Beranda / Romansa / Andai Semua Berbeda / 62. Memulai dari Awal

Share

62. Memulai dari Awal

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Irvan lega, Stefi memilih tinggal. Dia mau menemani Kartika beberapa hari lagi. Sekaligus memastikan situasi di luar lebih kondusif. Jadi waktu Stefi keluar rumah media tidak peduli dengannya.

"Aku mau istirahat dulu. Mulai ngantuk juga. Selamat malam, Ir." Stefi berjalan ke arah kamar. Dia dan Irvan baru mengantar Deasy yang meninggalkan rumah itu dari teras.

"Oke. Sampai besok, Stef." Irvan ikut melangkah, dia juga akan ke kamarnya sendiri.

Stefi masuk ke dalam kamar. Dia menyalakan lampu, berjalan ke arah lemari pakaian hendak mengambil baju tidur. Tiba-tiba dia merasa ada sesuatu yang jatuh ke tubuhnya. Kontan Stefi menjerit.

"Ahh!!"

Irvan yang belum sampai masuk kamarnya terkejut dengan teriakan itu. Secepatnya dia berlari menuju kamar Stefi. Stefi sedang berlari keluar kamar. Tanpa sengaja mereka bertabrakan.

"Stefi! Kenapa?" tanya Irvan.

Seketika Stefi memeluk Irvan erat sambil menangis. Tangannya gemetar karena ketakutan.

"Stefi?!" Irvan memanggil lagi.

"Ada ci
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Andai Semua Berbeda   63. Kejutan Buat Pengantin Baru

    Dengan cepat Fea duduk dan mengambil piring. Dia sudah tidak sabar makan apa yang dihidangkan Melia di atas meja. Soto daging lengkap dengan sambal dan krupuk. Fea terheran-heran, apa yang dia bayangkan ternyata sudah ada di depan matanya. "Mbak, sampai ga ingat suami." Arnon bicara pada Melia, tapi matanya melirik Fea. Fea mengangkat mukanya, batal mengambil nasi. "Suami ga butuh makan, kok. Lanjut aja. Aku butuh dielus." Arnon menarik kursi dan duduk di sisi Fea. "Ihh, ngambek." Fea mencibir. Melia terkikik melihat Fea dan Arnon saling mengganggu. Fea melanjutkan mengambil makanan, lalu dia sodorkan ke depan Arnon. "Ini, Tuan Muda. Silakan dimakan. Harus habis, biar sehat, ga gampang sakit." Fea sengaja mengatakan itu, seakan Arnon yang di depannya ini adalah Arnon yang masih bocah. Kalimat itu yang sering Nenek Ellina dan Fea katakan pada Arnon dulu. "Terima kasih, Sayang." Arnon tersenyum lebar. "Tuan Muda, Fea ... aku sudah dijemput. Bisakah aku pamit pulang?" Melia menyel

  • Andai Semua Berbeda   64. Nyonya Arnella Memanggil

    Wajah Arnon masih tegang memikirkan situasi yang terjadi dengan bisnisnya. Seminggu terakhir omset menurun lebih sepuluh persen. Jika tidak segera tertangani, bisa lebih buruk. Pertanyaan Riko membuat Arnon berpikir. Dia menikah, tiba-tiba situasi bisnisnya memburuk. Stafnya sudah mengkonfirmasi dengan resto yang lain, mereka tidak merasa ada masalah dengan barang yang mereka perlukan di pasar. Hampir seratus persen bisa diyakini, jika memang ada yang sengaja bermain dengan Arnon. "Kalau aku katakan ini ulah keluarga Hendrawan, kamu percaya?" Arnon memandang Riko. "Maksud kamu orang tua kamu? Mereka meninginkan kamu bangkrut?" Riko mengerutkan kening heran dengan kata-kata Arnon. "Kakak-kakak tiriku, mereka tidak pernah suka dengan aku dan mamaku. Beberapa waktu lalu Ardan dan Ardina menemuiku. Mereka semacam memberikan ancaman padaku, jika aku bertingkah yang merugikan keluarga besar, mereka tidak akan tinggal diam." Arnon menduga saudara-saudaranya mulai bergerak mengganggu hidup

