"Ayah, ini hari pertama aku menggantikan Ayah. Apa aku terlihat tampan seperti Ayah?" Vesa tertawa kecil.
Ayahnya masih memejamkan matanya dan tak tahu kapan akan bangun. Namun, Vesa tak akan pernah berhenti menjenguknya. Segala macam cara sudah dicoba tapi belum juga menunjukkan hasil. Valentino Araya belum sadar. Keadaannya memang sudah stabil tapi tetap saja dia masih dalam koma."Ayah tahu orang-orang bilang aku sangat mirip Ayah. Yah, tapi mereka tidak salah. Aku juga merasa aku sedikit mirip Ayah." Jeda sebentar, dia mengolah napasnya dan mencoba menyimpan kesedihan yang dalam sebelum akhirnya melanjutkan acara curahan hatinya pada sang ayah."Secara fisik, kita mirip, tak bisa dibantah. Namun, setelah mendengar cerita Ruslan mengenai ibu, sifatku sedikit mirip dia. Iya kan, Yah?" ucapnya."Ibu. Aku banyak mendengar ceritanya dari Ruslan tapi aku masih belum puas. Aku ingin mendengar lebih banyak tentang ibu. Apakah Ayah tak ingin menceritak"Kapan kita mulai kuliah?" tanya Lay pada Derrick yang sekarang ini sedang bermain game di bagian balcony."Lusa," jawab Derrick tanpa menoleh."Oh, baguslah. Kita akan mulai sibuk sekarang," ucap Lucas."Oh iya, apa aku sudah cerita pada kalian tentang ayah Vesa?" tanya Lay.Lucas menoleh, "Tentang apa?""Tentang bisnisnya," jawab Lay bersemangat."Tell me about it. Hello, kita semua sudah tahu. Tadi siang kan kita semua mempelajarinya," ucap Derick malas."Ah, bukan itu. Bukan bisnis yang di sini," ucap Lay."Kan memang bisnisnya tidak hanya ada di kota ini, Gardenia Hills saja tersebar di berbagai kota di negeri ini," sahut Derrick.Lay mulai tampak kesal dan melempar bantal pada Derrick. Derrick langsung mengeluarkan sumpah serapahnya.Mereka pun kembali bermain-main seperti anak TK hingga suara Vesa mengangetkan mereka, "Apa kalian tidak lelah?"Ketiganya menoleh, "Tidak."
"Kakekku," jawab Vesa.Mendengar jawaban itu, Derrick langsung memilih menyingkir dan mengajak si kembar ikut dengannya. Dia tidak ingin mengganggu privasi Vesa dengan kakek dan neneknya. Sudah tentu, Vesa membutuhkan waktu untuk berbicara dengan keluarganya.Vesa menarik napasnya dalam-dalam dan kemudian mengembuskannya perlahan. Dia menempelkan benda pipih dengan lancar 7 inch itu di sebelah telinga kanannya."Ha-halo, Opa. Apa kabar?" sapa pemuda itu."Apa katamu, Nak? Apa kabar?" ucap Thomas tak percaya."Hah!?"Vesa terdiam."Kau sudah membohongi kami dan nekad ke sana menyusul ayahmu dan sekarang kau bertanya tentang kabar kami?" ketus Thomas."Ehm, Opa itu... Aku...""Kau mau tahu kabar kami? Baiklah, akan aku beritahu. Aku hampir terkena serangan jantung saat Ruslan mengatakan jika kau sudah ada di Indonesia. Yang benar saja. Jika kau memang sangat ingin pergi ke sana dan berkuliah di
"Maaf, Tuan Muda. Ini sanga berbahaya untuk Nyonya dan Tuan Miller. Kita tidak bisa membahayakan keselamatan mereka, Tuan Muda."Vesa tak bisa berbuat apa-apa. Hal ini lantaran memang Vesa sendiri tahu bagaimana kondisi keduanya yang memang tak memungkinkan untuk terbang menggunakan pesawat. Ruslan meyakinkan Vesa jika sekarang Hera Adnan dan juga Thomas Miller telah diawasi oleh anak buahnya yang ada di sana sehingga Vesa tak perlu mencemaskan mereka. Maaf, Oma, Opa. Setelah ayah membaik, aku janji akan ke sana, batin Vesa dalam hatinya.Vesa menjalani hari-harinya sebagai seorang pebisnis muda yang cukup susah diterima. Tak jarang mereka secara terang-terangan menunjukkan wajah tak suka atau bahkan sedikit meremehkan setiap Vesa datang ke perusahaan milik sang ayah. Vesa tahu dirinya belum bisa membuktikan apa-apa karena saat ini dia baru saja terjun. Dia bahkan masih mempelajari jenis-jenis bisnis sang ayah, lebih tepatnya hanya per
"Ya?" tanya Gea menaikkan alisnya.Vesa segera menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Maaf. Saya mahasiswa baru di sini dan teman-teman saya ini."Gea langsung tersenyum, "Silakan masuk.""Terima kasih," jawab Vesa.Keempat pemuda itu pun duduk setelah dipersilakan duduk di ruangan dekat dengan cat bernuansa putih."Bisa lihat daftar SKS Anda?" tanya Gea.Dengan segera Vesa mengambil berkas itu dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Gea.Vesa berpikir jika wanita itu mungkin saja lupa terhadap dirinya. Padahal pertemuan mereka yang pertama terjadi belum ada dua minggu yang lalu. Vesa saja masih sangat ingat betul wajah wanita tapi Gea bahkan tidak mengingatnya barang sedikitpun. Vesa ingat wanita itu bertanya namanya dan berkata akan memanggilnya jika bertemu tapi nyatanya. "Dan milik teman Anda?" ucap Gea.Ketiga teman Vesa segera menyerahkan berkas itu mengikuti Vesa. Tak lama semua berk
