แชร์

Bab 5

ผู้เขียน: Ratu As
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-04-24 10:33:29

Buru-buru Amna berjongkok dan memunguti serpihan vas keramik yang pecah. Dia makin menunduk ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. 

'Apeees! Apes! Nanti dikira aku lagi nguping lagi? Padahal demi Allah, aku enggak denger apa pun!' Amna gusar sendiri.

"Amna, a--pa yang kamu lakukan?" tanya Elvis kaget. Dia tidak menyangka jika Amna belum tidur dan sekarang berada di dekat ruang tamu. Dia jadi berpikir, apa tadi Amna mendengar semuanya? 

"Maaf, Den. Aku tidak sengaja menyenggol vas bunga. Soalnya di sini gelap, niatnya tadi mau ke dapur ambil minum. Minumnya Ibuk habis." Amna masih berjongkok, dia beralasan. Sebenarnya dia ingin makan malam karena tadi belum sempat makan.

"Ck, lain kali hati-hati. Kenapa tidak nyalakan lampunya dulu?" Elvis berdecak. Di rumah ini memang biasa keadaan malam hari begitu temaram. Selain warna cat yang gelap, juga penerangan yang sengaja Elvis redupkan. 

"Ada apa, Paman?" Diaz menyusul, dilihatnya Amna yang sedang memunguti pecahan vas bunga. Tanpa dijawab pun Diaz tahu jika suara tadi berasal dari suara vas yang jatuh. 

Reflek Diaz ingin berjongkok membantu, dia memang selalu mengutamakan empati. Diaz tidak akan tega melihat orang lain kesusahan tanpa bisa membantu. 

"Diaz mau ngapain? Jangan, kamu tunggulah di ruang tamu!" ujar Elvis mencegah. Jujur saja, dia tidak ingin Amna di dekati oleh siapa pun. 

"Cepat!" Elvis menepuk pundak Diaz setengah menariknya agar tidak kembali membungkuk. 

"Tapi ...." Diaz melirik pada Amna yang masih menunduk dalam agar wajahnya tidak dilihat oleh Diaz. 

"Tidak apa-apa, sana!" usir Elvis. Diaz pun kembali berbalik, dia tidak ke ruang tamu melainkan ke kamar mandi yang ada di dekat dapur. 

Elvis kembali menoleh pada Amna dan berniat membantunya untuk menarik simpatik. Sayangnya telat! Amna sudah selesai dan sekarang membuang pecahan itu ke tong sampah. Setelahnya beringsut ke kamar mandi. 

"Aku permisi dulu, Den." Amna melenggang, menajuh dari lelaki yang masih terbengong.

'Loh, kok? Ck! Sial!' batin Elvis jadi kesal karena kurang cekatan. Dia merutuki  kedatangan Diaz tadi, membuatnya jadi telat dan kecolongan untuk caper pada Amna.

Amna berjalan ke arah dapur dengan hati-hati, tidak ingin menarik perhatian seseorang yang harusnya dia hindari. Amna tidak tahu jika tadi Diaz belum pulang. 

Di dapur, dibukanya tudung saji, semuanya sudah tertata rapi kembali oleh Karti. Amna mengambil lauk yang masih tersisa juga nasinya. Dia merasa sangat lapar, suap demi suap masuk ke mulutnya dengan suasana hening. Tidak terasa air matanya  tiba-tiba menetes, wajah Diaz kembali terbayang di benaknya. Mengingatkan Amna pada kedua buah hatinya, mereka yang memiliki wajah mirip sekali dengan ayahnya. 

"Lio, Lia, maafin Mamah. Mamah masih belum bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kalian. Mamah janji akan bekerja lebih keras," gumam Amna, dia yang kini merasakan bagaimana sulitnya menelan karena makan diiringi dengan tangis, rasa sesaknya berkali-kali lipat. 

Diaz baru saja keluar dari kamar mandi dan berjalan melewati dapur, dia melihat Amna duduk di meja makan. Niatnya Diaz ingin menegur dan melihat wajah Amna dengan lebih jelas karena Diaz sempat merasakan kemiripan di antara Amna dan gadis di masa lalunya. Namun, langkah Diaz tertahan ketika melihat pundak Amna bergetar dan terdengar suara isakkan tertahan yang sangat lirih. 

'Apa dia sedang menangis?' batin Diaz curiga. Dia urung mendekat dan memilih berbelok ke ruang tamu. 