  • Andai Semua Berbeda   65. Senyum Ibu Mertua

    Dengan senyum yang lepas Arnon menggandeng Fea masuk ke dalam rumah besar itu. Dia ingin mamanya tahu, Fea adalah kebahagiaannya. Keputusannya menikah dengan Fea adalah yang terbaik dalam hidupnya. Fea, di dalam hatinya ada degupan lumayan besar, mengganggu dirinya. Tetapi dia berusaha bersikap tenang, bahkan tidak memberitahu Arnon dia merasa canggung dan tidak nyaman bertemu dengan Arnella siang itu. Fea masih ingat dengan sangat jelas, hari terakhir dia di rumah ini. Arnella menolak dia mentah-mentah, dengan mengatakan kalau Arnon ingin menikahi Fea untuk memenuhi persayaratan mendapatkan salah satu perusahaan Hendrawan. Dengan marah dan kecewa, Fea hari itu meninggalkan rumah besar ini. Fea tidak pernah lagi berpikir akan kembali. Dia mengira hari itu selesai sudah hubungannya dengan Arnon, selesai sudah urusannya dengan keluarga Hendrawan. Namun kali ini, Fea datang, sudah dengan status baru. Istri Arnon, menantu keluarga Hendrawan. "Selamat siang. Selamat pulang kembali." Arn

  • Andai Semua Berbeda   66. Sebuah Ancaman?

    Irvan memandang Stefi. Gadis itu rapi, bersiap pergi keluar rumah setelah hampir dua minggu di rumah Irvan. Dia akan menemui Arnella hari ini, sesuai dengan kesepakatannya dengan wanita itu. "Kamu yakin tidak akan apa-apa?" Irvan justru yang merasa kuatir. Dia sedikit lebih dekat dengan Stefi. Hatinya mulai sedikit terpaut dengan wanita muda yang cerdas dan penuh semangat itu. "Tenang saja, Ir. Aku pasti bisa menghadapinya." Stefi tersenyum. Dia meraih tasnya yang ada di atas meja, lalu melangkah menuju teras rumah. Taksi online yang Stefi pesan hampir sampai. "Kamu tidak mau aku antar?" Irvan bertanya lagi. "Kamu secemas itu?" Stefi tersenyum tipis. "Berhati-hati itu perlu," sahut Irvan. "Apa yang Nyonya Arnella katakan kalau dia melihat kamu yang mengantar aku?" Stefi memicingkan matanya. Masih segar dalam ingatan Stefi, bagaimana Nyonya Arnella bersih tegang dengan Irvan karena Fea. "Tapi kamu janji, kalau ada apa-apa, kamu bilang. Apapun yang dia katakan, jangan menyimpannya

  • Andai Semua Berbeda   67. Berjanjilah

    Irvan mendengarkan dengan serius kabar yang dia dengar tentang ibunya di telpon. Wajah Irvan semakin tegang. Stefi menatapnya dengan rasa penasaran, apa yang terjadi. Irvan menutup telpon dan seketika berdiri. "Kita pulang." "Irvan, ada apa?" Stefi bertanya dengan rasa mulai cemas. Dia yakin ada yang buruk terjadi. "Ibu jatuh. Dia demam tinggi." Irvan menjawab sambil berjalan cepat keluar resto. "Ya Tuhan. Ir, aku telpon mama, biar lihat ibu di rumah." Sigap, Stefi menghubungi Deasy. Sementara dia menyusul Irvan yang berjalan semakin cepat ke tempat parkir. Perjalanan menuju rumah seakan lambat. Apalagi jalanan cukup ramai. Irvan tidak sabar. Dia sangat kuatir ibunya akan mengalami hal yang berat. Kehilangan ayah karena kecelakaan, lalu ibunya lumpuh adalah hal yang menyakitkan buat Irvan. Dia tidak mau ibunya akan pergi sebelum dia bisa memenuhi keinginannya yang terakhir, punya pendamping dan anak-anak, hidup bahagia dengan keluarga yang dia miliki. Irvan terlihat gusar dan cem

