Vic yang telah berada di kamarnya, menangis tanpa henti. Air mata mengalir deras di pipinya, menyebabkan wajahnya memerah dan bengkak. Ia berguling-guling di atas kasur, melempar bantal dan gulingnya ke sembarangan arah dalam kekalutan hatinya. Luis berdiri di depan pintu kamarnya, sementara Chris berdiri di ujung tempat tidur aidknya itu. Mereka hanya termenung, melihat ulah putra kedua Wilson yang tak bisa diredakan kesedihannya. Mereka merasa binggung tak tahu harus berkata apa untuk menghibur Vic. "Apakah bisa diam, kenapa menangis terus? Lagi pula dia yang ditembak olehmu. Kenapa kamu yang menangis?" tanya Chris dengan nada kesal, mencoba menggugah kesadaran Vic. Vic bangkit dan duduk sambil mengusap air mata yang masih mengalir. Dalam suara tersekat-sekat, ia menjawab, "Kata-katanya sangat menusuk hatiku. Dengan bangganya dia memberitahu aku ingin menjadi ibu tiriku. Aku merasa terluka dan tak bisa menerima kenyataan ini." Mendengar penjelasan Vic, Luis pun berusaha menenang
Malam itu berlalu begitu saja, Wilson masih terjaga hingga larut malam. Ia mencari jawaban atas pertanyaan yang menghantuinya. Namun, semakin ia mencari, semakin bingung dan terpuruk ia dalam dilema. Akhirnya, Wilson memutuskan untuk menyandarkan punggungnya di kursi besarnya memejamkan matanya sejenak.Pagi itu, langit masih mendung ketika si kembar, Chris dan Vic, tiba-tiba menangis dengan keras seolah terjadi sesuatu yang menakutkan. Wilson yang sedang berganti pakaian di ruang ganti langsung menghampiri kedua buah hatinya yang menangis histeris. "Chris, Vic, ada apa? Kenapa kalian tiba-tiba menangis? Apa kalian sedang sakit?" tanya Wilson yang duduk di tepi kasur, mencoba meredakan kepanikan yang melanda anak-anaknya. Air mata mengalir deras dari kedua mata anaknya, membuat wajah mereka memerah dan basah oleh butiran-butiran air mata. Chris dan Vic langsung memeluk ayahnya dengan erat, seolah mencari perlindungan dari sesuatu yang menakutkan. "Jangan takut, papa ada di sini!" b
Sandez berdiri tegak di tengah ruangan markas yang diterangi cahaya remang-remang, dikelilingi oleh anggota gengnya yang setia. Tawa keras mereka menggema di seluruh ruangan, merayakan kemenangan mereka atas musuh bebuyutan mereka, Wilson Zavierson. Mereka semua terlihat puas, terutama Sandez yang tersenyum lebar hingga menampakkan gigi putihnya yang mengkilap. Ia melihat ke sekeliling ruangan, menatap wajah-wajah anggotanya yang penuh kebanggaan dan kegembiraan. "Akhirnya dia mati juga," kata Sandez dengan nada sombong, lalu melanjutkan, "Besok kita akan menyusun strategi untuk merebut kekuasaan markas Dragon." Anggota gengnya mengangguk sambil menjawab, "Baik, Bos." Mereka semua terlihat semangat, siap mengikuti perintah Sandez untuk menguasai markas yang selama ini dikuasai oleh Wilson Zavierson. "Wilson Zavierson yang ditakuti sudah tewas sehingga tubuhnya sudah tak tersisa. Markas dan mansionnya juga harus aku rebut," ucap Sandez dengan penuh ambisi. Matanya bersinar penuh ke
Viyone terlihat gelisah, berjalan bolak-balik di depan halaman rumahnya, tangannya sesekali mengepal dan menatap langit yang semakin gelap. "Apakah Wilson terjadi sesuatu?" gumam Viyone dengan nada khawatir.Sementara itu, Chris dan Vic bersembunyi di balik semak-semak, mengintip dari sisi lain. Vic mengerutkan kening dan bertanya pada kakaknya, "Kakak, kenapa Mama gelisah dan tidak bisa duduk diam? Apakah itu tandanya sudah menjelang monopause?" Chris mendengus kesal, "Yang benar adalah menopause, dan jangan bicara sembarangan! Lagipula, Mama belum cukup umur untuk itu.""Kenapa Kakak bisa tahu kalau mama belum cukup umur?" tanya Vic yang penasaran."Kata mama sebelum kita sekolah kita harus belajar sendiri di rumah. Agar saat di sekolah kita tidak binggung dan takut,"jawab Chris. Lalu Vic kembali bertanya dengan rasa penasaran, "Lalu, kenapa Mama dari tadi seperti belut kepanasan, seperti berendam lama dalam es batu?" " Chris menghela napas, mencoba menjelaskan pada adiknya, "Mun
