Apakah 'cinta' itu sungguh ada?
Jika iya, mengapa dua orang yang saling mencintai sebelumnya dengan cinta seluas lautan itu bisa tiba-tiba mengering?"Karina sayang, ayo sarapan dulu."Itu adalah suara Ibu tiri yang dinikahi Ayahnya dua tahun setelah perpisahannya dengan sang Ibu.Bahkan setelah waktu yang mereka habiskan bertahun-tahun lamanya bisa berubah secepat itu. Bukankah itu menandakan cinta itu tidak ada? Dirinya hadir di dunia ini bukan karena cinta."Iya Bunda, sebentar."Karina membasuh mulutnya setelah acara muntah-muntah dipagi hari selesai. Kini ia tidak perlu bertanya-tanya apakah yang salah dengan dirinya. Memang ada makhluk kecil di dalam perutnya yang suka mencuri waktu.Perempuan itu menyibakkan kaos yang dikenakan hingga perutnya terlihat. Memantau pantulan tubuhnya di cermin, apakah ada yang berubah pada tubuhnya kecuali perutnya yang sedikit menonjol ini? Sepertinya tidak ada. Lebih tepatnya belum.Karina perlahan mengusap perutnya ragu-ragu, di dalam sana tengah bersemayam benih Arshen yang tak lain dan tak bukan adalah bosnya sendiri. Mengingat tanggapan buruk seperti apa yang akan menimpanya nanti, Karina berdecak dan kembali menurunkan kasar pakaiannya.Sesuai rutinitas biasanya, ia segera memakai riasan wajah dan pakaian khas sekretaris miliknya.Dua puluh menit kemudian, Karina sudah rapi dan berjalan menuruni tangga rumahnya dengan senyuman yang dibuat-buat sedang bahagia.Karina tidak lagi bermalam di apartemen Bella. Karena setelah menjadi orang pertama yang diberi tahu kabar kehamilan Karina, sahabatnya itu sudah pasti akan mengoceh semalaman."Pagi semua."Sapa Karina setelah duduk di meja makan bersama Ayah, Bunda dan Kakak perempuannya. Dara."Pagi sayang. Ayah senang kamu bisa ikut sarapan di rumah, Nak."Karina tersenyum. "Maaf. Beberapa hari ini aku lebih sibuk dan harus menginap di apartemen Bella yang jaraknya lebih dekat, Ayah.""Bosmu itu masih sering menyuruhmu lembur dan bekerja saat akhir pekan? Sepertinya kamu terlalu kelelahan bekerja, Nak.""Enggak, Ayah. Tidak perlu khawatir."Ayah mungkin memang gagal menjadi seorang suami tapi tidak pernah gagal menjadi Ayah yang baik untuk Dara dan Karina."Kalau kamu mau berhenti bekerja, itu lebih baik. Usiamu sudah matang untuk menikah. Biar suamimu yang menafkahi semua keperluanmu nanti, Nak."Pergerakan Karina yang tengah mengunyah nasi goreng buatan Bunda terhenti. Ayahnya memang sudah sering mewanti-wanti Karina untuk segera mencari pasangan.Mengingat, pada usianya sekarang Dara sudah memiliki calon suami dan akan menikah bulan depan. Mereka hanya berjarak satu tahun.Padahal, berkali-kali Karina mengatakan tidak ingin menikah dan berkali-kali pula Ayah selalu menyangkal keputusannya itu."Aku sudah bilang Ayah, menikah dan berkeluarga tidak ada dalam bayanganku." Jawab Karina tenang.Ia harus bisa menanggapi dengan kepala dingin jika sudah membicarakan ini. Atau emosinya akan tersulut dan membuat suasana hatinya kacau."Jadi kamu ingin hidup bebas dengan berpasang-pasangan sesukamu? Ayah hanya ingin melihat putri Ayah bahagia.""Aku tidak akan berpasangan dengan siapapun. Aku akan hidup sendiri, dan mencari kebahagiaan untuk diriku sendiri, Ayah.""Apa kamu pikir, menua seorang diri itu menyenangkan, Karina?"Ayah tidak lagi menggunakan kata 'Nak'. Menandakan pembicaraan ini sudah serius.Bahkan Bunda dan Dara memilih untuk diam.Karina tersenyum, meletakkan sendoknya karena tiba-tiba nafsu makannya menguap begitu saja. Lalu mengangguk