Beranda / Lain / Another Eye / Chap 45: Payment

Share

Chap 45: Payment

Penulis: Andrea
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"HIAAAA!!!"

Preem melemparkan diri mundur ke belakang. Matanya terbelalak setelah bertemu muka dengan wajah di balik rambut panjang gadis itu. Dia terkejut.

Tapi alih-alih sadar bahaya, dia masih saja menggenggam egonya. "Berani sekali kau mendekatiku seperti itu! Dasar hina!"

Menatap gadis itu sesaat, mata Preem lalu kembali melihat kumpulan anak-anak lemah yang masih setia memandanginya dengan mental tak seberapa.

"Kalian!!" Teriaknya. Mereka yang ditunjuk beringsut mundur. "Cepat tangkap gadis ini!!"

"....."

"Apa kalian tuli?!"

Lagi-lagi hanya senyap saja. Preem menyadari mungkin mereka sedikit gentar karena gadis ini berpenampilan mengerikan. Tapi pada dasarnya, dia tak lebih ubahnya hanya tikus kecil yang sedikit memberanikan diri di kandang singa. 

"Dia hanya gadis kecil, dan saat dia mengalahkan Tora, dia hanya satu lawan satu." Dia mulai memprovokasi, "Sedangkan saat ini kalian berpuluh-puluh, dan juga bers

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Another Eye   Chap 46: Apologize

    Pagi hari berjalan seperti biasa. Peristiwa menggegerkan kemarin benar-benar berusaha disembunyikan oleh para bangsawan. Tapi tentu saja, serapih apapun bangkai disimpan, baunya akan tercium juga. Belum lagi kekuasaan Preem yang tanpa aba-aba berhenti karena tak memiliki pengganti, rakyat yang dipimpinnya mendadak gempar setengah mati."Apa kau tau berita terbaru para bangsawan?""Persetan, aku bahkan tidak peduli apakah mereka masih hidup ataupun tidak." Lainnya menanggapi acuh tak acuh."Tapi berita ini bukan berita menyedihkan," Menyedihkan yang dimaksud para rakyat adalah kehidupan bangsawan yang sejahtera dibalik kekejaman mereka. Jadi, kalau ini adalah berita baik, berarti adalah kematian mereka."Maksudmu, ada bangsawan yang runtuh sekarang??" Rekannya langsung tertarik mendengar."Benar, aku mendengar dari tukang kusir yang berasal dari bukit sebelah, katanya pemimpin mereka tiba-t

  • Another Eye   Chap 47: Weirdness

    Di balik jendela yang mengembun, pria berkuncir tipis itu mengisi piring dengan potongan roti. Menuangkan susu hingga gelas itu hampir penuh, lalu kemudian membawa sarapan tersebut ke atas meja. Menaruhnya di hadapan makhluk berwarna merah yang menjulurkan lidah kelaparan. "Makan," Ucap Edrich. Dia berdiri dengan senyuman jengah melihat sosok itu makan seperti manusia kelaparan. Sebenarnya dia sedikit sebal, tapi apa boleh buat. Hanya dengan membagi sarapannya dia bisa mengulik cerita tentang makhluk yang menyebut dirinya sendiri Sin itu. "Aaargg!" Edrich memundurkan sedikit wajahnya ketika sendawa keras keluar dari Sin. Menatap makhluk itu dengan kesal. "Ah, kenyang sekali." Tapi niat Edrich tidaklah berhenti. "Baik, sekarang ceritakan tentang dirimu." Sin melirik tanpa niat ke lawan bicaranya. Tangannya masih sibuk mengelus perut sebelum akhirnya mempersiapkan tenggorokan untuk bicara. "Hmm, aku awal

  • Another Eye   Chap 48: I Found You

    "Tuan Alexan.."Demon berparas lelaki dewasa itu menoleh, mendapati dua orang anak berjalan mendekatinya. "Ada apa Derl, Vinz?""Ada sesuatu yang ingin kami bicarakan denganmu, apakah kau sibuk?" Tanya Derl kemudian, kedua mata birunya itu seperti menyiratkan rasa penasaran yang besar. Begitu pula dengan wajah Vinz. Akhirnya ia menghela nafas, menyusun sebentar lembar laporan warga di meja lalu beralih pada mereka."Ikut aku."Alexan membawa mereka ke tepi Castil. Sebuah gubuk di atas tebing yang sering dijadikan tempat bersantai dirinya dan demon lain. Ia menghirup rokok sebentar, menghembuskannya hingga membuat Vinz terbatuk-batuk."Apa yang ingin kalian tanyakan?"Derl mengambil alih, "Kami ingin bertanya mengenai Ferlind."Ah, bocah itu. Alexan sudah hampir lupa dengan anak itu, tapi karena pertanyaan Derl, dia jadi mengingatnya lagi. "Apa yang ingin k

