Rapat itu terhenti sejenak karena kedatangan Renata dan Evan, juga adanya perkenalan singkat dari keduanya. Renata sendiri benar-benar masih bingung, sejak kapan Evan memiliki saham perusahaan Veronica. “Apa kita bisa mulai rapatnya?” tanya staf yang berdiri di mimbar. Semua orang mengangguk. Renata mengambil kursi yang berhadapan dengan Stef, sekilas menyapa Grace dan pria yang pernah ditemuinya dengan seulas senyum. Rapat itu dimulai dengan membahas kinerja perusahaan, proges, juga keuntungan perusahaan selama setahun terakhir. Hingga akhirnya sampailah di acara penilaian kinerja jabatan presiden direktur, serta pengambilan suara untuk mempertahankan posisi itu. “Seperti tahun sebelumnya, hanya Pak Kevin yang layak menduduki jabatan itu, serta beliau memiliki kinerja yang bagus. Kami selaku pemegang saham, akan mendukung Pak Kevin menjadi presiden direktur seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar salah satu pemegang saham yang mendukung Kevin. Kevin tersenyum puas, sangat yakin mes
Kevin terperanjat melihat siapa yang hadir di rapat itu. Bahkan dia sampai menelan ludah susah payah dengan ekspresi wajah takut, tapi berusaha ditutupi dengan senyum.Renata memulas senyum melihat Veronica hadir di sana. Tidak menyangka jika sang oma akan datang dan menunjukkan diri, padahal sebelumnya masih berpura-pura sakit.“Ma.” Kevin langsung mendekat ke Veronica untuk mencari muka.Renata yang melihat hal itu tentu saja langsung memasang wajah masam karena kesal dengan sang paman yang bermuka dua.Semua orang langsung membungkuk memberi hormat ke Veronica yang berjalan masuk.“Mama kenapa ke sini? Apa kondisi Mama sudah membaik?” tanya Kevin berbasa-basi, padahal dalam hatinya benar-benar kesal dan geram karena Veronica terlihat baik-baik saja.“Kamu tidak pernah melihat kondisiku, bagaimana bisa kamu tahu apa aku sudah membaik atau belum,” ucap Veronica dengan suara datar dan tatapan begitu dingin.Kevin terkesiap dan menelan ludah mendengar ucapan Veronica, para petinggi per
“Apa maksud Mama? Kenapa Mama mempermalukanku di depan banyak orang, hanya untuk menyenangkan cucu yang sudah memberikan aib di keluarga kita?” Kevin mengamuk Veronica saat mereka berada di ruangan berdua.Veronica melihat ambisi dan kebencian dalam tatapan mata Kevin. Tidak disangka sang putra bisa sampai seperti ini hanya karena harta.“Apa aku perlu mengumpulkan semua jajaran direksi untuk membahas apa yang sudah kamu lakukan? Seharusnya kamu bersyukur karena aku masih membiarkanmu di sini.” Veronica bicara dengan tegas sambil menatap Kevin.Kevin sangat terkejut mendengar ucapan Veronica, tentunya tidak senang dengan ucapan wanita itu.“Memangnya apa yang sudah aku lakukan?” Kevin menatap penuh amarah yang ditahan.Veronica mengambil sebuah stopmap besar, lantas membanting di meja.“Memalsukan laporan, memanipulasi data, juga meracuni pemimping perusahaan.” Veronica mengungkap perbuatan Kevin yang sudah diselidikinya, termasuk percobaan pembunuhan yang dilakukan Kevin ke Veronica.