Mike memberanikan diri untuk bertanya sesuatu yang sangat penting, "Bos, selama ini kita mencari Bella Salveston. Ternyata dia adalah kakak ipar. Apa rencana Bos setelah ini?"Wilson diam sejenak, bersikap tenang, dan menatap kejauhan, seolah-olah merenungkan sesuatu yang sangat dalam. Tidak tahu apa yang dia pikirkan, akhirnya Wilson membuka suara dengan nada pelan, "Aku membenci Bella setiap kali memikirkan kematian orang tuaku. Kebencian itu begitu mendalam, hingga aku bertekad untuk menemukannya dan menuntut keadilan. Namun, setelah aku tahu bahwa Bella adalah Viyone, wanita yang telah menjadi bagian penting dalam hidupku, semua kebencianku langsung hilang. Aku tidak pernah membayangkan bahwa orang yang kucari-cari selama ini adalah dia."Wilson menghela napas panjang, tampak berat untuk melanjutkan. "Pertanyaannya sekarang adalah... Apakah aku bisa menganggap tidak terjadi apa-apa dan menjalani kehidupan yang bahagia bersamanya? Bisakah aku memaafkan masa lalunya dan menerima ken
Malam itu, Wilson duduk termenung di sudut ruangan yang gelap. Ia meneguk beberapa gelas minuman favoritnya, mencoba melupakan beban yang menekannya. Wajahnya yang penuh kelelahan dan lesu terlihat jelas saat ia mengusap kasar dengan tangan gemetar. Sambil merenung, Wilson mengeluarkan sebatang rokok dari saku dan menyalakannya. Asap yang keluar dari mulutnya perlahan bercampur dengan aroma minuman beralkohol yang ada di atas meja. Wilson, yang terkenal tenang, lebih memilih untuk menyendiri saat ini agar bisa meresapi segala perasaan dan pikiran yang menghantui pikirannya. Dalam keheningan malam, Wilson bergumam pelan, "Bella Salveston, Viyone Florencia. Kenapa kami harus dipertemukan dalam situasi seperti ini? Bagaimana jika suatu saat nanti aku terpaksa membunuh ayahnya dengan tangan sendiri?" Ucapan itu keluar dengan perasaan bercampur aduk antara penyesalan, amarah, dan ketakutan. Wilson menarik nafas panjang, mencoba meredakan kegelisahan yang melanda. Minuman beralkohol yang
Chris menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca," Papa, Apakah Papa dan mama menikah hanya demi kami? Setelah itu papa dan mama akan berpisah bila tiba waktunya?" tanya Chris.Di sisi lain, Vic sedang mencuri dengar pembicaraan Chris dan Wilson. "Kakak sangat pintar berakting, Apakah dengan cara ini, Papa akan meluapkan perasaannya dan begitu juga dengan mama?" gumam Vic."Chris, papa dan mama menikah demi keluarga kita. Kita cukup bahagia, apalagi memiliki kamu dan Vic," jawab Wilson dengan senyum yang tulus. "Papa, apakah Papa mencintai mama?" tanya Chris dengan polos.Wilson menarik nafas dalam-dalam, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan anaknya. "Papa telah melakukan kesalahan besar, dan butuh waktu untuk mama memaafkan papa," jawab Wilson dengan jujur. "Apakah Papa akan menunggunya?" tanya Chris, matanya bersinar penuh harap. "Chris, kamu dan Vic masih kecil. Jangan khawatirkan urusan orang dewasa!" ujar Wilson, berusaha mengalihkan perhatian anakny