  • Andai Semua Berbeda   68. Heboh Lagi

    Bukan hal baru, kalau Fea dianggap rendah oleh orang lain. Bukan hal yang aneh, kalau temannya melihat Fea hanya sebelah mata. Namun, perkataan Isti kali ini entah kenapa membuat Fea sangat kesal. "Rania, kurasa aku akan berhenti bekerja." Fea menoleh pada Rania. "Apa?" Dengan cepat Rania memutar kursi kerjanya menghadap Fea. "Sebenarnya Arnon meminta aku berhenti bekerja. Dia ingin aku mengurus rumah saja. Aku masih bernegoisasi sama dia. Minta waktu sampai aku hamil." Fea menjawab dengan wajah kesal campur sendu. "Kamu marah karena Isti?" tanya Rania. Dia yakin itu alasannya. "Hm, kamu benar. Apa salah aku marah? Aku lelah dengan orang-orang yang hanya merasa paling benar. Mengatakan orang lain semaunya padahal tidak kenal dengan baik. Akhir bulan ini aku akan resign." Fea memutuskan. "Itu sepuluh hari lagi, Fea. Kamu tega ninggalin aku?" Rania memegang kedua tangan Fea. Fea memandang Rania yang seketika memadang wajah memelas. "Aku sayang pekerjaan di sini, Ran. Aku senang b

  • Andai Semua Berbeda   69. Ini Bukan Main-main

    Arnon menghubungi Fea sementara dia menuju ke tempat Fea kerja. Arnon minta Fea bersiap pulang. Fea memang sudah membereskan mejanya saat Arnon menelpon. Dia tinggal menunggu saja dijemput. Lima menit berikut Arnon dan Fea sudah berada dalam satu mobil. Arnon memperhatikan raut wajah Fea yang sedikit tegang. "Hai, are you okay?" tanya Arnon. Dia tetap pegang kemudi, melihat jalanan yang ramai. "Not really. But, I am ready." Fea berkata dengan tegas. Dia sedang menguatkan dirinya. Ini resiko yang harus dia hadapi. Arnella sudah bereaksi. Entah bagaimana Ardiansyah, lalu Hendrawan yang lain. Pasti akan lebih berat ke depan. Tapi Fea sudah siap. Dia sudah menjadi satu dengan Arnon. Tidak ada alasan untuk Fea mundur. Sampai di rumah, Arnon mengajak Fea duduk di ruang tengah dan bicara. "Sampai beberapa waktu ke depan, cerita kita akan kembali ramai. Orang mau bilang apa aku ga peduli. Aku sayang kamu, Fea. Yang aku kuatir, tindakan keluarga Hendrawan. Ini bukan lagi soal cinta kita a

  • Andai Semua Berbeda   70. Pernyataan dan Harapan

    Fea mengusap lembut pipi Arnon. Fea sangat, sangat sayang Arnon. Namun, memanggil Arnon dengan sebutan romantis masih tidak mudah buat Fea. Dia sadari itu karena Arnon kekasih pertamanya. Dia kenal Arnon sejak kecil dan mengenalnya sebagai Tuan Mudanya, majikannya. "Kamu sudah lelah, lihat mata kamu. Makin kecil," kata Fea. Dia masih memandang Arnon, dengan tangan juga masih di pipi Arnon. Sedang hatinya sudah makin bergemuruh. "Iya, sangat lelah. Tapi ga mau tidur." Arnon membalas tatapan Fea. Hasrat Arnon mulai bangkit. Fea tersenyum. Dia makin memahami bahasa cinta Arnon. Dia tahu apa yang Arnon minta. Arnon menuntun Fea meninggalkan ruang kerja, masuk ke dalam kamar mereka. Malam mulai larut. Meski lelah mendera, Arnon belum ingin cepat tidur. Dia butuh merengkuh wanita yang dia cintai. Dia butuh melepas semua penat dengan memberikan sentuhan cinta buat istrinya. Fea berusaha mengerti ini. Sekalipun dia juga letih, dia harus bisa memenuhi kebutuhan terdalam suaminya. Apalagi