yakin pada sang Ayah."Tentu Ayah. Aku lebih baik menua seorang diri daripada hidup dengan kepalsuan.""Kepalsuan?""Kepalsuan cinta. Cinta itu hanya omong kosong.""Karina—""Ayah.. sudah, jangan bicarakan ini dulu. Kita sedang makan sekarang." Dara memegang lengan Ayahnya.Karina berdiri dan meraih tasnya meskipun masih menunjukkan wajah cerah. Menjadi seorang sekretaris ternyata mampu membuatnya memiliki banyak sekali topeng yang bisa menipu siapa saja dengan senyumannya.Padahal jauh dari lubuk hati yang paling dalam, Karina hanyalah seorang perempuan yang rapuh."Aku permisi."***Karina menghembuskan nafas panjang menatap pintu besar yang akan membawanya menuju ruangan sang bos, Arshen.Bagaimanapun ia harus bersikap profesional dan memisahkan permasalahan pribadi dan urusan pekerjaan, meskipun Karina yakin Arshen masih tetap akan membahas permasalahan mereka di sini.Setelah meyakinkan diri, ia membuka pintu itu lalu meletakkan nampan berisi kopi panas yang selalu diminum Arshen setiap pagi."Meeting dengan bagian bahan baku akan dimulai dua puluh menit lagi, Pak. Ini agenda meeting nanti yang sudah saya susun." Karina mendekat dan memberikan sebuah berkas pada Arshen."Nanti malam, anda juga akan menghadiri jamuan makan malam yang diselenggarakan oleh salah satu investor anda, Pak Hady."Arshen mencermati agenda itu, lalu beralih memandang Karina yang sepertinya enggan untuk menatap matanya."Apa kau baik-baik saja, Karina?""Tentu, Pak." Perempuan itu menjawab yakin."Saya tidak apa-apa jika harus mencari sekretaris baru, daripada kau akan kelelahan mengikuti semua jadwal saya yang padat.""M-maksud anda.. anda memecat saya, Pak?""Tidak seperti itu, Karina. Tapi ini demi kebaikanmu dan—""Tolong jangan membahas masalah pribadi di tempat kerja, Pak." Karina menyela cepat."Baiklah kalau begitu, kita bisa mencari tempat yang nyaman di luar untuk membicarakan ini."Arshen berdiri dari singgahsananya."Tapi Pak.. meeting akan dimulai sebentar lagi.""Meeting itu bisa diundur kapan saja. Saya ingin segera memperjelas masalah ini, Karina.""Tidak ada yang perlu diperjelas lagi, Pak. Kita hanya perlu hidup masing-masing seperti biasanya. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya."Arshen berdecak dan mengikis semakin jaraknya dengan Karina yang melebarkan mata saat wajah keduanya semakin dekat."Bagaimana saya bisa seperti itu? Sedangkan bayi saya kini sudah terbentuk di dalam rahimmu?"Arshen berbisik dengan suara pelan dan dalam yang membuat seluruh bulu kuduk Karina meremang.Apa-apaan orang ini?!Jika saja sedang tidak berhadapan dengan bosnya, mulut Karina pasti sudah menganga lebar sekarang dan pasti tendangan maut sudah ia layangkan."Maaf, Pak. Saya akan menyiapkan keperluan untuk meeting sekarang. Permisi."Karina buru-buru keluar dari ruangan itu dan berusaha bersikap biasa saja atau karyawan lain akan mencurigainya. Karena entah merasa iri atau apa, Karina dan Arshen selalu menjadi bahan perbincangan jika mereka memiliki hubungan istimewa lebih dari seorang CEO dan sekretaris."Gosip ini pasti langsung heboh jika semua orang mengetahuinya."Dua orang rekan kerjanya melewati Karina dengan perbincangan serius. Mereka berhenti pada mesin printer yang tak jauh dari meja sekretaris berada.Bagai terkoneksi dengan cepat, Karina segera menajamkan pendengarannya. Pasti ada gosip terpanas yang sekarang di bicarakan rekan-rekan kantornya itu."Menurutmu testpack itu milik siapa? Ada yang hamil di kantor kita?"Apa