Viyone duduk di tepi kasur bersama Chris dan Vic, anak-anaknya yang lucu, sedang melipat pakaian bersama. Pemandangan itu sangat menggemaskan, dengan tumpukan pakaian yang berserakan dan kedua anak kecil yang bersemangat membantu ibunya. Vic, yang ingin belajar melipat bajunya sendiri, tampak kesulitan. Dengan ekspresi yang lucu, dia mencoba melipat bajunya yang terlalu besar untuk tangannya yang mungil. "Baju ini tidak bisa dipakai lagi," gerutu Vic dengan wajah geram sambil meremas-remas bajunya. "Vic, jangan melakukan itu!" tegur Viyone dengan nada lembut namun tegas, mencoba mengendalikan anaknya yang sedang kesal. "Mama, bajunya tidak bisa dilipat," keluh Vic, masih dengan wajah kesal dan bingung. Chris, yang sudah lebih mahir melipat pakaian, menatap adiknya dengan senyum simpul. "Bukan salah bajunya, Tapi salah kamu sendiri yang tidak bisa," jawab Chris sambil menunjukkan bajunya yang sudah dilipat dengan rapi. Vic menatap Chris dengan mata terbelalak, lalu kembali meliha
Matahari pagi bersinar cerah di langit kota San Fransisco, menandakan awal dari hari baru. Chris dan Vic, si kembar yang baru saja pindah ke kota ini bersama keluarga mereka, bersiap untuk menghadapi hari pertama mereka di sekolah baru. Mereka berdua tidak sabar untuk menjelajahi dunia baru mereka, mengejar cita-cita mereka, dan berteman dengan orang-orang baru. Di sisi lain, Wilson, ayah mereka, merasa lega bisa kembali ke San Fransisco bersama keluarganya. Ia ingin anak-anaknya tumbuh dalam lingkungan yang baik dan mendapatkan pendidikan terbaik. Oleh karena itu, ia mendaftarkan Chris dan Vic ke sekolah yang terbaik di kota ini. Hari demi hari berlalu, Chris dan Vic mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka. Mereka giat belajar, dan mereka berhasil menjalin persahabatan yang erat dengan teman-teman sekelas mereka. Selain itu, mereka juga berlatih memanah setelah pulang sekolah. Nick dan Ethan, pelatih memanah yang juga bekerja di Markas Dragon, mengajari mereka dengan p
Beberapa bulan telah berlalu sejak Wilson terpilih sebagai pemimpin mafia di seluruh dunia. Kini, ia mengundang para ketua mafia dari berbagai negara untuk berkumpul dalam sebuah perjamuan mewah. Viyone dan kedua putranya yang kini telah menjadi bagian dari organisasi tersebut, juga ikut hadir dan memperkenalkan diri mereka. Chris dan Vic, putra-putra Wilson yang menjadi calon penerus, diwajibkan hadir dalam acara penting tersebut. Di sebuah ruangan mewah dengan pencahayaan yang temaram, suara gelas beradu satu sama lain menggema di seluruh ruangan. Para mafia, yang mengenakan setelan jas hitam rapi, tampak saling bersulang dengan anggur merah di tangan mereka. Tawa dan candaan terdengar di antara mereka, menciptakan suasana yang damai dan harmonis, seolah melupakan sisi gelap kehidupan yang mereka jalani. Wilson, yang duduk di ujung meja dengan kursi yang lebih besar dan mewah, menjadi pusat perhatian para mafia. Ia tersenyum lebar, menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi sebagai
Wilson memandang Markus dengan tatapan dingin sambil melepaskan tembakan."Aahh!" jeritan Markus yang kesakitan terdengar ketika dua tembakan menembus lututnya. Darah keluar mengotori lantai restoran, namun suara pistol yang digunakan oleh Wilson tidak mengeluarkan suara, sehingga tidak mengejutkan pengunjung lainnya.Markus terduduk, berusaha menahan sakit. "Kau...," ujarnya terhenti, menahan rasa sakit yang menyiksa.Wilson mendekat, matanya penuh kebencian yang telah terkubur selama bertahun-tahun. "Putraku telah menyadarkan aku. Aku telah menderita akibat dendam. Kematian kedua orang tuaku adalah sesuatu yang tidak bisa aku lupakan. Aku membiarkanmu hidup supaya kamu menjalani sisa hidupmu dengan penuh penderitaan. Semua anggotamu sudah ditahan oleh orang-orangku. Jangan berharap ada yang bisa menyelamatkanmu."Markus mengerang, keringat dingin membasahi wajahnya. "Kau menggunakan cara ini untuk menyiksaku," ujarnya dengan napas terengah-engah."Aku dan Viyone adalah korbanmu. Dua
