Di kamar, Wilson dan Viyone berdiri di ruang ganti yang luas, Wilson berdiri dengan tubuh bagian atas tanpa balutan, sementara Viyone hanya mengenakan handuk yang menutupi tubuhnya. Wilson menutup mulut istrinya dengan tangan kanannya. berusaha mencegah suara itu menarik perhatian orang lain di rumah. "Kenapa kau berteriak, apakah ingin semua orang mendengarnya?" tanya Wilson dengan nada serius, matanya menatap tajam ke arah Viyone. Viyone berhasil melepaskan tangan suaminya dari mulutnya, dan ia menghela napas sejenak sebelum berkata, "Kenapa kamu ada di kamar? Kau tahu aku sedang mandi.""Kau sangat aneh sekali, ini adalah kamarku. Kenapa aku tidak boleh ke sini," jawab Wilson, masih dengan tatapan tajamnya. Wajah Viyone merah padam, ia merasa malu dan kesal karena ketidaksengajaan yang terjadi. Suasana di antara mereka menjadi tegang, namun ada rasa canggung yang menyelimuti keduanya. Nick dan lainnya berdiri di depan pintu kamar, raut wajah penuh kekhawatiran. akan keselamata
Wilson menatap mata istrinya, Viyone, yang berkaca-kaca. Perasaan pria itu bagaikan ditusuk belati saat ia bisa merasakan betapa terluka hati istrinya. Dalam sekejap, penyesalan memenuhi hati Wilson dan ia berusaha meminta maaf. "Maaf, aku bukan sengaja ingin menyakitimu, aku hanya bercanda denganmu. Apa yang aku katakan semuanya tidak benar," ucap Wilson dengan tatapan lembut, berharap bisa meredakan emosi istrinya.Viyone menunduk, mencoba menahan tangisnya. Ia merasa kesal dan sedih dengan apa yang baru dikatakan Wilson. "Apa bisa tolong keluar, aku ingin pakai baju!" ujar Viyone dengan suara bergetar. Wilson mengangguk dan segera beranjak keluar kamar, menutup pintu kamarnya. Sementara itu, Viyone berjalan menghampiri lemarinya. Ia membuka pintu lemari yang dipenuhi dengan pakaian mahal yang disediakan Wilson sebelumnya. Ia berusaha menahan perasaan sakit hatinya sambil memilih pakaian untuk dikenakan. Viyone termenung sambil memikirkan ucapan suaminya tadi," Sudah banyak, dan
Tiba-tiba, cahaya matahari yang terang menyilaukan membanjiri kamar. Viyone terbangun dengan nafas terengah-engah, jantung berdebar kencang, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Ia menyadari bahwa itu hanyalah mimpi buruk yang sangat menakutkan. "Rupanya hanya mimpi, kenapa aku bisa bermimpi seperti itu?" gumam Viyone dengan raut wajah bingung dan ketakutan. Ia mengusap keringat di dahinya, mencoba mengusir rasa ketakutan yang masih menyelimuti tubuhnya, berharap mimpi itu tak akan pernah menjadi kenyataan.Viyone berdiri di depan cermin wastafel, wajahnya tampak pucat pasi. Bayangan mimpinya masih terngiang-ngiang di benaknya, seolah nyata ia melihat Wilson yang ingin membunuhnya. Wajahnya yang semula cantik dan segar, kini berubah lesu dan muram. "Kenapa hatiku merasa tidak tenang, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi? Apakah terjadi sesuatu padanya?" gumam Viyone sambil menatap wajahnya yang tampak penuh kecemasan di cermin.Beberapa jam kemudian, Viyone menemani putranya yang se
