Rencana mereka untuk menguatkan perusahaan masing – masing dan juga kerjasama diantara mereka berjalan lancar, gangguan Bian atau Sonny tidak terdengar sampai detik ini. Tahun berganti dimana hubungan Wijaya dengan Vita tidak banyak mengalami perubahan dimana tetap sama seperti dahulu, hal yang membedakan adalah dimana tepat saat Via berusia tiga tahun dan Devan empat tahun berita membahagiakan datang yaitu Vita tengah mengandung anak mereka.
Kehamilan Vita disambut banyak orang termasuk sahabat – sahabatnya yang sangat senang dengan keadaan Vita saat ini terutama Mira yang tidak bisa hamil kembali karena kesehatan Regan yang tidak cukup baik, namun tetap saja bersyukur pasalnya Regan masih berada bersama semua. Yuta sendiri sudah menikah dengan Fenny dan masih setia menjadi orang kepercayaan Austin, sedangkan Austin sendiri sudah resmi bercerai dimana sang istri tidak lama kemudian menikah dengan ayah dari bayinya yang tidak lain adalah Sonny. Keadaan Austin send
Mentari atau Tari memberi warna berbeda pada rumah tangga Wijaya dan Vita dimana mereka tampak bahagia dengan begitu anak dengan jenis kelamin berbeda sudah mereka dapatkan, Wijaya sedikit bersyukur karena perhatian Vita pada Via tidak berkurang bahkan tetap sama seperti sebelumnya.Saat ini mereka sudah duduk dibangku putih abu – abu kecuali Tari yang masih berseragam putih biru, Devan pria satu – satunya adalah penjaga bagi kedua adiknya dan juga Tina. Devan menjadi pria protektif dan posesif jika sudah berhubungan dengan ketiga perempuan tersebut membuat sering bertengkar dengan Via.Wijaya sendiri sudah kehilangan kedua sahabatnya dimana yang pertama pergi terlebih dahulu adalah Austin, dirinya hanya bisa bertahan hingga Tari duduk di bangku sekolah dasar dan selalu menjadi paman kesayangan bagi putrinya tersebut dan itu sangat berdampak pada kehidupan Tari yang selalu menangis ketika teman – teman Wijaya datang tapi tidak menemukan Austin. Mereka
Kejadian mengejutkan membuat kami semua tidak habis pikir dengan apa yang Devan lakukan pada Tina dimana mereka melakukan hubungan terlarang didalam kamar Devan dan yang menemukan adalah Via, kedua remaja beda jenis kelamin ini hanya diam menunduk tapi Tina masih tampak shock atas apa yang terjadi.“Kalian melakukan karena habis pesta?” Regan menatap tajam pada Devan yang hanya diam “lantas apa yang harus dilakukan saat ini?”Devan menatap keempat orang tua yang membesarkan dirinya selama ini, pandangannya mengarah pada orang tuanya yang memandang kecewa pada dirinya. Menghembuskan nafas pelan karena semua terjadi secara tidak sengaja dimana dirinya meminta Tina untuk menemani dirinya dan ternyata dalam keadaan mabuk ditambah ada yang memberikan minuman pada Tina dimana telah terisi obat perangsang.“Aku akan menikahi Tina”Hal yang tidak diduga adalah reaksi dari wanita – wanita tua tersebut yang langsung berpelu