"Untuk apa kau memberitahu aku semua ini?" tanya Markus dengan nada marah dan bingung, tatapannya tajam menelusuri setiap gerakan Wilson. "Aku hanya ingin kamu sadar, Sifatmu, yang selalu dianggap tidak peduli, justru dikalahkan oleh seorang anak lima tahun. Dia tahu caranya menyayangi keluarganya. Dia tahu cara menghargai siapapun. Sedangkan dirimu, Markus, ambisimu begitu tinggi sehingga kamu tidak peduli pada orang di sekitarmu. Contohnya adalah istri dan putrimu sendiri. Mereka harus menderita karena keegoisanmu. Dan kini, semua penyesalan itu tidak akan ada gunanya," ucap Wilson dengan suara tegas namun penuh dengan kepedihan.Markus terdiam, kata-kata Wilson menghantamnya seperti palu godam. Ingatan-ingatan tentang istri dan putrinya yang tersisih oleh ambisinya sendiri mulai menghantui pikirannya.FlashbackSehari sebelum Chris dan Vic diculik, suasana di rumah Wilson sangat tegang. Wilson duduk di meja makan bersama istri dan kedua anaknya, membicarakan sesuatu yang sangat se
Dalam perjalanan menuju restoran, kelompok Markus mengalami hambatan serius ketika mereka dihadang oleh anggota kelompok Wilson. Sejumlah mobil diparkir strategis di tengah jalan, menghalangi perjalanan mereka dan menciptakan situasi tegang. Nick, pemimpin kelompok Wilson, berdiri di sana dengan tenang, namun penuh kewaspadaan, sambil memegang senapannya dengan erat. Nick, bersama teman-temannya, dengan cepat menodongkan senjata masing-masing ke arah anggota kelompok Markus. Anggota kelompok Markus, yang tidak menyangka akan dihadang, tampak waspada dan bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk."Gawat! Mereka sudah merencanakan dari awal. Bagaimana dengan bos kita?" tanya salah satu anggota Markus yang di dalam mobil.Para anggota Markus keluar dari mobil mereka dengan wajah penuh ketegangan. Suasana di sekitar terasa mencekam saat kedua kelompok berdiri saling berhadapan, masing-masing memegang senjata.Nick, dengan tatapan tajam, menodongkan senjatanya ke arah mereka. "Kalian
Markus sambil memikirkan ulang sejak Stuart yang menculik si kembar dan begitu mudahnya bisa lolos, berkata, "Pengawasan wilayah tempat tinggal Wilson tiba-tiba saja dikurangi. Dengan sifat mereka yang begitu teliti, tidak mungkin anak mereka begitu mudah diculik. Sementara si kembar yang baru sadar juga tiba-tiba saja mengakuiku sebagai kakek mereka. Sifat mereka berubah sama sekali dengan pertemuan terakhir sebelumnya. Apakah dua bocah ini sudah permainkan aku sejak awal?" gumam Markus.Markus kemudian melangkah keluar dari ruangan itu dengan langkah mantap. Ia mengeluarkan pistol dari balik jaketnya, merasakan dinginnya logam yang menyentuh kulitnya memberikan ketenangan tersendiri. Matanya tajam menyisir sekeliling ruangan, mencari tanda-tanda bahaya yang mungkin tersembunyi. Dia berjalan menuju ke pintu belakang sambil menghubungi anggotanya melalui ponsel."Hubungi semua anggota kita. Kita sudah masuk perangkap sejak awal!" perintah Markus dengan nada tegas dan tanpa kompromi."