Beberapa saat setelah itu, Wilson meraih ponselnya yang berdering. Ia segera menjawabnya, dan dari seberang sana, terdengar suara Elvis yang sedang menyelidiki Lionel, atasan Viyone. "Bagaimana?" tanya Wilson dengan ekspresi serius. "Bos, sudah dua hari Lionel tidak masuk kerja. Nomornya juga tidak bisa dihubungi," kata Elvis dengan nada khawatir. Wilson merasa yakin apa yang telah terjadi pada Lionel. "Baiklah, Aku sudah mengerti!" jawab Wilson dengan tegas, kemudian memutuskan panggilannya. Ia menghela napas dalam-dalam, mencoba meredakan kegelisahannya. "Bagaimana, apakah Direktur baik-baik saja?" tanya Viyone yang cemas, matanya memandang Wilson dengan harap. "Mungkin apa yang kamu katakan adalah benar, atasanmu terjadi sesuatu," jawab Wilson dengan suara berat, menatap Viyone dengan pandangan yang penuh kekhawatiran."Apakah saat itu Direktur sudah mengalami masalah? Sehingga dia berusaha ingin aku keluar," ujar Viyone.Wilson yang melihat keadaan istrinya yang tak tega dan
Para musuh terdiam dan sedikit cemas dengan jumlah anggota Dragon yang lebih unggul sedang mengepung mereka. Pria yang mengancam Lionel sama sekali tidak ingin melepaskan tangannya dan pistolnya masoh menempel kepala wanita itu."Wilson Zavierson, tidak perlu mengalihkan perhatian kami. Karena kau sudah datang. Kau harus menyerah. Jika tidak maka dia akan mati karenamu!" kecam pria itu sambil melingkarkan tangannya ke leher Lionel dari belakang.Wilson menatap dengan senyuman sinis di bibirnya. Lionel terjepit di antara sekelompok pria bersenjata. Wanita itu semakin ketakutan hingga tubuhnya gemetar.Wilson mengejek, "Sepertinya kamu lebih memilih tempat ini menjadi kuburanmu. Kalau begitu aku kabulkan keinginan!" Ia lalu menjentikkan jari sebagai isyarat untuk Nick yang sedang menunggu perintah dari kejauhan sana. Nick, dengan senapan sniper di tangannya, mengintai sasaran melalui bidikan senjatanya. Napasnya terhenti sejenak saat menemukan titik tembak yang tepat di kepala pria y
Setelah keluar dari kamar Chris, Wilson merasa perlu untuk menyelidiki latar belakang seseorang lebih dalam. Ia mencabut ponselnya dari saku celananya, menekan beberapa tombol, lalu menempelkan ponsel itu di telinganya. "Selidiki siapa istri Markus Salveston!" perintah Wilson dengan tegas, sebelum segera memutuskan sambungan. Dalam hatinya, ia berpikir, "Walau memiliki bekas luka, tapi bukan berarti Viyone adalah Bella Salveston." Tak lama kemudian, ponselnya bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Wilson segera mengangkatnya. "Hallo," sahut Wilson dengan suara berat. "Bos, mereka sudah mengakui siapa dalang utamanya," jawab Steven, yang sedang bertugas di markas mereka. Setelah mendengar laporan Steven, Wilson memutuskan panggilannya."Sandez, Ternyata kau adalah orangnya, Kalau begitu aku juga tidak akan ragu membunuhmu!" gumamnya.Keesokan harinya.Vic berlarian di halaman rumah sambil memegang pistol air. Anak kecil itu menembak ke segala arah, membuat suara pistol air terde
Vic yang mendengar suara ibunya, ia pun langsung menghentikan aksinya," Mama!" teriaknya yang berlari ke menghampiri Viyone.Wanita itu kesal karena tubuhnya yang telah basah kunyup," Ahhh....""Vic, kenapa nakal sekali? Siapa yang menyuruhmu melayani tamu seperti ini?" tegur Viyone dengan nada tegas.Vic melirik tajam pada wanita itu," Bibi ini berniat jahat!" Wanita itu terlihat kesal dan tanpa basa-basi langsung membentak Viyone, "Apakah kamu adalah ibunya? Kalau tidak bisa mengajar anakmu kenapa kamu melahirkan dia?" Viyone terkejut dengan nada bicara wanita itu, namun sebelum ia sempat menjawab, Vic yang merasa mamanya diperlakukan tidak adil langsung menjawab"Jangan bersikap kurang ajar dengan mamaku!" bentak Vic sambil mendorong wanita itu dengan kedua tangan mungilnya. Wanita itu terkesiap, dan Viyone buru-buru menghentikan putranya. "Vic, cepat minta maaf!" titah Viyone sambil menatap Vic dengan tatapan tegas. "Aku tidak salah, Ma. Dia yang datang dengan niat jahat," jawa