Pernikahan Devan dilaksanakan di rumah sakit karena kondisi Regan yang tidak memungkinkan, Wijaya baru menyadari saat sahabatnya tersebut jatuh kembali dimana tidak pernah mengatakan apa pun pada dirinya atau Vita. Suasana penuh haru terjadi didalam kamar dimana saat Regan melihat putri tercintanya menikah, semua keluar dari ruangan memberikan ruang pada mereka saling berbicara. Wijaya menarik Vita kedalam pelukan ditempat lain terlihat Yuta melakukan hal yang sama pada Fenny, sedangkan Lila berbicara dengan Via dan Tari untuk mengalihkan perhatian pada kondisi saat ini.“Papa diminta untuk masuk” suara Tina membuat mereka menatapnya “papa dan Om Yuta diminta buat masuk”Wijaya dan Yuta saling berpandangan satu sama lain dengan segera melepaskan pelukan pada istri masing – masing untuk masuk kedalam, didalam tampak Regan menggenggam tangan Mira erat sedangkan Devan hanya diam disalah satu sudut ruangan. Wijaya dan Yuta berjalan mendekat di
Pesta perusahaan sudah diadakan dalam waktu yang cukup lama dan menjadi tradisi dari perusahaan yang Wijaya pimpin, tidak setiap tahun tapi setidaknya di angka – angka tertentu mereka pasti akan mengatakannya. Biasanya di acara seperti ini Wijaya akan bertemu dengan Bobby tapi sayangnya kali ini tidak bisa karena Bobby telah pergi untuk selama – lamanya, beberapa bulan setelah kepergian Regan dan cukup membuat Wijaya dan Yuta bingung karena banyak yang harus dipegang. “Pestanya sudah sampai sejauh mana?” menatap Muklis yang menatap catatan yang sedang dipegangnya. Muklis sebenarnya tidak sendiri karena Lila sudah mulai berada di kantor ini sejak Regan meninggal dunia, meski Lila anak Yuta tetap saja proses untuk masuk sesuai dengan proses yang ada dan berakhir dengan berada di posisi menggantikan Muklis. Devan sendiri sudah mulai bekerja tapi tidak di bagian yang dekat dengan Wijaya melainkan berada di bagian marketing, awalnya Devan protes tapi Vita dan Wijaya meyak
Acara yang dinantikan terjadi dimana semua keluarga sudah bersiap dengan acara perusahaan ini, bicara mengenai Elok yang merupakan satu – satunya keluarga Wijaya dimana memutuskan menikah dengan sahabatnya dan mereka sudah menjadi orang asing semenjak kedua orang tua mereka meninggal.“Ayo berangkat” suara Devan membuyarkan lamunan Wijaya.Mereka berangkat dengan sopir yang berada dalam mobil berbeda, pesta ulang tahun perusahaan dimana atas saran Yuta mereka mengundang orang yang berpotensi menjatuhkan perusahaan mereka selama ini. Sonny dan Bian akan diundang dalam acara ini dan Wijaya ingin melihat bagaimana keluarga dari mereka berdua dengan begitu bisa melakukan strategi mengenai apa yang akan dilakukan nanti.Muklis dan Bima mengenalkan saat tiba – tiba ada yang menyalami mereka yang hanya dijawab anggukan dan senyuman dari Wijaya, Bima adalah karyawan baru yang sangat cepat perkembangannya membuat Wijaya memutuskan untuk langsung m
Mengalihkan perhatian dengan sesuatu hal lain karena semenjak kejadian dirinya mencium Vita sang istri bayang – bayang Tania yang sedang menatapnya tidak pernah hilang sama sekali, dirinya bodoh seharusnya tidak terbawa suasana sama sekali. Ketukan pintu membuat Wijaya menatap sang sumber dimana ada Muklis yang masuk dengan wajah pucatnya membuat Wijaya bersiap diri atas berita negatif, mendengar berita yang Muklis berikan dalam waktu singkat Wijaya langsung keluar ruangan dimana Lila berdiri untuk ikut dengannya yang hanya dijawab anggukan.Berjalan tergesa menuju rumah sakit yang ramai dan menurut perawat jika mereka berada di dalam ruang operasi, sampai disana dengan pemandangan awal adalah kedua putrinya menangis serta Fenny tampak diam yang langsung didatangi Lila dan memeluknya erat sedangkan Devan menenangkan Tina. Kedatangan Wijaya langsung diserbu oleh kedua putrinya dengan menangis keras, Wijaya hanya bisa menepuk punggung putrinya pelan dan jika sudah begini
