Beranda / Lain / Another Eye / Chap 32: The War of Upper

Share

Chap 32: The War of Upper

Penulis: Andrea
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Alexan melesat. Membawa Edrich bersama dirinya, sengaja membuat Odien terpancing. Sedangkan pemilik hadiah festival itu mulai beranjak dari tempatnya berdiri, mengumpulkan semua kekuatannya untuk mengucapkan mantra sekali lagi meskipun ia tau usahanya tak akan berhasil. 

"Padamu pemilik kekuatan ini, berikan kuasa padaku untuk menjadikan Demon itu menjadi pemujaku.. Berikan aku, berikanlah padaku..!

Gemercik cahaya sekilas memenuhi udara. Riuh suara bergema, senyum Odien terkembang perlahan. Namun sekejap kemudian sinar itu menghilang. Dan lagi-lagi pemberian yang telah ia dapat tak berfungsi pada Alexan. Permintaannya selalu ditolak dan ia tak mampu menjadikan Demon milik Zein itu menjadi miliknya. 

"Ck, kurang ajar!" Menggerutu, ia mau tak mau harus bergerak dengan kakinya sendiri saat ini. Edrich, pemuda itu merupakan ancaman besar baginya. Zein sudah cukup membuatnya kewalahan, dan dua hari waktu yang tersi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Another Eye   Chap 33: An Existence

    Padang lapang itu hening. Debu dan asap bekas pertempuran masih beterbangan, terbawa angin bersama hilangnya semua makhluk yang ada. Hanya ada Gerald disana, dengan Edrich yang berdiri lemas di atas kakinya sendiri. Kesadarannya mungkin terambil tadi. Tapi bukan berarti dia tidak menyadari adanya keanehan sesaat sebelum pria yang menyanggah tubuhnya ini sempat bertatap mata dengan pemimpin Elmardillo.‘Apakah mereka saling mengenal?’ Kalimat itu hanya berdenyar di lubuk hatinya sendiri. Nyatanya semua tidak akan masuk akal jika Edrich berusaha memikirkannya. Tubuhnya terlalu letih, bahunya terasa sangat berat dan matanya masih saja memburam. Sehingga ia hanya bisa mengikuti arahan Gerald untuk melangkah pergi.Mereka terus berjalan dalam diam. Entah Gerald yang terbungkam karena sudah cukup menelan segala peristiwa yang dihadapinya tadi, atau Edrich yang belum mau membica

  • Another Eye   Chap 34: The Hidden Story

    "Semua masalah sudah berhasil teratasi, Zein. Terimakasih telah mau membantu kami." Sosok bertubuh besar dengan ujung kaki mengerucut itu menunduk pada Zein. Tampilannya yang menyeramkan dengan kepala ribuan menempel ditubuhnya, membuat prajurit-prajurit yang berjaga disana bergidik ngeri. "Dan akan kupastikan, pertandingan berikutnya tak akan dipegang oleh makhluk ceroboh lagi." Sand beringsut menunduk lebih dalam ketika mata-mata tajam itu melirik dirinya, ia yang sudah terpojok oleh kekuasaan Zein semakin terpinggirkan setelah menyadari kesalahannya. "M-maafkan aku, aku tidak akan memberikan hadiah semena-mena tanpa anda lagi, tuan Zein." Lebih tepatnya dia tak akan memberikan hadiah berupa kekuatan lagi kepada manusia, karena sungguh. Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan dilakukan mereka, yang bahkan bisa bertindak melebihi iblis. Sayang

  • Another Eye   Chap 35: Building of Hell

    Martha sudah mendapatkan kesembuhan. Kini dirinya enggan menyentuh Nierin dan membiarkan Ginna mengurus hantu berbadan kecil itu. Kejadian ini membuat ingatan buruk pada peristiwa di hutan waktu lalu kembali terungkit. Dia menyerah soal ini. "Derl.." Elusan jemari Ginna pada rambut Nierin terhenti saat gadis kecil itu berlari menghampiri anak lelaki di depan pintu. Derl menatap datar tanpa ucapan. Pasalnya hari ini dia cukup dibuat bungkam oleh rekannya sendiri. "Anak pungut, hah?" "Ah, jadi kau siswa baru yang diberikan sekolah cuma-cuma ya?" "Padahal hanya diberi kemurahan hati sedikit, sudah sombong sekali." Puluhan tamparan kata dari anak-anak manusia di tempat bernama sekolah itu harusnya menjadi undangan kematian. Tapi wajah Vinz yang tersenyum saat ini membuatnya keheranan. Apalagi saat tawarannya untuk melenyapkan anak-anak itu dito

