Jeff dibawa secara paksa oleh Nick ke kantor pengacara untuk tanda tangan surat penceraian dengan Viyone. Ia hanya bisa menurut dan melakukan apa yang diminta mafia itu.Setelah selesai tanda tangan, Wilson nenyerahkan cek yang tercantum nominal. Ia melempar ke arah Jeff dan berkata," Ini sebagai ganti kamu yang telah membiayai anakku. Tapi, bukan berarti aku sudah melupakan apa yang kamu lakukan padanya!" kata Wilson dengan nada mengancam." Aku tidak suka berhutang. dan aku juga paling membenci orang yang telah melukai keluargaku. Lebih baik jaga sikapmu dan berhati-hati!"Jeff menatap nominal yang tidak sedikit jumlahnya di lembaran cek tersebut."Jeff Hamilton, aku tidak ingin melihatmu lagi. Kau telah merenggut nyawa anakku. Aku tidak akan memaafkanmu sampai aku mati!" ujar Viyone."Semua dokumen telah disediakan oleh pengacaraku, Aku tidak suka menunda jika melakukan sesuatu. Karena sudah sepakat jadi selanjutnya pengacaraku yang akan mewakiliku," kata Wilson dengan nada tegas,"
Malam itu, Wilson duduk di meja kerjanya yang rapi, lampu meja menyala terang memberi fokus pada foto yang sedang dipegangnya. Foto itu menampilkan seorang pria paruh baya dengan raut wajah yang tidak dikenal. Wilson menatap foto itu dengan tatapan tajam, seolah-olah hendak melihat ke dalam jiwa pria itu. "Ryan Stand, Aku akan menemuimu," ucap Wilson dengan nada penuh tekad, seakan dia ingin membunuh pria itu.Sementara itu, di luar ruangan, Chris berjalan dengan langkah ragu menuju ke ruang kerja ayahnya. Dia berdiri di depan pintu, tangannya bergetar sejenak sebelum sempat mengetuk. Pikirannya teringat pada apa yang pernah dikatakan Jeff tentang kebiasaannya yang tidak sopan. "Apakah papa akan marah kalau aku masuk ke dalam? Papa Jeff selalu mengatakan aku tidak sopan karena aku masuk dan mengganggunya," gumam Chris dengan ekspresi cemas. Dia memutuskan untuk duduk di luar ruangan, menunggu ayahnya menyelesaikan pekerjaannya. Saat Chris menunggu, Wilson terus menatap foto itu. Ia t
Keesokan harinya, Wilson dan Viyone tiba di kantor sipil dengan wajah datar dan tegang. Mereka berjalan beriringan menuju meja petugas yang akan mengesahkan pernikahan mereka. Tanpa adanya acara makan dan pesta, mereka hanya ingin segera menyelesaikan proses ini sesuai keinginan Viyone. Mereka saling bertukar cincin, namun tak ada senyuman manis yang terukir di wajah mereka. Bahkan ciuman pun tak ada yang terjadi. Suasana menjadi begitu hening dan canggung sehingga membuat orang-orang di sekitar mereka merasa aneh dan penasaran. "Mereka tidak mirip pengantin baru," ucap Elvis yang berdiri di pintu sambil mengamati pasangan tersebut. "Lebih mirip bermusuhan," timpal Ethan yang berdiri di sampingnya. Mereka berdua terdiam sejenak, kemudian Elvis melontarkan pertanyaan, "Apakah ini awal yang baik?" Ethan menggelengkan kepala, "Aku tidak yakin pernikahan ini akan bertahan lama," jawabnya dengan ragu. Sementara itu, Nick yang mendengarkan percakapan mereka, menatap Wilson dan Viyone.
