Aku hanya bisa terdiam. Wajah Yue yang masih ketakutan sambil menunjuk ke arahku. Jii Re bingung dengan adiknya yang tiba-tiba berubah sikapnya terhadapku.
"Dia... monster!"
"Jaga bicaramu, Yue! Dia yang telah menjagamu tadi saat terjadi longsoran salju."
Yue tak mampu lagi berkata apapun. Dia masih takut dan memintanya untuk memindahkan dirinya ke tempat lain saja. Jii semakin heran sebenarnya apa yang dilihatnya tadi?
"Apa kau mengalami halusinasi, Yue?"
"Tidak Tuan Tabib. A-aku melihatnya sangat jelas. Dia mengamuk! Matanya berubah menjadi merah menyala. Seperti terbakar api."
"Artemis, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Kau tidak mengeluarkan kekuatan misteriusmu itu bukan?"
Dova bertanya sambil menaikkan satu alisnya. Serenada sudah paham kondisi sebenarnya. Rasanya aku jadi merasa bersalah. Tapi aku tidak menyakiti Yue sama sekali. Sungguh! Sekalipun itu dalam kondisi aku tak sadarkan diri telah dikuasai oleh keku
Aku dan Dova sibuk mengecek bagian dalam SKYLAR. Dova berteriak kegirangan saat mesin SKYLAR berhasil menyala lagi. Serenada segera mengisi daya baterai milik W115. Sepertinya butuh waktu agar SKYLAR bisa berjalan normal lagi. Sistem AI nya belum mau merespon suaraku."Hei, bagaimana kendaraan kalian?""Butuh waktu untuk berjalan normal semuanya Jii.""Tidak ada yang rusak selama kalian tinggal bukan?"Aku hanya menggeleng dan kembali mengurus di bagian panel kemudi. Saat aku turun dari SKYLAR teringat saat kendaraan ini mati begitu saja ditengah salju. Sekarang saljunya saja sudah mulai banyak yang mencair."Kau yakin mau pergi dari sini, Artemis?"Yue tiba-tiba sudah ada di hadapanku. Sepertinya dia ingin sekali aku masih berada disini."Ya, sudah saatnya.""Satu hari lagi saja, Artemis. Tunda dulu perjalananmu.""Yue! Kau tidak boleh seperti itu! Mereka punya urusan lain.""Urusannya tidak ter
"Ayo, Artemis!""Uwooo...! Aku masih tidak paham!""Kau ini jadi laki-laki terlalu polos!""Tangkap yang berambut ikal itu, Lex.""Tapi mereka hanya akan barter dengan kita.""Aku baru kali ini tertarik, tanpa perlu tahu apa yang bisa mereka tukarkan untuk kita.""Robo Belboy! Tangkap yang berambut ikal itu! Lilia membutuhkan dia!"Kecepatan lari kami kalah dengan dua robot yang dipanggil Robo Belboy itu. Akhirnya kedua tanganku berhasil diraih oleh kedua robot tadi."Dova...!""Artemis...!"Dova sebenarnya mau kembali lagi untuk menarikku keluar dari sini. Tapi aku akhirnya menyuruhnya untuk pergi. Sepertinya tidak memungkinkan untuk melawan disini. Harapanku hanya ada pada jam tangan pintar ini."Hm... yummy. Dia menawan buatku.""Lepaskan! Eergh!""Kau aneh sekali! Apa tidak tertarik dengan Lilia? Lelaki disini sangat ingin bermain dengannya.""Oh, Lex. Kau tak paham juga. Dia
"Larilah lebih cepat, Artemis!""Robo Belboy! Tangkap yang berambut ikal itu.""Aku berusaha lebih cepaat...! Kenapa harus aku...?"Aku malah berlari lebih cepat dan meninggalkan Dova. Kenapa harus menyebutku "yang berambut ikal" saat seperti ini? Besok aku akan suruh Dova membuat mesin pencatok rambut. Supaya tidak ada lagi sebutan itu. Sejujurnya aku benci rambutku sendiri! Selalu mudah ditandai karena rambutku."Hei, kau belum menjelaskan padaku itu tempat apa?""Tempat prostitusi! Hah... hah... tapi yang penting kita lari dulu. Aneh, baru kali ini ada tempat seperti itu yang memaksakan pelanggannya.""Serenada, berikan Pentarecnya! Kau juga naik Pentarec!""Ada apa? Apa yang terjadi?""Tidak ada waktu untuk menjelaskan! Ayo, terbang!""Aah... mereka cepat sekali kaburnya. Aku tidak akan melepaskanmu, tampan!"Menjijikkan sekali perempuan seperti Lilia! Aku harap tidak lagi bertemu dengannya. Kami bertiga