"Datang," ucap Derrick."Hah!? Kita saja tidak kenal gadis itu, kenapa kita harus datang?" ucap Vesa tak setuju."Apa dia cantik?" tanya Lucas.Vesa menampar tangan Lucas, "Bukan masalah dia cantik atau tidak. Masalahnya kita belum tahu pergaulan di sini seperti apa."Derrick langsung membuka undangan itu. Dia berkata, "Justru itu, Vesa. Kita harus mencari tahu agar bisa lebih muda bergaul di sini. Memangnya kau tak bosan jika hanya bergaul dengan orang-orang bisnis terus?" Vesa tertegun mendengar ucapan Derrick. Dia langsung saja membayangkan bagaimana ayahnya menjalani hari-harinya. Menurut cerita Ruslan, hidup ayahnya hanya berputar pada kegiatan bekerjanya. Pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dia tidak pernah melakukan hal lain selain bekerja. Dan hal itu dia lakukan selama dua puluh tahun.Vesa merasakan pedih di dalam hatinya. Di Inggris, meskipun dia tak punya banyak teman, dia masih memiliki kakek dan ne
Inka sedang berdiri di depan gerbang rumahnya. Gadis itu terlihat sekali sedang gelisah dan berkali-kali melongokkan kepalanya ke arah luar gerbang seolah sedang menunggu seseorang. Setiap ada mobil yang datang, dia akan langsung menoleh dan akan mengembuskan napasnya dengan malas ketika menyadari jika tamunya yang datang itu bukanlah tamu yang dia harapkan."Inka, apakah kau sedang menunggu seseorang?" tanya seorang pemuda tampan yang sedang berjalan menuju tempat gadis cantik itu berdiri."Tidak. Kenapa kau keluar?" tanya Inka balik tanpa menatap pria muda itu."Pamanmu menyuruhku untuk mencarimu di sini. Acaranya kurang sepuluh menit lagi kan dimulai," jawabnya.Inka merapikan poni yang mengganggu wajahnya lalu berbalik pada temannya itu."Alex, kenapa kau berlagak seolah dekat dengan keluargaku?" tanya gadis itu. Dia menatapnya tajam.Alex tak mengira jika Inka akan langsung bertanya seperti itu. Dia memaksakan seny
Inka menggerutu usai acara pestanya itu. Gadis itu sangat bosan dengan acara itu. Andai dia tak menghargai sang paman yang telah begitu baik kepadanya dan menyelenggarakan pesta yang mewah untuknya, dia sudah kabur dari cara itu. Sayangnya, ia tak ingin mengecewakan Stefan Aditama yang telah mengorbankan banyak hal untuk dirinya.Inka akan merasa sangat berdosa jika sampai dia menyakiti hati Stefan Aditama. Dia tahu betul, pamannya itu sebenarnya sangat kesepian. Namun, dia tak pernah mengungkapkan hal itu pada Inka. Inka hanya sering melihat Stefan menenggak minuman keras jika pria itu stres berat dan akan mengurung dirinya hingga berhari-hari di dalam kamar pribadinya dan tak ada yang mengusik pria tua itu.Inka sendiri tidak hanya sekali bertanya pada pamannya itu soal dia yang tak ingin menikah. Inka merasa sangat aneh, pria itu tidak jelek. Dan jelas, saat dia masih kecil, dia sering melihat banyak wanita cantik yang berusaha keras menarik perhatian seorang St
"Vesa Araya, jangan bercanda!" ucap Derrick. "Aku tidak bercanda. Aku memang tidak tahu, apa ini dadakan?" tanya Vesa bingung. Derrick menggeleng dan langsung saja megambil tablet milik Vesa yang tidak dikunci dan sekali lagi Derrick menggeleng jengkel. "Vesa, ayahmu itu ahli IT dan dulu dia salah satu peretas terbaik di Inggris semasa dia muda. Bagaimana bisa dia memiliki anak sepertimu yang..." Derrick White tak sanggup melanjutkan ucapannya. "Yang apa?" tanya Vesa dengan tatapan polosnya.Gagap teknologi, batin Derrick. "Aku jadi tak percaya tentang pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya', yang kulihat di depan mataku adalah 'buah itu jatuh jauh sekali dari pohonnya," ujar Derrick. Vesa Araya mulai paham dan langsung melempar tatapan kesal pada sahabatnya atas sindiran itu. Derrick mengotak-atik tablet itu dan langsung menyerahkannya pada Vesa. "Ini. Di sini sudah jelas jika kau ada jadwal meeting. Kenapa kau tidak mengeceknya?" tanya Derrick heran.Vesa menatap tablet