Vic yang telah berada di kamarnya, menangis tanpa henti. Air mata mengalir deras di pipinya, menyebabkan wajahnya memerah dan bengkak. Ia berguling-guling di atas kasur, melempar bantal dan gulingnya ke sembarangan arah dalam kekalutan hatinya. Luis berdiri di depan pintu kamarnya, sementara Chris berdiri di ujung tempat tidur aidknya itu. Mereka hanya termenung, melihat ulah putra kedua Wilson yang tak bisa diredakan kesedihannya. Mereka merasa binggung tak tahu harus berkata apa untuk menghibur Vic. "Apakah bisa diam, kenapa menangis terus? Lagi pula dia yang ditembak olehmu. Kenapa kamu yang menangis?" tanya Chris dengan nada kesal, mencoba menggugah kesadaran Vic. Vic bangkit dan duduk sambil mengusap air mata yang masih mengalir. Dalam suara tersekat-sekat, ia menjawab, "Kata-katanya sangat menusuk hatiku. Dengan bangganya dia memberitahu aku ingin menjadi ibu tiriku. Aku merasa terluka dan tak bisa menerima kenyataan ini." Mendengar penjelasan Vic, Luis pun berusaha menenang
Matahari pagi bersinar cerah di langit kota San Fransisco, menandakan awal dari hari baru. Chris dan Vic, si kembar yang baru saja pindah ke kota ini bersama keluarga mereka, bersiap untuk menghadapi hari pertama mereka di sekolah baru. Mereka berdua tidak sabar untuk menjelajahi dunia baru mereka, mengejar cita-cita mereka, dan berteman dengan orang-orang baru. Di sisi lain, Wilson, ayah mereka, merasa lega bisa kembali ke San Fransisco bersama keluarganya. Ia ingin anak-anaknya tumbuh dalam lingkungan yang baik dan mendapatkan pendidikan terbaik. Oleh karena itu, ia mendaftarkan Chris dan Vic ke sekolah yang terbaik di kota ini. Hari demi hari berlalu, Chris dan Vic mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka. Mereka giat belajar, dan mereka berhasil menjalin persahabatan yang erat dengan teman-teman sekelas mereka. Selain itu, mereka juga berlatih memanah setelah pulang sekolah. Nick dan Ethan, pelatih memanah yang juga bekerja di Markas Dragon, mengajari mereka dengan p
Beberapa bulan telah berlalu sejak Wilson terpilih sebagai pemimpin mafia di seluruh dunia. Kini, ia mengundang para ketua mafia dari berbagai negara untuk berkumpul dalam sebuah perjamuan mewah. Viyone dan kedua putranya yang kini telah menjadi bagian dari organisasi tersebut, juga ikut hadir dan memperkenalkan diri mereka. Chris dan Vic, putra-putra Wilson yang menjadi calon penerus, diwajibkan hadir dalam acara penting tersebut. Di sebuah ruangan mewah dengan pencahayaan yang temaram, suara gelas beradu satu sama lain menggema di seluruh ruangan. Para mafia, yang mengenakan setelan jas hitam rapi, tampak saling bersulang dengan anggur merah di tangan mereka. Tawa dan candaan terdengar di antara mereka, menciptakan suasana yang damai dan harmonis, seolah melupakan sisi gelap kehidupan yang mereka jalani. Wilson, yang duduk di ujung meja dengan kursi yang lebih besar dan mewah, menjadi pusat perhatian para mafia. Ia tersenyum lebar, menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi sebagai