Sekali pun Diaz sangat ingin menemui wanita yang duduk di meja dapur, tapi dia sadar kalau mereka tidak saling kenal. Rasanya akan sangat canggung jika tiba-tiba Diaz datang lalu berkenalan, sementara kondisi wanita itu pun sedang menangis. 

Diaz bertanya-tanya apa yang membuat seorang wanita menangis sendirian malam-malam, apalagi sambil makan. Ingatannya tertuju pada Zila. Diaz kembali mengingat ucapan Zila pada pengasuh neneknya. 

'Apa mungkin dia bersedih karena ucapan Mamah?' Diaz menerka-nerka sambil jalan. 

"Hey, dari mana?" tegur Elvis yang dari tadi menunggu Diaz. 

"Habis buang air." Diaz kembali duduk di sofa. "Oiya, wanita tadi ... dia sudah lama kerja di sini?" 

Sebelah alis Elvis terangkat, dia heran kenapa tiba-tiba Diaz menanyakannya. 

"Ya, sekitar dua tahun lalu kalau tidak salah." 

Diaz mengangguk-angguk. 

"Hey, sudahlah jangan bahas dia. Ayo, ceritakan apa saja yang sudah kau jalani selama tinggal di luar negri?" Elvis mengalihkan pembicaraan, dia tidak ingin membahas Amna dengan lelaki lain. Lebih tepatnya dia akan cemburu dan takut kalah saing. 

***

"Ibuk, aku bertemu dengannya. Dia kembali, Buk," lirih Amna dengan terduduk di tepi ranjang Yasmin dan tangannya menggenggam jemari Yasmin. Seperti biasa, Amna akan mengobrol apa saja untuk diceritakan pada Yasmin. Tidak tahu jika wanita strok itu menyimak ceritanya atau tidak, tapi dengan mengeluarkan unek-unek membuat Amna bisa lebih lega. 

"Sepuluh tahun berlalu, dan dia kembali dengan bahagia. Ini tidak adil ...." 

"Bagaimana dengan air mataku yang selama ini mengalir? Tidakkah semua butuh balasan? Kenapa hanya aku yang menderitaaa," rintih Amna dengan dada terasa sangat sesak. Dia bicara dengan terisak-isak. 

Sakit, perih sekali. Bukan karena tentang Diaz tapi Amna mengingat kedua anaknya. Anak yang  selalu bertanya bagaimana sosok ayahnya dan Amna hanya bisa berbohong, ayahnya anak-anak adalah lelaki yang baik semasa hidupnya, namun meninggal sebelum Lia dan Lio lahir.

Kedua anak kembar itu tahunya jika ayah kandung mereka sudah meninggal. Jangankan rupa, namanya saja tidak tahu. Amna selalu mengalihkan perhatian jika anak-anaknya bertanya tentang ayahnya, tak jarang Amna pura-pura bersedih agar mereka tidak kembali mendesak. 

Amna dan Diaz tidak pernah menikah. Usai kejadian perampasan kesucian itu, Diaz menghilang bak ditelan bumi. Dan Amna yang meminta pertanggungjawaban ke rumahnya pun tidak disambut baik. Yang ada Zila marah dan menghina Amna juga bapaknya. 

Di akta kelahiran pun Amna tercatat sebagai ibu tunggal. Jadi ya sudah, kedua anak itu makin buntu untuk mengetahui siapa nama ayah mereka. Mereka sempat bertanya-tanya kenapa tidak ada nama ayahnya di sana, Amna beralasan karena mereka hanya menikah siri dan ada banyak masalah yang harus diurus jika ingin mencantumkan nama ayah mereka, sementara ayah sudah meninggal.

"Dia ayahnya anak-anak. Haruskah aku  memberitahunya, Buk?" 

Hening, Yasmin sudah memejam. Namun, dia tidak benar-benar tidur. Yasmin selalu setia mendengar cerita-cerita dari Amna. 

Amna menghirup napasnya dalam-dalam, dia lalu menegapkan tubuh dan menatap wajah Yasmin yang memejam.

'Lelaki itu Diaz, Buk. Dia cucu pertamamu! Jika sekarang aku memberitahu kalau anak-anakku adalah cicit Ibuk, apakah Ibuk akan percaya?' Amna hanya bisa bertanya dalam hati. 

Dia belum ada niatan untuk memberi tahu siapa pun siapa ayah dari dua anak kembarnya. 