Wijaya menatap Tania yang duduk disampingnya dimana tampak dirinya baik – baik saja membuat sedikit bertanya dalam hati untuk apa gadis ini dirumah sakit, melihat lekuk tubuh gadis kecil ini membuat Wijaya seketika tidak nyaman dimana sesuatu yang asing bangkit membuat dirinya harus bisa menahan diri serta jantungnya yang berdetak semakin kencang.“Kamu ada perlu apa disini?” setelah bisa mengatasi diri mencoba untuk berbasa – basi.Tania tersenyum “habis suntik yang buat syarat nikah itu loh, Om” Wijaya mengangguk paham “aku tinggal dulu jangan sedih lagi”Wijaya mengikuti langkah kaki Tania dimana langkah itu mengarah pada sosok pria yang ditemuinya pada saat pesta perusahaan, pria yang tidak baik untuk gadisnya dan rasanya Wijaya ingin menarik wanita itu untuk menjauh dari lelaki tersebut.Ruangan terbuka tidak lama kemudian membuat Wijaya melangkah kearah dokter yang wajahnya tampak kusut dan itu m
Meminta pada Bowo untuk menyelidiki mengenai perkembangan kehidupan percintaan mereka dan juga penjagaan dari jarak jauh untuk Tania, entah kenapa Wijaya merasakan ada sesuatu yang buruk terjadi pada gadis yang membuat jantungnya berdetak kencang. Puas berbicara dengan Bowo dirinya langsung melangkah keruangan Vita namun langkahnya terhenti saat melihat Tania bersama anak kecil dengan senyuman yang semakin membuat jantung Wijaya berdetak sangat kencang.“Adik kamu?” Tania menatap Wijaya lalu menggelengkan kepala membuat dirinya mengangkat alis.Wijaya sendiri tidak tahu kenapa langkah kakinya mengarah pada wanita satu ini, seharusnya bisa saja melangkah masuk ketempat Vita bersama anak – anaknya saling bercerita satu sama lain. Rasa penasaran lebih mendominasi dirinya saat melihat bagaimana wanita muda ini berinteraksi dengan anak – anak dan seketika membayangkan bagaimana jika anak tersebut anak mereka berdua nantinya, Tania masih memandang Wij
“Dalam...lebih keras.” Suara erangan Tania membuat Wijaya semakin dalam dan kasar memasukkan adiknya kedalam rumah, tangan Wijaya tidak tinggal diam dengan meremas bukit kembar milik Tania yang membuatnya semakin semangat bermain didalam sana. Kehamilan Tania kedua ini membuatnya semakin menggairahkan dan Wijaya meminta mereka tidak menggunakan pakaian saat berada didalam kamar. “Aku mau keluar.” Tania membuka suaranya membuat Wijaya bergerak semakin cepat dan kasar sampai akhirnya mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Wijaya semakin mendorong adiknya kedalam dengan beberapa kali cairannya keluar dalam jumlah yang banyak, membiarkan sesaat didalam sebelum akhirnya melepaskan penyatuan mereka. Tania mengambil posisi berjongkok membersihkan adik kecilnya dari cairan mereka berdua, tangannya hanya meremas rambut Tania perlahan sebelum akhirnya adik kecilnya benar-benar bersih. “Bagaimana kabar dia?” tanya Wijaya membelai perut Tania pelan. “S