Wilson memandang Markus dengan tatapan dingin sambil melepaskan tembakan."Aahh!" jeritan Markus yang kesakitan terdengar ketika dua tembakan menembus lututnya. Darah keluar mengotori lantai restoran, namun suara pistol yang digunakan oleh Wilson tidak mengeluarkan suara, sehingga tidak mengejutkan pengunjung lainnya.Markus terduduk, berusaha menahan sakit. "Kau...," ujarnya terhenti, menahan rasa sakit yang menyiksa.Wilson mendekat, matanya penuh kebencian yang telah terkubur selama bertahun-tahun. "Putraku telah menyadarkan aku. Aku telah menderita akibat dendam. Kematian kedua orang tuaku adalah sesuatu yang tidak bisa aku lupakan. Aku membiarkanmu hidup supaya kamu menjalani sisa hidupmu dengan penuh penderitaan. Semua anggotamu sudah ditahan oleh orang-orangku. Jangan berharap ada yang bisa menyelamatkanmu."Markus mengerang, keringat dingin membasahi wajahnya. "Kau menggunakan cara ini untuk menyiksaku," ujarnya dengan napas terengah-engah."Aku dan Viyone adalah korbanmu. Dua
"Untuk apa kau memberitahu aku semua ini?" tanya Markus dengan nada marah dan bingung, tatapannya tajam menelusuri setiap gerakan Wilson. "Aku hanya ingin kamu sadar, Sifatmu, yang selalu dianggap tidak peduli, justru dikalahkan oleh seorang anak lima tahun. Dia tahu caranya menyayangi keluarganya. Dia tahu cara menghargai siapapun. Sedangkan dirimu, Markus, ambisimu begitu tinggi sehingga kamu tidak peduli pada orang di sekitarmu. Contohnya adalah istri dan putrimu sendiri. Mereka harus menderita karena keegoisanmu. Dan kini, semua penyesalan itu tidak akan ada gunanya," ucap Wilson dengan suara tegas namun penuh dengan kepedihan.Markus terdiam, kata-kata Wilson menghantamnya seperti palu godam. Ingatan-ingatan tentang istri dan putrinya yang tersisih oleh ambisinya sendiri mulai menghantui pikirannya.FlashbackSehari sebelum Chris dan Vic diculik, suasana di rumah Wilson sangat tegang. Wilson duduk di meja makan bersama istri dan kedua anaknya, membicarakan sesuatu yang sangat se
Dalam perjalanan menuju restoran, kelompok Markus mengalami hambatan serius ketika mereka dihadang oleh anggota kelompok Wilson. Sejumlah mobil diparkir strategis di tengah jalan, menghalangi perjalanan mereka dan menciptakan situasi tegang. Nick, pemimpin kelompok Wilson, berdiri di sana dengan tenang, namun penuh kewaspadaan, sambil memegang senapannya dengan erat. Nick, bersama teman-temannya, dengan cepat menodongkan senjata masing-masing ke arah anggota kelompok Markus. Anggota kelompok Markus, yang tidak menyangka akan dihadang, tampak waspada dan bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk."Gawat! Mereka sudah merencanakan dari awal. Bagaimana dengan bos kita?" tanya salah satu anggota Markus yang di dalam mobil.Para anggota Markus keluar dari mobil mereka dengan wajah penuh ketegangan. Suasana di sekitar terasa mencekam saat kedua kelompok berdiri saling berhadapan, masing-masing memegang senjata.Nick, dengan tatapan tajam, menodongkan senjatanya ke arah mereka. "Kalian
Markus sambil memikirkan ulang sejak Stuart yang menculik si kembar dan begitu mudahnya bisa lolos, berkata, "Pengawasan wilayah tempat tinggal Wilson tiba-tiba saja dikurangi. Dengan sifat mereka yang begitu teliti, tidak mungkin anak mereka begitu mudah diculik. Sementara si kembar yang baru sadar juga tiba-tiba saja mengakuiku sebagai kakek mereka. Sifat mereka berubah sama sekali dengan pertemuan terakhir sebelumnya. Apakah dua bocah ini sudah permainkan aku sejak awal?" gumam Markus.Markus kemudian melangkah keluar dari ruangan itu dengan langkah mantap. Ia mengeluarkan pistol dari balik jaketnya, merasakan dinginnya logam yang menyentuh kulitnya memberikan ketenangan tersendiri. Matanya tajam menyisir sekeliling ruangan, mencari tanda-tanda bahaya yang mungkin tersembunyi. Dia berjalan menuju ke pintu belakang sambil menghubungi anggotanya melalui ponsel."Hubungi semua anggota kita. Kita sudah masuk perangkap sejak awal!" perintah Markus dengan nada tegas dan tanpa kompromi."