***

Beberapa hari berlalu semenjak pertemuan si kembar dengan Diaz, namun mereka belum kembali bertemu lagi. Adelia yang sudah sembuh lehernya karena terkilir kini kembali mengamen bersama Adelio.

Mereka selalu mengamati kendaraan yang berhenti di lampu merah berharap kalau Diaz ada di salah satu mobil yang berhenti. Sayangnya, itu hanya angan-angan. 

Panas terik tidak membuat keduanya menyerah. Mereka tetap bersemangat untuk mengamen dan mengumpulkan receh. 

Tengah hari, suasana jalanan begitu panas. Adelia dan Adelio memutuskan untuk beristirahat sejenak  di bawah pohon trembesi yang  lumayan jauh dari perempatan lampu merah. Mereka duduk sambil menikmati semilir angin dan suara daun-daun yang bergesekkan ditambah bisingnya suara kendaraan. 

"Lia, sebentar aku ingin beli minum!" ujar Adelio berpamitan. Dia berdiri lalu beringsut pergi. 

Adelia mendongak dengan memicingkan mata. "Aku beliin jugaaa!" titip Adelia. 

Dengan berlari kecil Adelio mendekat ke pedagang kaki lima yang berhenti tidak jauh dari sana. Langkah kecilnya memakai sandal jepit yang sudah usang di bagian sela jarinya bahkan sudah putus dan disambung lagi dengan tali rafia.

Adelio meleng, dia tidak memerhatikan langkahnya karena menoleh ke arah jalan yang ramai, di tidak tahu jika di depan ada anak lelaki seusianya yang menghadangkan kakinya. Sengaja agar Adelio tersandung dan jatuh.

Buuugh!

Adelio terpelanting ke depan dia jatuh dan lututnya menghantam trotoar lebih dulu. 

"Awh," pekik Adelio dengan suara tertahan. Dia lalu duduk dan mendongak pada anak yang sekarang cekikikan melihat Adelio kesakitan karena lututnya lecet.

"Arkan? Kamu sengaja, ya?" tuduh Adelio yang mengenal jelas anak lelaki itu. Dia teman sekolahnya. 

"Enggak, kok. Kamu ajah jalannya enggak pake mata! Makanya pake kecamata biar jelas! Haha!" ejek Arkan. Anak bandel itu sangat senang menjaili Adelio.

Tidak terima, Adelio bangkit dan mendorong pundak Arkan sampai anak itu jatuh. Tidak, lebih tepatnya pura-pura jatuh lalu playing victim. 

"Ayaaah!" panggil Arkan yang ternyata tidak sendiri. Dia bersama ayahnya yang tadi sedang membeli buah. Mendengar panggilan anaknya buru-buru Ayah Arkan mendekat. 

Dia sempat melihat Adelio mendorong Arkan.

"Bocah nakal! Apa yang kamu lakukan pada anak saya?" Ayah Arkan menarik tangan anaknya agar berdiri lalu menyentak Adelio sampai tubuhnya terhuyung mundur.

"Arkan mulai dulu, Om!" protes Adelio tidak terima disalahkan. 

"Halah, kamu ini kecil-kecil tukang bohong. Sudah jelas saya liat kamu dorong-dorong Arkan sampe jatuh! Kalau berani nakalin Arkan, awas kamu, ya!" Ayah Arkan menjewer telinga Adelio.

"Aduh, sakit Om!" Adelio memberontak. 

Adelia kaget ketika tahu jika Adelio dijewer, dia berlarian mendekat, lalu memohon agar Ayah Arkan melepas tangannya.

 "Maafin Lio, Om. Kami janji tidak akan buat masalah sama Arkan lagi!" bela Adelia tidak ingin Adelio makin kesakitan.

"Tidak, Lia! Lio tidak salah! Arkan yang salah!"

"Masih berani menuduh kamu, ya?" Jeweran makin keras sampai membuat telinga Adelio memerah. "Ini pelajaran buat kamu biar enggak bandel lagi!" sentak Ayah Arkan lalu di beringsut pergi menggendeng Arkan. 

Arkan berjalan menjauh sambil menoleh ke belakang, menjulurkan lidah dan memelototkan matanya mengejek Adelio. Adelio ingin berlari untuk mengejar dan masih tidak terima dengan penindasan tadi.

