“Bukan dia?” tanya Evan memastikan.Wanita itu menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Evan.Evan menoleh Renata, hingga kemudian kembali menatap wanita panggilan itu.“Mungkin saja pamanmu membayar orang untuk mencari wanita yang bisa menjebakmu. Mana mungkin dia turun tangan sendiri,” ujar Renata memberikan penjelasan yang masuk akal.“Benar kata Renata, tidak mungkin pamanmu turun tangan sendiri. Apa itu namanya tidak bunuh diri,” timpal Stef.Evan terlihat berpikir, apa yang dikatakan Renata dan Stef memang benar. Dia pun kemudian menatap wanita panggilan itu.“Kamu tidak ingin dipenjara, kan?” tanya Evan dengan nada penekanan.Wanita itu menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Evan.“Kalau begitu, kamu harus bekerjasama denganku. Jika menolak, maka aku akan membuatmu mendekam di penjara dengan waktu yang sangat lama,” ancam Evan agar wanita itu tidak macam-macam.“Jangan! Aku lebih baik bekerjasama denganmu, daripada bersama pria itu. Aku tidak akan macam-macam,” ujar Wanita it
Selepas pulang bekerja, Stef mengajak Mely pergi ke rumah Renata. Di sana dia ingin memberitahu informasi tentang peneror yang sekarang diburu polisi.“Ini penyebab dia meneror Mely.” Stef meletakkan selembar foto yang ditemukan di rumah peneror.Renata, Mely, dan Evan memandangi foto itu. Evan jelas tidak tahu, sedangkan Renata dan Mely langsung terkejut dibuatnya.“Jadi ….” Mely menutup mulut, menjeda ucapan karena terkejut.“Apa maksudmu dia meneror karena dendam, sebab Mely membuat pria itu tertangkap? Jadi, apa hubungan antara pria itu dan peneror?” tanya Renata yang sudah bisa menebak motif peneror itu.Evan baru paham setelah Renata menjelaskan, ternyata dibalik teror itu masih ada hubungannya dengan masalah yang Renata hadapi.“Aku sudah menyelidikinya, jadi pria itu adalah paman pelaku. Mereka tinggal bersama selama ini, juga bekerja di perusahaanmu atas rekomendasi pamanmu. Kemungkinan pria itu tidak terima karena Mely membuat pamannya tertangkap, lantas sekarang meneror unt
“Jadi dia mulai bertindak?” Damar sedang menerima panggilan dari seseorang. “Ya. Dia meminta pemegang saham yang tidak berpihak kepadanya untuk menjual saham mereka, lantas memberikan jaminan bagi pemegang saham yang bertahan.” Suara seorang pria terdengar dari seberang panggilan. Damar mengepalkan telapak tangan. Geram karena berita yang disebar tidak bisa menjatuhkan Evan. Dia meminta orang untuk menyebar rekaman saat Evan di hotel untuk menjatuhkan Evan, tapi kenyataannya semua tidak berpengaruh untuk keponakannya itu. Dia pun mengakhiri panggilan itu karena geram. “Dia pikir bisa melawanku?” Damar tentunya begitu geram dan tidak akan membiarkan Evan bisa mengalahkannya. Baru saja Damar mengakhiri panggilan itu, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Pintu ruangan terbuka dan sekretaris Damar pun masuk. “Pak, saya baru saja mendapat telepon jika ada rapat dadakan dari pemegang saham. Mereka ingin Anda datang ke ruang rapat setengah jam lagi,” kata sekretaris Danar. Damar cu