"Baik, Bos!" jawab Nick.Di sebuah toko alat tulis yang luas dan berbagai macam pilihan, Viyone berjalan menyusuri lorong demi lorong dengan penuh semangat. Matanya terpaku pada deretan buku dan alat tulis dengan motif robot dan mobil yang menarik perhatiannya. Ia mengambil beberapa buku bergambar robot, pensil berwarna, serta penggaris bergambar mobil yang keren. "Chris sangat suka belajar dan menulis, semua ini sangat cocok untuk anak-anak!" ucap Viyone penuh semangat sambil memperlihatkan pilihannya kepada Steven dan Mike yang mengikuti di belakangnya.Viyone mengunakan Black Card untuk membayar belanjaannya. Sementara Ponsel Wilson menerima beberapa notif dari bank. Karena uangnya yang digunakan oleh istrinya.Wilson pun membaca semua notif belanja tersebut dengan tersenyum. Ia merasa puas istrinya mengunakan kartu pemberiannya. Di satu sisi, Nick, Elvis dan Ethan sedang mengamati senyuman bos mereka."Apakah ini namanya sedang jatuh cinta?" bisik Elvis yang duduk bersama dua tem
Viyone hanya bisa menahan nafas, dengan aksi suaminya itu. Wilson tersenyum tipis sambil memperhatikan mata indah Viyone, "Apa kamu ingin anak kita melihatnya?" tanyanya lembut. Viyone menatap Wilson dengan wajah bingung, "Apa yang kamu inginkan sebenarnya?" tanyanya dengan nada agak keras, mencoba menahan emosinya. Wilson menghela napas sejenak, lalu kembali tersenyum. "Gunakan Black Card yang kuberikan padamu, Beli apa saja yang kamu suka," jawabnya dengan suara lembut dan mata yang bersinar. Viyone mengernyitkan dahinya, "Tidak ada yang aku suka, makanya aku tidak membelinya," jawabnya sambil menahan emosi dan berusaha melepaskan pelukan suaminya yang terasa begitu menyiksa. Wilson tersenyum pahit, "Aku tahu kamu hanya tidak ingin menggunakan uangku," katanya dengan suara yang berat. "Kalau begitu, untuk apa tanya lagi," sahut Viyone.Wilson tersenyum dan bertanya dengan penasaran," Apakah kamu begitu membenciku?""Iya," jawab Viyone tanpa ragu.Wilson memandangnya dengan tat
Nick, Ethan, dan Elvis memasuki goa yang gelap dan misterius bersama Wilson, berjalan beriringan dengan langkah hati-hati. Mereka melangkah dengan perlahan sambil menodong senjata mereka, siap menghadapi bahaya yang mungkin mengintai. Sementara itu, Wilson tampak santai dan tidak terpengaruh oleh suasana mencekam di dalam goa. Nick yang berani dan penuh percaya diri berjalan paling depan, sementara Elvis dan Ethan berjalan di belakang Wilson, saling mengawasi satu sama lain. Udara di dalam goa begitu lembap dan dingin, membuat bulu kuduk mereka merinding. Beberapa kali mereka mendengar suara gemerisik yang tak bisa dijelaskan, namun mereka tetap melanjutkan langkah. Tidak lama kemudian, tiba-tiba sebilah pedang mengayun cepat ke arah Nick. Dengan kecepatan dan kelincahan yang dimilikinya, Nick langsung menghindar sambil menahan tangan pria asing yang mencoba menyerangnya. Tanpa basa-basi, Nick langsung membanting pria itu ke tanah dengan keras, "Bruk!" "Aaahh!" jeritan pria asing
Ryan berlutut di tanah dengan mata yang memerah akibat menangis, badannya gemetar ketakutan, dan suara bergetar saat ia berbicara. "Wilson, Aku telah memberitahumu, Tolong jangan bunuh aku. Aku tidak sengaja menjadi pengkhianat. Karena aku tidak tahu niat Markus yang ingin menbunuh Aaron dan Angel," isaknya dalam tangisan yang pilu. Wilson, seorang pria dengan tubuh kekar dan tatapan yang tajam, berdiri di hadapan Ryan dengan kedua tangan di pinggangnya. Raut wajahnya menunjukkan kemarahan yang tak terbendung, namun entah mengapa ia masih belum mengambil keputusan untuk membunuh Ryan. Ia berpikir sejenak, lalu berkata dengan suara yang dingin, "Kasus ini aku akan menyelidiki lagi, Kalau sampai ada yang kamu sembunyikan dariku. Aku tidak akan sungkan membunuhmu!" Setelah mengucapkan kata-kata itu, Wilson beranjak pergi dari tempat itu dengan langkah cepat dan pasti. Ia menoleh ke arah Mike, anak buahnya yang setia, dan memberi perintah, "Bawa dia!" "Baik, Bos," jawab Mike dengan sua