"Lio, jangan! Sudah, jangan dibalas lagi!" Tahan Adelia memegang tangan Adelio agar tidak berlari.

"Tidak bisa, Lio tidak salah!" 

"Tidak peduli siapa yang mulai dulu, kita tetap tidak boleh melawan!" Mata dan hidung Adelia mulai memerah. 

"Kenapa?" Adelio masih tidak terima.

"Karena kita tidak punyah ayah!" sentak Adelia dengan air mata mulai menetes. 

"Nenek Fifin bilang kita tidak boleh terlibat masalah karena kita tidak punya ayah! Tidak ada yang membela kita saat kita terkena masalah, yang ada akan merepotkan Mamah!" ujar Adelia dengan menggebu. 

Sesekali Adelia menyeka air matanya. Dia sedih, sangat sedih karena sebenar apa pun, di mata dunia mereka tetap salah.

Adelio mengepalkan tangannya, melihat ke arah Arkan yang sudah pergi jauh. 

"Tapi Mamah tidak pernah bilang kita harus diam saja saat ditindas! Mamah selalu mengajari kita untuk berani! Lio tidak salah,  Arkan mulai duluan! Lio harus membela diri!" kata Adelio sambil mengusap-usap telinganya yang memerah.

Sementara Adelia sesenggukan, dia takut Adelio terkena masalah apalagi jika sampai masalah itu diseret-seret ke sekolah pasti mamahnya akan kena imbasnya. 

"Lio, Lia kenapa menangis?" Suara seorang lelaki dewasa menarik perhatian kedua bocah itu. Mata mereka langsung berbinar ketika melihat siapa yang berdiri di dekat mereka sembari membawa dua contong es krim di tangannya. 

"Kak Diaz!"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 1

    "Anak saya baru berusia enam belas tahun, dan dia hamil! Saya minta pertanggungjawaban nak Diaz!" Seorang lelaki berumur kisaran empat puluh tahun terduduk dengan wajah kusut dan tatapan penuh luka juga kecewa. Karena anak gadisnya yang selama ini dia jaga telah terenggut kesuciannya oleh kakak kelas di sekolahnya."Anak saya menghamili putri, Anda?" Ibu dari Diaz tersenyum smrik dengan tatapan meremehkan. Dia tidak akan menyangkal, sebelumnya Diaz memang sudah mengakui kesalahannya yang menodai seorang gadis demi taruhan bersama teman-temannya.Ibu Diaz menatap gadis muda yang terduduk dengan kedua tangan gemetar, saling mengait dan bertumpu di paha. wajahnya kusut dengan mata sembab. Penampilannya begitu sederhana, memakai kaus pendek dengan bawahan rok selutut. Rambutnya sebahu yang tergerai semrawut, namun tidak mengurangi aura cantik dan manisnya. "Baik, kami akan bertanggung jawab!" Ibu Diaz mengambil sebuah amplop dari dalam tas yang sudah dia siapkan. "Amplop ini berisi uan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-07
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 2

    "Kamu tidak apa-apa?" Diaz berjongkok, membantu Adelia yang tadi tergeletak setelah terserempet motor namun kini sudah terduduk. Lutut dan sikutnya lecet sedikit."Ayah, tepikan dulu mobilnya!" pinta Diaz pada ayahnya agar mengambil alih kemudi.Diez lalu menoleh pada pengendara motor yang memakai jaket Gojek dan sekarang berhenti menepikan sepeda motornya juga."Lia, tidak apa-apa, Kak. Cuma lecet." Diaz melihat luka Lia lalu menuntun bocah itu ketepian. Saat jatuh tadi, tidak ada benturan yang keras cuma Adelia terhuyung dan lehernya berbunyi krak. Setelahnya Diaz dengan si pengendara motor tadi meruntutkan kronologi kejadian, bagaimana kecelakaan itu terjadi saat Adelia masih berdiri di samping kanan mobil Diaz sementara lampu hijau sudah menyala. Si pengendara menyalip mobil di depannya, dia tidak tahu jika di depan ada Adelia yang berdiri. Adelio duduk meniupi luka saudara kembarnya. "Maaf, sekali lagi saya minta maaf. Soalnya buru-buru takut penumpang saya cancel pesanan," uc

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-07
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 3