Bab terbaru

  • Andai Semua Berbeda   Extra Part - The Double Twins

    Tawa lepas terdengar di tepi pantai. Dibarengi suara deburan ombak yang tak mau menunda hentakannya menerjang bibir pantai luas dan indah. Angin semakin kencang bertiup, seolah-olah memaksa awan-awan bergerak cepat dan segera berganti bentuk menghias biru langit.Pohon-pohon di tepi pantai berkejaran menggoyangkan dahan dan daun-daun yang memenuhi batangnya. Seakan-akan menari menikmati hari yang cerah. Sesekali terdengar desauan suara gesekan dedaunan itu."Sayang ... lihat apa?" Arnon memencet hidung Fea.Fea gelagapan. Dia pegang tangan Arnon, menoleh padanya."Memperhatikan anak-anak. Rasanya belum lama aku berjuang membawa mereka lahir, ternyata mereka sudah mulai gede." Senyum Fea mengembang manis. Dia lepaskan tangan Arnon dan merapikan helaian rambutnya yang menutupi wajah karena tiupan angin."Kamu benar. Arnon dan Fernan suaranya mulai berubah. Tingginya sudah melampaui kamu. Dan sudah mulai ngerti cewek cantik." Arnon ikut tersenyum leba

  • Andai Semua Berbeda   235. Andai Semua Berbeda

    Arnon memegang lengan Fea, meminta dia menurunkan tangan. Fea menggeleng. Dia kesal karena perjalanan itu terganggu gara-gara dia sakit. "Sayang, kenapa?" ulang Arnon. "Kenapa aku sakit? Harusnya kita happy, menikmati semuanya." Fea sedikit merajuk. Arnon menggeser kursinya, merapat pada Fea dan memeluknya. "Jangan sedih. Sakit itu ga bisa ditolak. Sudah, ga apa-apa." "Hhmm, uuhhkkk ..." Fea kembali merasa mual. Sedang pusing yang mendera kembali datang. "Kita ke dokter saja. Ga bisa kayak gini. Ini sudah campur-campur sakitnya. Ayo!" Arnon tidak bisa menunggu. Lebih baik mencari obat yang benar, agar Fea segera pulih. Sebab masih dua hari lagi perjalanan mereka. Dengan tubuh sedikit oleng, Fea menurut. Arnon menuntunnya masuk ke dalam mobil. Arnon segera browsing mencari klinik terdekat. "Good, hanya sepuluh menit dari sini. Kita pergi." Arnon dengan cepat melaju di jalanan. Pulau itu tidak sepadat kota asa

  • Andai Semua Berbeda   234. Senyum Berubah Menjadi Rasa Cemas

    Arnon memandang Fea. Dia tahu, Fea benar-benar lupa ada apa dengan salah satu kembar mereka."Pulang, bisakah ada adik di perut Mama?" Fea mengulang yang Fernan katakan.Fea memeluk Arnon seketika. Senyumnya melebar. "Iya, ingat. Tapi aku mau jalan-jalan. Rugi kalau jauh-jauh hanya untuk rebahan di kamar.""Hee ... hee ..." Arnon tersenyum lebar. "Oke, kita tidur. Besok kita berpetualang di luar pagi hingga siang. Malam, petualangan di atas kasur. Jangan menolak, Sayang ..."Fea tidak menyahut, tidak juga menolak. Yang terjadi terjadilah. Dia juga berharap jika Tuhan kehendaki, maka dia akan segera mengandung. Namun, jika tidak, dia pasrah. Tuhan yang lebih tahu, apakah baik buta dia dan Arnon, juga anak-anak, jika ada anggota keluarga baru.Malam dengan cepat berlalu, pagi pun menyapa lagi.Arnon dan Fea mulai berkelana di pulau cantik itu. Awal, mereka datang ke resto Hervina. Hervina sendiri yang menjemput dari hotel. Fea dan Arnon dijamu

