"Apa kau yakin?" tanya Lay masih tak mau percaya.
"Kenapa memangnya?" tanya Lucas balik.Lay terlihat berpikir sebentar, "Tidak mungkin Vesa menjebak kita. Dia, kau tahu kan dia terlalu polos dan..."Lucas menyeringai, "Bodoh. Iya, benar.""Nah kan? Mana mungkin dia yang memindahkan ayahnya? Rasanya mustahil sekali. Lagi pula, dia masih bersikap baik pada kita tadi. Kau tahu kan, jika dia mencurigai seseorang, dia pasti akan langsung mengatakannya," jelas Lay yang mencoba menenangkan dirinya sendiri.Lucas menghela napas panjang, "Hm. Ya, tapi siapa lagi yang mungkin memindahkannya?"Lay menjawab, "Entahlah. Tapi lebih baik kita keluar dari kamar ini dulu dan berganti pakaian. Kita cari Vesa."Lucas setuju dan mereka pun langsung saja pergi dari ruangan Valentino itu.Tak lama berselang, mereka kembali ke ruang rawat Valentino dan tanpa diduga mereka Vesa baru saja datang dan tampak sedang membawa beberapa baran"Kau yakin mereka jika mereka yang melakukannya?" tanya Vesa menggeram marah.Lay dengan wajah terlihat meyakinkan menjawab, "Ya, siapa lagi, Vesa. Sudah pasti mereka."Vesa langsung meninju dinding, "Akan aku bunuh siapapun yang berani melukai ayahku. SIAPAPUN."Lucas menanggapi, "Ya, Vesa. Dan itu Ruslan dan juga Derrick."Lay dan Lucas bermain mata di belakang Vesa, merasa puas sudah bisa membodohi Vesa lagi."Kalau begitu, ayo kita lapor polisi saja!" ajak Vesa.Lay, "Polisi? Aku yakin polisi tidak bisa menyelesaikan kasus ini. Lebih baik kita cari saja sendiri."Lucas juga ikut berbicara, "Lay benar, Vesa. Polisi tidak akan bisa berbuat apa-apa. Mereka sudah memiliki uang yang cukup untuk menyuap kepolisian."Vesa langsung menoleh dan memasang wajah tak percaya, "Apa maksudmu? Bukankah Derrick bangkrut? Sedangkan Ruslan, tak mungkin memiliki uang yang banyak."Lay menghela napas, berpura-pura sedih
Gea mengepalkan tangannya dengan kuat. "Coba lagi!" perintahnya pada Verlyta.Lay dan Lucas dengan terburu-buru mendekat ke arah Verlyta yang sedang berkutat dengan laptopnya. Mereka melihat Verlyta berkali-kali mencoba masuk ke dalam sebuah situs dan tetap saj gagal."Tetap tidak bisa, Bos," ujar Verlyta lemas."Verlyta, kau ke AL Group, siapkan dokumen-dokumen pengalihan hak kuasa atas AL Group," titah Gea lagi.Rio berkata, "Kenapa harus AL Group, Bos? Valentino memiliki puluhan perusahaan lain."Gea menjawab, "Karena AL Group itu perusahaan paling berharga untuk Valentino dan kalau kau lupa, perusahaan itu menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Kita harus dapatkan itu. Jika Valentino tahu kita bisa merebut AL Group, dia pasti tak akan bisa bernapas."Lay menanggapi, "Karena AL Group ini peninggalan ayahnya, Budi Araya. Perusahaan itu bisa menjadi miliknya setelah mengorbankan banyak sekali nyawa. Valentino bisa terpukul jika
"Hei," ujar Vesa santai sambil tersenyum. Vesa Araya membungkus dirinya dengan hoodie hitam, jeans panjang yang juga berwarna hitam serta sepatu kets berwarna cokelat gelap. Lay berucap, "Kau di sini?"Vesa mengerutkan dahinya, "Ya, memangnya aku harus di mana?"Lucas menanggapi, "Ah, ya tentu saja. Kau mau keluar?"Vesa menggeleng dan menjawab, "Tidak. Aku hanya mengecek pengawal. Entah kenapa aku tidak menemukan pengawal yang menjaga di depan. Aneh sekali."Lay berkata, "Mungkin mereka berganti shift dan penggantinya belum kembali. Tapi di dalam aman kan? Maksudku pengawalmu masih ada kan?"Vesa mengangguk kali ini, "Ya. Masih lengkap. Ada delapan kan ya? Terus pelayan juga masih ada empat. Tak ada yang berkurang."Lucas mengangguk paham. "Omong-omong, tumben kau memakai pakaian serba hitam begitu?""Memangnya kenapa? Bukankah laki-laki terlihat lebih keren saat memakai pakaian serba hitam? Soalnya,
Vesa Araya sedang menunggu si kembar bangun dengan tenangnya. Dia hanya bermain-main dengan sebuah gelas berisi sirup dengan rasa stroberi. Pria muda itu jelas masih bisa bersabar kedua orang yang telah menipunya itu untuk sadar. Namun, ketika dia akan meminumnya kembali, gelasnya kosong."Silahkan, Tuan Muda," ujar Ruslan setelah menuangkan sirup itu lagi.Vesa menoleh dengan senyum tulus di wajahnya, "Terima kasih, Paman.""Sudah tugas saya," sahut Ruslan dengan senang hati.Namun, kening Vesa mengerut bingung, "Kapan mereka bangun?"Ruslan melirik arlojinya dan kemudian baru menjawab, "Sekitar satu jam lagi menurut petunjuk penggunaan obatnya, Tuan Muda.""Lama sekali," balas Vesa. Dia lalu menoleh pada Derrick White yang tertidur pulas di sofa panjang."Pantas Derrick sampai mengantuk," omel Vesa.Ruslan membalas, "Apa perlu saya bangunkan paksa?"Vesa langsung saja teringat ketika dirinya