    Elvis sudah bersiap, dia memakai kemeja seperempat lengan berwarna coklat tua. Wajahnya terlihat lebih segar apalagi rambutnya yang sudah rapi makin membuat Elvis tampil gagah. Dia keluar dari kamarnya bertepatan dengan Amna yang mendorong kursi roda ibunya. Mereka bertemu tepat di depan pintu yang berhadapan. Elvis terpaku melihat penampilan Amna yang tampak anggun dan cantik memakai gamis berwarna coklat tua juga dengan kerudung berwarna lebih terang. Lain Elvis, Amna justru terbengong melihat baju yang Elvis pakai. Meski tampak cocok untuk lelaki berwajah tegas dengan sorot mata tajam itu, tapi sungguh membuat Amna jadi kikuk. Amna menoleh ke bawah melihat gamis yang dia pakai lalu kembali menatap pada Elvis. 'Lah, kok, malah jadi kayak orang couple-an? Hadeh!' batin Amna merasa sungkan.Elvis mendekat, niatnya ingin membantu mendorong kursi roda ibunya. "Sebentar, Den! Aku mau ganti gamis dulu!" ujar Amna melangkah mundur lalu ingin balik ke kamar. Tidak mengerti dengan jal

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-07
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 4

    'Pernah dengar di mana nama itu? Sepertinya saya tidak asing,' pikir Diaz mulai mengingat-ingat. Sampai akhirnya ingatannya pada kejadian siang tadi kembali muncul. 'Ah iya, mamahnya Lia, bocah kembar itu. Bukankah bilang kalau mamahnya bernama Amna? Tapi nama Amna di dunia ini pasti tidak cuma satu. Jadi, kemungkinan wanita itu mamahnya si kembar hanya satu banding sembilan,' batin Diaz lagi."Bisa kerja enggak, sih? Punya mata itu dipake, jangan cuma jadi tempelan doang!" tegur Zila dengan nada ketus."Maaf, saya tidak sengaja!" Buru-buru Amna mengambil lap dan mengelap meja yang sedikit basah karena air. "Orang kek gini kok kamu pekerjaan sih, El? Gimana dengan Ibu? Pantas Ibu enggak sembuh-sembuh, pengasuhnya saja seceroboh ini!" Ucapan Zila masih sama pedasnya seperti dulu. Dia tidak berubah, masih bermulut arogan dan judes. "Kak! Amna hanya sedang tidak fit. Dia hari ini sakit, makanya kurang fokus!" bela Elvis tidak ingin Amna terus disudutkan. "Amna, kamu boleh istirahat

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-19

บทล่าสุด

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 5

    Buru-buru Amna berjongkok dan memunguti serpihan vas keramik yang pecah. Dia makin menunduk ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. 'Apeees! Apes! Nanti dikira aku lagi nguping lagi? Padahal demi Allah, aku enggak denger apa pun!' Amna gusar sendiri."Amna, a--pa yang kamu lakukan?" tanya Elvis kaget. Dia tidak menyangka jika Amna belum tidur dan sekarang berada di dekat ruang tamu. Dia jadi berpikir, apa tadi Amna mendengar semuanya? "Maaf, Den. Aku tidak sengaja menyenggol vas bunga. Soalnya di sini gelap, niatnya tadi mau ke dapur ambil minum. Minumnya Ibuk habis." Amna masih berjongkok, dia beralasan. Sebenarnya dia ingin makan malam karena tadi belum sempat makan."Ck, lain kali hati-hati. Kenapa tidak nyalakan lampunya dulu?" Elvis berdecak. Di rumah ini memang biasa keadaan malam hari begitu temaram. Selain warna cat yang gelap, juga penerangan yang sengaja Elvis redupkan. "Ada apa, Paman?" Diaz menyusul, dilihatnya Amna yang sedang memunguti pecahan vas bunga. Tanpa d

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 4

    'Pernah dengar di mana nama itu? Sepertinya saya tidak asing,' pikir Diaz mulai mengingat-ingat. Sampai akhirnya ingatannya pada kejadian siang tadi kembali muncul. 'Ah iya, mamahnya Lia, bocah kembar itu. Bukankah bilang kalau mamahnya bernama Amna? Tapi nama Amna di dunia ini pasti tidak cuma satu. Jadi, kemungkinan wanita itu mamahnya si kembar hanya satu banding sembilan,' batin Diaz lagi."Bisa kerja enggak, sih? Punya mata itu dipake, jangan cuma jadi tempelan doang!" tegur Zila dengan nada ketus."Maaf, saya tidak sengaja!" Buru-buru Amna mengambil lap dan mengelap meja yang sedikit basah karena air. "Orang kek gini kok kamu pekerjaan sih, El? Gimana dengan Ibu? Pantas Ibu enggak sembuh-sembuh, pengasuhnya saja seceroboh ini!" Ucapan Zila masih sama pedasnya seperti dulu. Dia tidak berubah, masih bermulut arogan dan judes. "Kak! Amna hanya sedang tidak fit. Dia hari ini sakit, makanya kurang fokus!" bela Elvis tidak ingin Amna terus disudutkan. "Amna, kamu boleh istirahat