  • Another Eye   Chap 49: The Lost Demon

    Belum genap satu hari sejak laporan mengenai hilangnya demon dari tetua hantu sampai di telinga. Kini Zein yang tengah menyelidiki keberadaan demon tersebut kembali mendapat laporan yang sekarang membuatnya terkejut. "Zein, aku datang kemari secara langsung untuk memberitahukan ini padamu. Demon yang hilang itu, dia.. sudah berhasil mendapatkan seorang tuan." "Apa?" "Benar, Zein. Aku juga tidak menyangka akan secepat ini, tapi aku benar-benar butuh bantuanmu segera sebelum semuanya menjadi rumit," Davine dan yang lain ikut terkejut, spontan memandang sang tuan dan melihat bagaimana responnya. Zein sendiri tak kalah kaget ketika mendengar berita ini. Pasalnya saat ini ia juga masih dalam tahap mencari jejak. "Bagaimana bisa?" Davine berbisik pelan. Tetua kembali melanjutkan. "Untuk itu, Zein. Aku menyampaikannya segera agar waktu yang tersisa dapat kau manfaatkan deng

  • Another Eye   Chap 50: Seduction

    Seperti dugaan mereka jika tuan muda Dimorras diikuti oleh demon, Zein kembali menugaskan Derl untuk mendekati Ferlind. Tapi kali ini bukan hanya untuk mengawasi, melainkan memperingati target mereka secara perlahan terlebih dahulu. Derl juga akan mencari tahu apakah Ferlind telah membuat perjanjian dengan demon tersebut ataukah belum.Tepat saat kaki Ferlind menapak di pintu gerbang sekolah, Derl yang telah menunggu segera menyusul dan dengan cepat menyandingkan langkah di sampingnya. Menumpukan pandangan pada sosok yang bahkan tidak menoleh sedikitpun padanya."Hey." Tidak ada sahutan, seakan Ferlind - atau lebih tepatnya iblis di dalam tubuhnya memang sengaja mengabaikannya. 'Kau mendengarku, kan?' Bahkan saat Derl mencoba untuk berkomunikasi melalui batin.'Jawab, kau mendengarku, kan?' Derl terus bertanya seiring dengan kaki mereka yang menuju kelas yang sama. 'Kau berada di dalam sana, aku tahu itu.'

  • Another Eye   Chap 51: Union of Souls

    "Hmm.."Bola mata Edrich bergeser perlahan ke arah sosok yang tengah duduk di depan jendela. Sedari tadi -makhluk yang menyebut dirinya sendiri iblis- itu akhirnya bersuara setelah diam bermenit-menit. "Ada apa, Sin?""Aku merasakan sesuatu yang akan terjadi, hmm.."Edrich menutup korannya. Beralih duduk di ranjang menghadap Sin. "Merasakan apa?" Dia masih penasaran dengan makhluk itu.Sin menggaruk janggut kasarnya, "Ada hal besar yang akan terjadi." Edrich mengerutkan alisnya. "Hal apa?""Hal burukkah? Atau.. Sesuatu tentang iblis dan semacamnya?" Manusia memang banyak tanya, Sin menghela nafas sebelum menyandarkan punggungnya ke kursi. "Sepertinya memang berkaitan dengan demon, soalnya aku mendengar desas-desus kalau ada demon kabur yang sedang dicari oleh para tetua hantu.""Para tetua hantu?" Edrich menyipitkan mata, tidak mengerti. Apakah makhluk tak kasat mata juga

  • Another Eye   Chap 52: Resistance

    "AAARGHH!!" Bocah lelaki itu menjerit begitu keras. Berkas sinar yang memenuhi mereka menunjukkan betapa kuatnya power yang tersembunyi di balik tubuh kecil itu. Sayangnya demon jahat telah lebih dulu meraup tubuhnya dan menyatukan diri dengan sangat cepat.Hingga akhirnya semua cahaya lenyap, Zein tetap berdiri tanpa bisa mencegah setitikpun penyatuan di hadapan wajahnya."Ferlind.." Ratap pilu terdengar dari demon muda yang memiliki hati selembut kapas. Zein yang menyatukan mereka, dan kini ia juga yang harus membuat mereka berpisah. Tak ada cara lain lagi. "Hssh..." Bocah lelaki yang sekarang menyerupai seorang iblis itu mendengus keras dan siap menerjang mereka. Zein harus segera bertindak. "Apa yang akan anda lakukan sekarang, tuan?" Pertanyaan itu turut bertalu di dalam pikirannya. Zein tak menjawab dan berusaha memusatkan pikiran.