  • Another Eye   Chap 36: Noble Conversation

    Tuan muda Elmardillo melangkah memasuki sebuah gedung bak istana. Bersama para manusia yang berstatus bangsawan lainnya, ia datang menghadiri pertemuan khusus untuk membicarakan hal penting bersama Perdana Menteri. Selain dari formalitas, Zein tidak memiliki urusan lain bersama mereka yang hanya berniat pamer alih-alih mendiskusikan misi positif untuk para rakyat. Pakaian mereka berbalut kain dan hiasan mahal. Selaras dengan berapa tingginya pilar serta lampu gantung berkali lipat besarnya ketimbang rumah rakyat. "Selamat datang, selamat datang, dan selamat datang para bangsawan pemimpin daerah!" Seruan bergema setelah semua orang bertempat di meja bundar bersama kelompoknya masing-masing. Tepuk tangan bergaung seiring dengan munculnya lelaki berjas rapih yang tersorot lampu di atas panggung. Mereka meriuh redam, mengelukan sebuah nama yang tidak lain ialah pimpinan tertinggi para pemegang daerah. Perdana Menteri. "Aku ucapkan terimaka

  • Another Eye   Chap 37: Neglected Truth

    "MASUK!" Seorang pria melemparkan tubuh-tubuh kecil itu ke ruangan besar. Dengan kasar lalu memaksa mereka berjalan ke dalam. Mereka dibawa menghadap seorang wanita muda berperawakan galak. Wajahnya yang beraut dingin itu makin keras saat bertemu wajah dengan anak-anak itu. Terlihat begitu menahan emosi semenjak tadi. "Duduk!!" Di depan sosok perempuan itu bersujud dua anak lelaki yang makin terlihat begitu kecil di bawah sana. Hanya di atas lantailah Vinz dan Derl menekuk kaki dan duduk di hadapan perempuan dengan riasan tebal dan wajah menyeramkan. Dia adalah Violin, berjabatan sebagai Kepala Murid. Berita tentang Derl dan Vinz yang melukai anak bangsawan tentunya menjadi sesuatu yang menggemparkan sekolah. Pasalnya sangat jarang ada anak level Under yang berani melawan anak bangsawan. Seharusnya mereka tidak membantah apapun perlakuan mereka. Dan disini ia sekaran

  • Another Eye   Chap 38: Son of Dimorras

    Suasana ruang Kepala sekolah mendadak sunyi. Pria itu berjalan kesana kemari sementara para bawahannya hanya tertunduk tanpa berucap apapun. Mereka tak berani bersuara, atau kemarahan sang bos akan meledak saat itu juga."Sudah beberapa hari ini dua budak kecil itu bertingkah tanpa pengawasan." Dia mulai berucap, kemudian melirik Violin dan empat rekan di sampingnya. "Apa yang selama ini kalian perbuat, hah?"Meski begitu pelan, nyatanya kalimat itu membuat mereka serentak menelan ludah. "Dalam kurun waktu puluhan tahun semenjak sekolah ini berdiri, aku tidak pernah menemui adanya penyelewengan oleh para anak Under. Tapi kemarin, mereka bahkan kalian perbolehkan menginjakkan kaki di gedung perpustakaan khusus para bangsawan!"Brak!!Gebrakan meja membuat bahu mereka tersentak. Violin mengeluarkan butiran keringat dingin, namun tetap tak berani membela diri. Dia ingat ancaman dari seseorang, menyuruhnya unt

  • Another Eye   Chap 39: Role player

    "Hmm.." Beberapa menit berlalu, gumaman kecil akhirnya keluar dari mulut Edrich yang mulai tersadar. Matanya sayup-sayup menangkap bayangan Gerald di bangku kamarnya. Tengah memakan sesuatu di atas meja. "Gerald?" Tapi kenapa dia tidak bereaksi? Akhirnya Edrich mengedipkan matanya lagi dan lagi. Lalu perlahan nampak lah dengan jelas siapa sebenarnya yang tengah asyik menyantap jeruk disana. "K-kau?!" Masih segar ingatan dimana pencuri itu memukul kepalanya mentah-mentah. Meskipun ia tidak ingat pasti tentang kejadian tadi, tapi kelakuan buruk orang yang dengan santai memakan hidangan yang bukan miliknya itu membuat Edrich emosi. "Memakan buah orang lain hah? Kurang ajar kau!" Plipp! Satu jentikan jari, dan Edrich seketika berhenti bergerak sebelum sempat berlari ke arahnya. Sayangnya posisi yang tidak tepat membuat Edrich langsung terjerembab dari ranjang.