Veronica, Renata, dan Evan menatap pembantu itu bersamaan. Melihat jika pembantu terlihat panik dan takut.“Ampun, Nyonya.”Pembantu itu langsung bersujud di lantai sambil menangis.Ternyata dugaan Renata benar, teh itu memang ada racunnya, sehingga pembantu itu langsung bersujud karena takut.Veronica tidak menyangka jika pembantu yang bekerja di sana selama bertahun-tahun lamanya, ternyata tega ingin meracuninya.“Ampun, Nyonya. Saya hanya menuruti perintah.” Wanita itu menangis dengan posisi masih bersujud.Renata tidak habis pikir, kenapa pembantu rumah bisa setega ini ingin menusuk Veronica dari belakang. Renata pun kembali duduk dan meletakkan cangkir di meja, menunggu pengakuan pembantu itu dan juga keputusan Veronica.“Siapa? Kevin?” tanya Veronica langsung menebak.Pembantu itu tidak berani menjawab, tapi terus menangis.Veronica memegangi kepala, tidak menyangka jika Kevin meminta pembantu rumah untuk meracuninya. Dia ingin memberi kesempatan kedua untuk Kevin agar mau berub
“Oma, kenapa Mama dan Papa tidak ngajak Dhira dan Dharu?”Dhira menggelembungkan pipi, sedang sedih karena sang mama dan papa pergi terlalu lama.“Mama dan Papa sedang ngurus kerjaan, jadi ga bisa ajak Dhira dan Dharu. Nanti kalau sudah selesai, pasti akan pulang buat lihat kalian,” ucap Margaret menjelaskan.Dhira tetap saja sedih karena ditinggal sang mama sangat lama, ini adalah pertama kalinya Renata meninggalkan anak-anak itu cukup lama.“Tapi biasanya, Dhira dan Dharu diajak, kenapa sekarang ga?” Dhira tetap saja mengeluh meski sudah dijelaskan.Margaret ingin menjelaskan, tapi Dharu sudah bicara terlebih dahulu.“Mama kerjanya ga main musik lagi, jadi ga bisa ajak kita kayak biasanya. Lagi pula enak di sini, kita bisa sekolah diantar-jemput Oma kadang Opa, terus setiap pulang sekolah makan enak, jajan, makan es krim. Kalau sama Mama, pasti langsung pulang karena Mama harus kerja lagi. Kalau Dharu lebih suka di sini, kalau ikut Mama pasti nanti juga kita sering ditinggal-tinggal
“Di mana Sandra?” tanya Veronica saat sudah sedikit tenang.Renata menemui Veronica di kamar untuk melihat kondisi neneknya itu.“Dia di kamarnya, Oma. Dia mau bekerja sama dengan baik, jadi Oma jangan mencemaskan apa pun, biar aku yang mengurusnya,” jawab Renata mencoba menenangkan agar Veronica tidak banyak pikiran.Veronica mengembuskan napas panjang, masih syok karena tidak menyangka jika masalah keluarga akan serumit ini.“Selama ini pamanmu tidak pernah mau menikah, tapi sekarang ternyata punya anak di luar nikah. Aku harus bagaimana menyikapinya?”Veronica benar-benar merasa kepalanya begitu pening mengetahui kelakuan Kevin.Renata tahu beban yang ditanggung sang oma, jika informasi tentang Kevin yang memiliki anak di luar nikah tersebar, pasti itu akan memalukan keluarga.“Oma tenang dulu. Nanti kita cari solusinya, sekarang yang terpenting Oma istirahat agar tidak terlalu banyak beban. Ingat kesehatan Oma juga,” ucap Renata mencoba menenangkan.Veronica mengangguk-angguk. Ren
Suara orang-orang berteriak panik, juga ada yang meminta menghubungi ambulance pun terdengar saling bersahutan.Renata merasa kepalanya sangat pusing. Dia memegangi kepala yang berat karena sempat terbentur dashboard saat tabrakan tidak terhindarkan. Hingga dia menoleh ke Evan, melihat suaminya yang tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir di dahi pria itu.“Van, Evan.” Renata berusaha membangunkan, tapi Evan tidak bangun.Renata hendak membuka pintu, tapi tangannya lemas, bahkan tubuhnya terasa tidak bertenaga sama sekali. Dia mengatur napasnya, kepala pening dengan pandangan kabur membuatnya berusaha tetap mempertahankan kesadaran.“Anda baik-baik saja?” Suara satpam terdengar dari luar.Renata menoleh dan satpam itu bersama beberapa orang sedang berusaha membuka paksa pintu mobil. Dia mengangguk-angguk lemah mendengar suara satpam, telinga masih mendengar suara-suara orang yang sedang berusaha membuka paksa pintu itu.“Van.” Renata kembali memanggil nama pria itu, tapi masih
Jantung Renata sudah berdegup kencang, bahkan dada terasa sesak saat melihat kedatangan Murni, apalagi wanita itu terlihat cemas.“Ada apa, Mbok?” tanya Renata dengan ekspresi wajah takut.Veronica pun menunggu Murni menyampaikan apa yang terjadi.“Itu, Tuan Evan harus dipindah ke ruang inap, soalnya masih belum sadar dan kaki kanannya patah karena terjepit.” Murni pun menjelaskan.Renata begitu syok mendengar hal itu, begitu sedih karena suaminya terluka parah.“Ya sudah, Mbok urus semua yang dibutuhkan. Aku akan menyusul ke ruang inap, begitu Renata sudah stabil dan bisa jalan,” perintah Veronica.Murni mengangguk lantas bergegas mengurus pendaftaran agar Evan mendapat ruangan.“Aku sudah baik-baik saja, Oma. Biar aku ikut melihat Evan.” Renata tidak sabar ingin melihat kondisi suaminya.“Nunggu infusmu habis, baru lihat suamimu. Jangan bantah!” Veronica bicara tegas demi kesehatan cucunya itu.**Akhirnya setelah dokter menyatakan jika Renata baik-baik saja dan tidak perlu dirawat