah dan berusaha memukulku, aku hanya berusaha menghindar,” jelas pria kecil itu dengan sungguh-sungguh.“Lalu Eshal jatuh dimana? Kenapa bisa sampai dibawa ke rumah