katanya?Testpack? Hamil?Karina tidak ingin berasumsi macam-macam lebih dulu dan kembali mencuri dengar. Sebenarnya, ia tidak ingin ikut campur dengan urusan orang lain. Tapi Karina sangat sadar jika dirinya ini sering dijadikan gunjingan karena menempati posisi sekretaris dan selalu bersama bos mereka yang tampan itu ke manapun."Pasti. Kalau bukan orang kantor kita, mengapa mengeceknya di sini? Aku beberapa kali juga sempat mendengar ada suara orang yang muntah-muntah di kamar mandi. Tidak salah lagi, kan?""Jangan-jangan, dia memilih untuk mengecek di kantor karena yang menghamilinya adalah rekan sekantor sendiri?"Ada yang hamil di kantor ini selain aku?Karina menggumam."Tapi kenapa dia bodoh sekali sampai menjatuhkan testpack itu di kamar mandi?"Tunggu dulu.Menjatuhkan testpack?!Secepat kilat Karina mengecek bagian kantung depan buku agendanya di mana dulu ia menyelipkan testpack miliknya dengan asal.Karina ingat sekali ia menggunakan tiga testpack sekaligus dan yang masih tersisa di sana adalah.. dua testpack saja?!Bodoh, bodoh sekali!"Mungkin dia panik karena memang benar hamil. Kita lihat saja, yang resign dalam waktu dekat, itu pasti orangnya.""Tapi bagaimana jika dia memilih aborsi dan tetap bekerja di sini?""Benar juga katamu. Sudahlah, kita tunggu gosip ini meledak. Yang terpenting, Pak Arshen masih single."Dua orang itu terkekeh tidak jelas.Karina menggeleng pelan. Tidak, tidak mungkin testpack miliknya adalah yang tidak sengaja jatuh dan ditemukan oleh karyawan lain.Jika mereka tahu pemiliknya adalah Karina, apa yang akan terjadi?! Paling parahnya jika mengetahui pelaku yang menyebabkan kehamilan itu adalah.. Arshen. Bos tampan yang sering mereka agung-agungkan—"Bu Karina?""I-iya?!"Karina mengerjap dan menghembuskan nafas panjang terkejut."Mengapa anda melamun? Apa ada masalah, Bu?""Ah, tidak kok, Arini. Ada apa?""Ini laporan keuangan bulan ini, Bu." Jawabnya ramah."Terimakasih, Arini.""Maaf Bu, apa anda sedang sakit? Wajah anda terlihat pucat?""Apa— tidak.. saya hanya belum sempat mengaplikasikan lipstik saja." Karina terkekeh sumbang.Arini mengangguk paham. Perempuan itu adalah adik tingkat Karina saat kuliah dulu."Kalau begitu saya permisi ya, Bu."Selepas kepergian Arini, Karina kembali mengoleskan lipstik miliknya. Bisa gawat jika ada yang menyadari wajah pucatnya lagi.Kehamilan ini sungguh merepotkan. Apa langkah selanjutnya yang harus Karina ambil?***"Karina, kamu bisa pulang jika sudah merasa lelah."Arshen dan Karina baru saja tiba di restoran elit tempat jamuan makan malam yang diadakan oleh salah satu investor perusahaan. Dan selepas kepergian supir mereka, Arshen baru berani buka suara terakit pembicaraan yang lebih pribadi."Tidak, Pak. Bagaimana mungkin anda menghadiri jamuan ini tanpa didampingi sekretaris? Orang-orang mungkin akan menilai buruk pada saya.""Tapi Karina, saya khawatir kau akan kelelahan nantinya."Karina menghela nafas, malas mendengarkan omelan Arshen yang begitu memuakkan."Mari, Pak. Pak Hady sudah menunggu di dalam." Karina mengalihkan pembicaraan dan mempersilahkan Arshen untuk berjalan lebih dulu, tapi ada pemandangan yang begitu mengganggu mata Karina sekarang."Tunggu, Pak. Dasi anda tidak rapi." Katanya dan maju dua langkah untuk merapikan dasi sang bos yang sudah menjadi bagian dari pekerjaannya itu.Memastikan Arshen tampil rapi dalam keadaan apapun."Bagaimana anda bisa bertemu investor dengan penampilan seperti ini?" gumamnya lagi, setelah menyelesaikan ikatannya.Tak