Terima kasih buat kalian yang selalu dukung dan menunggu karya saya. bolehkah saya minta komentar dan bintang juga ulasannya, hehehehe hanya untuk penyemangat saja. terima kasih.
“Apa nanti akan sakit?” tanya Dharu yang terlihat takut karena akan menjalani operasi.Evan duduk di sebelah Dharu, menggenggam telapak tangan bocah itu dengan erat, lantas mengulas senyum agar Dharu tidak cemas.“Tidak akan sakit, nanti Dharu akan dibuat tidur, jadi tidak akan merasakan apa-apa,” ucap Evan menjelaskan.“Tidur pun, kalau dipukul atau diganggu akan bangun. Apa nanti Dharu tidak akan bangun, waktu dokter mau operasi?” tanya Dharu lagi.“Tidak akan, ini tidurnya beda. Dharu tidak akan bangun, sebelum Dharu diminta bangun. Jadi jangan cemaskan apa pun dan jangan takut. Nanti papa juga akan di sana, jadi Dharu jangan cemas, hm ….” Evan mencoba memberi pemahaman yang mudah dimengerti, memberikan dukungan agar Dharu tenang dan tidak cemas.Renata menatap Dharu yang terlihat takut, hingga mendengar apa yang dikatakan Evan untuk menenangkan, sebelum akhirnya merasa sedikit lega.“Mama, apa itu operasi? Kenapa Dharu harus operasi?” tanya Dhira yang mendengar pembicaraan antara
“Dhira, Sayang. Kamu ga papa, hm?” tanya Renata yang sudah berjongkok dan mengecek kondisi Dhira setelah membentur tembok.“Tangan Dhira sakit. Nenek itu jahat, kenapa dia terus marahin Mama!” Dhira menangis sambil memegangi lengannya yang sempat membentur dinding.Renata begitu sedih melihat anaknya menangis, belum lagi Dhira memegangi lengan dan kesakitan. Dia menggendong Dhira, kemudian membalikkan badan dan menatap tajam ke Margaret.Margaret sendiri sedang kesakitan karena tangan digigit Dhira. Bahkan tampak bekas gigitan dari gigi-gigi Dhira di tangannya.“Dasar anak tidak pernah dididik. Bagaimana bisa menggigit orang sembarangan.” Margaret meringis melihat tangan dengan luka gigitan.Dhira masih menangis dalam gendongan Renata, dia benar-benar tidak bisa membiarkan begitu saja sikap arogan Margaret.“Anda boleh menghina saya, atau melakukan tindak kekerasan kepada saya. Tapi, saya tidak akan pernah mengizinkan Anda melukai anak saya!” bentak Renata yang geram.Edward hendak me
“Mana lagi yang sakit?” tanya Renata ketika Dhira baru saja dicek dan diobati oleh perawat.Lengan Dhira hanya lebam karena terbentur tembok dan sudah diberi salep oleh perawat, sehingga Renata sedikit lega.“Sudah ga ada, tapi ini masih sakit,” kata Dhira sambil melirik lengannya, masih terasa panas meski sudah diberi salep.Renata menatap nanar, hingga kemudian meniup lengan putrinya itu.“Bagaimana? Sudah?” tanya Renata mencoba menghibur dengan meniup lengan Dhira.Dhira tertawa dan mengangguk, hingga pandangannya beralih ke seseorang yang baru datang. Dhira langsung terlihat tidak senang, mungkin berpikir jika akan mendapatkan perlakuan sama dari Edward.Edward tersenyum ke Dhira, paham jika mungkin gadis kecil itu akan trauma sebab tadi mendapat perlakuan buruk.“Bagaimana lengannya?” tanya Edward.Renata buru-buru berdiri begitu melihat Edward di sana. Dia sampai menyelipkan helaian rambut sebab merasa tidak enak karena tadi mengamuk.“Tidak ada masalah, hanya lengannya lebam se
Dharu sudah selesai operasi. Kini Renata berada di ruang inap menunggu Dharu bangun. Evan juga masuk ruang inap tapi berbeda dengan Dharu.“Bagaimana kondisinya?” tanya Edward yang baru saja datang bersama Dhira.Dhira terlihat senang dan melupakan rasa sakit akibat membentur dinding.“Masih belum sadar, mungkin karena efek obat bius,” ujar Renata menjawab sambil menatap Dharu yang masih tidur.Dhira naik ke pangkuan Renata, di tangan membawa camilan yang dibelikan Edward.“Evan ada di ruangan lain, aku belum melihat kondisinya. Mungkin istri Anda di sana sekarang,” ujar Renata kemudian.Saat keluar dari ruang operasi, memang Evan dulu yang keluar, tapi melihat Margaret yang langsung mengikuti perawat yang membawa Evan, membuat Renata memilih menunggu Dharu keluar.“Baiklah, aku akan melihat kondisi Evan. Semoga Dharu segera bangun agar kamu bisa tenang,” ucap Edward.Renata mengangguk dan melihat Edward yang keluar dari kamar inap Dharu.“Opa baik,” ucap Dhira yang terlihat senang.“
