Denyar cahaya melingkupi Elmardillo de Castello dini hari ini. Seluruh orang yang berada disana dapat melihat dengan jelas apa yang berhasil dilakukan sang tuan semenjak tadi malam. Dan sekarang mereka melihat hasilnya.
Gadis itu, gadis cilik yang kemarin hanya berupa roh di castil mereka itu kini telah menjadi manusia utuh. Sang tuan sangat berusaha dengan keras untuk membentuk raga bagi roh itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang tahu apa tujuan sang tuan melakukannya.
"Nierin.."
Tubuh yang melayang di udara itu perlahan turun seiring dengan redupnya sinar yang sedari malam membuat silau. Para pelayan maupun prajurit yang menonton terperangah, antara tak percaya dan juga takjub. Sementara itu Ginna segera membentangkan tangannya bersama seutas kain lebar, lalu dengan sigap menangkap badan gadis kecil itu dan langsung mendekapnya erat. Membalut tubuh telanjangnya agar menghangat.
Sesaat kemudian keheningan kembali melingkupi sa
"Kabarnya bangsawan Elmardillo kembali membawa satu lagi anak asuh ke sekolah ini, kan?"Berita sudah beredar. Tentu saja semua pihak sekolah sudah mengetahui soal ini, terutama Kepala sekolah itu sendiri. Semakin untung baginya ketika anak under berbondong-bondong masuk sekolah. Tapi masalahnya, semua jadi sedikit berbeda kalau anak Dimorras itu masih saja ikut campur dengan urusan mereka."Tapi lagi-lagi Ferlind, si bocah sombong itu membawahi mereka. Menyebalkan sekali," Gerutu Violin. Dia tidak bebas menghukum mereka sekarang, Ferlind terus berdalil akan melaporkan ke ayahnya kalau sampai para guru mengganggu teman-temannya.Tak lama berselang, beberapa murid nampak bergegas memasuki ruangan mereka. Tanpa permisi atau apapun langsung menyerbu dengan ratusan kalimat protes."Aku tidak suka sekolah disini lagi!"Kepala sekolah berdiri, dua orang anak bangsawan merajuk di depan matanya. Bisa-bisa bahaya jika sampai aset berharga mereka
"TIDAAAAK! HENTIKAN!!""Nierin, ada apa denganmu?!""Pergi! PERGI!!"Vinz dan Derl kebingungan, Nierin terus menjerit tanpa kendali. Para siswa dan siswi pun mulai berkumpul tak jauh dari mereka membisikkan hal jelek dan tuduhan tidak berdasar. Ferlind sendiri semenjak tadi tiba-tiba memiliki jadwal kelas khusus bangsawan, sehingga tidak bisa membantu mereka."Apa yang terjadi dengan anak itu?""Dia sudah gila, sepertinya.""Menjijikan sekali,"Cemoohan terus terdengar. Hingga salah satu guru yang datang karena keributan itu ikut menyaksikan anak perempuan yang berteriak-teriak seperti orang gila di tengah halaman belakang. Lalu dengan cepat berjalan menuju ruangan kepala sekolah untuk mengadu."Tuan, bagaimana ini? Si gadis dari selatan itu berteriak tidak jelas, kurasa dia sudah gila, tuan!" 