Wilson dan anggotanya melaju dengan tenang di jalan menuju restoran, sementara di dalam mobil, suasana sedikit tegang. Wilson dan Viyone sesekali melihat ponsel mereka, memastikan bahwa Chris dan Vic berada dalam posisi yang aman."Apakah Chris dan Vic akan dalam bahaya setelah Markus tahu rencana kita?" tanya Viyone dengan nada cemas. Ia duduk di samping suaminya, menggenggam tangannya erat."Tenang saja, Viyone. Mereka sangat pintar. Bukankah mereka juga berhasil mengelabui Stuart dan Markus? Jadi, mereka tahu cara menemukan jalan keluar," jawab Wilson dengan yakin, menenangkan istrinya."Aku berharap begitu juga. Aku tidak menyangka mereka sangat berani," ujar Viyone dengan nada khawatir."Karena mereka mirip denganku," ucap Wilson sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana.Sementara itu, di dalam restoran, Vic berlari ke sana ke mari, penuh energi setelah makan."Vic, kamu baru saja selesai makan. Jangan lari-lari!" seru Chris yang mengikuti adiknya dengan cemas.Markus, yang b
"Kakek, apakah kakek tahu betapa jantungku ini sangat merindukanmu siang dan malam, Aku berharap bisa bertemu denganmu selma ini. tapi karena aku selalu diawasi oleh paman-paman sehingga aku tidak bebas," ucap Vic sambil menangis.Chris, dengan tatapan tajam," menjawab, "Yang benar adalah hatimu, bukan jantung," ujarnya sambil mengeleng kepalanya.Markus, yang menyaksikan pertukaran emosi itu, tersenyum dan bertanya, "Ha ha ha...kalian sangat lucu sekali. Chris, Vic, apakah benar kalian merindukan kakek?""Iya," jawab sikembar dengan serentak sambil mengangguk.Namun, Markus menyampaikan pemikirannya, "Anak yang pintar, Kakek mengira selama ini kalian tidak mengakui ku lagi."Dengan jujur, Chris dan Vic menjawab, "Kami hanya berpura-pura di depan papa dan mama."Vic lalu mengajukan pertanyaan yang menggugah, "Apakah kakek dan mama tidak bisa berbaikan lagi?"Sementara itu, Chris menyuarakan kekhawatirannya, "Kakek dan papa apakah harus bermusuhan?"Markus menyadarkan mereka, "Urusan k
"Bertindak ceroboh?" tanya Stuart yang tidak paham."Kau akan segera paham," jawab Wilson dengan senyum.Stuart kemudian dibawa oleh Steven ke tempat kurungan di Markas Dragon. Tempat itu suram dan penuh dengan kegelapan, bau lembap menyengat hidung Stuart saat ia dilemparkan ke dalam salah satu sel. Terdengar suara pintu besi yang berderit saat ditutup, meninggalkan Stuart dalam kegelapan total.Sementara itu, di tempat lain, Chris dan Vic baru saja sadar. Mereka saling memandang bingung, menyadari bahwa mereka berada di kamar yang asing."Kakak, apakah kita pindah alam?" tanya Vic yang melirik sana sini, mengamati semua perubahan di kamar itu."Kita berada di kamar orang lain," jawab Chris sambil mengucek matanya dan mencoba mengingat kejadian terakhir yang mereka alami."Kamar siapa? Kenapa kita bisa ada di sini?" tanya Vic dengan penuh kekhawatiran."Sepertinya tempat dia," jawab Chris yang merujuk pada seseorang, dengan nada suara yang mengisyaratkan bahaya.Si kembar itu kemudia