disangka-sangka, hal di luar nalar Arshen lakukan.Pria itu menahan tangan Karina yang semula berada pada depan dadanya dan membuat seperti Arshen kini menggenggam tangan mungil itu.Karina kelabakan dan sibuk menoleh pada keadaan sekitar. Apa yang akan dikatakan orang jika melihat pemandangan antar bos dan sekretaris ini?!"Pak, apa yang anda—""Menikahlah dengan saya, Karina. Saya memohon untuk itu.""Biar saya yang menyetir," kata Arshen setelah keluar dari restoran tempat mereka menghadiri jamuan makan malam."Tunggu. Saya akan menghubungi Pak Sigit."Karina hendak mengambil ponselnya di dalam tas untuk menghubungi supir pribadi Arshen yang sebelumnya mengantarkan mereka berdua ke tempat ini, tapi Arshen menahannya."Saya yang akan menyetir, Karina," ulang Arshen dan kini lebih tegas tapi tetap terdengar lembut.Karina pasrah, lalu berjalan memutar untuk duduk di kursi samping pengemudi.Sepanjang perjalanan, tidak ada sama sekali percakapan di antara keduanya. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing."Anda tidak perlu mengantarkan saya pulang, Pak."Suara Karina memecah keheningan setelah menyadari arah yang ditempuh Arshen bukanlah menuju apartemen pria itu sendiri, melainkan menuju ke kediaman Karina."Mengapa tidak boleh? Saya ada urusan penting di rumahmu.""U..urusan penting?"Karina melotot. "Tentu saja, saya harus segera menemui Ayahmu.""Apa?! Jangan sembarangan, Pa
"Saya ingin menikahi Karina secepatnya, Karina tengah mengandung anak saya."Senyuman pada wajah keriput Rudi luntur seketika. Digantikan dengan tatapan keterkejutan dan ketidakpercayaan.PLAK!Sebuah tamparan keras mendarat pada pipi kanan Arshen."Apa maksudmu, Pak Arshen?" suara Rudi naik beroktaf-oktaf. Menatap Arshen nyalang.Arshen menarik nafas. "Karina hamil. Dia tengah mengandung anak saya."Lalu beralih menatap Karina, yang sama sekali tidak berani untuk melihat kemarahan Ayahnya itu."Benar kau hamil hamil, Karina?!"Pria paruh baya itu membentak, hampir seperti teriakan. Suasana di ruang tamu itu semakin menegang sementara Karina hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat.Dia tahu Ayahnya sangat protektif pada putri-putrinya terkait pergaulan bebas selama ini.Kepalanya yang menunduk itu, hanya bisa mengangguk kecil."Ya Tuhan!" Rudi memijat pelipisnya yang terasa pening. Gayatri mengelus punggung suaminya itu, berusaha memberikannya kesabaran."Pak, saya minta maaf yang seb
"Aku ingin kita bercerai setelah anak ini lahir."Arshen membeku untuk beberapa saat, senyumannya berubah, menjadi senyuman kesedihan."Apa yang kamu bicarakan, Karina?"Karina menghembuskan nafas panjang."Aku serius."Arshen terlihat tidak terima. "Jadi kau ingin mempermainkan pernikahan?""Ck. Bukan seperti itu.. aku kan sudah bilang tidak ingin menikah, berkali-kali mengatakannya. Kenapa semua orang tidak pernah menghargai keinginanku yang itu sih?!" Karina mengendus, lalu melanjutkan,"aku sudah berniat membicarakan tentang ini padamu. Aku akan melahirkan anak ini untukmu, dan aku akan pergi. Bukankah yang kau inginkan memang hanya dia? Kau begitu menginginkan anak ini, kan?"Arshen berpikir, dia terlihat cemas. Arshen tidak pernah menyangka Karina akan memiliki pemikiran seperti ini."Tapi kau malah nekat langsung mengaku pada keluargaku, dan kita terpaksa harus menikah dalam waktu dua minggu? Huh, aku memang sempat memiliki bayangan untuk menikah, tapi pernikahan ini benar-bena