Di dalam ruangan gelap itu, Nierin duduk tanpa bisa melawan. Tubuh dan kedua tangan nya terikat kuat pada kursi yang ia tempati, sedangkan matanya tak henti menatap takut ke sekeliling. Pemuda itu, dia tengah menyandar santai sembari memperhatikan nya. Tatapan mata di balik topeng itu terasa bagai menikmati apa yang ia lakukan saat ini. "Le-lepaskan aku!!" "Hmh," Garis senyum menyiratkan kelicikan, tangannya bersedekap melihat Nierin meronta di depan sana. Tak berdaya seperti buruan yang lezat. "Untuk apa kau berontak seperti itu, hah?" "Le-lepas.. Lepaskan aku!" Tapi bibir itu tidak mau berhenti menjerit sedikitpun. Kakinya kemudian bergerak ke depan, Nierin bergerak gelisah ketika tubuh remaja itu perlahan merendah dan mendekati dirinya. Mengelus dagunya pelan. "Kenapa wajahmu terlihat tidak asing?" Bisikan itu menyapu wajahnya. Nierin menunduk takut, nafasnya berkejaran tak ten
"Hah.. Hah.." Ruangan remang itu menjadi sunyi bagaikan bangunan mati. Rombongan anak bertopeng yang awalnya tak henti mengintimidasi, kini terpojok dengan badan gemetar tanpa berani bergerak sedikitpun di depan seorang gadis yang bahkan bertubuh sangat kecil. Jangankan bergerak, bernafas saja mereka kesusahan saking takutnya. Di sisi ruangan, Derl dan Vinz hanya mampu terdiam tanpa bisa berkata-kata. Di depan sana, di tengah ruangan, berdiri gadis yang tadi menciut lemah di dalam pelukannya. Berdiri dengan nafas tak beraturan dengan tangan menggenggam pedang yang berlumuran darah. Kedua iris Vinz terpaku. Setelah kejadian yang seakan begitu lambat tadi terjadi tepat di depan matanya sendiri, dia tak mampu berucap lagi. Nierin, gadis itu keluar dari ruangan penyekapan dengan menyeret sebuah tubuh tak berdaya. Semua yang menyaksikan seketika berhamburan, termasuk orang-orang yang sibuk menjahili mereka d
"HIAAAA!!!" Preem melemparkan diri mundur ke belakang. Matanya terbelalak setelah bertemu muka dengan wajah di balik rambut panjang gadis itu. Dia terkejut. Tapi alih-alih sadar bahaya, dia masih saja menggenggam egonya. "Berani sekali kau mendekatiku seperti itu! Dasar hina!" Menatap gadis itu sesaat, mata Preem lalu kembali melihat kumpulan anak-anak lemah yang masih setia memandanginya dengan mental tak seberapa. "Kalian!!" Teriaknya. Mereka yang ditunjuk beringsut mundur. "Cepat tangkap gadis ini!!" "....." "Apa kalian tuli?!" Lagi-lagi hanya senyap saja. Preem menyadari mungkin mereka sedikit gentar karena gadis ini berpenampilan mengerikan. Tapi pada dasarnya, dia tak lebih ubahnya hanya tikus kecil yang sedikit memberanikan diri di kandang singa. "Dia hanya gadis kecil, dan saat dia mengalahkan Tora, dia hanya satu lawan satu." Dia mulai memprovokasi, "Sedangkan saat ini kalian berpuluh-puluh, dan juga bers
Pagi hari berjalan seperti biasa. Peristiwa menggegerkan kemarin benar-benar berusaha disembunyikan oleh para bangsawan. Tapi tentu saja, serapih apapun bangkai disimpan, baunya akan tercium juga. Belum lagi kekuasaan Preem yang tanpa aba-aba berhenti karena tak memiliki pengganti, rakyat yang dipimpinnya mendadak gempar setengah mati."Apa kau tau berita terbaru para bangsawan?""Persetan, aku bahkan tidak peduli apakah mereka masih hidup ataupun tidak." Lainnya menanggapi acuh tak acuh."Tapi berita ini bukan berita menyedihkan," Menyedihkan yang dimaksud para rakyat adalah kehidupan bangsawan yang sejahtera dibalik kekejaman mereka. Jadi, kalau ini adalah berita baik, berarti adalah kematian mereka."Maksudmu, ada bangsawan yang runtuh sekarang??" Rekannya langsung tertarik mendengar."Benar, aku mendengar dari tukang kusir yang berasal dari bukit sebelah, katanya pemimpin mereka tiba-t
Di balik jendela yang mengembun, pria berkuncir tipis itu mengisi piring dengan potongan roti. Menuangkan susu hingga gelas itu hampir penuh, lalu kemudian membawa sarapan tersebut ke atas meja. Menaruhnya di hadapan makhluk berwarna merah yang menjulurkan lidah kelaparan. "Makan," Ucap Edrich. Dia berdiri dengan senyuman jengah melihat sosok itu makan seperti manusia kelaparan. Sebenarnya dia sedikit sebal, tapi apa boleh buat. Hanya dengan membagi sarapannya dia bisa mengulik cerita tentang makhluk yang menyebut dirinya sendiri Sin itu. "Aaargg!" Edrich memundurkan sedikit wajahnya ketika sendawa keras keluar dari Sin. Menatap makhluk itu dengan kesal. "Ah, kenyang sekali." Tapi niat Edrich tidaklah berhenti. "Baik, sekarang ceritakan tentang dirimu." Sin melirik tanpa niat ke lawan bicaranya. Tangannya masih sibuk mengelus perut sebelum akhirnya mempersiapkan tenggorokan untuk bicara. "Hmm, aku awal