  • Another Eye   Chap 53: Ferlind Dimorras

    Alexan sampai di mana Martin berdiri. Pria berambut panjang itu terhenti di tengah hutan dengan raut kebingungan. "Apa kau menemukannya, Martin?""Tidak, aku kehilangan jejaknya. Jejaknya berhenti hingga titik ini, aku tidak bisa menciumnya lagi." Tapi Derl yang tadi tertinggal di belakang mereka terus melesat ke depan hingga membuat kedua demon itu keheranan. Tak lama sang tuan pun tiba, seperti mengerti kebingungan anak buahnya Zein tanpa basa-basi segera memberi perintah. "Ikuti Derl. Dia tau dimana demon itu berada."Langkah Derl berhenti tepat di bibir tebing. Disusul oleh rekan-rekannya yang lain. Iris biru terang itu nampak menatap lekat permukaan air di bawah sana, membuat Martin dan Alexan semakin bertanya-tanya. "Apakah demon itu berada di bawah sana?"Sedangkan Zein berdiri dari kejauhan seakan memperhatikan apa yang akan demon muda itu lakukan selanjutnya. Beberapa waktu terlewat, mereka dikejutkan oleh gelembung-gelembung yang tiba-tiba saja muncul

Bab terbaru

  • Another Eye   Chap 63: Sudden Contract

    Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K

  • Another Eye   Chap 62: Ghost or Imaginary?

    "Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete

  • Another Eye   Chap 61: Run Away

    Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu

  • Another Eye   Chap 60: Tricked

    Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata

  • Another Eye   Chap 59: Paper Cut

    Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny

  • Another Eye   Chap 58: Impossible Science

    "Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela

  • Another Eye   Chap 57: Long Night

    Malam ini juga Edrich menyelinap ke pos tahanan. Bersama Harss yang sedang dalam jam jaga, dia mengintip diam-diam bagaimana Chloe tidur di dalam selnya."Kau yakin hari ini dia akan mengigau lagi?""Tiap malam dia begitu," Harss duduk di bangkunya, mempersilahkan Edrich memperhatikan pemuda itu langsung saja. "Lihat saja sendiri."Edrich kemudian berjongkok di depan sel. Melihat Chloe yang tertidur di dalam sana. Remaja itu terlihat kurus dan sangat kecil, wajahnya tenang dengan mata terpejam. Namun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di kepalanya. Mengigau sebetulnya hanya peristiwa biasa, tapi tidak akan terjadi jika tidak didasari oleh sesuatu. Sedangkan Rose bilang, putranya itu tidak memiliki kebiasaan tersebut."Ngg.." Beberapa menit berlalu hingga kemudian tubuh pemuda itu mulai bergerak di sela tidur. Edrich menyimak perubahan ekspresi wajah Chloe dengan saksama. Memegangi sel agar ia bisa dengan jelas mendengar gumamannya. Tapi yan

  • Another Eye   Chap 56: A Little Boy

    "Aku tidak mengerti denganmu." Sepanjang jalan Harss menggelengkan kepala. Keheranan dengan pria kurus yang berjalan di sampingnya. Sedangkan Edrich terus berjalan lurus tanpa menghiraukan polisi berbadan kekar itu. "Untuk apa kau membawa pulang abu itu?"Berisik sekali, Edrich tidak bisa tenang berpikir. "Tentu saja ini akan membantu kita mengungkap teka-teki selanjutnya, tuan Harss. Kau juga bingung kan kenapa Kurt menghilangkan surat-surat yang ia terima seakan takut bersalah?"Ya, benar. Harss memang turut penasaran dengan itu. Tapi kenapa harus abu? Namun biarlah, Edrich terlalu rumit untuk dimengerti. Biasanya dia akan bergerak sendiri lalu dengan mengejutkannya memberikan sebuah pemikiran aneh yang ntah mengapa bisa menjadi fakta mencengangkan.-0-Rumah kembali berada dalam keadaan sunyi. Gerald seperti pernah mengalami situasi seperti ini. Hal ya

  • Another Eye   Chap 55: Chandelier

    "Tidak bisa." "Apa??" Edrich berjengit, Sin seakan menghiraukan perintahnya seperti angin lalu. Terus mengodek telinganya bagaikan suara Edrich hanya benalu. "Apa maksudmu tidak bisa?!" Sin kemudian berdiri bersedekap di hadapan pria itu. Meski badannya lebih besar, sepertinya Edrich merasa lebih berkuasa disini. "Bukankah aku tuanmu?!" Benarkan? "Kau belum sepenuhnya jadi tuanku, lagipula urusan manusia bukan urusanku." Pria berkuncir yang semula terbakar api amarah itu berubah menyipitkan mata. Menatap Sin lekat. "Apa maksudmu aku belum sepenuhnya jadi tuanmu?" Terlihat seperti dia ingin segera memanfaatkan kesempatan memerintahnya itu. "Dengar, tuan Edrich." Sin mulai memasang wajah serius. "Bagaimanapun juga aku ini seperti hewan buas yang baru saja masuk rumahmu. Apakah kau bisa langsung memegang dan mengelusku seperti anak kucing? Meskipun aku tidak akan menelanmu hidup-hidup, a

DMCA.com Protection Status