Evan baru saja sadar setelah beberapa jam tertidur karena pengaruh obat bius. Orang pertama yang dilihatnya saat baru saja membuka adalah Edward.“Kamu mau minum?” tanya Edward ketika melihat Evan baru membuka mata.Evan menggelengkan kepala, pengaruh obat bius membuatnya susah bicara sebab merasa lemas. Hingga ketika menoleh ke arah samping, Evan melihat Margaret yang duduk melipat kedua tangan di depan dada.“Bagaimana kondisi Dharu?” tanya Evan dengan suara lemah.Evan masih mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya, agar bisa bangun seperti sedia kala.“Papa belum melihatnya, tadi saat mengantar Dhira ke kamar inap, Dharu masih tertidur,” jawab Edward.Evan ingin bertanya banyak hal, tapi tubuhnya yang lemas membuat Evan kesulitan untuk sekadar menggerakkan bibir.“Kamu tidak usah banyak bicara dulu. Segeralah pulih agar bisa melihat Dharu. Di sana ada Max yang membantu menjaga, jadi kamu tidak perlu mencemaskan apa pun,” kata Edward agar Evan tidak buru-buru bangun yang malah aka
“Ma!” Edward langsung membentak karena ucapan Margaret yang dianggap tidak tahu waktu.Margaret terlihat tak acuh, bahkan sengaja memalingkan wajah dari Edward.Evan sendiri tidak habis pikir, kenapa sang mama sangat keras kepala kepadanya. Tidak pernah sekali pun Evan membantah apa yang dikatakan oleh Margaret, tapi sekarang kenapa hanya karena dia menolak dijodohkan, membuat Margaret menentang sesuatu yang diinginkannya.Dokter dan perawat yang baru saja selesai memeriksa Evan pun memilih untuk pergi dari ruangan itu. Hingga Edward langsung menatap tajam ke Margaret.“Hari ini kita akan pulang, biar Evan di sini bersama Renata dan anak-anak.” Akhirnya Edward membuat keputusan itu, mencoba menghindarkan perselisihan yang semakin dalam.Margaret terkejut dan langsung menatap tidak senang, hingga kemudian membalas, “Ya, mama akan pulang asal Evan ikut dengan kita!”Edward melotot dan benar-benar kehabisan kata untuk bicara dan menjelaskan ke sang istri, jika Evan berhak memilih apa yan
Renata berdiri di depan pintu, menatap pintu itu sejenak, hingga terdengar suara helaan napas dari mulut.“Apa mamanya benar-benar sudah pergi?” Renata sedikit ragu dan cemas, ingin bertemu tapi takut ada perdebatan.Max berkata jika Evan di kamar inap sendirian karena Margaret dan Edward sudah pergi. Dia juga berkata kalau Margaret pergi karena marah, akibat Evan yang bersikukuh tetap mempertahankan Renata dan anak-anak.Renata menarik napas panjang, kemudian menghela napas panjang. Dia hendak memutar gagang pintu, tapi tiba-tiba mendengar suara benda jatuh dari kamar.“Apa itu?” Renata begitu panik dan langsung masuk, takut terjadi sesuatu dengan Evan.Saat sudah masuk, Renata melihat Evan yang ternyata sedang ingin mengambil tutup alat makan yang dijatuhkannya.“Re.” Evan terkejut Renata di sana.Renata menghela napas lega, berpikir terjadi sesuatu dengan Evan, ternyata pria itu menjatuhkan tutup alat makan, dan jam segini baru ingin makan.Evan menatap Renata yang berjongkok dan m
“Lengan Dhira sakit.Nih, biru.”Dhira menaikkan ujung lengan, memperlihatkan lengannya yang memar karena terbentur tembok, setelah didorong Margaret.Tentu saja Evan terkejut mendengar aduan Dhira. Dia mengecek lengan Dhira, kemudian menoleh Renata, setelah melihat memar di lengan Dhira. Pagi itu akhirnya Evan diperbolehkan keluar dari kamar, sehingga bisa melihat kondisi Dharu.“Kenapa bisa memar seperti ini?” tanya Evan yang tentu saja tidak tahu. Ditatapnya Renata dan seolah menuntut jawaban dari wanita itu.Renata bingung mau menjawab apa, dia pun tidak ingin jika sampai membuat Evan semakin kesal dengan Margaret. Renata hendak menjawab dan membuat alasan lain, tapi ternyata Dhira sudah menjawab terlebih dahulu.“Nenek jahat. Dia marahin Mama, terus Dhira gigit, tapi habis itu Dhira didorong sampai nabrak tembok.”Evan sangat terkejut, sedangkan Renata tentunya sudah tidak bisa berbohong.“Mamamu tidak sengaja mendorong Dhira,” ujar Renata menjelaskan.“Kapan kejadiannya? Saat aku