Matahari pagi menyinari wajah Viyone yang perlahan membuka matanya. Dalam keheningan kamar, ia terkejut melihat sosok suaminya yang tidur seranjang dengannya. Chris dan Vic, dua anak mereka, tidur nyenyak di tengah-tengah mereka berdua. "Kapan dia pulang, kenapa aku tidak tahu?" gumam Viyone dalam hati, menatap wajah Wilson yang terlelap dengan tenang. Tangan Wilson melingkar di tubuh Chris, memeluk anaknya erat. Viyone melihat Chris begitu bahagia tidur bersama ayahnya. Dia ingat betapa sering Chris berharap bisa tidur dalam pelukan Jeff, tapi selalu saja ditolak. "Chris begitu terlena tidur dengan papanya, dulu dia sering berharap bisa tidur dipelukan Jeff. Akan tetapi selalu ditolak. Walau pun pria ini telah menyakitiku, setidaknya aku telah melihat kebaikannya, dia seorang yang bertanggung jawab," bisik Viyone dalam hati, mencoba menenangkan perasaannya. Viyone menarik nafas dalam-dalam, mencoba menepis rasa marah dan kecewa yang masih ada. Untuk saat ini, ia memutuskan untuk
Matahari pagi bersinar cerah di langit kota San Fransisco, menandakan awal dari hari baru. Chris dan Vic, si kembar yang baru saja pindah ke kota ini bersama keluarga mereka, bersiap untuk menghadapi hari pertama mereka di sekolah baru. Mereka berdua tidak sabar untuk menjelajahi dunia baru mereka, mengejar cita-cita mereka, dan berteman dengan orang-orang baru. Di sisi lain, Wilson, ayah mereka, merasa lega bisa kembali ke San Fransisco bersama keluarganya. Ia ingin anak-anaknya tumbuh dalam lingkungan yang baik dan mendapatkan pendidikan terbaik. Oleh karena itu, ia mendaftarkan Chris dan Vic ke sekolah yang terbaik di kota ini. Hari demi hari berlalu, Chris dan Vic mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka. Mereka giat belajar, dan mereka berhasil menjalin persahabatan yang erat dengan teman-teman sekelas mereka. Selain itu, mereka juga berlatih memanah setelah pulang sekolah. Nick dan Ethan, pelatih memanah yang juga bekerja di Markas Dragon, mengajari mereka dengan p
Beberapa bulan telah berlalu sejak Wilson terpilih sebagai pemimpin mafia di seluruh dunia. Kini, ia mengundang para ketua mafia dari berbagai negara untuk berkumpul dalam sebuah perjamuan mewah. Viyone dan kedua putranya yang kini telah menjadi bagian dari organisasi tersebut, juga ikut hadir dan memperkenalkan diri mereka. Chris dan Vic, putra-putra Wilson yang menjadi calon penerus, diwajibkan hadir dalam acara penting tersebut. Di sebuah ruangan mewah dengan pencahayaan yang temaram, suara gelas beradu satu sama lain menggema di seluruh ruangan. Para mafia, yang mengenakan setelan jas hitam rapi, tampak saling bersulang dengan anggur merah di tangan mereka. Tawa dan candaan terdengar di antara mereka, menciptakan suasana yang damai dan harmonis, seolah melupakan sisi gelap kehidupan yang mereka jalani. Wilson, yang duduk di ujung meja dengan kursi yang lebih besar dan mewah, menjadi pusat perhatian para mafia. Ia tersenyum lebar, menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi sebagai