“Semua berita miring sudah ditekan. Kami sudah melacak semua pengguna yang berkomentar negatif dan ternyata akun mereka semua palsu. Tentu saja tujuannya hanya untuk menggiring opini publik agar percaya dengan berita yang disebar.” Salah satu penanggung jawab tim IT yang dibentuk Evan, kini melaporkan perkembangan tugas mereka.“Tekan terus berita itu. Hingga tidak ada yang peduli dengan semua skandal yang beredar,” perintah Evan.Evan baru saja mengatasi para pemegang saham yang beberapa ternyata orang kepercayaan Damar. Kini dia tinggal mengatasi berita miring yang disebar oleh pamannya itu.“Kalian sudah mendapatkan data pria yang aku inginkan?” tanya Evan ke tim lain.Dia membentuk beberapa tim yang memiliki tugas masing-masing. Evan benar-benar sudah tidak bisa membiarkan sang paman terus menekannya, kini dia bertindak dan tidak akan berhenti sampai sang paman jatuh.“Kami sedang mencocokkan data yang ada,” jawab penanggung jawab tim satunya.Evan mengangguk dan sabar menunggu ka
Renata dan yang lain sudah berada di kantin. Mereka duduk di satu meja sama. Beberapa meja digabung jadi satu memanjang agar semua staff di divisi Renata bisa duduk bersama.“Kami dengar, Bu Rena sudah nikah, ya?” tanya salah satu staff.Renata dan Mely saling lirik karena masih belum memberitahu siapa suami Renata.“Iya sudah, anakku dua,” jawab Renata.Semua staff terkejut mendengar jawaban Renata, tentu saja tidak menyangka kalau Renata yang masih sangat terlihat muda, ternyata punya dua anak.“Awalnya kami pikir Bu Rena belum nikah, tidak ada kelihatan kalau sudah nikah dan punya anak. Iyakan?” Salah satu staff mengemukakan pendapatnya tentang Renata.Renata menanggapi dengan seulas senyum, hingga kemudian membalas, “Sudah menikah dan anakku kembar.”Semua staff terkejut tapi kagum. Mereka terlihat senang bicara dengan Renata, sebab wanita itu tidak sombong dan mau berinteraksi dengan para staff.Hingga saat mereka sedang membahas hal lainnya tentang pekerjaan, ponsel Renata pun b
Renata terengah-engah karena berlari. Dia mencoba mengatur napas saat sampai di hadapan Stef.Pria itu sendiri masih terkejut, tapi kemudian merasa bersyukur karena orang yang dicarinya malah datang di perusahaan.“Wah, kamu!” Salah satu staff divisi tempat Renata mengenali pria yang ditangkap Steff.Ya, siapa lagi jika bukan pria yang meneror Mely. Pria yang memiliki dendam karena Mely membuat pamannya tertangkap dan kini mendekam di penjara.Satpam datang karena ada keributan, lantas meringkus dan mengikat pria yang ditangkap Stef.“Pak, tolong hubungi polisi untuk menangkapnya,” perintah Renata.Mely dan yang lain menyusul keluar gedung, melihat pria yang dikejar sudah ditangkap.“Kenapa kamu melakukan ini?” tanya Mely ke tersangka.Pria itu melirik tajam ke Mely, hingga kemudian membalas, “Karena kamu sudah membuat pamanku masuk penjara!”“Itu bukan kesalahan Mely. Itu salah pamanmu yang berusaha meracuniku,” hardik Renata.“Harusnya kalian menghukum Pak Kevin saja, bukan pamanku
“Paman sepertinya tidak akan berhenti. Dia pasti akan semakin sakit hati sebab jabatannya diambil.”Siang itu Evan menemui Margaret dan Edward di perusahaan sang papa.“Kamu benar. Kita diam saja dia masih terus mengusik, apalagi jika kita menyerang. Aku yakin jika dia pasti akan membalas, entah bagaimana caranya membalas, aku yakin dia tidak akan tinggal diam,” timpal Edward membenarkan ucapan putranya.“Menurut kalian, kemungkinan apa yang akan dilakukannya?” tanya Margaret. Meski dia tahu seperti apa kakaknya itu, tapi Margaret tidak pernah bisa menebak apa yang akan dilakukan Damar.“Mungkin menyebar rumor lain, atau berusaha menjatuhkan perusahaan Evan,” jawab Edward.Margaret mengangguk-angguk, itu adalah kemungkinan pasti yang akan dilakukan Damar untuk balas dendam.“Aku malah mencemaskan hal lain,” ungkap Evan setelah diam dan berpikir.Margaret dan Edward pun menoleh ke Evan, menatap penasaran dengan apa yang dipikirkan putranya itu.“Apa yang kamu cemaskan?” tanya Edward.“