"Bagaimana jika saya berhasil membuatmu percaya akan cinta, Karina?"Karina tertawa kencang seolah itu adalah hal lucu. Ah, kalimat seperti itu tidak akan pernah mempan bagi seorang Karenina."Omong kosong," jawab Karina setelah tawanya mereda. "Sudahlah, Pak, tidak perlu meyakinkan aku seperti itu. Aku bukan perempuan hehat yang pantas dipertahankan. Kau bahkan bisa menemukan puluhan perempuan lain yang lebih dari aku, yang dengan cuma-cuma mau menjadi istrimu," ujar Karina dan kali ini dengan nada yang lebih serius.Tidak, Arshen sama sekali tidak menginginkan semua perempuan-perempuan itu."Kau harus menyetujui itu, atau kita tidak akan pernah menikah sama sekali."Karina lalu meraih tasnya. Sudah cukup dengan perbincangan yang membuat kepalanya serasa ingin meledak ini."Tapi sepertinya, lebih baik kita tidak menikah daripada berakhir dengan status duda-janda itu. Ck. Kau hanya membuatku mendapatkan status lain." Karina menghela nafas panjang."Dan kesepakatan ini hanya diketahu
"Jadwal anda hari ini sudah selesai, Pak. Dan untuk besok, akan ada rapat dengan klien pada pukul delapan. Saya sudah menyiapkan semua berkas-berkasnya." Kata Karina kembali mengecek pada sebuah buku agenda yang tidak pernah lepas dari tangannya itu.Arshen mengangguk. "Terimakasih, Karina. Setelah ini, kau ikut makan malam denganku.""Baik, Pak."Detik selanjutnya keheningan mereka terpecahkan dengan dering ponsel yang berasal dari dalam kantung jas Arshen. Pria itu sempat mengeceknya, namun ketika sudah terdengar decakan dan tanpa perlu pikir panjang langsung mendiamkan panggilan itu, sudah jelas pasti berasal dari Maura. Mantan pacar Arshen.Karina yang sudah bekerja lima tahun dengan Arshen tentu mengetahui sedikit banyak mengenai kehidupan pribadinya. Dan hubungan Arshen dengan Maura sangat tidak baik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Maura masih tetap mengejar-ngejar cinta Arshen, tapi sepertinya pria itu sudah mati rasa."Menu makan malam kali ini adalah US Prime Rib Eye Stea
Selama dua puluh enam tahun hidupnya, Karina tidak pernah merasa se-syok ini sebelumnya. Jantungnya serasa anjlok ke perut.Bagaimana tidak?!Dirinya bangun dengan keadaan tidak tertutupi sehelai benang pun bersama seorang pria dengan keadaan yang sama pula kini sedang memeluk pinggangnya posesif?! Karina berusaha mengatur nafas. Berusaha mengingat-ingat kembali apa yang sebenarnya terjadi. Tapi kepalanya terasa sangat pening untuk mengingat semua kejadian secara rinci.Acara pertemuan.. makan malam, minum wine.. dan kemudian berakhir di atas ranjang bersama.. bosnya sendiri.Perempuan itu memekik kaget setelah ingatannya sepenuhnya kembali. Dengan cepat ia menyingkirkan lengan kekar Arshen dari pinggangnya yang masih tertidur pulas dengan posisi tengkurap, menuruni ranjang dengan sudah payah karena badannya terasa sangat remuk.Pria itu terlihat sudah mengenakan celana, menandakan bahwa dia sudah sadar lebih dulu darinya.Sialan! Semalaman Arshen sudah melihat tubuh polosnya yang t
"Arshen?! Kau dari mana saja semalam? Aku mencarimu!"Arshen sudah tidak terkejut lagi ketika baru sampai di kantor pada pukul sebelas, dan mendapati Maura sudah duduk manis di ruangannya seperti ini."Jawab aku, Arshen."Maura terdengar sangat tidak sabar, panik, tapi pria di hadapannya ini bisa-bisanya masih menatapnya datar."Memangnya mengapa mencari saya? Apa kau sedang merencanakan sesuatu?" Arshen menatap Maura penuh curiga."R-rencana? Maksudmu apa? Aku tidak mengerti." Maura menggeleng sok polos, "aku mencarimu tentu saja karena aku merindukanmu. Tapi saat aku kembali ke mejamu, kau sudah tidak ada di sana. Bahkan di kamarmu juga tidak ada. Jadi, kau ke mana semalam, Arshen?""Bukan urusanmu." "Arshen, ayolah. Berhenti mengacuhkan aku.""Pulanglah, Maura. Bukankah kau juga memiliki pekerjaan lain yang harus diselesaikan?"Arshen tidak habis pikir. Perempuan itu bukan seorang pengangguran tetapi bisa menemuinya dan muncul secara tiba-tiba tiga kali sehari. Muak sekali meliha