Wilson memandang Markus dengan tatapan dingin sambil melepaskan tembakan."Aahh!" jeritan Markus yang kesakitan terdengar ketika dua tembakan menembus lututnya. Darah keluar mengotori lantai restoran, namun suara pistol yang digunakan oleh Wilson tidak mengeluarkan suara, sehingga tidak mengejutkan pengunjung lainnya.Markus terduduk, berusaha menahan sakit. "Kau...," ujarnya terhenti, menahan rasa sakit yang menyiksa.Wilson mendekat, matanya penuh kebencian yang telah terkubur selama bertahun-tahun. "Putraku telah menyadarkan aku. Aku telah menderita akibat dendam. Kematian kedua orang tuaku adalah sesuatu yang tidak bisa aku lupakan. Aku membiarkanmu hidup supaya kamu menjalani sisa hidupmu dengan penuh penderitaan. Semua anggotamu sudah ditahan oleh orang-orangku. Jangan berharap ada yang bisa menyelamatkanmu."Markus mengerang, keringat dingin membasahi wajahnya. "Kau menggunakan cara ini untuk menyiksaku," ujarnya dengan napas terengah-engah."Aku dan Viyone adalah korbanmu. Dua
"Untuk apa kau memberitahu aku semua ini?" tanya Markus dengan nada marah dan bingung, tatapannya tajam menelusuri setiap gerakan Wilson. "Aku hanya ingin kamu sadar, Sifatmu, yang selalu dianggap tidak peduli, justru dikalahkan oleh seorang anak lima tahun. Dia tahu caranya menyayangi keluarganya. Dia tahu cara menghargai siapapun. Sedangkan dirimu, Markus, ambisimu begitu tinggi sehingga kamu tidak peduli pada orang di sekitarmu. Contohnya adalah istri dan putrimu sendiri. Mereka harus menderita karena keegoisanmu. Dan kini, semua penyesalan itu tidak akan ada gunanya," ucap Wilson dengan suara tegas namun penuh dengan kepedihan.Markus terdiam, kata-kata Wilson menghantamnya seperti palu godam. Ingatan-ingatan tentang istri dan putrinya yang tersisih oleh ambisinya sendiri mulai menghantui pikirannya.FlashbackSehari sebelum Chris dan Vic diculik, suasana di rumah Wilson sangat tegang. Wilson duduk di meja makan bersama istri dan kedua anaknya, membicarakan sesuatu yang sangat se
Dalam perjalanan menuju restoran, kelompok Markus mengalami hambatan serius ketika mereka dihadang oleh anggota kelompok Wilson. Sejumlah mobil diparkir strategis di tengah jalan, menghalangi perjalanan mereka dan menciptakan situasi tegang. Nick, pemimpin kelompok Wilson, berdiri di sana dengan tenang, namun penuh kewaspadaan, sambil memegang senapannya dengan erat. Nick, bersama teman-temannya, dengan cepat menodongkan senjata masing-masing ke arah anggota kelompok Markus. Anggota kelompok Markus, yang tidak menyangka akan dihadang, tampak waspada dan bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk."Gawat! Mereka sudah merencanakan dari awal. Bagaimana dengan bos kita?" tanya salah satu anggota Markus yang di dalam mobil.Para anggota Markus keluar dari mobil mereka dengan wajah penuh ketegangan. Suasana di sekitar terasa mencekam saat kedua kelompok berdiri saling berhadapan, masing-masing memegang senjata.Nick, dengan tatapan tajam, menodongkan senjatanya ke arah mereka. "Kalian
Markus sambil memikirkan ulang sejak Stuart yang menculik si kembar dan begitu mudahnya bisa lolos, berkata, "Pengawasan wilayah tempat tinggal Wilson tiba-tiba saja dikurangi. Dengan sifat mereka yang begitu teliti, tidak mungkin anak mereka begitu mudah diculik. Sementara si kembar yang baru sadar juga tiba-tiba saja mengakuiku sebagai kakek mereka. Sifat mereka berubah sama sekali dengan pertemuan terakhir sebelumnya. Apakah dua bocah ini sudah permainkan aku sejak awal?" gumam Markus.Markus kemudian melangkah keluar dari ruangan itu dengan langkah mantap. Ia mengeluarkan pistol dari balik jaketnya, merasakan dinginnya logam yang menyentuh kulitnya memberikan ketenangan tersendiri. Matanya tajam menyisir sekeliling ruangan, mencari tanda-tanda bahaya yang mungkin tersembunyi. Dia berjalan menuju ke pintu belakang sambil menghubungi anggotanya melalui ponsel."Hubungi semua anggota kita. Kita sudah masuk perangkap sejak awal!" perintah Markus dengan nada tegas dan tanpa kompromi."