“Kami dengar, suamimu sekarang dipecat jadi direktur utama di perusahaan kalian sendiri, ya?”Salah satu wanita sosialita melempar pertanyaan ke Firda, ketika mereka sedang kumpul bersama.Firda tentunya langsung melempar tatapan tajam begitu mendengar pertanyaan itu.“Suamiku tidak dipecat, hanya diberhentikan sementara, kalian jangan asal bicara.” Firda langsung murka karena tidak terima.Para wanita di sana pun terkejut mendegar Firda membentak, apalagi terlihat begitu emosi.“Ya, maaf kalau salah bicara. Soalnya yang kami dengar seperti itu, iyakan?” Salah satu wanita meminta yang lain untuk mengamini ucapannya.“Iya benar. Katanya gara-gara kasus penggelapan dana, ya?” Wanita lain menimpali dengan kalimat yang membuat Firda semakin meradang.“Jaga omongan kalian! Jangan asal bicara jika tidak tahu! Kalian ini memang bermulut pedas, suka sekali bergosip dan menjelekkan orang lain!” hardik Firda yang begitu emosi.Tentu saja semua orang di sana semakin terkejut melihat sikap juga u
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Kasih melahirkan dengan cara cesar. Kini Kasih sudah dipindah ke ruang inap, tapi bayinya masih dalam pemantauan dokter di ruangan khusus perawatan bayi. “Syukurlah semua berjalan dengan lancar,” ucap Liliana penuh kelegaan melihat Kasih baik-baik saja. “Kita akhirnya punya cucu.” Jefrine merangkul istrinya, terlihat tatapan penuh kebahagiaan di mata pria itu. Dean melihat tatapan berbeda dari sang papa ke sang mama. Tatapan yang dianggapnya sudah lenyap sejak bertahun-tahun lamanya. “Kamu sudah menghubungi ibunya Kasih?” tanya Liliana yang ingat ke besannya itu. “Sudah, Ma. Ibu bilang akan datang secepatnya naik kereta, jadi butuh waktu ke sini,” jawab Dean. “Iya ga papa, terpenting kamu sudah mengabarinya,” ujar Liliana. Renata dan Evan senang melihat kebahagiaan Dean. Akhirnya bisa melihat pria itu bisa tersenyum penuh kelegaan dan bahagia. “Kami pulang dulu, kalau nanti Kak Kasih bangun dan tanya, katakan kami akan datang besok,” ujar R
“Benarkah? Ini berita yang sangat bagus.”Renata begitu senang mendengar Kasih dan Dean akhirnya berbaikan dengan Jefrine.Malam itu Kasih dan Dean mengajak makan malam Evan juga Renata, tentu saja untuk merayakan kebahagiaan keduanya yang kini sudah berbaikan dengan orang tua Dean.“Ya, kami pun tak menyangka. Kupikir bertemu dengan Papa akan membuat kami kembali bertengkar hebat. Namun, siapa sangka jika kemarin malam adalah malam yang benar-benar di luar dugaanku,” ujar Dean menjelaskan.Renata paham maksud Dean, hingga kemudian membalas, “Terkadang kita terlalu takut akan pemikiran kita sendiri. Kita merasa jika orang yang membenci kita, benar-benar akan terus membenci kita selamanya. Tapi siapa sangka jika ketakutan itu tidak benar, nyatanya papamu mau meminta maaf dulu.”“Benar, sama seperti Mama saat dulu tak suka Renata. Tiba-tiba saja datang dan meminta maaf, lalu menerima hubungan kami. Bukankah terkadang kita yang terlalu takut untuk memperbaiki kesalahan, hingga menunggu o