"Karina, sungguh, aku khawatir dugaanku ini benar."Bella melipat kedua tangannya bersandar pada dinding kamar mandi dan menatap nanar pada Karina yang sedang sibuk memuntahkan isi perutnya —meskipun tidak bisa— pada closet.Keadaan perempuan itu terlihat sangat tidak baik-baik saja, mengingat akhir-akhir ini kondisi tubuhnya mendadak drop dan sering sekali tiba-tiba mual dan muntah pada saat-saat tertentu. Apalagi pada pagi hari seperti sekarang ini.Karina menggeleng lemah. Setelah menekan tombol push, perempuan itu berniat bangkit untuk segera membersihkan tubuhnya jika tidak ingin terlambat bekerja, namun baru dua langkah menjauh rasa mual itu kembali muncul."Astaga, Karina! Kau harus mendengarkan aku dan pergilah ke Dokter sesegera mungkin!"Bella akhirnya menghampiri sahabatnya itu dan membantu memijat tengkuknya agar terasa lebih baik.Tapi perempuan itu seperti hanya mual-mual saja dan ketika hendak memuntahkan isi perut tidak ada apapun yang keluar. Hanya membuat tubuh Karin
"Bagaimana jika saya berhasil membuatmu percaya akan cinta, Karina?"Karina tertawa kencang seolah itu adalah hal lucu. Ah, kalimat seperti itu tidak akan pernah mempan bagi seorang Karenina."Omong kosong," jawab Karina setelah tawanya mereda. "Sudahlah, Pak, tidak perlu meyakinkan aku seperti itu. Aku bukan perempuan hehat yang pantas dipertahankan. Kau bahkan bisa menemukan puluhan perempuan lain yang lebih dari aku, yang dengan cuma-cuma mau menjadi istrimu," ujar Karina dan kali ini dengan nada yang lebih serius.Tidak, Arshen sama sekali tidak menginginkan semua perempuan-perempuan itu."Kau harus menyetujui itu, atau kita tidak akan pernah menikah sama sekali."Karina lalu meraih tasnya. Sudah cukup dengan perbincangan yang membuat kepalanya serasa ingin meledak ini."Tapi sepertinya, lebih baik kita tidak menikah daripada berakhir dengan status duda-janda itu. Ck. Kau hanya membuatku mendapatkan status lain." Karina menghela nafas panjang."Dan kesepakatan ini hanya diketahu
"Aku ingin kita bercerai setelah anak ini lahir."Arshen membeku untuk beberapa saat, senyumannya berubah, menjadi senyuman kesedihan."Apa yang kamu bicarakan, Karina?"Karina menghembuskan nafas panjang."Aku serius."Arshen terlihat tidak terima. "Jadi kau ingin mempermainkan pernikahan?""Ck. Bukan seperti itu.. aku kan sudah bilang tidak ingin menikah, berkali-kali mengatakannya. Kenapa semua orang tidak pernah menghargai keinginanku yang itu sih?!" Karina mengendus, lalu melanjutkan,"aku sudah berniat membicarakan tentang ini padamu. Aku akan melahirkan anak ini untukmu, dan aku akan pergi. Bukankah yang kau inginkan memang hanya dia? Kau begitu menginginkan anak ini, kan?"Arshen berpikir, dia terlihat cemas. Arshen tidak pernah menyangka Karina akan memiliki pemikiran seperti ini."Tapi kau malah nekat langsung mengaku pada keluargaku, dan kita terpaksa harus menikah dalam waktu dua minggu? Huh, aku memang sempat memiliki bayangan untuk menikah, tapi pernikahan ini benar-bena