Kabar yang mereka dapatkan membuat semua langsung menuju rumah sakit, perasaan tidak tenangnya benar-benar terbukti. Tania hanya bisa memeluk dan menepuk punggung Wijaya agar bisa tenang, tapi tidak berlangsung lama saat mendengar hal yang membuat Wijaya jatuh.“Aku malu sama Regan dan Mira nggak bisa menjaga putrinya dengan baik.” Wijaya menangis dipelukan Tania.Wijaya harus benar-benar kuat, Devan sendiri benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Wijaya tahu apa yang Devan rasakan saat ini, hanya saja harus terlihat kuat depan mereka semua. Memasuki ruangan Via yang selalu menangis merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bima sendiri berada disamping Via tidak berhenti menenangkannya.“Mili sudah masuk penjara.” Nanda memberikan informasi yang hanya diangguki Wijaya “Pasalnya percobaan pembunuhan, hanya saja mereka menggunakan gangguan kejiwaan Mili dan kemungkinan akan dibebaskan.”“Bagaimana bisa?” Wijay
“Perasaanku semakin tidak tenang sama sekali.” Wijaya bergerak bolak balik membuat Tania dan Tari memutar bola matanya malas.“Mereka baik-baik saja, Pa.” Tari menenangkan Wijaya entah sudah ke berapa kali.“Mereka jadi balik?” tanya Wijaya kesekian kalinya yang diangguki Tania dan Tari kembali.“Nanda dan yang lain pasti menjaga Via.” Tania menenangkan perasaan Wijaya.“Aku mungkin terlalu berlebihan.”Wijaya menyandarkan dirinya di sofa dengan Tania yang berada disampingnya dan Tari dihadapannya yang masih sibuk dengan laptopnya. Wijaya tahu bahkan sangat tahu jika perasaannya tidak pernah salah, wanita seperti Mili akan bisa melakukan segala macam cara licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Pengawal yang diminta menjaga keluarganya atau mereka yang menyelidiki Mili tidak memberikan informasi apapun dan itu semua membuat Wijaya semakin merasa tidak tenang. Tep
Menghabiskan waktu di Bali semakin membuat perasaan tidak menentu sama sekali, permasalahan Via belum selesai sama sekali membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Ditambah kehamilan Tina yang berada jauh disana juga menjadi beban pikiran Wijaya, Tania berkali-kali mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap tidak membuat semua menjadi tenang.“Mereka ada di Singapore jadi tenang saja, Nanda juga mengecek semuanya. Mili nggak mungkin berbuat aneh-aneh sama Tina, dendam Mili hanya pada Via.” Tania mengatakan itu berulang kali.“Keputusanku tidak salah, kan?” Wijaya menatap Tania meminta persetujuan yang diangguki pelan “Aku meminta mereka mengurus Singapore, Vian sendiri sudah harus memperbaiki yang ada disini.”“Kamu mau memikirkan mereka atau menikmati malam indah kita?” Tania membelai wajah Wijaya pelan dengan mencium bibirnya penuh gairah.Sentuhan Tania membuat Wijaya tidak bisa menahan diri dengan mena
“Kenapa?” tanya Tania saat duduk disamping Wijaya setelah meletakkan minuman “Ada yang mengganggu pikiran kamu?”Wijaya tersenyum dengan menggelengkan kepala, menarik Tania agar duduk dipangkuannya tidak lupa membelai perutnya yang mulai membesar. Wijaya tidak pernah melakukan hal kecil seperti ini pada Vita sebelumnya dan tentu saja Helena, hanya Tania yang mendapatkan perlakuan special dari dirinya.“Memang memikirkan apa? Masalah Via?” Tania membelai wajah Wijaya perlahan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Lalu?”“Kalau aku meninggal terlebih dahulu apa kamu akan menikah?” pertanyaan Wijaya membuat Tania mengerutkan keningnya “Aku cuman nggak mau kamu kesepian jadinya aku tanya hal ini.”Tania mengangkat bahu “Satu hal yang pasti kalau kamu meninggal terlebih dahulu jangan lupa wariskan semua harta kamu ke aku dan anak-anak kita bukan anak-anak kamu sama Vita.”
