"Hmm.."
Beberapa menit berlalu, gumaman kecil akhirnya keluar dari mulut Edrich yang mulai tersadar. Matanya sayup-sayup menangkap bayangan Gerald di bangku kamarnya. Tengah memakan sesuatu di atas meja. "Gerald?"
Tapi kenapa dia tidak bereaksi? Akhirnya Edrich mengedipkan matanya lagi dan lagi. Lalu perlahan nampak lah dengan jelas siapa sebenarnya yang tengah asyik menyantap jeruk disana.
"K-kau?!" Masih segar ingatan dimana pencuri itu memukul kepalanya mentah-mentah. Meskipun ia tidak ingat pasti tentang kejadian tadi, tapi kelakuan buruk orang yang dengan santai memakan hidangan yang bukan miliknya itu membuat Edrich emosi.
"Memakan buah orang lain hah? Kurang ajar kau!"
Plipp! Satu jentikan jari, dan Edrich seketika berhenti bergerak sebelum sempat berlari ke arahnya. Sayangnya posisi yang tidak tepat membuat Edrich langsung terjerembab dari ranjang.
Denyar cahaya melingkupi Elmardillo de Castello dini hari ini. Seluruh orang yang berada disana dapat melihat dengan jelas apa yang berhasil dilakukan sang tuan semenjak tadi malam. Dan sekarang mereka melihat hasilnya. Gadis itu, gadis cilik yang kemarin hanya berupa roh di castil mereka itu kini telah menjadi manusia utuh. Sang tuan sangat berusaha dengan keras untuk membentuk raga bagi roh itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang tahu apa tujuan sang tuan melakukannya. "Nierin.." Tubuh yang melayang di udara itu perlahan turun seiring dengan redupnya sinar yang sedari malam membuat silau. Para pelayan maupun prajurit yang menonton terperangah, antara tak percaya dan juga takjub. Sementara itu Ginna segera membentangkan tangannya bersama seutas kain lebar, lalu dengan sigap menangkap badan gadis kecil itu dan langsung mendekapnya erat. Membalut tubuh telanjangnya agar menghangat. Sesaat kemudian keheningan kembali melingkupi sa
"Kabarnya bangsawan Elmardillo kembali membawa satu lagi anak asuh ke sekolah ini, kan?"Berita sudah beredar. Tentu saja semua pihak sekolah sudah mengetahui soal ini, terutama Kepala sekolah itu sendiri. Semakin untung baginya ketika anak under berbondong-bondong masuk sekolah. Tapi masalahnya, semua jadi sedikit berbeda kalau anak Dimorras itu masih saja ikut campur dengan urusan mereka."Tapi lagi-lagi Ferlind, si bocah sombong itu membawahi mereka. Menyebalkan sekali," Gerutu Violin. Dia tidak bebas menghukum mereka sekarang, Ferlind terus berdalil akan melaporkan ke ayahnya kalau sampai para guru mengganggu teman-temannya.Tak lama berselang, beberapa murid nampak bergegas memasuki ruangan mereka. Tanpa permisi atau apapun langsung menyerbu dengan ratusan kalimat protes."Aku tidak suka sekolah disini lagi!"Kepala sekolah berdiri, dua orang anak bangsawan merajuk di depan matanya. Bisa-bisa bahaya jika sampai aset berharga mereka
"TIDAAAAK! HENTIKAN!!""Nierin, ada apa denganmu?!""Pergi! PERGI!!"Vinz dan Derl kebingungan, Nierin terus menjerit tanpa kendali. Para siswa dan siswi pun mulai berkumpul tak jauh dari mereka membisikkan hal jelek dan tuduhan tidak berdasar. Ferlind sendiri semenjak tadi tiba-tiba memiliki jadwal kelas khusus bangsawan, sehingga tidak bisa membantu mereka."Apa yang terjadi dengan anak itu?""Dia sudah gila, sepertinya.""Menjijikan sekali,"Cemoohan terus terdengar. Hingga salah satu guru yang datang karena keributan itu ikut menyaksikan anak perempuan yang berteriak-teriak seperti orang gila di tengah halaman belakang. Lalu dengan cepat berjalan menuju ruangan kepala sekolah untuk mengadu."Tuan, bagaimana ini? Si gadis dari selatan itu berteriak tidak jelas, kurasa dia sudah gila, tuan!" 