Dean dan yang lain terkejut saat melihat siapa yang kini berdiri memandang mereka, bahkan Liliana langsung berdiri karena panik.Dean langsung memalingkan wajah, seolah tak sudi melihat pria yang kini berdiri memandang dirinya.Kasih sendiri mengalihkan pandangan ke Dean, melihat suaminya yang terlihat tidak senang dan tidak nyaman.“Kamu sudah pulang. Kupikir kamu akan pulang minggu depan,” ujar Liliana dengan wajah panik.Jefrine—ayah Dean, menatap istrinya yang sudah berdiri dengan sikap kebingungan.“Mumpung kamu di sini, ada yang ingin kubicarakan denganmu,” ujar Jefrine sambil menatap Dean.Kasih langsung memandang suaminya, terlihat jelas jika Dean benar-benar tertekan.Jefrine menunggu Dean bicara, hingga sekilas melirik ke Kasih.“Hanya sebentar,” ucap pria itu kemudian.Dean menghela napas kasar, hingga akhirnya berdiri lantas memandang ke arah Jefrine.“Aku juga merasa perlu menyelesaikan sesuatu denganmu,” ucap Dean yang tak mau bersikap sopan ke pria yang dianggapnya buru
Dean akhirnya setuju pergi makan malam ke rumah orang tuanya. Dia dan Kasih kini berada di mobil menuju rumah Liliana.Kasih menoleh Dean, melihat suaminya terlihat serius menyetir. Sebelumnya Dean tidak memberi keputusan apakah mau datang makan malam di rumah orang tuanya, tapi tiba-tiba saja sore ini Dean meminta Kasih bersiap.“De, kamu tidak apa-apa, kan? Kalau memang masih tidak bisa, kita tidak usah datang. Mama juga pasti maklum kalau dijelaskan,” ujar Kasih yang tidak tega memaksa suaminya pulang.Kasih tahu bagaimana suaminya itu berjuang melawan sang papa. Dia sendiri tidak pernah menyalahkan sikap Dean yang membenci ayahnya, semua tak terlepas dari perbuatan ayah Dean di masa lalu, yang membuat Dean memilih membenci sang ayah.Deon menoleh Kasih, melihat istrinya itu terlihat cemas.“Aku tidak apa-apa. Sejak kita menikah, aku juga belum pernah melihat Mama. Ya, aku sadar jika membenci Papa, tapi Mama tidak salah sama sekali, jadi kupikir tidak ada salahnya berkunjung, selam
“Kamu benar-benar tidak apa, kan? Bagaimana calon bayi kita? Dia tidak kaget, kan?”Dean sangat mencemaskan kondisi Kasih. Bahkan kembali memastikan saat sudah sampai apartemen.“Aku baik-baik saja, De. Serius.” Kasih mencoba meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.Dean memandang Kasih. Dia sedih karena sang istri mendapat perlakukan tidak baik berulang kali.“Apa kita pindah saja. Kita ke tempat Ibu saja,” ujar Dean. Dia tidak bisa terus menerus panik karena istrinya beberapa kali hampir celaka.Kasih terkejut mendengar ucapan Dean. Jarak rumah ibu Kasih dan kota tempat mereka tinggal cukup jauh. Kasih tidak tega jika Dean harus bolak-balik menempuh jarak yang jauh.“Tidak apa, De. Aku janji akan hati-hati lagi. Lagian aku kalau pergi pasti bersama Renata, jadi ada yang melindungiku. Tadi saja memang mengalami kejadian tak terduga, tapi serius aku baik-baik saja,” balas Kasih mencoba meyakinkan.Dean menatap sendu. Dia sibuk bekerja sampai tidak bisa menemani istrinya pergi atau seka
Dean berjalan cepat menuju ke ruang guru begitu sampai di sekolah Dhira dan Dharu. Renata memang menghubungi Dean, agar pria itu bisa melindungi Kasih, serta tahu apa yang dilakukan Kanaya ke Kasih.Dean masuk ke ruang guru, lantas secepat kilat menghampiri Kasih yang duduk dengan ekspresi wajah terkejut menatapnya.“Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?” tanya Dean yang sangat panik. Dia mengecek tubuh sang istri apakah ada luka.“Aku baik-baik saja, De.” Kasih mencoba menenangkan istrinya.Kanaya terkejut melihat Dean di sana. Dia tidak pernah tahu jika Dean menikah dengan Kasih, karena pernikahan keduanya dilakukan secara tertutup dan hanya orang tertentu saja yang diundang.Renata melihat wajah panik Kanaya, lantas memberi isyarat ke Dean untuk menoleh ke pelaku yang mencoba menabrak Kasih.Dean menoleh ke Kanaya, tatapan tidak senang tersirat jelas dari sorot mata pria itu saat melihat Kanaya.Hingga beberapa saat kemudian, seorang pria masuk ke ruang guru, membuat semua ora