"Saya ingin menikahi Karina secepatnya, Karina tengah mengandung anak saya."Senyuman pada wajah keriput Rudi luntur seketika. Digantikan dengan tatapan keterkejutan dan ketidakpercayaan.PLAK!Sebuah tamparan keras mendarat pada pipi kanan Arshen."Apa maksudmu, Pak Arshen?" suara Rudi naik beroktaf-oktaf. Menatap Arshen nyalang.Arshen menarik nafas. "Karina hamil. Dia tengah mengandung anak saya."Lalu beralih menatap Karina, yang sama sekali tidak berani untuk melihat kemarahan Ayahnya itu."Benar kau hamil hamil, Karina?!"Pria paruh baya itu membentak, hampir seperti teriakan. Suasana di ruang tamu itu semakin menegang sementara Karina hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat.Dia tahu Ayahnya sangat protektif pada putri-putrinya terkait pergaulan bebas selama ini.Kepalanya yang menunduk itu, hanya bisa mengangguk kecil."Ya Tuhan!" Rudi memijat pelipisnya yang terasa pening. Gayatri mengelus punggung suaminya itu, berusaha memberikannya kesabaran."Pak, saya minta maaf yang seb
"Biar saya yang menyetir," kata Arshen setelah keluar dari restoran tempat mereka menghadiri jamuan makan malam."Tunggu. Saya akan menghubungi Pak Sigit."Karina hendak mengambil ponselnya di dalam tas untuk menghubungi supir pribadi Arshen yang sebelumnya mengantarkan mereka berdua ke tempat ini, tapi Arshen menahannya."Saya yang akan menyetir, Karina," ulang Arshen dan kini lebih tegas tapi tetap terdengar lembut.Karina pasrah, lalu berjalan memutar untuk duduk di kursi samping pengemudi.Sepanjang perjalanan, tidak ada sama sekali percakapan di antara keduanya. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing."Anda tidak perlu mengantarkan saya pulang, Pak."Suara Karina memecah keheningan setelah menyadari arah yang ditempuh Arshen bukanlah menuju apartemen pria itu sendiri, melainkan menuju ke kediaman Karina."Mengapa tidak boleh? Saya ada urusan penting di rumahmu.""U..urusan penting?"Karina melotot. "Tentu saja, saya harus segera menemui Ayahmu.""Apa?! Jangan sembarangan, Pa
Apakah 'cinta' itu sungguh ada?Jika iya, mengapa dua orang yang saling mencintai sebelumnya dengan cinta seluas lautan itu bisa tiba-tiba mengering?"Karina sayang, ayo sarapan dulu."Itu adalah suara Ibu tiri yang dinikahi Ayahnya dua tahun setelah perpisahannya dengan sang Ibu. Bahkan setelah waktu yang mereka habiskan bertahun-tahun lamanya bisa berubah secepat itu. Bukankah itu menandakan cinta itu tidak ada? Dirinya hadir di dunia ini bukan karena cinta."Iya Bunda, sebentar."Karina membasuh mulutnya setelah acara muntah-muntah dipagi hari selesai. Kini ia tidak perlu bertanya-tanya apakah yang salah dengan dirinya. Memang ada makhluk kecil di dalam perutnya yang suka mencuri waktu.Perempuan itu menyibakkan kaos yang dikenakan hingga perutnya terlihat. Memantau pantulan tubuhnya di cermin, apakah ada yang berubah pada tubuhnya kecuali perutnya yang sedikit menonjol ini? Sepertinya tidak ada. Lebih tepatnya belum.Karina perlahan mengusap perutnya ragu-ragu, di dalam sana tenga
"Selamat, Pak, istri anda sedang mengandung."Ini gila!Benar-benar gila!Bagaimana bisa setelah melakukan pengecekan singkat pada Karina, Dokter itu malah langsung menjabat tangannya dan Arshen bergantian seolah baru saja mendapat kabar paling membahagiakan sedunia?Karina seperti mendengar sambaran petir di siang bolong.Arshen tersenyum, senyuman yang manis sekali. Matanya sempat bertemu dengan Arshen tapi buru-buru dialihkannya dengan yang lain.Tubuhnya mematung dengan tatapan mata kosong melihat pada atap putih tempat dirinya diperiksa. Ia sampai butuh waktu hingga beberapa saat sebelum bisa mencerna apa yang baru saja menimpanya.Kabar kehamilan?!Tolong siapapun bangunkan Karina dari mimpi buruknya ini."Kondisi Ibu Karina yang sering mual dan lemas merupakan hal yang wajar terjadi pada kehamilan di trimester pertama. Karena sepertinya, istri anda ini adalah tipe ibu hamil yang riweuh, alias sedikit-sedikit mual dan penciumannya sangat sensitif. Tapi tenang saja, hal itu biasa