Wilson dan anggotanya melaju dengan tenang di jalan menuju restoran, sementara di dalam mobil, suasana sedikit tegang. Wilson dan Viyone sesekali melihat ponsel mereka, memastikan bahwa Chris dan Vic berada dalam posisi yang aman."Apakah Chris dan Vic akan dalam bahaya setelah Markus tahu rencana kita?" tanya Viyone dengan nada cemas. Ia duduk di samping suaminya, menggenggam tangannya erat."Tenang saja, Viyone. Mereka sangat pintar. Bukankah mereka juga berhasil mengelabui Stuart dan Markus? Jadi, mereka tahu cara menemukan jalan keluar," jawab Wilson dengan yakin, menenangkan istrinya."Aku berharap begitu juga. Aku tidak menyangka mereka sangat berani," ujar Viyone dengan nada khawatir."Karena mereka mirip denganku," ucap Wilson sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana.Sementara itu, di dalam restoran, Vic berlari ke sana ke mari, penuh energi setelah makan."Vic, kamu baru saja selesai makan. Jangan lari-lari!" seru Chris yang mengikuti adiknya dengan cemas.Markus, yang b
"Kakek, apakah kakek tahu betapa jantungku ini sangat merindukanmu siang dan malam, Aku berharap bisa bertemu denganmu selma ini. tapi karena aku selalu diawasi oleh paman-paman sehingga aku tidak bebas," ucap Vic sambil menangis.Chris, dengan tatapan tajam," menjawab, "Yang benar adalah hatimu, bukan jantung," ujarnya sambil mengeleng kepalanya.Markus, yang menyaksikan pertukaran emosi itu, tersenyum dan bertanya, "Ha ha ha...kalian sangat lucu sekali. Chris, Vic, apakah benar kalian merindukan kakek?""Iya," jawab sikembar dengan serentak sambil mengangguk.Namun, Markus menyampaikan pemikirannya, "Anak yang pintar, Kakek mengira selama ini kalian tidak mengakui ku lagi."Dengan jujur, Chris dan Vic menjawab, "Kami hanya berpura-pura di depan papa dan mama."Vic lalu mengajukan pertanyaan yang menggugah, "Apakah kakek dan mama tidak bisa berbaikan lagi?"Sementara itu, Chris menyuarakan kekhawatirannya, "Kakek dan papa apakah harus bermusuhan?"Markus menyadarkan mereka, "Urusan k
"Bertindak ceroboh?" tanya Stuart yang tidak paham."Kau akan segera paham," jawab Wilson dengan senyum.Stuart kemudian dibawa oleh Steven ke tempat kurungan di Markas Dragon. Tempat itu suram dan penuh dengan kegelapan, bau lembap menyengat hidung Stuart saat ia dilemparkan ke dalam salah satu sel. Terdengar suara pintu besi yang berderit saat ditutup, meninggalkan Stuart dalam kegelapan total.Sementara itu, di tempat lain, Chris dan Vic baru saja sadar. Mereka saling memandang bingung, menyadari bahwa mereka berada di kamar yang asing."Kakak, apakah kita pindah alam?" tanya Vic yang melirik sana sini, mengamati semua perubahan di kamar itu."Kita berada di kamar orang lain," jawab Chris sambil mengucek matanya dan mencoba mengingat kejadian terakhir yang mereka alami."Kamar siapa? Kenapa kita bisa ada di sini?" tanya Vic dengan penuh kekhawatiran."Sepertinya tempat dia," jawab Chris yang merujuk pada seseorang, dengan nada suara yang mengisyaratkan bahaya.Si kembar itu kemudia