Wilson dan anggotanya melaju dengan tenang di jalan menuju restoran, sementara di dalam mobil, suasana sedikit tegang. Wilson dan Viyone sesekali melihat ponsel mereka, memastikan bahwa Chris dan Vic berada dalam posisi yang aman."Apakah Chris dan Vic akan dalam bahaya setelah Markus tahu rencana kita?" tanya Viyone dengan nada cemas. Ia duduk di samping suaminya, menggenggam tangannya erat."Tenang saja, Viyone. Mereka sangat pintar. Bukankah mereka juga berhasil mengelabui Stuart dan Markus? Jadi, mereka tahu cara menemukan jalan keluar," jawab Wilson dengan yakin, menenangkan istrinya."Aku berharap begitu juga. Aku tidak menyangka mereka sangat berani," ujar Viyone dengan nada khawatir."Karena mereka mirip denganku," ucap Wilson sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana.Sementara itu, di dalam restoran, Vic berlari ke sana ke mari, penuh energi setelah makan."Vic, kamu baru saja selesai makan. Jangan lari-lari!" seru Chris yang mengikuti adiknya dengan cemas.Markus, yang b
"Kakek, apakah kakek tahu betapa jantungku ini sangat merindukanmu siang dan malam, Aku berharap bisa bertemu denganmu selma ini. tapi karena aku selalu diawasi oleh paman-paman sehingga aku tidak bebas," ucap Vic sambil menangis.Chris, dengan tatapan tajam," menjawab, "Yang benar adalah hatimu, bukan jantung," ujarnya sambil mengeleng kepalanya.Markus, yang menyaksikan pertukaran emosi itu, tersenyum dan bertanya, "Ha ha ha...kalian sangat lucu sekali. Chris, Vic, apakah benar kalian merindukan kakek?""Iya," jawab sikembar dengan serentak sambil mengangguk.Namun, Markus menyampaikan pemikirannya, "Anak yang pintar, Kakek mengira selama ini kalian tidak mengakui ku lagi."Dengan jujur, Chris dan Vic menjawab, "Kami hanya berpura-pura di depan papa dan mama."Vic lalu mengajukan pertanyaan yang menggugah, "Apakah kakek dan mama tidak bisa berbaikan lagi?"Sementara itu, Chris menyuarakan kekhawatirannya, "Kakek dan papa apakah harus bermusuhan?"Markus menyadarkan mereka, "Urusan k
"Bertindak ceroboh?" tanya Stuart yang tidak paham."Kau akan segera paham," jawab Wilson dengan senyum.Stuart kemudian dibawa oleh Steven ke tempat kurungan di Markas Dragon. Tempat itu suram dan penuh dengan kegelapan, bau lembap menyengat hidung Stuart saat ia dilemparkan ke dalam salah satu sel. Terdengar suara pintu besi yang berderit saat ditutup, meninggalkan Stuart dalam kegelapan total.Sementara itu, di tempat lain, Chris dan Vic baru saja sadar. Mereka saling memandang bingung, menyadari bahwa mereka berada di kamar yang asing."Kakak, apakah kita pindah alam?" tanya Vic yang melirik sana sini, mengamati semua perubahan di kamar itu."Kita berada di kamar orang lain," jawab Chris sambil mengucek matanya dan mencoba mengingat kejadian terakhir yang mereka alami."Kamar siapa? Kenapa kita bisa ada di sini?" tanya Vic dengan penuh kekhawatiran."Sepertinya tempat dia," jawab Chris yang merujuk pada seseorang, dengan nada suara yang mengisyaratkan bahaya.Si kembar itu kemudia