Usai memberi pelajaran pada Lay dan Lucas, Ruslan segera membawa kedua pemuda itu ke kantor polisi. Namun, dikarenakan mereka adalah warga negara asing, pihak kepolisian harus menghubungi duta besar Inggris untuk Indonesia. Tapi yang jelas, Ruslan akan memastikan keduanya akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang mereka lakukan. Meskipun jika mereka dikirim kembali ke Inggris, mereka tetap akan diproses secara adil.Keesokan harinya, di saat Verlyta baru masuk ke dalam ruangannya, dia dikagetkan dengan adanya sebuah paket di atas mejanya."Siapa yang mengirim paket ini?" gumam Verlyta bingung.Biasanya jika dia ada paket, ayahnya sendiri yang akan mengantarkan paket itu kepadanya. Akan tetapi, kali ini dia merasa cukup aneh lantaran paket itu malah langsung ada di sana.Dengan penuh rasa penasaran, Verlyta akhirnya membuka paket yang berukuran sekitar tiga puluh senti itu.Dia mengerutkan dahinya karena itu isin
Andi yang baru saja selesai menyortir paket untuk para karyawan AL Group itu, tiba-tiba saja dikejutkan oleh Glen, salah satu satpam muda yang telah menjadi anak buahnya selama beberapa bulan ini."Pak, Pak. Ikut saya, Pak!" teriak Glen dengan panik.Andi masih dengan santainya menjawab, "Kenapa kau berteriak-teriak seperti itu? Telinga Bapak jadi sakit dengarnya."Glen berucap, "Ada yang mau bunuh diri, Pak. Saya tidak tahu siapa karena tidak jelas."Andi yang awalnya tenang itu langsung berdiri, "Di mana?""Ke depan gedung, Pak. Ayo, Pak!" ujar Glen panik dan dia juga langsung menarik tangan Andi untuk dibawa menuju depan kantor AL Group yang ternyata sudah diapadati oleh orang-orang.Di atap gedung, terlihat ada seseorang yang sudah berdiri di sana dan tengah naik ke pembatas. Tak terlihat jelas memang dari bawah gedung. Dari bawah gedung dengan puluhan lantai itu, hanya terlihat sosok kecil yang sudah merentangkan tangannya b
Tanpa Vesa menjawab pertanyaannya pun Derrick sebenarnya juga sudah tahu jika jawaban untuk pertanyaannya adalah 'Ya'. Mereka memang mutlak menjadi salah satu penyebab kematian Verlyta.Vesa Araya bahkan hanya bisa menatap kosong ke arah depan. Kejadian ini begitu mengguncang jiwanya. Ini terlalu mengejutkan baginya. Tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya jika teror kecil yang dia kirimkan untuk gadis muda yang sebaya dengannya itu akan mendorong Verlyta untuk menghabisi nyawanya sendiri. Dia tidak bermaksud membuat Verlyta bunuh diri. Bukan itu yang dia inginkan. Bukan itu.Dia seolah berusaha meneriakkan kata-kata yang membuatnya perasaannya lebih baik tapi sayang sekali itu tak jelas tak berhasil."Derrick, kita ke sana."Derrick menoleh, langsung paham apa yang dimaksud oleh Vesa. Mereka berdua ditemani Ruslan dan sebagian pengawal menuju rumah duka. Jenazah Verlyta sudah dibawa pulang oleh Andi dan saat ini akan segera dimakamkan.Ketika Vesa datang, tak sedikit orang-or
"Kenapa kau malah menahanku? Dia sudah sangat kurang ajar, Derrick," ujar Vesa marah tak terima setelah sahabat baiknya itu malah menyeret dirinya menjauh dari rumah keluarga Verlyta."Karena kau bisa membuat keributan di dalam sana, Vesa," jawab Derrick santai.Vesa meninju dinding."Tapi dia sudah sangat keterlaluan, Derrick. Dengan tenangnya dia bertanya apa ayahku masih hidup atau tidak. Dia... Arggghh. Aku seharusnya langsung membunuhnya saja," ucap Vesa putus asa.Derrick mengerti, tentu saja dia paham jika kemarahan Vesa sudah tak terbendung. "Aku tahu, Vesa.""Kau tidak tahu, Derrick," bantah Vesa."Tidak, aku tahu. Vesa, dengar. Dia sengaja memancing kemarahanmu. Dia ingin kau terlihat buruk di depan semua orang termasuk Pak Andi. Jika kau tadi hilang kendali, Pak Andi mungkin akan mengira jika kau benar-benar penyebab anaknya bunuh diri, Vesa."Vesa mendongak, "Aku tidak peduli.""Tapi aku peduli. Pikirkanlah baik-baik. Inilah yang diinginkan wanita licik itu. Dia ingin kau