  • Another Eye   Chap 40: Soul of Nierin

    Denyar cahaya melingkupi Elmardillo de Castello dini hari ini. Seluruh orang yang berada disana dapat melihat dengan jelas apa yang berhasil dilakukan sang tuan semenjak tadi malam. Dan sekarang mereka melihat hasilnya. Gadis itu, gadis cilik yang kemarin hanya berupa roh di castil mereka itu kini telah menjadi manusia utuh. Sang tuan sangat berusaha dengan keras untuk membentuk raga bagi roh itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang tahu apa tujuan sang tuan melakukannya. "Nierin.." Tubuh yang melayang di udara itu perlahan turun seiring dengan redupnya sinar yang sedari malam membuat silau. Para pelayan maupun prajurit yang menonton terperangah, antara tak percaya dan juga takjub. Sementara itu Ginna segera membentangkan tangannya bersama seutas kain lebar, lalu dengan sigap menangkap badan gadis kecil itu dan langsung mendekapnya erat. Membalut tubuh telanjangnya agar menghangat. Sesaat kemudian keheningan kembali melingkupi sa

Bab terbaru

  • Another Eye   Chap 63: Sudden Contract

    Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K

  • Another Eye   Chap 62: Ghost or Imaginary?

    "Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete

  • Another Eye   Chap 61: Run Away

    Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu

  • Another Eye   Chap 60: Tricked

    Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata

  • Another Eye   Chap 59: Paper Cut

    Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny

  • Another Eye   Chap 58: Impossible Science

    "Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela

  • Another Eye   Chap 57: Long Night

    Malam ini juga Edrich menyelinap ke pos tahanan. Bersama Harss yang sedang dalam jam jaga, dia mengintip diam-diam bagaimana Chloe tidur di dalam selnya."Kau yakin hari ini dia akan mengigau lagi?""Tiap malam dia begitu," Harss duduk di bangkunya, mempersilahkan Edrich memperhatikan pemuda itu langsung saja. "Lihat saja sendiri."Edrich kemudian berjongkok di depan sel. Melihat Chloe yang tertidur di dalam sana. Remaja itu terlihat kurus dan sangat kecil, wajahnya tenang dengan mata terpejam. Namun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di kepalanya. Mengigau sebetulnya hanya peristiwa biasa, tapi tidak akan terjadi jika tidak didasari oleh sesuatu. Sedangkan Rose bilang, putranya itu tidak memiliki kebiasaan tersebut."Ngg.." Beberapa menit berlalu hingga kemudian tubuh pemuda itu mulai bergerak di sela tidur. Edrich menyimak perubahan ekspresi wajah Chloe dengan saksama. Memegangi sel agar ia bisa dengan jelas mendengar gumamannya. Tapi yan

  • Another Eye   Chap 56: A Little Boy

    "Aku tidak mengerti denganmu." Sepanjang jalan Harss menggelengkan kepala. Keheranan dengan pria kurus yang berjalan di sampingnya. Sedangkan Edrich terus berjalan lurus tanpa menghiraukan polisi berbadan kekar itu. "Untuk apa kau membawa pulang abu itu?"Berisik sekali, Edrich tidak bisa tenang berpikir. "Tentu saja ini akan membantu kita mengungkap teka-teki selanjutnya, tuan Harss. Kau juga bingung kan kenapa Kurt menghilangkan surat-surat yang ia terima seakan takut bersalah?"Ya, benar. Harss memang turut penasaran dengan itu. Tapi kenapa harus abu? Namun biarlah, Edrich terlalu rumit untuk dimengerti. Biasanya dia akan bergerak sendiri lalu dengan mengejutkannya memberikan sebuah pemikiran aneh yang ntah mengapa bisa menjadi fakta mencengangkan.-0-Rumah kembali berada dalam keadaan sunyi. Gerald seperti pernah mengalami situasi seperti ini. Hal ya

  • Another Eye   Chap 55: Chandelier

    "Tidak bisa." "Apa??" Edrich berjengit, Sin seakan menghiraukan perintahnya seperti angin lalu. Terus mengodek telinganya bagaikan suara Edrich hanya benalu. "Apa maksudmu tidak bisa?!" Sin kemudian berdiri bersedekap di hadapan pria itu. Meski badannya lebih besar, sepertinya Edrich merasa lebih berkuasa disini. "Bukankah aku tuanmu?!" Benarkan? "Kau belum sepenuhnya jadi tuanku, lagipula urusan manusia bukan urusanku." Pria berkuncir yang semula terbakar api amarah itu berubah menyipitkan mata. Menatap Sin lekat. "Apa maksudmu aku belum sepenuhnya jadi tuanmu?" Terlihat seperti dia ingin segera memanfaatkan kesempatan memerintahnya itu. "Dengar, tuan Edrich." Sin mulai memasang wajah serius. "Bagaimanapun juga aku ini seperti hewan buas yang baru saja masuk rumahmu. Apakah kau bisa langsung memegang dan mengelusku seperti anak kucing? Meskipun aku tidak akan menelanmu hidup-hidup, a

DMCA.com Protection Status