  • Andai Semua Berbeda   233. Jangan Lepaskan

    Arnon pun tidak kalah terkejut saat mengenali wanita yang memanggilnya. Apa dia harus menemuinya? Tetapi langkah mereka memang terarah ke tempat di mana wanita cantik dengan postur tinggi dan langsing itu berada."Kamu akan menemuinya?" tanya Fea."Kenapa tidak? Aku bersama kamu. Kita temui sama-sama." Arnon memegang erat tangan Fea.Mereka melangkah mendekat pada wanita itu."Selamat datang di pulau cantik ini. Selamat berpetualang." Senyum manisnya, masih sama seperti dulu, itu yang Arnon lihat."Maaf, Kak Hervi ga bisa jemput. Hari ini restonya ada acara wedding, jadi dia pastikan semua berjalan lancar." Suaranya ceria dan terdengar ramah."Kamu dan Hervina?" Arnon menatap wanita itu."Namaku Widya Sukma Adijaya. Kamu teman kuliah Kak Hervi, pasti ingat namanya." Widya berkata sambil tersenyum lebar.Arnon mengerutkan kening. "Aku tidak ingat lengkapnya, tapi ya ... Hervina ... belakangnya Adijaya. Jadi dia kakakmu?"

  • Andai Semua Berbeda   232. Tumpeng Buat Tinah

    Fea menatap Arnon lekat-lekat. Seketika suasana riuh dan meriha itu tidak manis lagi. Kenapa Arnon mengatakan itu? Wajahnya tegas, membalas tatapan Fea. Apakah Arnon sebenarnya terpaksa datang ke panti? "Kamu kenapa?" tanya Fea. "Tidak bisa menikmati acara ini." Arnon mengatakan lebih tegas. "Kamu tidak ingin datang? Aku sudah bertanya lebih dulu, Ar, kamu bisa atau tidak. Kamu iyakan, kamu bilang Sabtu ini kosong, ga ada urusan mendesak. Makanya aku siapkan semua, bukan, kamu bahkan membantu menyiapkan ..." "Bagaimana bisa menikmati acara, kalau di sisiku ada bidadari cantik membuat aku tak bisa berkedip?" Arnon berkata dengan mata menghujam dua bola mata Fea, tanpa berkedip. "Ahh ..." Fea seketika menghela nafas panjang. "Arnon ..." Arnon tersenyum. Dia raih tangan Fea dan menggenggamnya. "Thank you." Fea ikut tersenyum. "Thank you buat apa?" "Aku mungkin akan bilang berulang-ulang, tapi akan tetap mengatakannya lagi.

  • Andai Semua Berbeda   231. Tak Mudah Menyelami Hati

    "Itulah, memang tidak mudah menyelami hati seseorang. Boleh dibilang, aku setuju dengan pepatah yang mengatakan, dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu," ujar Fea."Jawab saja, pakai melantunkan peribahasa segala. Hee ... hee ..." Sherlita merasa lucu dengan jawaban Fea."Pak Rido, dia terjebak banyak hutang. Karena diam-diam dia suka berjudi. Awalnya dia dapat uang dari pinjaman online. Kamu bisa bayangkan seperti apa jeratan pinjaman online apalagi yang asal begitu." Fea memulai penjelasannya."Waduh, kok ngeri aku," ujar Sherlita. Tak dia bayangkan itu yang terjadi. "Karena judi Rido nekad memperjualbelikan anak-anak?""Awalnya dia ga bermaksud begitu. Hanya dia melihat ada peluang dapat uang gede. Tanpa pikir panjang, dia iya saja. Dan sudah terlanjur ada perjanjian untuk menyerahkan anak itu." Fea menambahkan."Lalu, setelah tahu kenyataannya?" Sherlita makin penasaran."Menurut yang aku dengar, dia menyesal, t