"Tuan Alexan.."Demon berparas lelaki dewasa itu menoleh, mendapati dua orang anak berjalan mendekatinya. "Ada apa Derl, Vinz?""Ada sesuatu yang ingin kami bicarakan denganmu, apakah kau sibuk?" Tanya Derl kemudian, kedua mata birunya itu seperti menyiratkan rasa penasaran yang besar. Begitu pula dengan wajah Vinz. Akhirnya ia menghela nafas, menyusun sebentar lembar laporan warga di meja lalu beralih pada mereka."Ikut aku."Alexan membawa mereka ke tepi Castil. Sebuah gubuk di atas tebing yang sering dijadikan tempat bersantai dirinya dan demon lain. Ia menghirup rokok sebentar, menghembuskannya hingga membuat Vinz terbatuk-batuk."Apa yang ingin kalian tanyakan?"Derl mengambil alih, "Kami ingin bertanya mengenai Ferlind."Ah, bocah itu. Alexan sudah hampir lupa dengan anak itu, tapi karena pertanyaan Derl, dia jadi mengingatnya lagi. "Apa yang ingin k
Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K
"Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete
Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu
Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata
Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny
"Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela
Malam ini juga Edrich menyelinap ke pos tahanan. Bersama Harss yang sedang dalam jam jaga, dia mengintip diam-diam bagaimana Chloe tidur di dalam selnya."Kau yakin hari ini dia akan mengigau lagi?""Tiap malam dia begitu," Harss duduk di bangkunya, mempersilahkan Edrich memperhatikan pemuda itu langsung saja. "Lihat saja sendiri."Edrich kemudian berjongkok di depan sel. Melihat Chloe yang tertidur di dalam sana. Remaja itu terlihat kurus dan sangat kecil, wajahnya tenang dengan mata terpejam. Namun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di kepalanya. Mengigau sebetulnya hanya peristiwa biasa, tapi tidak akan terjadi jika tidak didasari oleh sesuatu. Sedangkan Rose bilang, putranya itu tidak memiliki kebiasaan tersebut."Ngg.." Beberapa menit berlalu hingga kemudian tubuh pemuda itu mulai bergerak di sela tidur. Edrich menyimak perubahan ekspresi wajah Chloe dengan saksama. Memegangi sel agar ia bisa dengan jelas mendengar gumamannya. Tapi yan
"Aku tidak mengerti denganmu." Sepanjang jalan Harss menggelengkan kepala. Keheranan dengan pria kurus yang berjalan di sampingnya. Sedangkan Edrich terus berjalan lurus tanpa menghiraukan polisi berbadan kekar itu. "Untuk apa kau membawa pulang abu itu?"Berisik sekali, Edrich tidak bisa tenang berpikir. "Tentu saja ini akan membantu kita mengungkap teka-teki selanjutnya, tuan Harss. Kau juga bingung kan kenapa Kurt menghilangkan surat-surat yang ia terima seakan takut bersalah?"Ya, benar. Harss memang turut penasaran dengan itu. Tapi kenapa harus abu? Namun biarlah, Edrich terlalu rumit untuk dimengerti. Biasanya dia akan bergerak sendiri lalu dengan mengejutkannya memberikan sebuah pemikiran aneh yang ntah mengapa bisa menjadi fakta mencengangkan.-0-Rumah kembali berada dalam keadaan sunyi. Gerald seperti pernah mengalami situasi seperti ini. Hal ya
"Tidak bisa." "Apa??" Edrich berjengit, Sin seakan menghiraukan perintahnya seperti angin lalu. Terus mengodek telinganya bagaikan suara Edrich hanya benalu. "Apa maksudmu tidak bisa?!" Sin kemudian berdiri bersedekap di hadapan pria itu. Meski badannya lebih besar, sepertinya Edrich merasa lebih berkuasa disini. "Bukankah aku tuanmu?!" Benarkan? "Kau belum sepenuhnya jadi tuanku, lagipula urusan manusia bukan urusanku." Pria berkuncir yang semula terbakar api amarah itu berubah menyipitkan mata. Menatap Sin lekat. "Apa maksudmu aku belum sepenuhnya jadi tuanmu?" Terlihat seperti dia ingin segera memanfaatkan kesempatan memerintahnya itu. "Dengar, tuan Edrich." Sin mulai memasang wajah serius. "Bagaimanapun juga aku ini seperti hewan buas yang baru saja masuk rumahmu. Apakah kau bisa langsung memegang dan mengelusku seperti anak kucing? Meskipun aku tidak akan menelanmu hidup-hidup, a