Melihat Tania marah adalah hal yang membuat Wijaya pusing, Tania bisa mendiamkannya selama berhati-hati, tidak tahu akan melakukan apa karena apapun yang dilakukannya tidak akan berdampak apapun.“Coba papa ingat-ingat melakukan kesalahan apa.” Tari berkata dengan santai.“Kalian tadi liatin papa itu kenapa sih?” tanya Wijaya penasaran membuat Tari mengangkat bahu.“Pa, sebenarnya kenapa papa bisa bertahan sama mama kalau nggak saling cinta?” Tari mencoba bertanya hal lain agar tidak perlu memikirkan masalah Tania saat ini.“Kalian yang buat kita bertahan.” Wijaya menatap Tari lembut “Kami dulu berjanji satu sama lain, meskipun kita menikah karena dijodohkan tapi kami ingin pernikahan yang normal pada umumnya.”“Papa bahagia sama mama?” tanya Tari penuh selidik.Wijaya tersenyum “Mama kamu adalah teman dan partner yang terbaik pernah ada.”“Papa
Bali adalah tempat untuk menenangkan diri yang terbaik, mengajak semua keluarga ke Bali setelah permasalahan yang dialami Bima dan Via. Kehamilan Tania sendiri berkembang dengan cepat membuat Wijaya harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan, banyak hal yang menjadi pertimbangannya.“Kamu kapan lulus sih?” Wijaya menatap malas pada Tari.“Sidang aja belum bicara lulus.” Tari menjawab santai dengan mata tetap fokus pada laptop “Kita sampai kapan disini?”“Belum tahu, secara masih banyak yang harus diselesaikan.” Wijaya menjawab santai.“Papa juga kenapa kasih ijin Mbak Via nikah sama Mas Bima, Mas Rifat calon yang ok dibandingkan Mas Bima.” Tari mengalihkan pandangan kearah Wijaya yang menghembuskan nafas panjang.“Kamu tahu kan kalau papa sama mama nggak saling cinta, jadi papa nggak mau kakak kamu atau kamu mengalami hal yang sama kaya kita.” Wijaya menjelaskan pelan mem
“Jangan terlalu keras sama Via.” Tania membelai wajah Wijaya setelah melepaskan penyatuan mereka “Via sendiri belum berpengalaman.”“Andaikan dia menikah sama Rifat pasti semuanya nggak akan begini.” Wijaya mengusap wajah dengan kedua tangannya “Kurang apa sih memang Rifat?”“Cinta, Via nggak cinta sama Rifat.” Tania menjawab santai “Kamu mau mereka hidup tanpa cinta? Seperti kamu sama Vita dulu, lalu Via tetap melakukannya sama Bima.”Wijaya membenarkan perkataan Tania mengenai hal itu, tidak mungkin dirinya membuat sang anak hidup tanpa cinta. Wijaya tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang dia rasakan, pengalaman dirinya dengan Vita adalah guru paling berharga.“Devan dan Tina saling cinta?” tanya Tania tiba-tiba yang membuat Wijaya bingung “Aku ngerasa mereka kaya saudara bukan pasangan suami istri, tapi pandanganku aja jadi jangan diambil hati.”Pe
“Kalian harus pergi dari rumah ini.” Muklis berkata dengan wajah seriusnya “Mili tidak terima mereka menikah.”Wijaya hanya diam memandang semua yang ada di ruangan, putrinya Via tampak frustasi dengan Tania dan Tina yang berada disampingnya. Mencoba untuk bersikap tenang dengan memandang Bima yang seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang Muklis katakan.“Kamu sudah menebak semua ini terjadi?” tembak Wijaya membuat suasana sunyi menatap kearah Wijaya dan Bima bergantian.Bima menghembuskan nafas kasar “Sedikitnya sudah, maaf tidak memberitahukan semuanya.”“Lalu apa rencana kamu?” Wijaya bertanya dengan menatap dalam pada Bima yang terdiam “Kalau menikah sama Via nggak ada rencana buat mengatasi ini buat apa?”“MAS! Kamu bisa nggak usah pakai emosi? Kasihan Via juga kalau begini dan seharusnya ini semua tugas kita bagaimanapun kita saudara yang harus sal