  • Andai Semua Berbeda   230. Kejutan Kawan Lama

    Ahmad tersenyum. "Monggo, dibuka saja, Nyonya Muda." Fea ikut tersenyum lebar. "Makasih, Pak." "Sami-sami, Nyonya." Ahmad mengangguk dan berbalik meninggalkan Fea dan Arnon. "Penasaran. Undangan pernikahan kali." Arnon berkomentar. Fea membuka paper bag itu dan mengeluarkan isinya. Mata Fea melebar. Di dalamnya ada hiasan dinding, kerajinan tangan dari Lombok. Dan ada kartu kecil di dalamnya. "Ini dari ..." Fea menunjukkan pada Arnon. Arnon menerima kartu itu dan membacanya. "Hervina. Oh, my God. Dia beri kejutan ini?" Ternyata ada tiket dua untuk liburan di Lombok selama satu minggu. "Siapa Hervina?" tanya Fea. Dia tidak merasa mengenal nama itu. Ada sesuatu yang menggelitik dadanya, sebab yang mengirim hadiah buat Arnon adalah seorang wanita. "Ah, aku ga pernah cerita, ya? Jujur, lupa." Arnon memandang Fea. "Oke, lalu siapa dia?" Fea berusaha tenang, tapi tetap saja ada rasa tidak nyaman di

  • Andai Semua Berbeda   229. Permohonan Maaf Herni, Kepedihan Liani

    "Jahat sekali mereka melakukan itu pada anak-anak. Aku tak habis pikir. Mereka lahir tanpa meminta. Sejak bocah hanya derita dan kepedihan yang mereka punya. Tidak mengenal orang tua, tidak tahu sanak saudara. Lalu, ada orang yang masih juga melakukan hal buruk pada mereka. Ya Tuhan ..." Bu Liani meliahat pada Herni. Herni makin dalam menunduk. Rasa bersalah memenuhi hatinya. Dia tidak berani memandang Bu Liani ataupun Arnon. "Bu, semua sudah jelas, Ibu pasti akan segera pulang. Anak-anak akan lega, Ibu bisa bersama mereka lagi." Arnon menenangkan Bu Liani. "Bagaimana aku menghadapi mereka, Pak Arnon? Bagaimana bisa aku menjelaskan semua ini? Aku benar-benar hancur," Bu Liani mengusap lagi kedua pipinya yang basah. Tatapannya kembali tertuju pada Herni. "Apa yang ada di otak kamu, Herni? Apa?" "Maafkan aku, Bu. Maafkan aku ...." lirih kalimat itu yang Herni ucapkan. "Kita memang tidak berlebihan duit. Tidak semua yang kita ingin dengan g

  • Andai Semua Berbeda   228. Bukan Seperti yang Dibayangkan

    Arnon mengenalkan Fea dan memnita waktu agar Fea melihat ke dalam, bertemu dengan Tinah. Awalnya polisi itu sedikit keberatan karena mereka masih melakukan penggeledahan. Arnon meyakinkan bahwa dia punya tujuan dan kepentingan sama dengan polisi yang datang ke panti itu. "Sudah beberapa waktu kamu mencoba menyelidiki, Pak. Istri saya bekerja sama dengan pengurus panti yang memang merasa ada kejanggalan di panti. Saya harap ini bisa memberikan titik terang juga untuk penyelidikan yang dilakukan." Arnon bicara tegas. Akhirnya Fea diberikan ruang menemui Tinah. Wanita itu dan beberapa pengurus lainnya ada di depan kantor. Mereka duduk menunggu, sambil memperhatikan para petugas yang bekerja mencari bukti. Sesekali mereka akan memanggil jika perlu mendapat keterangan atua mencari sesuatu yang mereka perlukan. "Fea!" Tinah seketika berdiri saat melihat Fea datang. "Bu, gimana?" tanya Fea. "Aku bingung kenapa Bu Liani harus dibawa. Dia pasti b

DMCA.com Protection Status