Renata benar-benar geram melihat siapa yang keluar dari mobil. Sungguh tak paham dengan pemikiran seperti manusia itu.“Matamu sudah buta, hah! Ini lingkungan sekolah, bukan area balapan yang bisa kamu jadikan tempat ajang ugal-ugalan!”Renata mengamuk, membuat banyak orang akhirnya kini memperhatikan dirinya.Kasih mendekat lantas mencoba menarik Renata agar tidak terlibat masalah.“Sudah, Re. Aku juga baik-baik saja, tidak apa.” Kasih mencoba menjauhkan Renata.“Tidak bisa, Kak. Dia sengaja melakukannya!” Renata tetap saja tidak terima.Kanaya tersenyum miring melihat Renata marah, lantas melirik ke Kasih yang mencoba mengajak pergi Renata.“Tolong! Apa anaknya sekolah di sini? Apakah begini adab di dalam sekolah!” Renata berteriak keras, meminta pendapat para orang tua di sana.“Jika manusia seperti ini, berkeliaran dan ugal-ugalan di area sekolah, kemudian menabrak salah satu dari anak kalian, apa kalian akan terima?” Renata menatap satu persatu orang tua yang ada di sana.Para or
“Maaf ya, Re. Aku sekarang jadi sering merepotkanmu.” Kasih menatap tak enak hati karena terus meminta bantuan Renata untuk menemaninya.“Tidak apa. Seperti kayak siapa saja. Dulu aku sering sekali merepotkan Kakak, sekarang anggap saja aku sedang membalasnya,” balas Renata tidak masalah jika sering menemani Kasih.Kasih terharu mendengar balasan Renata, lantas merangkul tangan ibu tiga anak itu untuk jalan.“Kamu tidak dimarahi Bibi karena sering meninggalkan Aldric, kan?” tanya Kasih sambil berjalan.Kasih ingin jalan-jalan karena bosan di apartemen, tapi tidak berani pergi sendiri, sehingga mengajak Renata.“Bukan marah, yang ada Mama malah senang karena Aldric aku tinggalkan sama Mama. Katanya kalau aku di rumah, Aldric akan banyak bersamaku,” jawab Renata diakhiri tawa kecil.Kasih ikut tertawa mendengar jawaban Renata.“Oh ya, tapi nanti siang aku jemput anak-anak sekalian ga apa-apa, kan?” tanya Renata kemudian.“Tentu saja, aku malah senang bisa ikut menjemput mereka,” balas K
“Tampaknya Kasih hanya dekat denganmu di sini.” Renata menoleh ketika mendengar Margaret bicara. Dia melihat mertuanya itu berjalan masuk kamar menghampiri dirinya. “Iya, Ma. Karena kata Evan, Kak Kasih memang tidak memiliki teman di sini,” ujar Renata menjelaskan. Renata sedang menyusui Aldric, lantas menatap Margaret yang duduk di tepian ranjang memperhatikan dirinya. “Hm … ya, Mama jadi ingat saat pertama kali melihatnya. Dia pendiam bahkan mama lihat tidak pernah bergaul dengan mahasiswa lain,” ujar Margaret karena memang dulu pernah menyelidiki siapa Kasih, sebab Evan berkata menyukainya. Margaret tiba-tiba menatap Renata dengan cepat, hingga kemudian kembali berkata, “Kamu jangan salah paham. Mama bicara begini bukan apa-apa, hanya ingin bicara sesuatu yang mama tahu.” Renata tertawa kecil melihat mertuanya salah tingkah. Dia pun kemudian membalas, “Tenang saja, Ma. Baik aku atau Evan, sama-sama sudah menganggap itu masa lalu. Lagi pula hubungan kami baik, jadi Mama jangan