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 3

    Elvis sudah bersiap, dia memakai kemeja seperempat lengan berwarna coklat tua. Wajahnya terlihat lebih segar apalagi rambutnya yang sudah rapi makin membuat Elvis tampil gagah. Dia keluar dari kamarnya bertepatan dengan Amna yang mendorong kursi roda ibunya. Mereka bertemu tepat di depan pintu yang berhadapan. Elvis terpaku melihat penampilan Amna yang tampak anggun dan cantik memakai gamis berwarna coklat tua juga dengan kerudung berwarna lebih terang. Lain Elvis, Amna justru terbengong melihat baju yang Elvis pakai. Meski tampak cocok untuk lelaki berwajah tegas dengan sorot mata tajam itu, tapi sungguh membuat Amna jadi kikuk. Amna menoleh ke bawah melihat gamis yang dia pakai lalu kembali menatap pada Elvis. 'Lah, kok, malah jadi kayak orang couple-an? Hadeh!' batin Amna merasa sungkan.Elvis mendekat, niatnya ingin membantu mendorong kursi roda ibunya. "Sebentar, Den! Aku mau ganti gamis dulu!" ujar Amna melangkah mundur lalu ingin balik ke kamar. Tidak mengerti dengan jal

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 2

    "Kamu tidak apa-apa?" Diaz berjongkok, membantu Adelia yang tadi tergeletak setelah terserempet motor namun kini sudah terduduk. Lutut dan sikutnya lecet sedikit."Ayah, tepikan dulu mobilnya!" pinta Diaz pada ayahnya agar mengambil alih kemudi.Diez lalu menoleh pada pengendara motor yang memakai jaket Gojek dan sekarang berhenti menepikan sepeda motornya juga."Lia, tidak apa-apa, Kak. Cuma lecet." Diaz melihat luka Lia lalu menuntun bocah itu ketepian. Saat jatuh tadi, tidak ada benturan yang keras cuma Adelia terhuyung dan lehernya berbunyi krak. Setelahnya Diaz dengan si pengendara motor tadi meruntutkan kronologi kejadian, bagaimana kecelakaan itu terjadi saat Adelia masih berdiri di samping kanan mobil Diaz sementara lampu hijau sudah menyala. Si pengendara menyalip mobil di depannya, dia tidak tahu jika di depan ada Adelia yang berdiri. Adelio duduk meniupi luka saudara kembarnya. "Maaf, sekali lagi saya minta maaf. Soalnya buru-buru takut penumpang saya cancel pesanan," uc

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 1

    "Anak saya baru berusia enam belas tahun, dan dia hamil! Saya minta pertanggungjawaban nak Diaz!" Seorang lelaki berumur kisaran empat puluh tahun terduduk dengan wajah kusut dan tatapan penuh luka juga kecewa. Karena anak gadisnya yang selama ini dia jaga telah terenggut kesuciannya oleh kakak kelas di sekolahnya."Anak saya menghamili putri, Anda?" Ibu dari Diaz tersenyum smrik dengan tatapan meremehkan. Dia tidak akan menyangkal, sebelumnya Diaz memang sudah mengakui kesalahannya yang menodai seorang gadis demi taruhan bersama teman-temannya.Ibu Diaz menatap gadis muda yang terduduk dengan kedua tangan gemetar, saling mengait dan bertumpu di paha. wajahnya kusut dengan mata sembab. Penampilannya begitu sederhana, memakai kaus pendek dengan bawahan rok selutut. Rambutnya sebahu yang tergerai semrawut, namun tidak mengurangi aura cantik dan manisnya. "Baik, kami akan bertanggung jawab!" Ibu Diaz mengambil sebuah amplop dari dalam tas yang sudah dia siapkan. "Amplop ini berisi uan

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status