Di dalam ruangan gelap itu, Nierin duduk tanpa bisa melawan. Tubuh dan kedua tangan nya terikat kuat pada kursi yang ia tempati, sedangkan matanya tak henti menatap takut ke sekeliling. Pemuda itu, dia tengah menyandar santai sembari memperhatikan nya. Tatapan mata di balik topeng itu terasa bagai menikmati apa yang ia lakukan saat ini. "Le-lepaskan aku!!" "Hmh," Garis senyum menyiratkan kelicikan, tangannya bersedekap melihat Nierin meronta di depan sana. Tak berdaya seperti buruan yang lezat. "Untuk apa kau berontak seperti itu, hah?" "Le-lepas.. Lepaskan aku!" Tapi bibir itu tidak mau berhenti menjerit sedikitpun. Kakinya kemudian bergerak ke depan, Nierin bergerak gelisah ketika tubuh remaja itu perlahan merendah dan mendekati dirinya. Mengelus dagunya pelan. "Kenapa wajahmu terlihat tidak asing?" Bisikan itu menyapu wajahnya. Nierin menunduk takut, nafasnya berkejaran tak ten
"Hah.. Hah.." Ruangan remang itu menjadi sunyi bagaikan bangunan mati. Rombongan anak bertopeng yang awalnya tak henti mengintimidasi, kini terpojok dengan badan gemetar tanpa berani bergerak sedikitpun di depan seorang gadis yang bahkan bertubuh sangat kecil. Jangankan bergerak, bernafas saja mereka kesusahan saking takutnya. Di sisi ruangan, Derl dan Vinz hanya mampu terdiam tanpa bisa berkata-kata. Di depan sana, di tengah ruangan, berdiri gadis yang tadi menciut lemah di dalam pelukannya. Berdiri dengan nafas tak beraturan dengan tangan menggenggam pedang yang berlumuran darah. Kedua iris Vinz terpaku. Setelah kejadian yang seakan begitu lambat tadi terjadi tepat di depan matanya sendiri, dia tak mampu berucap lagi. Nierin, gadis itu keluar dari ruangan penyekapan dengan menyeret sebuah tubuh tak berdaya. Semua yang menyaksikan seketika berhamburan, termasuk orang-orang yang sibuk menjahili mereka d
"HIAAAA!!!" Preem melemparkan diri mundur ke belakang. Matanya terbelalak setelah bertemu muka dengan wajah di balik rambut panjang gadis itu. Dia terkejut. Tapi alih-alih sadar bahaya, dia masih saja menggenggam egonya. "Berani sekali kau mendekatiku seperti itu! Dasar hina!" Menatap gadis itu sesaat, mata Preem lalu kembali melihat kumpulan anak-anak lemah yang masih setia memandanginya dengan mental tak seberapa. "Kalian!!" Teriaknya. Mereka yang ditunjuk beringsut mundur. "Cepat tangkap gadis ini!!" "....." "Apa kalian tuli?!" Lagi-lagi hanya senyap saja. Preem menyadari mungkin mereka sedikit gentar karena gadis ini berpenampilan mengerikan. Tapi pada dasarnya, dia tak lebih ubahnya hanya tikus kecil yang sedikit memberanikan diri di kandang singa. "Dia hanya gadis kecil, dan saat dia mengalahkan Tora, dia hanya satu lawan satu." Dia mulai memprovokasi, "Sedangkan saat ini kalian berpuluh-puluh, dan juga bers
Pagi hari berjalan seperti biasa. Peristiwa menggegerkan kemarin benar-benar berusaha disembunyikan oleh para bangsawan. Tapi tentu saja, serapih apapun bangkai disimpan, baunya akan tercium juga. Belum lagi kekuasaan Preem yang tanpa aba-aba berhenti karena tak memiliki pengganti, rakyat yang dipimpinnya mendadak gempar setengah mati."Apa kau tau berita terbaru para bangsawan?""Persetan, aku bahkan tidak peduli apakah mereka masih hidup ataupun tidak." Lainnya menanggapi acuh tak acuh."Tapi berita ini bukan berita menyedihkan," Menyedihkan yang dimaksud para rakyat adalah kehidupan bangsawan yang sejahtera dibalik kekejaman mereka. Jadi, kalau ini adalah berita baik, berarti adalah kematian mereka."Maksudmu, ada bangsawan yang runtuh sekarang??" Rekannya langsung tertarik mendengar."Benar, aku mendengar dari tukang kusir yang berasal dari bukit sebelah, katanya pemimpin mereka tiba-t
Di balik jendela yang mengembun, pria berkuncir tipis itu mengisi piring dengan potongan roti. Menuangkan susu hingga gelas itu hampir penuh, lalu kemudian membawa sarapan tersebut ke atas meja. Menaruhnya di hadapan makhluk berwarna merah yang menjulurkan lidah kelaparan. "Makan," Ucap Edrich. Dia berdiri dengan senyuman jengah melihat sosok itu makan seperti manusia kelaparan. Sebenarnya dia sedikit sebal, tapi apa boleh buat. Hanya dengan membagi sarapannya dia bisa mengulik cerita tentang makhluk yang menyebut dirinya sendiri Sin itu. "Aaargg!" Edrich memundurkan sedikit wajahnya ketika sendawa keras keluar dari Sin. Menatap makhluk itu dengan kesal. "Ah, kenyang sekali." Tapi niat Edrich tidaklah berhenti. "Baik, sekarang ceritakan tentang dirimu." Sin melirik tanpa niat ke lawan bicaranya. Tangannya masih sibuk mengelus perut sebelum akhirnya mempersiapkan tenggorokan untuk bicara. "Hmm, aku awal