"Karina, sungguh, aku khawatir dugaanku ini benar."Bella melipat kedua tangannya bersandar pada dinding kamar mandi dan menatap nanar pada Karina yang sedang sibuk memuntahkan isi perutnya —meskipun tidak bisa— pada closet.Keadaan perempuan itu terlihat sangat tidak baik-baik saja, mengingat akhir-akhir ini kondisi tubuhnya mendadak drop dan sering sekali tiba-tiba mual dan muntah pada saat-saat tertentu. Apalagi pada pagi hari seperti sekarang ini.Karina menggeleng lemah. Setelah menekan tombol push, perempuan itu berniat bangkit untuk segera membersihkan tubuhnya jika tidak ingin terlambat bekerja, namun baru dua langkah menjauh rasa mual itu kembali muncul."Astaga, Karina! Kau harus mendengarkan aku dan pergilah ke Dokter sesegera mungkin!"Bella akhirnya menghampiri sahabatnya itu dan membantu memijat tengkuknya agar terasa lebih baik.Tapi perempuan itu seperti hanya mual-mual saja dan ketika hendak memuntahkan isi perut tidak ada apapun yang keluar. Hanya membuat tubuh Karin
"Arshen?! Kau dari mana saja semalam? Aku mencarimu!"Arshen sudah tidak terkejut lagi ketika baru sampai di kantor pada pukul sebelas, dan mendapati Maura sudah duduk manis di ruangannya seperti ini."Jawab aku, Arshen."Maura terdengar sangat tidak sabar, panik, tapi pria di hadapannya ini bisa-bisanya masih menatapnya datar."Memangnya mengapa mencari saya? Apa kau sedang merencanakan sesuatu?" Arshen menatap Maura penuh curiga."R-rencana? Maksudmu apa? Aku tidak mengerti." Maura menggeleng sok polos, "aku mencarimu tentu saja karena aku merindukanmu. Tapi saat aku kembali ke mejamu, kau sudah tidak ada di sana. Bahkan di kamarmu juga tidak ada. Jadi, kau ke mana semalam, Arshen?""Bukan urusanmu." "Arshen, ayolah. Berhenti mengacuhkan aku.""Pulanglah, Maura. Bukankah kau juga memiliki pekerjaan lain yang harus diselesaikan?"Arshen tidak habis pikir. Perempuan itu bukan seorang pengangguran tetapi bisa menemuinya dan muncul secara tiba-tiba tiga kali sehari. Muak sekali meliha
Selama dua puluh enam tahun hidupnya, Karina tidak pernah merasa se-syok ini sebelumnya. Jantungnya serasa anjlok ke perut.Bagaimana tidak?!Dirinya bangun dengan keadaan tidak tertutupi sehelai benang pun bersama seorang pria dengan keadaan yang sama pula kini sedang memeluk pinggangnya posesif?! Karina berusaha mengatur nafas. Berusaha mengingat-ingat kembali apa yang sebenarnya terjadi. Tapi kepalanya terasa sangat pening untuk mengingat semua kejadian secara rinci.Acara pertemuan.. makan malam, minum wine.. dan kemudian berakhir di atas ranjang bersama.. bosnya sendiri.Perempuan itu memekik kaget setelah ingatannya sepenuhnya kembali. Dengan cepat ia menyingkirkan lengan kekar Arshen dari pinggangnya yang masih tertidur pulas dengan posisi tengkurap, menuruni ranjang dengan sudah payah karena badannya terasa sangat remuk.Pria itu terlihat sudah mengenakan celana, menandakan bahwa dia sudah sadar lebih dulu darinya.Sialan! Semalaman Arshen sudah melihat tubuh polosnya yang t