"Kalian aneh ya! Kenapa mau mengobatiku? Padahal aku ini kan... au!""Diamlah dulu! Aku sedang berkonsentrasi.""Kau bisa menjahit lukanya itu, Artemis?""Ya, dulu aku pernah belajar mengobati luka apapun saat ikut kegiatan tambahan di sekolah tentang penanganan darurat.""Tapi ada luka yang tidak akan bisa kau obati, Artemis.""Memangnya luka apa itu?""Luka di hati seseorang."Untung saja jahitannya sudah selesai dan tinggal diberi salep khusus agar lukanya cepat mengering. Baru aku beri perban. Aku menyipitkan mata ke arah Serenada setelahnya dengan kesal. Bercandaan dia tidak lucu malam ini."Kau anggap itu bercandaan? Aku serius!""Jangan dengarkan omongan Serenada, Artemis. Omongannya tidak mutu sama... uuh!"Belum sempat Dova menyelesaikan kata-katanya sudah mengaduh kesakitan. Pasti Serenada habis memukul perutnya lagi. Dasar! Mereka berdua memang tidak pernah akur."Terima kasih. Namaku
"Kalian harus cepat pergi dari sini.""Memangnya kenapa Boon Nam? Mereka sudah baik memberiku makan saat stok makanan kosong di kulkas.""Aku tahu, tapi situasinya berbeda."Boon Nam meneguk sekaleng minuman bersoda. Aku takut pada tatapannya yang terlalu tajam ke arahku. Asnee kali ini tak setuju padanya. Bahkan ia ingin mengajak kami berkeliling saat hari masih terang."Kalian bisa ke pasar. Aku akan temani kalian. Kalau pagi begini disini normal dan tidak berbahaya.""Jangan!"Sepertinya Asnee ini masih terlalu polos. Boon Nam malah meminta untuk tetap di apartemennya saja. Aku melihat Boon Nam yang sepertinya menyimpan satu rahasia besar. Ia terus melihatku dan hanya diam saja."Mereka orang asing.""Lalu apa hubungannya?""Kemunculan mereka bisa mengancam keselamatan kita juga."Asnee kecewa, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa lagi kalau Boon Nam sudah melarangnya. Kembali tatapan Boon Nam mengarah
Krieet...!"Pintu terbuka dan aku terkejut melihat Lilia yang membukanya. Aku menatapnya tajam dan mulai berhenti makan. Ku awasi setiap gerak geriknya."Wah, si tampan Artemis sendirian disini.""Huh! Kau mau apa?""Jangan seperti itu, nanti tampanmu hilang. Aku hanya mau mengambil aah... itu dia! Hiasan rambutku!"Masih terus ku lihat pergerakannya. Ia hanya tersenyum menggoda dan bergegas berlari ke arah pintu. Sebelum menutup pintunya, ia memberikan ciuman jarak jauhnya yang menjijikkan itu."Untung saja...."Mereka bertiga apa masih lama ya? Malam ini juga rasanya panas sekali. Aku mengambil sebotol besar air mineral dingin dan menuangkannya ke dalam gelas. Sayangnya minuman bersoda tadi habis. Ini gara-gara Dova yang tiba-tiba mencekikku tadi."Hm... kenapa rasanya...badanku....""Prang!"Gelas kaca itu terjatuh dan pecah bersama sisa air mineral yang aku tuang tadi. Badanku terasa lemas se
Aku berlari untuk bersembunyi di kamar saja. Menutup kain pembatasnya dengan rapat. Tapi aku mencoba untuk sedikit mengintip."Aah... dimana ya? Oh, itu dia!"Benar saja, Lilia yang masuk kesini! Setelah mengambil sesuatu, dia langsung pergi dan menutup pintunya. Sepertinya ini sudah aman. Aku akhirnya keluar dari kamar."Hei, Artemis. Ada apa? Wajahmu pucat sekali!""T-tidak ada apa-apa."Asnee tersenyum nakal padaku sambil mengambil minuman di lemari pendingin. Tiba-tiba saja rasanya aku ingin ke toilet. Asnee hanya bilang, turun dari tangga lalu belok ke kiri."Itu lokasi toiletnya.""Oke, terima kasih!"Aku bergegas keluar dan nyaris menabrak Serenada. Baru ingat kalau dia tadi dari toilet. Jadi, kuminta saja dia mengantarku kesana. Serenada kesal karena itu artinya dia harus turun tangga lagi."Tapi aku tidak masuk ke dalam ya.""Untuk apa kau masuk ke dalam? Ah, sudah cepatlah! Aku sudah tidak ta
"Eergh! Lepaskan! Boon Nam! Kau...." "Meski kau Cyborg, tapi bagian leher ke atas tetap masih manusia." "Apa yang kau lakukan? Bukankah kita sudah sepakat akan membawa Asnee untuk dijadikan Cyborg dan mendapatkan uang banyak?" "Kau salah Lilia! Aku bukan orang yang seperti itu." Lilia tersiksa dengan cekikan dari Boon Nam. Namun ia tak dapat melepaskannya. Boon Nam sudah mengarahkan tubuh Lilia agar terjatuh ke bawah. Anehnya, Lilia malah tertawa keras. "Ahahaha... dasar pengkhianat! Aku tidak akan melepaskanmu nanti!" "Selamat tinggal, Lilia!" "Aaaarkh...!" Lilia terjun bebas ke bawah menghantam benda apapun yang seharusnya menjadi penghalang baginya. Tapi itu tidak menghalanginya untuk terus terjun ke bawah. Dova berteriak dari atas SKYLAR dan melempar semacam tangga darurat posisi tergantung. Kapan dia datangnya? "Mana Pentarec kalian?" "Itu di... Boon Nam!" Boon Nam menyerahkan Pentarec